Pengelolaan Lingkungan Hidup

  • Uploaded by: Ery Arifullah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengelolaan Lingkungan Hidup as PDF for free.

More details

  • Words: 3,938
  • Pages: 18
Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam berbagai aturan, pengelolaan lingkungan hidup sering didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Pelaksanaannya dilakukan oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lainnya dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup. Sektor lingkungan hidup oleh para perencana dan pelaku pembangunan masih kurang diperhatikan dibandingkan bidang ekonomi misalnya. Hal ini sesungguhnya mempengaruhi tujuan pembangunan berkelanjutan. Daerah sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan mengemban tugas yang cukup berat dalam pembangunan termasuk pembangunan lingkungan hidup. Terlebih lagi dengan adanya otonomi daerah. Beberapa permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup di daerah yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah pencemaran air dan keterkaitan konsumsi masyarakat terhadap air tersebut. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup & Bappedalda Kaltim (2005) konsentrasi rata-rata parameter yang diukur hasil pemantauan periode 2003 – 2006, menunjukkan bahwa tercemarnya sungai Mahakam adalah disebabkan oleh pencemaran limbah organik dan faktor erosi dari lahan terbuka di daerah hulu sungai.

1.2 Tujuan Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini memiliki 2 tujuan yaitu (1) memetakan distribusi kesamaan kadar asam (pH) disepanjang sungai Mahakam mulai dari Sebulu hingga Sungai Mariam berdasarkan data-data yang telah tersedia; (2) berdasarkan distribusi kesamaan pH ditentukan kawasan peruntukan lahan.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dibatasi hanya di bantaran sungai Mahakam mulai dari Sebulu hingga Sungai Mariam. Sementara aspek yang diteliti hanya data kadar pH yang didapat dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Bappedalda (2003).

Page 1 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

Gambar. 1.1 Peta lokasi sampling wilayah aliran sungai Mahakam Kalimantan Timur

Page 2 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

BAB II METODOLOGI DAN DATA

2.1. Landasan Teori Untuk menjamin agar fungsi dan kualitas pengelolaan LH dapat dipertahankan dan di tingkatkan, diperlukan keterpaduan perencanaan dan masukan pertimbangan LH kedalam setiap kegiatan pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha (swasta), maupun masyarakat mulai dari tingkat lokal hingga kepusat. Untuk itu dibutuhkan tidak saja sumberdaya manusia yang dapat diandalkan, tetapi juga mekanisme yang menunjang proses pengelolaan LH terpadu. Adapun dasar teori yang digunakan untuk pendekatan analisa dan pemecahan masalah, adapun dasar dan konsep sebagai berikut : 1. UU RI. No. 23 Th. 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Peraturan Pemerintah RI No.82 Th. 2001 Tentang Pengelola Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Th. 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Sejak semula pemerintah Indonesia telah mewaspadai hal tersebut dangan berupaya memperhatikan aspek lingkungan pada setiap sisi kegiatan pembangunan. Berbagai upaya selama ini telah dilakukan dan banyak hal telah dicapai, antara lain diletakkannya kerangka landasan yang kuat dengan telah dihasilkannya berbagai perundang-undangan yang menyangkut penggelolaan LH, konservasi maupun tata ruang. KTT Bumi di Rio de Jeneiro yang diselenggarakan pada tahun 1992 juga menekankan perlunya keterpaduan antara pembangunan dan LH seperti yang tertuang dalam program global Agenda 21. Program global Agenda 21 ini kemudian telah dijabarkan menjadi Agenda 21 Indonesia (lampiran 1) dan masih dijabarkan lebih lanjut menjadi agenda 21 Lokal oleh masing-masing daerah.

