Perekonomian Indonesia Sap 15.docx

  • Uploaded by: Yustika Nanda
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perekonomian Indonesia Sap 15.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,856
  • Pages: 18
PEREKONOMIAN INDONESIA RINGKASAN MATA KULIAH SAP 15 PEREKONOMIAN INDONESIA DI MASA YANG AKAN DATANG

OLEH : KELOMPOK 4 Ngurah Surya Maotama

(1607532129/17)

I Gusti Ayu Agung Yustika Nanda

(1607532136/23)

Anak Agung Mas Prabha Iswara

(1607532152/34)

PROGAM REGULER SORE FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2018

1.

Pembangunan Inklusif Indonesia 1) Definisi dan Konsep Menurut banyak orang seperti misalnya Ali dan Zuang (2007), Ali dan Son (2007), serta Rauniyar dan Kanbur (2009), tidak ada kesepakatan mengenai definisi atau tidak ada definisi umum perihal apa ynag dimaksud dengan pembangunan ekonomi ekslusif. Inklusif mengenai sebuah masyarakat atau komunitas yang sedang berubah untuk mengakomodasi perbedaan- perbedaan yang tengah ada di masyarakat dengan menghilangkan semua rintangan- rintangan yang ada yang mendiskriminasi atau membuat individidu- individu atau kelompok masyarakat tertentu menjadi eklusif. Inklusif melihat masyarakat, nukan orang secara individu sebagai masalah. Menurut Internasional Disability and Development Consortium (IDDC)

yang

ditampilkan di website www.make-development-inclusive.org, yang dikutip oleh Admin (2010), pembangunan inklusif merupakan sebuah proses untuk memastikan bahwa semua kelompok masyarakat yang terpinggirkan bias telibat sepenuhnya di dalam proses pembangunan. Dalam pengertian Rauniyar dan Kanbur (2009) dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang inklusif dipahami untuk merujuk pada sebuah pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan kesempatan- kesempatan ekonomi yang sama bagi semua orang. Pembangunan ekonomi inklusif fokus pada penciptaan kesempatan-kesempatan ekonomi dan aksesnya bagi semua anggota masyarakat dari semua golongan,kelompok atau tingkatan, tidak hanya bagi kaum miskin. Sebuah pembangunan ekonomi dikatakan inklusif saat semua anggota dari sebuah komunitas berpartisipasi di dalamnya dan berkontribusi yang sama terhadap proses tersebut tanpa melihat kondisi- kondisi ataulatar belakang pribadi mereka. Pembangunan ekonomi adalah sebuah proses penjaminan bagwa semua kelompok yang tersisihkan atau termarjinalkan dari sebuah komunitas ikut terlibat atau termasuk kedalam proses pembangunan tersebut. Karena inklusif melibatkan semua anggota dari sebuah komunitas, maka kolaborasi, kemitraan, dan jaringan kerja sesame anggota di dalam komunitas tersebut adalah strategi-strategi inti mencapai sebuah pembangunan ekonomi inklusif. Dalam hal peluang, untuk memberikan semua anggota dari sebuah masyarakat peluang-peluang yang sama, menurut Sachs (2004), strategi pembangunan ekonomi yang inklusif harus memiliki tiga (3) komponen paling penting. Pertama, menjamin hak- hak politik, sosial dan kewarganegaraan. Jadi, seperti ditekankan oleh Sen (1999), demokrasi adalah sebuah nilai fondasi yang sebenarnya, karena ini menjamin tranparansi dan

