A. Pembangunan dan Perkembangan Masyarakat Sejak awal kemerdekaan bangsa dan pemerintahan Indonesia bertekad untuk menyelenggarakan perjuangan pembangunan menuju bangsa yang cerdas, maju, adil dan makmur, baik spiritual maupun materil. Tekad ini terwujud dalam upaya pengembangan perikehidupan bangsa dan pembangunan nasional disegala bidang yang berkesinambungan dan terus meningkat. Dalam era ini seluruh potensi bangsa dan segenap unsur kemasyarakatan diharapkan telah matang secara optimal dikerahkan untuk mencapai kehidupan berbangsa yang cerdas, maju, adil dan makmur, baik spiritual maupun materil tersebut. Dalam suasana globalisasi seluruh bagian dunia terkait pada bagian dunia yang lain. Apa yang terjadi di salah satu bagian dunia dapat diketahui dengan nyata atau bahkan mempengaruhi bagian dunia lainnya. Apabila di zaman lampau untuk berbicara dengan seseorang yang berlainan tempat diperlukan waktu yang cukup lama untuk menemuinya, maka sekarang orang tinggal memutar tombol dan dalam beberapa detik saja sudah dapat berhubungan dengan orang yang dituju. Dengan demikian, dunia seolah-olah semakin kecil; tempat-tempat yang tadinya dirasakan sangat jauh menjadi amat dekat. Teknologi yang semakin canggih memungkinkan dicapainya tempattempat yang tadinya jauh dan mustahil untuk ditempuh dalam waktu yang sangat singkat;
demikian
pula
teknologi
yang
demikian
itu
memungkinkan
dikirimkannya berita-berita dengan amat cepat, jelas dan lengkap. Dampak yang ditimbulkannya pun dapat sangat meluas, tanpa pandang bulu. Itulah era informasi. Salah satu dampak modernisasi dalam era globalisai adalah peningkatan kebutuhan
dan
keinginan
masyarakat
(intensitasnya). Warga
masyarakat
temotivasi untuk mengejar berbagai hal yang ditawarkan dan menjanjikan sesuatu yang lebih baik. Mereka ingin menempuh perjalanan lebih jauh; ingin mengetahui, mempelajari, dan mencoba lebih banyak dan lebih mendalam; ingin memiliki lebih banyak, ingin merasakan yang lebih enak, ingin meraih pangkat yang lebih tinggi,dsbg. Keinginan seperti itu adalah sesuatu yang wajar dan baik asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dan sosial yang diterima oleh masyarakat,
serta sesuai dengan kemampuan individu atau kelompok yang bersangkutan (kemapuan fisik, mental, keuangan) dan peraturan yang berlaku. Untuk itu, amat diharapkan warga masyarakat dapat mempertahankan diri dalam menghadapi gelombang perubahan itu dan bahkan dapat lebih maju memperkembangkan kehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan , Raka Joni (1989). Dari kesemuanya itu, tuntutan-tuntutan, tantangan, perubahan yang dibawakan oleh era globalisasi itu hendaknya tidak menggoyahkan optimalisasi pengembangan warga masyarakat. Era globalisasi hendaknya justru menjadi pemacu bagi pengembangan manusia seutuhnya. Namun, diakui sepenuhnya bahwa semua yang diharapkan itu tidak akan terwujud dengan sendirinya, kecuali melalui kerja keras semua pihak, khususnya warga masyarakat yang secara langsung terkena oleh arus perubahan itu. Mereka harus belajar dan menyiapkan diri sendiri untuk menghadapi era baru itu dengan sikap dan kemampuan yang tepat dan memadai, yaitu kemampuan mengantisipasi, mengakomodasi, mereorientasi, dan menangani masalah (Makagiansar, 1990).[3]
B. Manusia: Makhluk Paling Indah dan Berderajat Paling Tinggi Manusia adalah makhluk Ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi derajadnya. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin dibumi. Predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tiada sesuatu pun ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan dimanapun dan pada saat apapun, baik bagi dirinya sendiri, maupun bagi makhluk lain. Keindahan manusia berpangkal pada diri manusia itu sendiri. Diri manusia memang indah, baik fisiknya, maupun dasar-dasar mental dan kemampuanny. Tingkah laku dan karya-karya manusiapun indah sepanjang tingkah laku dan karya-karyanya itu dilandasi oleh keindahan fisik dan dasar-dasar mental serta kemampuannya itu. Keindahan manusia berpangkal pada diri manusia itu sendiri. Diri manusia memang indah, baik fisiknya, maupun dasar-dasar mental dan kemampuannya. Lihatlah keadaan fisik manusia : “ seburuk-buruknya” keadaan fisik seseorang masih jauh lebih baik, atau lebih indah daripada seekor binatang yang paling