2.1.1 Pendekatan Pengelolaan LH Untuk lebih memahami proses perencanaan pengelolaan LH yang dikembangakan dalam PPLHD ini, maka perspeksi kita terhadap pendekatan pengelolaan LH perlu disamakan terlebih dahulu. Paling tidak ada tiga pendekatan pengelolaan LH yang perlu kita ketahui yang menjadi dasar PPLHD : A. Pendekatan “kewilayahan” Pendekatan pengelolaan lingkungan hidup juga harus didasarkan pada pendekatan kewilayahan (spatial) bukan proyek-proyek. Karena keadaan suatu wilayah sangat ditentukan oleh keberadaan kegiatan yang ada di dalamnya. Sementara jumlah kegiatan Page 3 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

(proyek) ini bisa jadi berkembang dan mempengaruhi keadaan wilayah. Pengertian wilayah dalam pendekatan ini adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta unsurnya yang terkait, batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek geografis atau aspek fungsional. Aspek geografis meliputi jenis, potensi, dan sebaran: bentuk bentang alam, sumber daya – baik sumber daya alam hayati maupun non hayati, sumber daya manusia, sumber daya buatan, teknologi, nilai-nilai kemanusiaan, organisasi masyarakat, adat kebiasaan dan budaya, perekonomian, dan lingkungan politik lokal, lingkungan politik regional maupun kewilayahan adalah sedapat mungkin mengarah kepada suatu kesatuan ekologis. Kesatuan ekologis ini bisa bermacam-macam seperti ekologis pantai, ekologi dataran tinggi, ekologi mangrove dan lain sebagainya. Tetapi yang sering digunakan adalah kesatuan ekologis dari suatu Wilayah Aliran Sungai (WAS), karena pendekatan ini cukup sederhana dan masuk akal. Kesatuan ekologis memang tidak mengenal batas administratif. Suatu WAS bisa saja melintasi satu atau lebih wilayah administratif kabupaten/kota. Atau masalah lingkungan hidup yang timbul di suatu wilayah administratif lainnya. Oleh karena itu pembatasan berdasarkan batas ekologi ini lebih penting bagi pekerjaan pengelolaan lingkungan hidup. Tetapi bisa juga satu wilayah administratif kabupaten/kota terdiri dari satu WAS. Dalam kasus seperti ini, pendekatan kesatuan WAS tetap lebih dipentingkan khususnya dalam menganalisis masalah lingkungan hidupnya. Untuk kasus seperti ini, berarti ada lebih dari satu “program” pengelolaan lingkungan hidup yaitu setiap WAS mempunyai program sendiri. Hal ini justru semakin mengukuhkan bahwa pendekatan pengelolaan lingkungan hidup yang multi disiplin dan multi sektoral harus bisa mengatasi lintas wilayah administratif ataupun ekologis ini. Dalam hal pengelolaan lingkungan hidup yang didasari pada satuan ekologis yang berada di dua atau lebih wilayah administrasi, maka koordinasi dapat dilakukan oleh pemerintahan yang lebih tinggi atau berdasarkan kesepakatan bersama. Sebagai contoh pengelolaan lingkungan hidup pada WAS yang melalui dua kabupaten/kota atau lebih dalam satu provinsi, dikoordinasikan oleh Bapedalda Dati I yang bersangkutan atau salah satu kabupaten/kota berdasarkan kesepakatan. C. Pendekatan Keterpaduan Program Pendekatan proyek dan kuatnya egosektoral menyebabkan terjadinya pengkotak-kotakan program pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini membuat pengelolaan lingkungan hidup menjadi tidak sinergis. Keterpaduan program diarahkan untuk mengintegrasikan kebijaksanaan, program dan proyek yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup pada instansi lain baik di tingkat pusat maupun daerah, dunia usaha dan masyarakat. Dengan demikian keterpaduan ini menjadi suatu kesatuan gerak dan arah dalam mencapai tujuan pembangunan sektor lingkungan hidup. Kesatuan ini akan menjamin efisiensi dan efektifitas penggunaan energi, waktu, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