akuntabilitas yang diperlukan untuk bekerjanya proses pembangunan. Kedua, semua warga harus memiliki akses yang sama ke semua program kesejahteraan bagi orang-orang cacat, ibu-ibu, anak-anak, dan orang-orang tua yang didesain untuk mengkompensasi ketidaksamaan secara fisik atau alamiah. Kebijakan-kebijakan social kompensatori yang didanai dari restribusi pendapatan harus juga termasuk tunjangan bagi pengangguran. Ketiga, semua populasi juga harus mendapatkan peluang-peluang yang sama terhadap akses ke pelayanan-pelayanan publik, seperti pendidikan, perlindungan/jaminan kesehatan dan perumahan. Menurut Elfindri, guru besar ekonomi sumber daya manusia (SDM) Universitas Andalas dalam konsepsi pembangunan ekonomi inklusif, banyak aspek yang perlu diprhatikan, diantaranya pembangunan ekonomi infrastruktur, khususnya infrastruktur ekonomi (baik fisik maupun non-fisik), pembangunan kesehatan dan pembangunan pendidikan (fasilitas fisik, SDM dan sistem pelayanan) yang merupakan tiga komponen penting bagi semua penduduk, termasuk kelompok rumah tangga yang tinggal di daerahdaerah terpencil. Diakui secara luas bahwa keberlangsungan penurunan kemiskinan memang sangat tergantung pada keberlangsungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi hubungan antara penurunan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi tidak otomatis. Fakta menunjukan bahwa Negara denganlaju pertumbuhan produk domistik bruto (PDB) yang tinggi, namun mereka tidak berhasil menekan tingkat kemiskinan, sementara banyak Negara lain dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun yang relatif rendah, tetapi jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan berkurang setiap tahun dengan laju yang menakjubkan. Bahkan, UNCTAD (2010) berargumen bahwa masalah fundamental dalam mencapai Millenium Development Goals (MDGs) selama ini adalah strategi pembangunan ekonomi yang diterpkan oleh orang banyak Negara yang kurang inklusif yang mengintegrasikan dan mendukung ambisi pembangunan SDM mereka. Seperti halnya dengan MDGs, di dalam paradigma yang melandasi pembangunan ekonomi yang inklusif, partisipasi kaum wanita di dalam proses pembangunan ekonomi dan peluang yang sama bagi mereka adalah salah satu elemen yang sangat penting. Hal ini juga pernah ditegaskan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabinet 2009- 2014, Linda Amalia Gumelar, bahwa pembangunan ekonomi inklusif membuka peluang- peluang yang lebih komprehensif bagi kaum perempuan. Isu-isu kunci dari pembangunan ekonomi yang inklusif adalah kemiskinan, partisipasi, kolaborasi dan jaringan kerja. Ini artinya bahwa pengurangan kemiskinan

adalah atau harus menjadi pusat dari kebijakan - kebijakan pembangunan ekonomi yang inklusif, dan untuk mengeliminasi atau mengurangi jumlah orang miskin, bukan saja diperlukan kebijakan-kebijakan langsung yang khusus didesain untuk mengurangi kemiskinan, tetapi juga diperlukan kebijakan - kebijakan yang menciptakan sebuah pembangunan ekonomi yang berkualitas, serta program - program atau proyek - proyek yang mendukung pengurangan kemiskinan yang tentu dengan tetap mengedepankan prinsip - prinsip biaya efisiensi serta produktifitas dan daya saing yang tinggi. 2) Strategi Pembangunan Inklusif Indonesia a. Mencari Kebijakan – Kebijakan yang Tepat Dalam era setelah 1998 yang dikenal dengan era reformasi, perhatian pemerintah telah bergeser menuju pembangunan ekonomi nasional yang inklusif. Melihat pada arti atau maksud dan tujuan dari pembangunan ekonomi yang inklusif , semua pasti sepakat bahwa kebijakan - kebijakan yang diperlukan adalah yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat pemberian peluang pendidikan, pelayanan kesehatan, perumahan, akses ke air bersih, keempatan kerja atau membuka usaha dan lainnya. Secara proporsional atau dalam kata lain, diperlukan empat kebijakan utama yaitu : a) Kebijakan pendidikan b) Kebijakan kesehatan c) Kebijakan perumahan d) Kebijakan kesempatan kerja Dari masing - masing kebijakan tersebut bisa diuraikan dalam sejumlah kebijakan menurut aspek yang terkait. Misalnya dari kebijakan kesempatan kerja bisa diuraikan menjadi kebijakan pengupahan, kebijakan pelatihan pekerja, kebijakan perlindungan nuruh, kebijakan pekerja asing dan lainnya. Sudah banyak pihak yang memberikan pendapatnya mengenai bagimana caranya mencapai sebuah pembangunan ekonomi yang inklusif di Indonesia, atau keijakan kebijakan apa yang harus diambil oleh pemerintah atau aspek - aspek apa yang harus menjadi prioritas pemerintah dalam mendukung pembangunan inklusif. Seperti Menteri Linda Amalia Sari Gumelar yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi inklusif harus lebih terfokus untuk mengatasi ketertinggalan, sehingga pendekatan ini pun ditujukan terutama pada peningkatan akses ke pendidikan, pelayanan kesehatan, dan akses ke peluang - peluang ekonomi (mendapatkan pekerjaan atau membuka usaha sendiri). Ini artinya, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan -kebijakan atau peraturan - peraturan yang memperbesar akses - akses tersebut terutama bagi kaum