cantik sekalipun. “Indah” dimaksudkan bukan semata-mata dari segi bentuk atau wujud penampilannya, tetapi lebih dari segi maknanya. Segenap pancaindra, mulut, tangan, kaki, otak, dan bahkan rambut, kulit, kuku, gigi dan lain sebagainya yang melekat pada manusia mempunyai makna yang jauh melebihi apa yang dimiliki oleh binatang. Gambaran selintas tersebut baru menyusuri aspek fisik manusia, belum lagi tentang fungsi mental dengan berbagai kemampuannya, seperti berpikir, mencipta, bertenggang rasa, berintrospeksi, berkeyakinan, dan lain sebagainya. Predikat “Paling Tinggi” mengisyaratkan bahwa tidak ada makhluk lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia. Manusialah yang justru diberi kemungkinan untuk mengatasi ataupun menguasai makhluk-makhluk lain sesuai hakikat Penciptaan manusia itu. Hakikat manusia sebagai makhluk paling indah dan paling tinggi derajatnya mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa henti dari zaman ke zaman. Menurut sejarah, kemajuan dan perkembangan manusia itu ternyata tidak selalu mulus dan setiap saat membawa kesenangan dan kebahagiaan. Perang dan persengketaan antar kelompok manusia bahkan sering terjadi yang membawa malapetaka dan kesengsaraan bagi kelompok-kelompok manusia yang bersangkutan. Proses yang melampaui batas itu bukanlah kesenangan dan kebahagiaan seperti yang diidamkannya, melainkan malapetaka dan kesengsaraan, bukan hanya bagi kelompok yang menjadi korban, tetapi sering kali juga bagi kelompok yang memulai upaya itu. Keberadaan manusia dengan predikat paling indah dan derajat paling tinggi tidak selamanya membawa manusia menjalani kehidupannya dengan kesenangan dan kebahagiaan. Malapetaka dan kesengsaraan membututi perjalanan hidup manusia dan boleh jadi tidak terelakkan apabila manusia itu tidak awas dan waspada mengelola perjalanan hidupnya. Karena manusia sudah dikaruniai kemampuan dengan derajat paling tinggi , maka kesenangan kebahagiaan atau malapetaka-kesengsaraan berada ditangan manusia itu sendiri. Manusia itulah yang menentukan nasibnya sendiri. Manusia pula yang dapat menuntun dirinya sendiri agar berperikehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan
C. Dimensi-Dimensi Kemanusiaan Pengembangan
dimensi
keindividualan
memungkinkan
seseorang
memperkembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah kepada aspek-aspek kehidupan yang positif. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri. Seseorang
(individu
manusia)
yang
sejak
kelahirannya
(dan
dari penciptaannya) dibekali dengan hakikat manusia itu, untuk pengembangan diri dan
kehidupan
selanjutnya,
ia
dilengkapi
dengan
dimensi-dimensi
kemanusiaan.[7] Dimensi-dimensi itu adalah: Pertama, dimensi
keindividualan
yang
memungkinkan
seseorang
memperkembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pada aspek-aspek kehidupan yang positif. Bakat, minat, kemampuan, dan berbagai kemungkinan yang berbuat didalam aspek-aspek mental fisik dan biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan itu. Artinya perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kpribadiannya sendiri yang teguh, positif, produktif, dan dinamis. Kedua, dimensi kesosialan yang diimbangi dengan perkembangan dimensi keindividualan. Perkembangan dimensi kesosialan ini memungkinkan seseorang mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama orang lain. Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan menerima. [8] Ketiga, Perkembangan dimensi kesusilaan yang memberikan warna moral terhadap perkembangan dimensi pertama dan kedua. Norma, etika dan berbagai ketentuan yang berlaku bagaimana kebersamaan antar individu seharusnya dilaksanakan. Dimensi kesusilaan justru mampu menjadi pemersatu sehingga dimensi keindividualan dan kesosialan dapat bertemu dalam satu kesatuan yang penuh makna.