Page 4 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

2.2. Tahapan Penelitian dan Metodologi Tahapan penelitian dapat dipilah menjadi tiga bagian yaitu: tahap akuisisi, tahap analisis dan pengolahan data dan sintesis. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode induksi akumulatif. Yaitu menggunakan data sebanyak mungkin yang ada hubungannya dengan topik penelitian. 2.2.1 Akuisisi Data Penelitian ini menggunakan satu objek data yaitu air dimana hanya aspek pH air yang diteliti. Data ini didapat dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Bappedalda (2003). 2.2.2 Pemrosesan dan Analisis Data Pemrosesan data berupa data mentah yaitu data hasil analisis kualitas air sungai Mahakam kemudian diolah menjadi peta iso pH seperti dalam gambar 4.2 & 4.3. Kemudian kedua peta tersebut dibuat peta overlay-nya (gambar 4.4). Ketiga peta tersebut kemudian dianalisis untuk melakukan interpretasi daerah peruntukan (tabel 4.2). 2.2.3 Sintesis Seluruh data yang telah diproses kemudian dilakukan sintesis, dimana dalam sintesis kami mengintegrasikan seluruh data yang tersedia kemudian ditarik benang merahnya berupa perencanaan untuk kawasan peruntukan.

Page 5 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

Tujuan Pelestarian Lingkungan Hidup

Penataan, Pemeliharaan, dan pengendalian Sungai Mahakam

Tingkat Ph yang berbeda di wilayah Sungai Mahakam

Akuisisi, Pemrosesan dan Analisi Data

Sintesis

Penataan kawasan sungai mahakam berdasarkan peruntukannya

Kesimpulan dan Saran

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

Page 6 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

BAB III GAMBARAN WILAYAH

3.1. Gambaran Umum Kondisi Sungai Sungai Mahakam yang berada di Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Indonesia (+ 920 km). Daerah pengaliran sungai ini (luas 77.095,51 km), meliputi 4 kabupaten dan 1 kota di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, yaitu Kabupaten Malinau, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Kota Samarinda. Bila dirinci lebih jauh, daerah pengaliran sungai (DPS) Mahakam meliputi 44 kecamatan di 5 kabupaten/kota tersebut. Adapun kecamatan-kecamatan yang masuk dalam DPS Mahakam dapat dilihat pada tabel 1. Kota-kota yang dilalui oleh alur utama sungai Mahakam adalah kota Samarinda, Tenggarong, dan Sendawar.

Secara keseluruhan selain ketiga kota tersebut, alur sungai utama Sungai

Mahakam dari hulu hingga melintas 25 kecamatan. Aktivitas yang ada saat ini di DPS Mahakam berupa kegiatan-kegiatan : industri pertambangan batubara, pertambangan emas, pertambangan tanpa ijin (PETI), pertambangan galian C, industri perkayuan, transportasi air, perikanan dan pertanian.

3.2. Kondisi Fisik Wilayah Aliran Sungai Mahakam 3.2.1 Topografi Kondisi topografi DPS Mahakam didominasi oleh daerah datar sampai landai (55,54 %), agak landai (6,60 %), dan selebihnya (37,86%) merupakan daerah perbukitan gelombang, terjal hingga curam dengan kemiringan lereng > 25 %. Luas masing-masing lereng DPS Mahakam. 3.2.2 Geologi dan Sifat fisik tanah Struktur geologi DPS mahakam didominasi oleh batuan sedimen liat, berlempung, disamping itu terdapat pula kandungan batuan endapan tersier dan batuan endapan kwarter. Dari peta geologi “ Lembar Samarinda, Long Iram, Long Pahangai dan Muara Ancalong, Kalimantan yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, Tahun 1993-1995 “ diketahui bahwa formasi geologi di DPS Mahakam didominasi olehformasi Alluvium (Qa), Formasi Pulau Balang (Tmpb), Formasi Balikpapan (Tmbp), Formasi Pamaluan (Tomp), formasi Kampungbaru (Tpkb), formasi Wahau (Tomw) dan formasi Batu Ayau (Tea). Physical Planing Projeck for Tranmisgrasion (RePPProT), 1987, terdiri dari : Aluvial, Organosol Glei Humus, Podsolik dan Latosol.