miskin dan kaum wanita karena hingga saat ini walaupun sudah ada kemajuan yang pesat dalam, sebut saja tiga dekade terakhir ini, akses - akses tersebut lebih terbuka bagi kaum berada dan pria dibandingkan kaum tidak mampu atau wanita. Menurut Prasetyantoko dkk (2012), pembangunan ekonomi yang inklusif memiliki beberapa cirri, di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi bukan tujuan, melainkan hanya merupakan sasaran maupun sarana utama dari pembangunan ekonomi, sedangkan tujuan dari pembangunan ekonomi itu sendiri adalah meningkatkan kemakmuran bersama semua warga, dan ini umumnya diukur dengan kenaikan tingkat pendapatan riil masyarakat per kapita. Pertumbuhan ekonomi disertai kebijakan-kebijakan publik yang tepat dapat berbuat banyak dalam mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan. Kebijakan - kebijakan dan institusi - institusi sosial non-ekonomi, seperti jaminan sosial, dan tata kelola serta kualitas pemerintahan memiliki posisi sama penting dengan kebijakan - kebijakan ekonomi yang bisa menciptakan sebuah pembangunan ekonomi yang inklusif. Menurut Elfindri, agar mencapai sebuah pembangunan ekonomi yang bersifat inklusif, banyak hal yang perlu dikembangkan secara inklusif, termasuk pembangunan fasilitas serta sistem kesehatan dan pendidikan yang baik dan masing-masing ini memerlukan strategi khas yang dapat menjamin keterjangkauan yang dirasakn oleh semua kelompok masyarakat, termasuk kelompok rumah tangga yang tinggal di daerah - daerah pedalaman. Pada bidang pendidikan, persoalan utama adalah sulitnya warga miskin atau warga-warga yang tinggal di daerah terpencil mendapatkan akses ke pendidikan, apalagi sekolah atau perguruan tinggi berkualitas baik. Menurutnya pembangunan pendidikan di Indonesia sebaiknya dikoreksi dengan lebih mendayagunakan sumber daya yang ada dengan mempertajam penyediaan pendidikan layanan khusus. Diperlukan penanganan khusus agar keberlangsungan pendidikan anak - anak yang mendiami daerah - daerah tematik disesuaikan pula dengan penyiapan masa depan mereka agar dengan pendidikan baik yang mereka dapat mereka mampu mandiri di kemudian hari. Pada bidang kesehatan, Elfindri menegaskan bahwa dalam penyediaan layanan kesehatan di daerah-daerah tematik harus diperhatikan hal-hal berikut ini : keterjangkauan layanan, teknologi kesehatan, akses terhadap input kesehatan dan kampanye tingkah laku yang kondusif terhadap hidup bersih dan gizi seimbang. Menurutnya, jika selama ini penyediaan layanan kesehatan pada puskesmaspuskesmas serta unit-unit pelayanan lebih rendah pada tingkat komunitas, pada

pembangunan kesehatan yang inklusif diperlukan banyak hal yang mungkin baru bagi Indonesia, di antaranya pelayanan yang terintegrasi antara pendidikan dan pelayanan kesehatan. Agar pembangunan pendidikan dan kesehatan yang inklusif bisa tercapai, menurutnya, perlu mendeteksi akar permasalahannya (misalnya masalah kemiskinan) yang tidak dapat digeneralisasikan sama untuk semua daerah dalam kondisi normal. Menurut Elfindri, ada dua aspek lainnya yang memerlukan perhatian khusus pemerintah, yakni infrastruktur, khususnya di perdesaan dan kependudukan. Dalam hal infrastruktur desa, banyak perdesaan di Indonesia yang pembangunan pasar dan jalan yang berarti nyaris tidak ada. Oleh karena itu, menurutnya, agar kebijakan pemerintah untuk mendukung pembangunan infrastruktur desa bisa efektif, perlu dilakukan terlebih dahulu pemetaan. Sudah saatnya penataan pembangunan ekonomi pada daerah-daerah terbelakang dilakukan secara terfokus. Sedangkan aspek kependudukan penting untuk diperhatikan karena angka kelahiran di Indonesia relatif masih tinggi. Selain pasangan usia subur (PUS) memiliki pendidikan rendah dan capaian ekonominya juga rendah, angka ketidakterjangkauan PUS yang ingin mengatasi kelahiran masih cukup tinggi dikisaran 11-12 persen. Oleh karena itu, jangkauan pada kepastian program keluarga berencana (KB) di daerah-daerah sulit adalah suatu yang besar manfaatnya dalam jangka panjang. Menurut Kiryanto (2013), pembangunan ekonomi inklusif juga perlu diciptakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Agar pembangunan ekonomi dengan laju pertumbuhan yang tinggi dan lebih inklusif bisa dinikmati oleh semua anggota masyarakat di Indonesia, pemerintah harus memiliki program komprehensif dan mengimplementasikannya secara serius. a) Pertama, pemerintah perlu menggunakan anggaran dengan baik, benar, efisien, dan efektif. b) Kedua, langkah pembaharuan atau reformasi di sektor agraria sudah menjadi keharusan. Indonesia membutuhkan investasi langsung terutama yang bersifat langsung (PMA). c) Ketiga, program hilirisasi perlu dilaksanakan dengan serius dan sistematik, bukan hanya kegiatan di sektor hulu. Sebagai contoh, kebijakan pemerintah melakukan hilirisasi sektor pertambangan sudah tepat karena memberikan nilai tambah besar bagi pelaku industri. d) Keempat, melanjutkan program financial inclusion atau “pemberian akses ke lembaga keuangan bagi seluruh rakyat” sebagaimana didengungkan oleh Bank

