BAB V FUNGSI DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Fungsi Bimbingan dan Konseling Dalam
kelangsungan
perkembangan
dan
kehidupan
manusia,
berbagai
pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif sebesar-besarnya terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang menjadi focus pelayanan yang dimaksud. Misalnya, pelayanan kesehatan (yang diberikan oleh Puskesmas)
berguna
dan
memberikan
manfaat kepada yang berkepentingan untuk memperoleh informasi tentang kesehatan, pemeriksaan, dan pengobatan agar kesehatan yang bersangkutan terpelihara. Fungsi suatu pelayanan dapat diketahui dengan melihat kegunaan, manfaat, ataupun keuntungan dan dapat diberikan oleh pelayanan yang dimaksud. Suatu pelayanan dapat dikatakan tidak berfungsi apabila ia tidak memperlihatkan kegunaan ataupun tidak memberikan manfaat atau keuntungan tertentu. Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan atau manfaat, ataupun
keuntungan-keuntungan
apa
yang
diperoleh
melalui pelayanan tersebut. Fungsi-fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan menadi empat fungsi pokok, yaitu ; 1. Fungsi Pemahaman. Fungsi pemahaman, kegunaan, manfaat, atau keuntungan-keuntungan apakah yang dapat diberikan oleh layanan bimbingan dan konseling? Jasa yang diberikan oleh pelayanan ini adalah berkenaan dengan pemahaman. Pemahaman tentang apa dan oleh siapa? pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien. a. Pemahaman tentang klien. Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap klien. Sebelum seorang konselor atau pihak-pihak lain dapat memberikan layanan tertentu kepada klien, maka mereka perlu terlebih dahulu memahami individu yang akan dibantu itu. Materi pemahaman itu lebih lanjut dapat dikelompokkan kedalam berbagai data tentang :
1) Identitas individu (klien) : nama, jenis kelamin, tempat, Dan tanggal lahir, orang tua, status dalam keluarga, Dan tempat tinggal, 2) pendidikan, 3) status perkawinan (bagi klien dewasa), 4) status sosial-ekonomi dan pekerjaan, 5) kemampuan dosen (intelegensi), bakat, minat, hobi, 6) kesehatan, 7) kecenderungan sikap dan kebiasaan, 8) cita-cita pendidikan dan pekerjaan, 9) keadaan lingkungan tempat tinggal, 10) kedudukan dan prestasi yang pernah dicapai, 11) kegiatan sosial kemasyarakatan, Untuk individu-individu yang masih mengikuti jenjang pendidikan tertentu perlu ditambahkan : 12) jurusan/program studi yang diikuti, 13) mata pelajaran yang diambil, nilai-nilai yang diperoleh dan prestasi menonjol yang dicapai, 14) kegiatan ekstrakurikuler, 15) sikap dan kebiasaan belajar, 16) hubungan dengan teman sebaya. Daftar tersebut dapat diperpanjang dan dirinci lebih jauh sampai dengan “peristiwa-peristiwa khusus yang dialami’. perluasan, spesifikasi atau rincian materi pemahaman itu dikembangkan sesuai dengan tujuan pemahaman terhadap klien itu sendiri. Yang perlu memahami diri klien itu ? Pertama-tama adalah klien itu sendiri. Hal ini sesuai dengan ciri kemandirian yang pertama, yaitu “memahami diri sendiri dan lingkungan secara objektif”. Membantu pihak-pihak yang berkepentingan
dengan perkembangan Dan
kebahagiaan hidup klien tersebut. Pihak untuk lain yang sangat berkepentingan dengan pemahaman terhadap klien adalah konselor.