Page 7 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

3.2.3 Tata Guna Lahan Penggunaan lahan DPS Mahakam terdiri dari hutan, semak, rawa tambak, tegalan, kebun, sawah ladang pemukiman dan lahan kosong. Penggunaan lahan terbesar adalah hutan dengan luas 3.906.627,89 ha atau 50,67 % dari luas DPS, selanjutnya semak dengan luas 1.359.961 ha 17,64 % dari luas DPS, sisanya merupakan tanah rawa, tambak dan areal budidaya lainnya. (%)

Jenis Penggunaan Lahan

Luas (ha)

Hutan lebat

2.012.779,89

26,11

Hutan rawa

907.674,40

11,77

Hutan Belukar

986.173,60

12,79

Semak Belukar

1.213.987.02

15,75

145.974,40

1,89

1.108.112,60

14,37

2.351,30

0,03

Pemukiman dan lahan terbuka

161.074,70

2,09

Tegalan

246.056,76

3,19

Perkebunan

236.029,60

3,06

Sawah

362.164,40

4,70

Ladang

327.172,74

4,24

Jumlah

7.709.551,41

100,00

Semak campur ladang Rawa Tambak

Sumber : Laporan Penyusunan Masterplan Sungai Mahakam

Perkembangan penggunaan lahan di DPS Mahakam dari waktu ke waktu mengalami perubahan, hal ini disebabkan oleh adanya aktifitas manusia, antara lain adanya kegiatan eksploitasi hutan, kegiatan ladang berpindah oleh petani tradisional, pertumbuhan industri dan pertambangan serta pertumbuhan penduduk yang tinggi, sehingga dalam waktu yang relatif singkat kegiatan-kegiatan tersebut mengubah penggunaan lahan dari tahun ke tahun. 3.3 Kondisi Sosial Ekonomi 3.3.1 Kependudukan Penduduk yang bermukin di DPS Mahakam umumnya terkonsentrasi didaerah perkotaan seperti : Samarinda, Tenggarong, Loa Janan dan Sendawar. Akumulasi ini disebabkan perkotaan merupakan pusat pemerintahan, pusat kegiatan industri, perdagangan dan jasa, ketersediaan sarana tranportasi dan komunikasi, serta kelengkapan berbagai fasilitas sosial ekonomi Penyebaran penduduk di daerah pantai sebagian besar terkonsentrasi di daerah-daerah kegiatan industri dan pemukiman nelayan. Sedangkan penyebaran penduduk di wilayah pedesaan atau Page 8 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

pedalaman pada umumnya berada di sepanjang alur Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya. Kecenderungan ini disebabkan oleh faktor kemudahan tranportasi sungai, kemudahan pengambilan air dan kesuburan tanahnya. 3.3.2 Perkonomian Karakteristik perkonomian di Provinsi kalimantan Timur umumnya dan di DPS Mahakam khususnya didominasi oleh 5 (lima) sektor, yaitu pertambangan, sektor industri pengolahan sektor pengangkutan dan telekomunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Kelima sektor tersebut memberikan kontribusi pada PDRB Kalimantan Timur tahun 2000 tercatat sebesar Rp. 82,447 trilyun dan meningkat menjadi Rp. 91,890 trilyun pada tahun 2001, pada tahun 2002 Rp. 93,769 trilyun, tahun 2003 Rp. 106,453 trilyun, tahun 2004 Rp. 131,856 trilyun dan meningkat lagi menjadi Rp. 156,432 trilyun tahun 2005. Kenaikan-kenaikan tersebut terutama disebabkan naiknya harga beberapa komuditi andalan Kaltim, seperti minyak bumi dan gas alam, batu bara dan gas alam cair. PDRB Kaltim menempati posisi ke 5 setelah DKI jakarta, Jawa Timur, Jawa barat dan jawa Tengah. Nilai ekspor tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 1.833,81 juta USD atau naik sebesar 16,80% bila bibandingkan tahun 2004, sementara itu impor naik dari 2.740,63 juta USD menjadi 3.579,29 juta USD atau naik sebesar 30,60%. Realisasi ekspor non migas berdasarkan negara tujuan/bulan/tahun pada tahun 2005 meningkat menjadi 2.917.630.000,00 USD naik 551.662.800 USD atau naik 23,32 % dari taun sebelumnya. Pengembangan ekspor non migas Kaltim dilakukan berbagai kegiatan expo dan promosi serta mini dagang ke beberapa negara tujuan dan terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada negara-negara tujuan ekspot tersebut seperti China dengan memperolah devisa sebesar 368.652.593,18 USD naik 15,55%, spanyol 13.228.898,68 USD naik 53,22%, Canada 12.195.831,53 USD