Indonesia. Pemerintah dan bank sentral harus terus mendorong hadirnya institusi keuangan yang mampu menjangkau masyarakat yang belum memiliki akses pendanaan di daerah-daerah. e) Kelima, iklim investasi langsung terus diperbaiki seraya menegakkan kepastian hukum melalui reformasi hukum secara sistematis. b. Strategi dan Kebijakan Pemerintah Dalam penyampaian pidatonya mengenai pembangunan nasional dari perspektif regional di depan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRI) pada Agustus 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan bahwa paradigma pembangunan untuk semua dalam konteks Indonesia hanya bisa dilaksanakan dengan mengadopsi enam strategi pembangunan fundamental. Arah jangka panjang Indonesia untuk periode 2005-2025 dinyatakan dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2007 mengenai Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPNJP), di mana arah jangka menengah Indonesia diberikan disetiap tahapan-tahapan lima tahun, yang disebut Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPNJM). Dasar skala dari prioritas-prioritas dan strategi-strategi dari masing-masing RPNJM dirangkum sebagai berikut. a) RPNJM pertama (2005-2009) diarahkan pada reformasi dan pembangunan Indonesia disemua bidang yang bertujuan untuk menciptakan sebuah Indonesia yang aman, damai, adil, demokrasi dan memiliki sebuah populasi yang kesejahteraannya terus meningkat. b) RPNJM kedua (2010-2014) diarahkan pada perluasan konsolidasi dari reformasi di Indonesia disemua bidang dengan memberi penekanan pada upayaupaya untuk meningkatkan kualitas SDM, termasuk mendorong pembangunan kapasitas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan memperkuat daya saing ekonomi nasional. c) RPNJM ketiga (2015-2019) diarahkan pada konsolidasi yang lebih besar dari pembangunan ekonomi dalam suatu cara yang komprehensif di semua bidang dengan penekanan pada pencapaian daya saing ekonomi nasional yang tinggi berdasarkan daya saing yang tinggi dari sumber daya alam dan kualitas yang baik dari SDM dan dengan kemampuan yang terus bertambah dalam penguasaan IPTEK. d) RPNJM keempat (2020-2025) bertujuan untuk merealisasikan sebuah masyarakat Indonesia yang mandiri, maju,adil, dan makmur melalui akselerasi

dari proses pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan pada struktur ekonomi yang terealisasi yang lebih kokoh berdasarkan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah di tanah air dan didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing tinggi. Setiap RPNJM menjelaskan visi, misi, dan program-program dari Presiden, yang formulasinya didasarkan pada RPNJM dan terdiri dari strategi pembangunan nasional, kebijakan-kebijakan umum, program-program dari masing-masing kementerian/ departemen/badan, dan program-program lintas kementerian/departemen/badan, progam-program regional dan lintas regional, dan juga kerangka kerja ekonomi makro, yang meliputi situasi ekonomi secara keseluruhan, termasuk arah dari kebijakan fiskal, dalam sebuah rencana kerja yang terdiri atas kerangka kerja regulasi dan pendanaan. Setiap RPNJM membentuk basis bagi semua kementerian dan lembaga/badan pemerintah non-departemen dalam memformulasikan rencanarencana strategi (Renstra) mereka masing-masing. Semua pemda juga harus mempertimbangkan RPNJM yang berjalan sebagai arahan saat menyusun atau menyesuaikan rencana-rencana pembangunan regional mereka untuk mencapai target-target pembangunan nasional. Untuk implementasi dari RPNJM 2005-2025, RPNJM dielaborasi lebih lanjut ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahunan (RKPT) yang akan menjadi dasar untuk menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN). Saat ini sedang berjalan RPNJM 2010-2014. Seperti RPNJM 2004-2009 sebelumnya, RPNJM 2010-2014 juga dibagi ke dalam tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu strategi ‘pro pertumbuhan’, strategi ‘pro kesempatan kerja’, dan strategi ‘pro miskin’. Melalui strategi ‘pro pertumbuhan’, yang sebenarnya sudah diterapkan sejak awal era orde baru, laju pertumbuhan ekonomi nasional terus tumbuh positif (terkecuali pada tahun 1998 sempat negatif saat Indonesia dihantam krisis keuangan Asia), dengan didampingi oleh distribusi pendapatan yang membaik (pendapatan dengan pemerataan); walaupun sejak reformasi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia belum pernah mencapai setinggi yang pernah terjadi pada era Soeharto. RPNJM 2010-2014 punya 14 prioritas nasional, sejumlah prioritas regional, yakni Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, dan prioritas-prioritas bidang yang terdiri atas sosial-budaya, ekonomi, iptek, infrastruktur, politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur negara, wilayah dan spasial, serta SDA dan lingkungan.