Keempat, Dimensi keagamaan. Dalam dimensi ini terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi segenap aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan ketaqwaan ini dibahas dalam agama yang dianut oleh individu. Keempat dimensi kemanusiaan tersebut merupakan satu kesatuan, saling terkait dan berpengaruh. Keempatnya pada dasarnya menyatu, berdinamika dan bersinergi sejak awal kejadian individu, dalam perkembangan dirinya dari waktu ke
waktu,
sampai
akhir
kehidupannya.
Keempatnya menuju
kepada
perkembangan individu menjadi manusia seutuhnya.
D. Manusia Seutuhnya Manusia seutuhnya itu adalah mereka yang mampu menciptakan dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya berkat pengembangan optimal segenap potensi yang ada pada dirinya (dimensi keindivdualan), seiring dengan pengembangan suasana kebersamaan dengan lingkungan sosialnya (dimensi kesosialan), sesuai dengan aturan dan keutuhan yang berlaku (dimensi kesusilaan), dan segala sesuatunya itu dikaitkan dengan pertanggungjawaban atas segenap aspek kehidupannya didunia terhadap kehidupan diakhirat kelak kemudian hari (dimensi keagamaan). Para pemikir Barat, seperti Frankl dan Jung telah juga mengajukan berbagai rumusan sejalan dengan konsep manusia seutuhnya. Mereka memakai istilah (berfungsinya unsur-unsur kemanusiaan secara ideal) sebagai perwujudan manusia seutuhnya. Ciri-ciri manusia yang dapat berfungsi secara ideal adalah : Menurut Frankl : 1.
Mencapai penghayatan yang penuh tentang makna hidup dan kehidupan;
2.
Bebas memilih dan bertindak;
3.
Bertanggungjawab secara pribadi terhadap segala tindakan;
4.
Melibatkan diri dalam kehidupan bersama orang lain.
Menurut Jung : 1.
Memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri,
2.
Menerima diri sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahannya
3.
Menerima dan bersikap toleran terhadap hakikat dan keberadaan kemanusiaan secara umum
4.
Menerima hal-hal yang masih belum dapat diketahui atau misterius, serta bersedia mempertimbangkan hal-hal yang bersifat tidak rasional tanpa meninggalkan cara-cara berpikir logis. Menjadi manusia utuh, disadari atau tidak, menjadi cita-cita kita sebagai manusia. Manusia seutuhnya mengacu kepada kualitas manusia sebagai makhluk yang paling indah dan paling tinggi derajatnya, serta kepada perkembangan yang optimal. Dalam dimensi keagamaan, disebutkan bahwa manusia seutuhnya adalah manusia yang telah berhasil memperkembangkan pada dirinya keempat dimensi kemanusiaan sehingga ia benar-benar mencapai kualitas keindahan dan derajat yang setinggi-tingginya dalam kehidupan didunia dan diakhirat kelak. Di Indonesia, gambaran manusia seutuhnya mengacu kepada dasar falsafah bangsa Indonesia yang sekaligus menjadi dasar negara, yaitu Pancasila. Dasar ini yang menjadi aturan dasar dan tolak ukur politik, ekonomi, sosialbudaya dlsbg. Dalam kaitan ini kiranya ketetapan tentang “pancasila sebagai satusatunya asas” dan kita pahami.
E. Perlunya Bimbingan dan Konseling Dalam proses pendidikan banyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh anak-anakl, para remaja, dan pemuda yang menyangkut keempat dimensi kemanusiaan mereka. Permaalahan yang dialami para siswa disekolah seringkali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini terlebih lagi disebabkan karena sumber-sumber permasalahn siswa banyak yang terletak diluar sekolah. Disinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling disamping kegiatan pengajaran.
E.