naik 2,921,23%. Keuangan daerah sebelum desentralisasi dan otononi

daerah dilaksanakan, APBD Provinsi Kalimantan Timur tahun 2000 sebesar Rp. 605,017 milyar dan setelah desentralisasi dan otonomi daerah berlangsung sejak tahun 2001 sampai 2005 mengalami peningkatan hingga mencapai Rp. 2,848 trilyun atau mengingkat rata-rata 36,32% per tahun. Demikian juga APBD Kabupaten/Kota se-kaltim juga mengalami peningkatan dari Rp. 1,047 trilyun tahun 2000 menjadi Rp. 9,60 trilyun tahun 2005 atau meningkat rata-rata 55,75% per tahun. Pada tahun 2004 APBD Provinsi pendapatan sebesar Rp. 2,532 trilyun dan pengeluaran sebesar Rp. 2,629 trilyun, sedangkan tahun 2005 pendapatan Rp. 2,424 trilyun dan pengeluaran sebesar Rp. 2,424 trilyun dan pengeluaran sebesar Rp. 2,829 trilyun, sedangkqan penerimaan anggaran dekonstrasi dan tugas pembantuan APBN/PHLN dari tahun 2004 sebesar Rp. 1,769 trilyun atau terjadi kenaikan sebesar 57,06 persen. Untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2005 mengalami kenaikan dari tahun 2004 dengan rincian Page 9 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

masing-masing adalah pajak daerah sebesar Rp. 623.903.310.000, bagian laba Usaha daerah sebesar Rp. 81.959.430.000, lain-lain pendapatan sebesar Rp. 70.520.350.000. Sedangkan rasio PAD terhadap APBD sebesar 24,34%. Sumber penerimaan lain Yang sangat penting bagi Provinsi Kalimantan Timur adalah penerimaan dari Dana perimbangan sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang nomor 33 tahun 2004, meliputi penerimaan Bagi Hasil Pajak seperti PBB, BPHTB, Pajak perorangan/PPh serta penerimaan Bagi Hasil Bukan Pajak yang berasal dari sektor Kehutanan, Pertambangan umum dan migas yang merupakan implementasi dari program Desentralisasi Fiskal, serta penerimaan yang berasal dari Dana Alokasi Umum.

3.3.3 Kondisi Sungai Mahakam Berdasarkan kondisi morfologinya, Sungai Mahakam dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu bagian hilir, bagian tengah dan bagian hulu. Bagian Hilir, yaitu Ruas dari Muara s/d Kota Samarinda ( 60 km). Kemiringan rata-rata pada bagian ini 0 -0,5 %, lebar Sungai antara 750 – 850 m. Daerah hilir kebanyakan merupakan daerah yang tidak padat penduduknya dan sebagian masih berhutan bakau dan nipah. Di daerah muara (Delta Mahakam), Sungai mahakam terbagi menjadi beberapa alur yang disebut dengan muara (Delta Mahakam), yitu Muara Berau, Muara Kaeli, Muara Ulu, Muara Pegah dan Muara Jawa yang semuanya bermuara di Selat Makasar. Muara-muara inilah yang membagi daerah Delta Mahakam menjadi pulau-pulau. Tiga pulau besar yang terbentuk oleh adanya muara adalah Pulau Terentang, Pulau Pemankaran, dan Pulau Rambalrangas Bagian Tengah, yaitu Ruas sungai dari Kota Samarinda s/d Melak (388 km).Kemiringan ratarata pada bagian ini0,5 – 2 %. Lebar sungai rata-rata dari Samarinda hingga Muara Kaman antara 300-420 m, dari muara Kaman sampai dengan Melak, lebar sungai antara 100-300 m. Sungai Mahakam antara Samarinda sampai Muara Kaman sepanjang 154 km, melintasi kota Tenggarong, Sebulu, Tanjung Harapan dan Muara Kaman. Antara Muara Kaman dan Melak sepanjang 234 km banyak terdapat anak-anak sungai. Di kanan dan kiri sungai terdpat rawa-rawa yang cukup luas, disamping itu jug terdapat danau-danau, di antaranya yang cukup besar adalah Danau Semayang (13.000 Ha). Rawa-rawa dan danau tersebut berfungsi sebagai retarding basin, sehingga dapat mereduksi kejadian banjir di daerah hilirnya. Bagian Hulu, yaitu ruas sungai dari Melak ke Hulu (532 km), kemiringan rata-rata pada bagian ini >2% dengan lebar sungai antara 40-300m. Pada ruas ini dasar sungai mulai berbatuan. Di kanan kiri sungai sebagian lahan berupa hutan, tebing sungai cukup terjal dan curam dengan ketinggian mencapai 700 m Sungai Mahakam mempunyai 237 anak sungai dengan sungai-sungai terbesar di daerah hulu adalah sungai Boh, Sungai Ratah. Di daerah tengah adalah sungai Kedang Pahu, Sungai Belayan Page 10 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