Strategi pembangunan fundamental kedua adalah bahwa dalam kerangka kerja dari pembangunan untuk semua orang, konsekuensi dari pembangunan Indonesia harus punya sebuah dimensi wilayah. Ini artinya, setiap provinsi, setiap kabupaten dan kota, dan bahkan setiap kacamatan merupakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang harus mengkapitalisasi semua potensi yang dimiliki setiap wilayah (provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan), apakah itu SDA, SDM, atau lokasinya yang strategis. Ini adalah alasan kenapa pemerintah Indonesia selama ini sangat serius mengajak atau menyemangati semua wilayah di perbatasan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang muncul dari kerja sama pembangunan wilayah antara Indonesia dengan negara-negara tetangga dalam berbagai konteks, seperti dalam konteks IMTGT dan dalam konteks BIMP-EAGA, dan juga peluang-peluang yang ada dari kerja Indonesia dengan Australia dan Timor Leste. Diterapkannya strategi pembangunan ekonomi dengan dimensi wilayah juga menandai bahwa pemerintah terus menstimulasi setiap wilayah di tanah air untuk memperkuat keunggulan-keunggulan kompetitif mereka. Namun demikian, keseimbangan antarwilayah harus juga di jaga, agar kesenjangan antara provinsi, atau kesenjangan antarkabupaten atau kota di dalam sebuah provinsi bisa dicegah. Strategi pembangunan fundamental ketiga adalah untuk menciptakan sebuah ekonomi nasional terintegrasi di dalam era globalisasi. Oleh karena Indonesia adalah sebuah ekonomi terbuka, maka pembangunan ekonomi nasional tidak bisa dilaksanakan dalam sebuah kevakuman. Lagi pula, Indonesia adalah anggota dari banyak kelompok ekonomi regional yang pro liberalisasi perdagangan internasional, seperti ASEAN dan APEC, dan juga anggota dari banyak lembaga dunia yang juga pro perdagangan bebas dunia, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ini artinya ekonomi Indonesia berhubungan dengan ekonomi global, dan Indonesia punya komitmen penuh untuk mengeliminasi semua hambatan-hambatan perdagangan antara Indonesia dengan dunia, tetapi pada waktu bersamaan, Indonesia harus memanfaatkan hubungannya dengan ekonomi dunia untuk mendapatkan keuntungan semaksimum mungkin bagi masyarakat Indonesia. Dalam perkataan lain, Indonesia harus memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang muncul di dalam era globalisasi, sementara pada waktu bersamaan, melindungi dari dampak-dampak negatifnya. Strategi pembangunan fundamental keempat, yang juga menjadi satu dari kuncikunci keberhasilan dari proses pembangunan untuk semuanya adalah pembangunan ekonomi lokal di setiap wilayah (provinsi dan kabupaten dan kota), dengan maksud

mengembangkan sebuah ekonomi domestik yang kuat secara nasional, yang artinya tidak ada provinsi-provinsi di mana tingkat pembangunannya rendah atau kabupaten dan kota yang terbelakang di sebuah provinsi. Sebuah ekonomi domestik yang kokoh adalah aset utama bagi sebuah negara untuk bisa unggul atau paling tidak bertahan di dalam desakan yang semakin kuat dari globalisasi. Pelajaran-pelajaran yang Indonesia dapat dari krisis ekonomi global selama periode 2008-2009 adalah fakta bahwa negara-negara yang mampu menghadapi resesi ekonomi global atau bisa bertahan selama resesi terjadi adalah negara-negara dengan sebuah ekonomi domestik yang kuat. Lebih lanjut, sebuah ekonomi domestik yang kuat juga menjamin kemampuannya memenuhi semua kebutuhan dasarnya (mandiri). Ini merupakan sebuah alasan kenapa penguatan kembali hubungan-hubungan antarwilayah menjadisebuah keharusan. Untuk mencapai ini pemda dan pemerintah pusat terus meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur, khususnya dalam bentuk fisik. Selama periode 2004-2009, Indonesia berhasil, di antara pencapaian-pencapaian lainnya, menyelesaikan pembangunan jembatan penyeberangan yang menghubungi pulau Jawa dengan pulau Madura. Dengan adanya jembatan itu, hubungan antara kedua pulau tersebut diharapkan menjadi lebih lancar dan volumenya lebih besar, dan, paling tidak termasuk tingkat kesejahteraan penduduknya. Setiap kasus Madura ini, Indonesia juga merencanakan akan membangun jembatan yang akan menghubungkan pulau Jawa dan pulau Sumatera. Apabila rencana ini bisa terlaksana, maka distribusi dari keuntungan-kruntungan dari pembanguann ekonomi nasional yang selama ini terkonsentrasi di Jawa bisa lebih baik tersebar ke Sumatera. Sama juga, Indonesia akan terus menyelesaikan pembangunan trans Kalimantan, trans Sulawesi, dan trans Papua Selain meningkatkan hubungan-hubungan secara fisik, pemerintah juga membangun hubungan-hubungan antarwilayah dalam bentuk-bentuk fungsional. Pemerintah terus menstimulasi produk-produk dari sebuah provinsi untuk lebih mudah digunakan sebagai bahan-bahan dasar di provinsi-provinsi lainnya, atau untuk digunakan sebagai produk-produk akhir bagi kebutuhan konsumen di provinsiprovinsi lain. Untuk maksud ini, pemerintah pusat dan sejumlah Pemda sudah melakukan upaya-upaya secara serius selama ini untuk meminimalkan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan antarwilayah di dalam negeri, seperti pungutan-pungutan dalam melakukan perdagangan tersebut, khususnya