Perlunya Bimbingan dan konseling Bimbingan merupakan bantuan atau pertolongan. Makna bantuan dalam bimbingan menunjukkan bahwa yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan adalah individu atau peserta didik
sendiri. Sedangkan konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya. Uraian tersebut tentang perubahan dan tantangan yag terjadi dimasyarakat, hakikat manusia dan manusia seutuhnya memberikan gambaran mengenai tuntutan untuk mampu memperkembangkan dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat, dan untuk itu memang manusia telah diperlengkapi dengan berbagai potensi, baik potensi yang berkenan dengan keindahan dan ketinggian derajat kemanusiaannya yang memungkinkannya untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan, pengembangan kemanusiaan seutuhnya hendaknya
mencapai
pribadi-pribadi
yang
kediriannya
matang,
dengan
kemampuan sosial yang menunjukkan, kesusilaan yang tinggi, keimanan, serta ketakwaan yang dalam. Tetapi, kenyataan yang sering dijumpai adalah keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh, kesosialan yang panas dan sangar, kesusilaan yang rendah dan keimanan serta ketakwaan yang dangkal. Sehubungan dengan hal itu, dalam proses pendidikan banyak dijumpai permasalahan yang dialami anak-anak, para remaja, dan pemuda yang menyangkut empat dimensi kemanusiaan mereka. Potensi-potensi yang ada pada diri mereka tidak dapat berkembang secara optimal, mereka yang berbakat tidak dapat mengembangkan bakatnya, mereka yang berkecerdasan tinggi kurang mendapatkan rangsangan dan fasititas pendidikan sehingga bakat dan kecerdasan yang merupakan karunia Tuhan yang tidak ternilai harganya menjadi sia-sia. Anak-anak yang kurang beruntung tidak memiliki bakat tertentu dan yang berkecerdasan tidak cukup tinggi lebih tersia-sia lagi perkembangannya; pelayanan khusus pada mereka kurang diberikan sehingga mereka makin tidak mampu mengejar tuntutan pelajaran pada tingkat yang lebih rendah sekaligus. Tingkat kenakalan remaja dan perkelahian pelajar yang semakin meningkat menunjukkan gejala kurang berkembangnya dimensi kesosialan dan kesusilaan mereka. Permasalahan yang dialami para siswa disekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini disebabkan karena sumber permasalahan banyak yang terletak di luar sekolah.
Apabila misi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang luas untuk secara efektif membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, maka segenap kegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan sekolah perlu diarahkan. Disinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling disamping kegiatan pengajaran. Dalam tugas pelayanan yang luas, bimbingan dan konseling disekolah adalah pelayanan untuk semua murid yang mengacu pada keseluruhan pada perkembangan mereka, yang meliputi keempat dimensi kemanusiaannya dalam rangka mewujudkan manusia yang seutuhnya. Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan berguna dan memberikan manfaat untuk kelancaran dan memberikan dampak positif terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang menjadi fokus pelayanan yang dimaksud. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 menjelaskan bahwa tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, pemilik, pengawas, peneliti dan pengembang dibidang pendidikan, pustakawan, laboran dan teknisi sumber belajar (Pasal 27), Ayat 2). Tenaga pendidik bertugas membimbing, mengajar dan melatih peserta didik (Pasal 1, ayat 8). Dalam pengertian tersebut jelaslah bahwa pekerjaan bimbingan di sekolah merupakan salah satu tugas dari tenaga pendidik. Dengan kata lain, tugas pendidik salah satu diantaranya adalah membimbing. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor 026 Tahun 1989 menyebutkan secara eksplisit pekerjaan bimbingan dan penyuluhan (konseling) dan pekerjaan mengajar yang satu sama lain berkedudukan seimbang dan sejajar. Dalam SK tersebut disebutkan bahwa seorang di sekolah dapat mengerjakan kegiatan mengajar atau kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan. Keberadaan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 (tentang Pendidikan Dasar) dan No. 29 tahun 1990 (tentang Pendidikan Menengah). Dalam kedua peraturan pemerintah itu disebutkan dalam Bab X, bahwa: a)
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.
b)
Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing. Dalam penjelasannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 menyebutkan bahwa:
a)
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi siswa, dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya.
b)
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan untuk membantu siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya serta alam yang ada.
c)
Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan, mempersiapkan diri untuk langkah yang dipilihnya setelah tamat belajar pada sekolah menengah serta keriernya di masa depan. Uraian tersebut menegaskan, bahkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah telah diterima dan menjadi suatu pekerjaan yang tugas dan ruang lingkupnya jelas. Mengingat bahwa sumber permasalahan anak-anak, remaja dan pemuda sebagian besar berada di luar sekolah, dan mengingat pula bahwa permasalahan yang dialami manusia tidak hanya terdapat di sekolah, maka pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau daerah-daerah yang lebih luas di luar sekolah. Anak-anak, para remaja, dan pemuda bahkan orang-orang dewasa di dalam keluarga, di dalam lembaga-lembaga kerja dan di dalam organisasi serta lembaga-lembaga kemasyarakatan pada umumnya menghadapi kemungkinan
untuk
menghadapi
masalah
dalam
kehidupan
dan
perkembangannya. Hal itu semua memberikan peluang bagi diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling kepada mereka yang berada di luar lingkungan sekolah, di masyarakat luas pada umumnya.[15]