dan Sungai Kedang Kepala dan di daerah hilir adalah sungai Jembayan. Dari 237 anak sungai yang memberi kontribusi ketersediaan debit dan sedimendi alur utama Sungai Mahakam. 59 diantaranya belum mempunyai nama dalam peta. Sebagian besar anak sungai umumnya bersifat sebagai sungai intermittent, yaitu sungai yang hanya mengalir dalam jumlah besar pada musim hujan dan relatif kering pada musim kemarau.

Page 11 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Informasi Lingkungan Hidup 4.1.1 pH air Nilai pH menunjukkan aktifitas atau kadar ion H+. Dalam larutan, ion H+ selalu berada dalam keseimbangan dinamis dengan H2O membentuk suasana reaksi kimiawi. pH = -log (H+), sehingga dalam air murni atau netral: (H+)=(OH+) = 10 – 7, atau nilai pH = 7. Toleransi organisme akuatik terhadap pH air dipengaruhi oleh suhu, alkalinitas, oksigen terlarut, anion dan kation, dan stadia organisme. Bagi kehidupan ikan, pH yang ideal adalah 6,5 – 8,5 dan yang masih dalam batas layak yaitu 5 – 9. Bagi ikan umumnya batas toleransi pH adalah 4 (acid death point) dan 11 (basic death point). Nilai pH alami dan air yang tidak tercemar biasanya mendekati netral, pH 7. Standar yang tercantum di dalam PP 82/2001 kelas I, II dan III adalah 6 – 9 sedangkan kelas IV antara 5 – 9,. Standar kelas I, II, dan III memenuhi untuk kehidupan hampir semua organisme air. Perbedaan yang besar di dalam nilai pH dari standar yang ada dapat menyebabkan menurunnya biodiversitas didalam sumber air serta dapat mengurangi kegiatan kehidupan biologi air, hal ini akan mempengaruhi (menurunnya) kapasitas/kemampuan purifikasi. Keseimbangan amonium (NH4) dan amoniak (NH3) di dalam badan air tergantung kepada kadar pH (dan suhu). Pada pH 7 dan di bawahnya tidak ada fraksi amoniak. Sebagian dari amoniak akan mengingkat pada pH 7, konsekuensinya porsi amonium berkurang. Amoniak mempunyai efek beracun, misalnya beberapa spesies ikan yang sensitif akan terpengaruh hanya dengan konsentrasi 0,1 mg/l. Hasil pemantuan pH S. Mahakam tahun 2003 – 2006 (Kementrian Lingkungan Hidup & Bappedalda, 2005): Max

Min

Rata-rata

7,420

6,030

6,729

PP 82/2001 Kelas 1 6–9

Evaluasi Memenuhi

4.1.2 Aktifitas Penduduk Pada dasarnya kondisi lokal Daerah Pengaliran Sungai Mahakam dari hulu sampai dengan hilir adalah dipenuhi dengan berbagai aktifitas masyarakat yang meliputi kegiatan industri plywood, galangan kapal, transportasi air, perdagangan dan pertambangan batubara (Gambar 4.1). Dengan adanya aktifitas tersebut tentu berpegaruh terhadap kualitas air sepanjang Wilayah Aliran Sungai Mahakam.