pungutan-pungutan tidak resmi yang selama ini terbukti sangat menghambat kegiatankegiatan investasi di daerah. Strategi pembangunan fundamental ke lima (5) adalah untuk mengharmonisasikan dan membuat keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan (pertumbuhan dengan pemerataan). Strategi seperti ini juga merupakan sebuah koreksi

atau

penyempurnaan

terhadap

kebijakan-kebijakan

pembangunan

sebelumnya, dengan tujuan untuk memperbesar dampak positif dari ekonomi yang dirasakan oleh semua anggota masyarakat, yang dikenal dengan sebutan ‘trickledown’. Strategi efek ‘mengalir ke bawah’ ini mengasumsikan adanya kebutuhan untuk memprioritaskan pertumbuhan ekonomi di atas pemerataan. Dalam realitasnya, di banyak Negara, termasuk Indonesia teori ini gagal menciptakan kesejahteraan bagi semua warga. Jadi, untuk secara bersamaan merealisasikan pertumbuhan dan pemerataan, pemerintah mengadopsi strategi ‘tiga jalur’, yakni sebuah strategi yang memacu pertumbuhan, sebuah strategi meningkatkan kesempatan kerja, dan sebuah strategi memerangi kemiskinan. Strategi pembangunan fundamental yang ke enam (6) merupakan esensi dari pembangunan yang adil dan merata, yang adalah sebuah pembangunan ekonomi yang menekankan pada peningkatan kualitas manusia. Di dalam strategi ini, masyarakat Indonesia tidak semata-mata dianggap sebagai objek tetapi sebaliknya sebagai subjek dari pembangunan. Di dalam strategi ini, masyrakat atau SDM adalah pelaku dan juga focus dari tujuan-tujuan pembangunan, sehingga kualitas hidup masyarakat Indonesia bisa ditingkatkan. Oleh karena itu, untuk maksud ini, paradigma pembangunan bagi semua orang memberikan sebuah prioritas yang tinggi terhadap pendidikan, kesehatan, pendapatan dan juga lingkungan hidup. Dengan startegi-strategi tersebut di atas, diharapkan bukan saja kesejahteraan masyarakat Indonesia akan terus membaik, tetapi lebih spesifik lagi, harapan hidup orang Indonesia akan terus meningkat saat strategi-strategi tersebut diluncurkan. Pada tahun 2011, pemerintah mengeluarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan tema “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan, Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah”. Pada waktu itu, pemerintah menegaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerintah akan meningkatkan intensitas pelaksanaan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek lingkungan. Selanjutnya, strategi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan itu akan bertumpu pada empat pilar

strategis. Keempat pilar itu adalah : (a) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas; (b) menciptakan dan memperluas lapangan kerja; (c) meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program jarring pengaman social yang berpihak kepada masyarakat miskin; dan (d) meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah juga akan membangun jaringan keterhubungan antarwilayah, termasuk pembangunan infrastruktur di kawasan Timur Indonesia, daerah-daerah perbatasan, daerah-daerah terkecil dan pulau-pulau terluar. Dengan pembangunan infrastruktur yang merata, diharapkan akan memperlancar pergerakan manusia, arus barang dan informasi ke seluruh wilayah di tanah air. Langkah-langkah lainnya yang akan diambil oleh pemerintah untuk merealisasikan pembangunan ekonomi inklusif adalah antara lain : a) Alokasi anggaran akan digulirkan untuk melanjutkan berbagai program jaring pengaman social yang berpihak pada rakyat miskin sesuai strategi ‘pro-miskin’ b) Mengalihkan dana BOS pada Kementrian Pendidikan Nasional menjadi transfer ke daerah c) Menitikberatkan program perlindungan social pada sector pendidikan, melalui kesinambungan program BOS dan pemberian beasiswa dan pada sector kesehatan melalui program Jamkesmas d) Menaikkan gaji PNS/TNI/Polri dan pensiunan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan public, yang ditopang oleh kapasitas pegawai yang memadai e) Meningkatkan program-program yang berbasis pemberdayaan seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, baik jumlah maupun sasarannya, yang bertujuan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, agar semakin dapat menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi, yang selanjutnya diharapkan dapat menurunkan secara berkelanjutan tingkat kemiskinan di tanah air f) Menyediakan subsisdi dengan tujuan untuk menjamin kesejahteraan rakyat melalui stabilitas harga kebutuhan pokok rakyat yang terjaga secara terusmenerus, yang berarti meringankan beban masyarakt dalam meperoleh kebutuhan dasarnya, serta menjaga agar produsen mampu menghasilkan barang-barang kebutuhan dasar masyarakat dengan harga yang terjangkau g) Untuk mewujudkan pelaksanaan program pembangunan yang berdimensi lngkungan hidup, menekankan pengalokasian dana DAK (Dana Alokasi