Pemahaman
konselor
terhadap klien dipergunakan oleh konselor baik untuk secara langsung membantu klien dalam pelayanan bimbingan dan konseling lebih lanjut, maupun sebagai
bahan acuan utama dalam rangka kerjasama dengan pihak-pihak lain dalam membantu klien. b. Pemahaman tentang masalah klien Apabila pelayanan bimbingan dan konseling memasuki upaya penanganan masalah klien, maka pemahaman terhadap masalah klien merupakan suatu yang wajib adanya. Tanpa pemahaman terhadap masalah, penanganan terhadap masalah itu tidak mungkin dilakukan. Pemahaman terhadap masalah klien itu terutama menyangkut jenis masalahnya, sebab-sebabnya,
intensitasnya,
dan kemungkinan berkembangnya. Selain
sangkut
pautnya,
konselor,
pihak-
pihak lain yang amat berkepentingan dengan pemahaman masalah klien adalah klien itu sendiri, orang tua dan guru khususnya bagi siswa-siswa disekolah. Dari uraian diatas jelaslah bahwa pemahaman masalah oleh individu (klien) sendiri merupakan modal dasar bagi pencegahan masalah tersebut. Sejak awal prosesnya,
pelayanan
bimbingan
Dan konseling diharapkan mampu
mengantarkan klien memahami masalah yang dihadapinya. Apabila pemahaman masalah klien oleh klien sendiri telah tercapai, agaknya pelayanan bimbingan dan konseling telah berhasil menjalankan fungsi pemahaman yang baik. c. Pemahaman tentang lingkungan yang “ Lebih Luas” Secara sempit lingkungan diartikan sebagai kondisi sekitar individu yang sacara langsung mempengaruhi individu tersebut, seperti keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio ekonomi dan sosioemosional keluarga, keadaan hubungan antar tetangga dan teman sebaya, dan sebagainya. Keadaan lingkungan dalam arti sempit itu pembahasannya telah diintegrasikan pada pembahasan mengenai pemahaman tentang klien. Termasuk ke dalam lingkungan yang lebih luas itu adalah berbagai informasi yang diperlukan oleh individu, seperti informasi pendidikan dan jabatan bagi para siswa, informasi promosi dan pendidikan lebih lanjut bagi para karyawan, dan lainnya. Para siswa perlu memahami dengan baik lingkungan sekolah, yang meliputi lingkungan fisik, berbagai hak dan tanggung jawab siswa terhadap
sekolah,
disiplin
yang
harus dipatuhi oleh siswa, dan sebagainya. Disamping itu para siswa juga perlu diberi kesempatan untuk memahami berbagai informasi yang berguna berkenaan dengan sangkut paut pendidikan yang sedang dijalaninya sekarang
dengan pendidikan lanjutannya, dan dengan kemungkinan pekerjaan yang dapat dikembangkannya kelak. 2. Fungsi Pencegahan Bagi
konsoler
professional
yang
misi
tugasnya
dipenuhi
dengan
perjuangan untuk menyingkirkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi perkembangan individu, upaya pencegahan tidak sekadar merupakan ide yang bagus, tetapi adalah suatu keharusan yang bersifat etis (Horner Dan McElhaney, 1993). a. Pengertian Pencegahan Dalam dunia kesehatan mental “pencegahan”didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau kerugian itu benar-benar terjadi (Horner Dan McElhaney, 1993). Dalam definisi itu perhatian terhadap lingkungan mendapat pemahaman utama. Lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap individu. Oleh karena itu, lingkungan harus dipelihara Dan dikembangakan. b. Upaya Pencegahan Sejak lama telah timbul dua sikap yang berbeda terhadap upaya pencegahan, khususnya dalam bidang kesehatan mental, yaitu sikap skeptik dan optimistik (Hornet dan McElhaney, 1973). Sikap skeptik, meskipun menerima konsep pencegahan sebagai sesuatu yang bagus, namun meragukan apakah upaya pencegahan memang dapat dilakukan. Mereka yang bersikap skeptik itu menganggap bahwa gangguan mental emosional itu tidak dapat dicegah. Mereka juga menganggap bahwa upaya pencegahan itu tidak praktis. Sebaliknya, golongan yang bersikap optimistik menganggap bahwa upaya pencegahan itu sangat penting dan pelaksanaannya mesti diusahakan. Mereka
sangat
menekankan pengaruh hubungan timbal balik antara lingkungan dan organism (individu) terhadap individu yang bersangkutan. Kaum yang optimistik itu mengajukan bukti-bukti bahwa upaya bahwa upaya pencegahan itu praktis dan efektif. Upaya pencegahan yang perlu dilakukan oleh konselor adalah : 1) Mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan.
2) Mendorong perbaikan kondisi diri pribadi klien. 3) Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan Dan mempengaruhi perkembangan dan kehidupannya. 4) Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberikan resiko yang besar, dan melakukan sesuatu yang akan memberikan manfaat. 5) Menggalang dukungan
kelompok
terhadap
peningkatan
kondisi
individu
yang
bersangkutan Upaya
mendorong
pribadi
klien
dapat
diselenggarakan secara langsung terhadap individu/klien yang bersangkutan. Selfesteem mengenali perasaan dan pengendalian diri perasaannya
sendiri
termasuk satu unsur pribadi yang sangat perlu dikembangkan. Peningkatan kemampuan khusus individu diperlukan untuk memperkuat perkembangan dan
kehidupannya. Keterampilan
pemecahan
masalah,
keterampilan belajar dengan berbagai aspeknya, keterampilan berkomunikasi Dan hubungan
sosialnya,
pengaturan pemasukan pengeluaran uang merupakan
beberapa contoh kemampuan yang perlu ditingkatkan pada individu. Secara operasional konselor perlu menampilkan kegiatan dalam rangka pelaksanaan fungsi pencegahan. Kegiatannya antara lain berupa program-program nyata. Secara garis besar, program-program tersebut dikembangkan, disusun dan diselenggarakan melalui tahap-tahap : 1) Identifikasi permasalahan yang mungkin timbul 2) Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber penyebab timbulnya masalah-masalah 3) Mengidentifikasi pihak-pihak yang dapat membantu pencegahan masalah tersebut 4) Menyusun rencana program pencegahan 5) Pelaksanaan dan monitoring 6) Evaluasi dan laporan
3. Fungsi Pengentasan Orang yang mengalami masalah itu dianggap berada dalam suatu keadaan yang tidak mengenakan sehingga perlu diangkat atau dikeluarkan dari bendanya yang
tidak mengenakkan. Ia perlu dientas dari keadaan yang tidak disukainya itu. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu adalah upaya pegentasan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam hal itu, pelayanan bimbingan dan konseling menyelenggarakan fungsi pengentasan. Secara sederhana kesejajaran antara fungsi penyembuhan pelayanan dokter dan fungsi pengentasan pelayanan konselor adalah sebagaimana terlibat pada bagan berikut :
Kesejajaran pelayanan dokter dan konselor
Proses konseling merupakan proses terpadu sebagai wadah pengentasan masalah. 1. Langkah-Langkah Pengentasan. Masalah Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan,
sebab
setiap
masalah
adalah
unik.