Page 12 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

Dengan adanya aktifitas manusia di wilayah aliran sungai mahakam akan mengakibatkan perubahan-perubahan kualitas air dalam hal ini adalah nilai pH bila terlampau rendah atau terlampau tinggi akan berpengaruh pada kehidupan organisme biotik dan abiotik di sekitar sungai mahakam, hal ini bisa disebabkan oleh proses pencucian alami dan erosi, serta erosi di suatu wilayah yang disebabkan oleh kegiatan manusia (seperti misalnya pembangunan jalan, penebangan kayu, pertanian). Selain itu yang juga disebabkan oleh buangan limbah padat, limbah domestik dan air limbah industri yang sering kali dibuang dalam sungai mahakam Seperti minyak yang menyelimuti tubuh organisme dan insan ikan. Algae dan plankton yang tersalaputi minyak bila dimakan ikan, walaupun ikannya tidak mati tetapi dagingnya berbau dan berasa minyak. Minyak yang mengendap didasar perarairan akan mengganggu kehidupan benthos atau akan merusak wilayah pemijahan ikan. Begitu juga minyak dan lemak di dalam sistem pembuangan air limbah dapat meningkatkan pelepasan asam lemak yang dapat menyebabkan korosi pada beton.

Perencanaan 4.2.1 Kawasan Peruntukan Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah perencanaan sektor lingkungan hidup. Pengembangan sistem perencanaan ini dirancang sebagai upaya agar perencanaan lingkungan hidup dapat masuk ke dalam sistem perencanaan daerah yang telah ada. Dengan demikian hasil perencanaan lingkungan hidup ke dalam sistem perencanaan yang lebih besar seharusnya bukan masalah rumit. Anggana (koleksi foto: Arifullah, 2003)

Gambar 4.1. Kawasan Sungai Mahakam Hilir bagian bawah dan aktifitas penduduknya. Page 13 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

Pembagian kawasan peruntukan dibantaran sungai Mahakam didasarkan pada peta iso pH tahun 2005 dan 2006 (Tabel 4.1). Peta tersebut menunjukkan adanya pola tertentu yang digambarkan dengan garis kontur. Sampel yang diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup & Bappedalda (2005) pada tahun 2005 menunjukkan variasi pH, dimana mulai dari Samarinda hingga Sungai Mariam ada kecendrungan nilai pH lebih dari 7,0 sedangkan pH 6,2 – 7,0 ditunjukkan dari sampel-sampel air yang diambil di Sebulu hingga Loa Janan (Gambar 4.2). Pada tahun 2006 menunjukkan perubahan distribusi dan nilai pH yang begitu kontras (Gambar 4.3) dengan apa yang ditunjukkan pada tahun 2005. Perubahan ini sangat berkaitan dengan aktifitas penduduk dan industri sekitar. Interpretasi kami menunjukkan. Pembagian kawasan peruntukan di sepanjang sungai Mahakam hilir didasarkan atas distribusi kualitas air dalam hal ini adalah nilai pH (Tabel 4.1). Ada tiga kawasan yaitu kawasan I (pH > 6,8), kawasan II (pH 6,6 – 6,8) dan kawasan III (pH < 6,6). Setiap kawasan mempunyai fungsi peruntukan tertentu. Kawasan-kawasan tersebut merupakan overlay dari peta iso pH tahun 2005 dan 2006 sehingga menghasilkan peta lahan peruntukan seperti dalam gambar 4.4.

Gambar 4.2 Peta ISO pH wilayah aliran sungai Mahakam 2005 (modifikasi dari Kementrian Lingkungan Hidup & Bappedalda, 2003).