Khusus) pada bidang yang berkaitan dengan upaya mengatasi dampak perubahan iklim dengan mengarahkan alokasi DAK di bidang lingkungan hidup dan kehutanan untuk mendukung mitigasi perubahan iklim, dan emisi gas rumah kaca. Disamping itu, alokasi DAK di bidang pertanian serta kelautan dan perikanan juga diarahkan untuk mendukung pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pertanian dan perikanan h) Agar program-program tersebut diatas berhasil melanjutkan reformasi birokrasi (termasuk memantapkan pelaksanaannya) dengan sasaran yang ingin dicapai adalah makin mantapnya tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Hal ini akan dilakukan melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat hukum dan transparan 2.

Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia Perubahan struktur ekonomi pada umumnya merupakan transformasi struktural yang

didefinisikan sebagai suatu rangkain perubahan yang saling terkait satu sama lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor – faktor produksi yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan PDB akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer, khususnya industri manufaktur dengan increasing returns to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi (Weiss, 1988). Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang akan membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per-kapita, semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan teknologi tersedia. Teori perubahan struktual menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh NSB, yang semula lebih bersifat subsistens dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer. Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni dari Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi struktual).

Teori Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di perdesaan dan di perkotaan. Dalam teorinya, mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 2, yaitu perekonomian tradisional di perdesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Kerangka pemikiran teori Chenery pada dasarnya sama seperti di model Lewis. Teori Chenery, dikenal dengan teori pattern of development, memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsistens) ke sektor industri sebagai mesin penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari 4 faktor berikut : 1) Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap sektor industri manufaktur. 2) Perluasan ekspor (pertumbuhan dan diversivikasi) atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor tehadap produk industri manufaktur. 3) Subsitusi impor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan disetiap sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri manufaktur. 4) Perubahan teknologi atau efek total dari perubahan koefisien input-output didalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor industri manufaktur. Didalam kelompok negara-negara sedang berkembang (NSB), banyak negara yang juga mengalami transisi ekonomi yang sangat pesat dalam tiga dekade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya berbeda antarnegara. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan antarnegara dalam sejumlah faktor internal seperti berikut : 1) Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi) Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi/industrialisasinya sudah memiliki industri-industri dasar yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih cepat/pesat dibandingkan dengan negara yang hanya memiliki industri-industri ringan. 2) Besarnya pasar dalam negeri Besarnya pasar domestik ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkatan pendapatan rill per-kapita. Pasar dalam negeri yang besar merupakan salah satu

faktor intensif bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi (dengan asumsi bahwa faktorfaktor penentu lainnya mendukung). 3) Pola distribusi pendapatan Faktor ini sangat mendukung faktor pasar diatas. Walaupun tingkat pendapatan ratarata per-kapita naik pesat, tetapi kalau distribusinya pincang maka kenaikan pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi pertumbuhan industri-industri selain industri-industri yang membuat barang-barang sederhana, seperti makanan, minuman, sepatu, dan pakaian jadi (tekstil). 4) Karakteristik dan industrialisasi Misalnya, cara pelaksanaan atau strategi pengembangan industri yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang diberikan. Aspek-aspek ini biasanya berbeda antarnegara yang menghasilkan pola industrialisasi yang juga berbeda antarnegara. 5) Keberadaan SDA Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya akan SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat melakukan industrialisasi atau tidak berhasil melakukan diversivikasi ekonomi (perubahan struktur) daripada negara yang miskin SDA. 6) Kebijakan perdagangan luar negeri Fakta menunjukan bahwa di negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking), pola dan hasil industrialisasinya berbeda dibandingkan dengan negara yang menerapkan kebijakan ekonomi terbuka (outward looking). 3.

