Pemerintahan Tanpa Mandat Rakyat

  • Uploaded by: HENDRI TEJA
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemerintahan Tanpa Mandat Rakyat as PDF for free.

More details

  • Words: 547
  • Pages: 3
Pemerintahan Tanpa Mandat Rakyat1 Oleh : Hendri Teja2 Politik terkait erat dengan pemerintah. Politik adalah seni memanajemen, mengatur dan merawat sumber daya suatu negara untuk pencapaian tujuan negara. Pemerintah adalah institusi utama dalam penyelenggaraan negara, dengan parpol sebagai pendukungnya. Secara internal, kebijakan pemerintah akan sangat diwarnai oleh parpol pemenang pemilu, sementara secara ekternal parpol oposisi akan mengawal pemerintah sesuai dengan aspirasi konstituen yang diwakilinya. Ironisnya, dewasa ini, rakyat mulai tidak memberikan totalitas kepercayaan kepada parpol. Lembaga Survei Indoensia (LSI) mencatat kalau parpol berada di peringkat terendah dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Urutan teratas ditempati media massa (31 %), Ormas (24 %), birokrasi dan parpol masing-masing 11%. Pemilih pada akhirnya punya logika sendiri. Produktivitas Pemilu diyakini tidak akan berdampak positif, bahkan negatif, terhadap tingkat kesejahteraan rakyat. Siapa pun yang memerintah tidak akan membawa perubahan signifikan. Pemikiran tersebut mengimbas kepada Pilkada di Indonesia. Data Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menggambarkan kalau 13 Pemilu gubernur dari total 26 Pilkada provinsi dimenangi oleh golongan putih (golput). Pilkada kota/ kabupaten pun begitu. Dari 130 kabupaten/ kota, 39 Pilkadanya dimenangi golput. Kemenangan golput terjadi pada Pilkada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Bengkulu. Kondisi serupa juga terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Putaran 1, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Di Jawa Tenggah saja tercatat masyarakat yang memilih pasangan Bibit Waluyo-Rutriningsih berjumlah 6.084.261 orang, sementara angka golput mencapai 11.854.192 suara (195 % dari suara kandidat pemenang) Pilkada Jawa Barat masih lebih baik. Pasangan Ahmad Heryawan- Dede Yusuf mengantungi 7.287.647 suara, dengan jumlah pemilih golput berada pada 9.130.594 suara (125 % dari suara kandidat pemenang) Dalam sebuah negara demokrasi, rakyat adalah pemilik syah suatu negara. Hanya saja, mengingat berbagai macam kelemahannya, rakyat tidak memungkinkan 1 2

Pernah dimuat di www.selamatkan-indonesia.com dan www.gmpi.or.id Penulis adalah Direktur Eksekutif YASIN-Padang

untuk langsung menjadi penyelenggara negara. Kedaulatan tersebut kemudian dimandatkan kepada pemerintah. Pemberian mandat dari rakyat kepada pemerintah harus dilakukan secara sukarela. JJ. Rousseau menyebutnya sebagai prinsip kontrak sosial, yaitu persetujuan dari yang diperintah terhadap pemerintah. Salah satu perwujudan dari kontrak sosial yang lazim dipakai adalah pemilu. Rendahnya partisipasi pemilih ini bukan sekedar membuat legitimasi kepala daerah menjadi rendah di mata rakyat, tetapi juga mesti ditelisik keabsyahannya. Eksekutif yang memerintah di daerah mayoritas golput jelas bertentangan dengan prinsip kontrak sosial. Para kepala daerah tersebut tidak bisa mengklaim kalau dirinya adalah pembawa mandat rakyat. Pasalnya, jumlah pendukung mereka lebih kecil ketimbang kuantitas yang tidak mau tahu, atau mungkin menolak, pemerintahan mereka. Pemerintah di daerah mayoritas golput adalah pemerintah yang melandaskan diri pada tirani minoritas kepada mayoritas. Karena, menurut

Daoed Joesoef,

demokrasi adalah suatu rezim, di mana semua unsur kolektivitas berpartisipasi dalam politik, berarti berperan serta dalam negara. Maknanya, ketika partisipasi rakyat sudah tergerus maka sistem pemerintahan negara tersebut perlu dipertanyakan kembali nilainilai demokrasinya. Secara prinsip kontrak sosial, dalam bentuk konsensus maupun mekanisme voting, pemerintahan tersebut jelas bukan merupakan bentuk artikulasi aspirasi rakyatnya. Selain itu, pemerintah di derah golput ibarat berdiri dengan satu kaki. Pemerintah tersebut akan kesulitan dalam merealisasikan kebijakannya. Kalau tidak dirongrong dari luar, maka masyarakat jelas apatis. Keduanya bersifat negatif. Rendahnya partisipasi dan pengawasan rakyat akan membuat para penyelenggara negara lebih leluasa dalam menyalahgunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri, kelompok maupun kroninya. Rongrongan eksternal akan mengganggu stabilitas pemerintahan, dan berpotensi besar diselesaikan dengan cara bagi-bagi kue pembangunan.

Related Documents


More Documents from ""