Page 14 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

Gambar 4.3 Peta ISO pH wilayah aliran sungai Mahakam 2006 (modifikasi dari Kementrian Lingkungan Hidup & Bappedalda, 2003).

Tabel 4.1. Data hasil analisis kualitas air sungai Mahakam.

Nama sungai

Titik Sampling

Tanggal Sampling

pH

MA 1413 (MHU/Sebulu)

15/07/2005

6,76

MA 0947 (Tenggarong)

15/07/2005

6,78

MA 0656 (Kalamur)

15/07/2005

6,14

MA 0540 (K. Gubernur)

14/07/2005

7,15

MA 0458 (Palaran)

14/07/2005

7,29

MA 0357 (Anggana)

14/07/2005

7,42

MA 1413 (MHU/Sebulu)

04/01/2005

6,5

MA 0947 (Tenggarong)

04/01/2005

6,8

MA 0656 (Kalamur)

04/01/2005

6,77

MA 0540 (K. Gubernur)

04/01/2005

6,86

MA 0458 (Palaran)

04/01/2005

6,85

Page 15 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam Tabel 4.2. Pembagian kawasan berdasarkan pH di Sungai Mahakam Hilir dan peruntukan lahannya.

No

Kawasan

Peruntukan lahan

1

pH > 6,8 (hilir bag bawah) pH 6,6 – 6,8 (hilir bag tengah)

Kawasan Industri

2 3

Perikanan dan pertanian Sumber air minum,

pH < 6,6 (hilir bag atas)

Gambar 4.4 Peta Lahan Peruntukan yang didapat dari overlay Peta Iso pH tahun 2005 dan 2006 (modifikasi dari Kementrian Lingkungan Hidup & Bappedalda, 2003).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil paparan dan pembahasan pada bab-bab terdahulu maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a.

Pada kawasan yang berwarna biru mempunyai pH.<6,6 (hilir bagian atas) maka dapat digunakan kawasan sumber air minum karena pada keadaan pH. tersebut sangat layak dan memungkinkan sumber air untuk dikonsumsi karena standar

air yang layak

untuk

dikonsumsi mempunyai pH. 6,0 - pH. 7. b. Pada kawasan yang berwarna ungu mempunyai pH. 6,6 - 6,8 (hilir bagian tengah) maka dapat digunakan untuk kawasan perikanan dan pertanian karena pada kawasan tersebut perikanan dan pertanian dapat hidup dengan baik karena standar kehidupan ikan dan tanaman memerlukan pH. berkisar antara pH. 5 – pH. 7. c. Pada kawasan yang berwarna merah mempunyai pH. >6,8 (hilir bagian bawah) maka dapat dipergunakan untuk kawasan industri karena pada kawasan tersebut merupakan bagian akhir Page 16 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

dari aliran air pada kawasan hilir bagian atas menuju kawasan hilir bagian tengah dan kawasan ini menjadi tempat akhir berkumpulnya berbagain limbah sebelum mengalir kelaut. 5.2 Saran Saran-saran yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : a. Agar segera dibuatkan peraturan daerah yang menata kawasan sungai Mahakam (hilir atas, tengah, dan bawah) berdasarkan peruntukannya dan secara konsisten melaksanakan peruntukan tersebut, disertai pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang. b. Perlu dikembangkan sistem peringatan dini bila terjadi kondisi penurunan kualitas air yang membahayakan kesehatan masyarakat dikawasan sungai Mahakan. c. Mengawasi pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan di kawasan sungai Mahakam demi kelangsungan ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air.

Page 17 of 18

Laporan Penelitian Lapangan

Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Sungai Mahakam

DAFTAR PUSTAKA 1.

Tim Penyusunan PPLHD Kantor Menteri Negara LH, 1999, Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah.

2.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Bapedalda Prov. Kaltim, 2005, Laporan Pemantauan Kualitas Sungai Mahakam.

3.

UNEP/WHO, 1996, Water Quality Monitoring, London.

Page 18 of 18

Related Documents


More Documents from "Lisa Selinda"