Perekonomian Indonesia dalam Wawasan Global Perekonomian dunia tampaknya semakin menjadi bebas. Hambatan tarif dan nontarif terus

dikikis melalui negosiasi dagang antar negara. Asosiasi perdagangan bebas makin meluas. Perekonomian Indonesia dikepung oleh area perdagangan bebas seperti, SAARC, ANZCERTA, UE, NAFTA, AFTA dan APEC. Mungkin dapat dikatakan bahwa semua pertner dagang Indonesia telah masuk pada salah satu kesepakatan daerah perdagangan bebas. Sehingga beberapa kali pertemuan APEC menekankan supaya komitmen Bogor direalisir, yakni membuka perdagangan bebas pada tahun 2010 bagi negara maju dan tahun 2020 bagi negara berkembang. Oleh karena itu masalah yang dihadapi perekonomian Indonesia yang makin bebas di masa depan adalah bagaimana cara meraih keuntungan-keuntungan dari globalisaso. 4.

Perekonomian Indonesia Di Masa yang akan Datang

1) Sistem Negara dan Pemerintahan Pada masa pemerintahan Soekarno Indonesia merupakan negara kesatuan, kemudian berubah menjadi federasi, setelah itu kembali lagi ke negara kesatuan sampai sekarang setelah melewati masa pemerintahan hingga SBY. Namun pada masa reformasi dari tahun 1998 muncul kembali wacana untuk mengubah sistem negara kesatuan menjadi negara federal. Pada masa pemerintahan Sooekarno pula memakai sistem pemerintahan demokratis dengan multipartai lalu berubah menjadi demokrasi terpimpin atau demokrasi Pancasila, dan dari demokrasi parlementer ke demokrasi presidensial. Jadi dari sudut sistem negara dan pemerintahan, tampaknya perekonomian Indonesia di masa datang akan tetap berada di bawah naungan NKRI dengan sistem pemerintahan yang demokratis dan sistem ekonomi yang bukan sosialis melainkan condong ke pasar bebas dengan peranan pemerintah yang cukup besar dalam bidang ekonomi untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan mempertahankan ketimpangan distribusi pendapatan setidak-tidaknya pada tingkat yang sedang. 2) Politik, Ekonomi, dan Hukum Sebelum dan setelah proklamasi, Indonesia selalu menghadapi gejolak politik dalam dan luar negeri yang tidak aman, maksudnya selalu diwarnai peperangan. Wacana pembenar pada masa itu adalah bahwa politik menjadi komando dari setiap kebijakan pemerintah. Dalam kancah politik tidak ada masalah benar salah, yang ada adalah siapa mendapat apa. Korupsi merupakan salah satu penolakan dari hal yang benar. Kemudian pada masa pemerintahan Soeharto, ekonomi sebagai komando setiap kebijaksanaan pemerintah. Ekonomi sebagai komando juga akan menghasilkan pemerintahan dan masyarakat yang korup. Korupsi malah merata di seluruh negeri yang terkenal dengan istilah KKN, dan bahkan sulit membedakan mana perbuatan yang korup dan mana yang tidak korup. Di masa datang, masalah korupsi, masalah ekonomi biaya tinggi, dan masalah penegakan hukum rupanya tidak bisa ditolerir, kalau Indonesia menghadapi persaingan bebas dalam bidang ekonomi yang dijanjikan oleh proses globalisasi ekonomi. 3) Kemajuan Teknologi dan Pertumbuhan Ekonomi Pengalaman pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru, dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, mungkin perlu ditiru di masa mendatang. Sejarah pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan bahwa semakin terlambat satu negara memulai pertumbuhan ekonomi modernnya, maka waktu yang diperlukan untuk menggandakan output per orang juga makin singkat. Untuk Indonesia, kalau dihitung mulai tahun 2010, barangkali tidak sampai memerlukan waktu 5 tahun untuk menggandakan output per orang. Caranya adalah

i) loncat jauh dalam bidang transfer teknologi, yang maksudnya langsung memakai teknologi produksi yang paling mutakhir, dan ii) memanfaatkan kesediaan modal dan tenaga ahli yang berlimpah yang dimiliki oleh negara maju. 4) Subsidi dan Program Sosial Dasar perekonomian Indonesia di masa datang adalah perdagangan internasional yang bebas tanpa hambatan seperti pada prinsip-prinsip yang diterapkan pada GATT. Sistem ekonomi yang dianutnya adalah sistem pasar berdasarkan atas kekuatan permintaan dan penawaran dengan intervensi yang minimum oleh pemerintah. Dalam hal subsidi, harga dari barang yang diperdagangkan ditentukan oleh pemerintah, bukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Pada prinsipnya sistem ekonomi yang disarankan oleh globalisasi adalah penggunaan semua sumber daya masyarakat seefisien mungkin untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diimbangi oleh program sosial yang masif untuk mengejar distribusi pendapatan yang tidak terlalu timpang.

REFERENSI Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar. Udayana University Press Hall Hill. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966. Yogyakarta: PAU Ekonomi UGM Dr. Tulus T.H. Tambunan. 2009. Perekonomian Indonesia. Penerbit Ghalia Indonesia

Related Documents


More Documents from "umar"