Dengan
demikian
penanganannya pun harus secara unik disesuaikan terhadap kondisi masingmasing
masalah
itu.
Untuk
itu
konselor
perlu
memiliki ketersediaan
berbagai bahan dan keterampilan untuk menangani berbagai masalah yang beraneka ragam itu.
2. Pengentasan Masalah Berdasarkan Diagnosis. Pengertian diagnostik yang dipakai oleh Bordin itu lebih lanjut dikenal sebagai “diagnostic pengklasifikasian”. Dalam upaya diagnostik itu masalahmasalah diklasifikasi, dilihat sebab-sebabnya, dan ditentukan cara pengentasannya. Model diagnosis Bordin itu tampak cukup menarik. Sejalan dengan diagnosis medis : ada masalah, dianalisis, dan diklasifikasi, ditetapkan sebab-sebabnya, dan diberikan “resep” pengentasannya. Mengklasifikasikan masalah seperti dilakukan Bordin itu dirasakan sulit, karena unsur-unsur masalah yang satu sering saling terkait satu sama lain, dan dengan lebih penting lagi setiap masalah. Klien adalah unik. Pengklasifikasian masalah cenderung menyamaratakan masalah klien yang satu dengan yang lainnya. Sebagai rambu-rambu yang dapat dipergunakan untuk terselenggarakannya diagnosis pemahaman itu, di sini dicatatkan tiga dimensi diagnosis, yaitu ; 1) Diagnosis mental/psikologis 2) Diagnosis sosio-emosional 3) Diagnosis instrumental Diagnosis mental/psikologis mengarah kepada pemahaman tentang kondisi mental/psikologis klien, seperti kemampuan-kemampuan dasarnya, bakat dan kecenderungan
minat-minatnya,
keinginan
dan harapan-harapannya,
temperamen, dan kematangan emosionalnya, sikap dan kebiasaannya. Diagnosis sosio-emosional mengacu kepada hubungan sosial klien dengan orang-orang yang amat besar pengaruhnya terhadap klien. Seperti orang tua, guru, teman sebaya (bagi siswa), suami/istri, mertua (bagi pasangan suami-istri), pejabat yang menjadi atasan langsung (bagi karyawan), serta suasana hubungan antara klien
dengan
orang-orang
penting
itu
dengan lingkungan sosial pada
umumnya. Sedangkan diagnosis instrumental berkenaan dengan kondisi atau prasyarat yang diperlukan terlebih dahulu sebelum individu mampu melakukan atau mencapai sesuatu. Diagnosis instrumental ini meliputi aspek-aspek fisik klien, fisik lingkungan, sarana kegiatan, prasyarat kemampuan untuk belajar, dan pemahaman situasi.
3. Pengentasan Masalah Berdasarkan Teori Consoling Sejumlah ahli telah mengantarkan berbagai teori konseling, antara lain teori ego-counceling yang didasarkan pada tahap perkembangan psikososial menurut Erickson,
pendekatan
transactional
analysis dengan tokohnyya Eric Berne,
pendekatan konseling berdasarkan selftheory dengan tokohnya Carl Rogers, gestalt counceling dengan tokohnya Frita perl, pendekatan konseling yang bersifat behavioristic yang didasarkan pada pemikiran tentang tingkah laku oleh B. F. skinner, pendekatan rasional konseling dalam bentuk Reality therapy dengan tokohnya William Glasser dan Rational Emotive Therapy dengan tokohnya Albert Ellis. Masing-masing teori konseling itu dilengkapi dengan teori tentang kepribadian. Individu, perkembangan tingkah laku individu yang dianggap sebagai masalah, tujuan konseling, serta proses dan teknik teknik
khusus
konseling. Tujuan teori tersebut tidak lain adalah mengentaskan masalah yang diderita oleh klien dengan cara yang paling cepat, cermat, dan tepat. Menurut uraian diatas jelaslah bahwa fungsi pengentasan melalui pelayanan bimbingan dan
konseling perorangan saja, tetapi dapat pula dengan menggunakan bentuk-
bentuk layanan lainnya. 4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini. Bukan itu saja. lingkungan yang baik pun (lingkungan fisik, sosial, dan budaya) harus dipelihara dan sebesar-sebarnya harus dimanfaatkan untuk kepentingan individu dan orang lain. Jangan sampai rusak ataupun berkurang mutu dan manfaatnya. Apabila bicara tentang “pemeliharaan’, maka pemeliharaan yang baik bukanlah sekadar mempertahankan agar hal-hal yang dimaksudkan tetap utuh, tidak rusak dan tetap dalam keadaannya semula, melainkan juga mengusahakan agar hal-hal tersebut bertambah baik, kalau dapat lebih indah, lenih menyenangkan, memiliki nilai tambah daripada waktu-waktu sebelumnya. Pemeliharaan yang demikian itu adalah pemeliharaan yang membangun, pemeliharaan yang memperkembangkan.
Oleh
karena
itu, fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan tidak dapat
dipisahkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, dan program. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam suatu kegiatan atau program bimbingan dan konseling sebenarnya terkait langsung pada ketiga fungsi yang lain (pemahaman,
pencegahan,
dan
pengentasan).
Dalam menjalankan fungsi
pemeliharaan dan pengembangan itu konselor sering kali tidak dapat berjalan sendiri, melainkan perlu bekerja sama dengan pihak-pihak lain. Memperhatikan kaitan antara fungsi bimbingan dan konseling, fungsi pemeliharaan, dan pengembangan tampaknya bersifat lebih umum dan dapat terkait pada fungsi yang lain. Jika dikaji lebih jauh, dapatlah dimengerti bahwa “pemeliharaan” dalam artinya yang luas
dan
“perkembangan”
pada
dasarnya merupakan tujuan umum dari seluruh upaya pelayanan pemuliaan manusia, khususnya bimbingan dan konseling.
B. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks
sosial budayanya,
pengertian,
tujuan,
fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayan, penyelenggaran pelayanan. 1. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan. Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu, baik secara perorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat bervariasi. Secara lebih khusus lagi, yang menjadi sasaran pelayanan umumnya adalah perkembangan dan perkehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :
a. Bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi. b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang berbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik. c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan
setiap
individu dengan kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya. d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks setiap individu mengandung faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. e. Meskipun individu yang satu dan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu anak- anak, remaja, ataupun orang dewasa. 2. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negative akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah : a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang perkembangan dan kehidupan individu, namun bidang bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu. b. Keadaan sosial, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupakan faktor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama. 3. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara “incidental”, maupun terprogram. Pelayanan incidental diberikan kepada klien-klien yang secara langsung kepada konselor untuk memita bantuan. Konselor memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka. Pelayanan incidental itu
merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan praktek pribadi. Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian pelayanan bimbingan dan konselingnya menjadi
tanggung jawab konselor sepenuhnya,
konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah : a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengembangan. b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga, kebutuhan individu, dan masyarakat. c. Program pelayanan
bimbingan
dan
konseling
disusun
dan
diselenggarakan secara berkesinambungan. d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta
mengetahui
kesesuaian
antara
program
yang
direncanakan
dan
pelaksanaannya. 4. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Pelaksanan Layanan Pelaksanaan
pelayanan
bimbingan
dan
konseling
dimulai
dengan
pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor professional. Kerjasama dengan berbagai pihak, baik didalam
maupun
diluar berbagai tempat ia bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah : a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu. b. Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaklah atas kemauan klien sendiri. c. Permasalahan khusus yang dialami klien harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut. d. Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan professional e. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling. f. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan.
g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian terhadap individu hendaknya dilakukan dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. h. Organisasi
program
bimbingan
hendaknya
fleksibel,
disesuaikan dengan
kebutuhan individu dengan lingkungannya. i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya diletakkan di pundak seorang pemimpin program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerjasama dengan staf dan personal, lembaga di tempat ia bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling. j. Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan. 5. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Crow dan Crow (1960) mengemukakan perubahan materi kurikulum dan prosedur pengajaran hendaklah memuat kaidah-kaidah bimbingan. Apabila kedua hal itu memang terjadi, materi dan prosedur pengajaran berkaidah bimbingan, dibarengi oleh kerjasama yang erat antara guru dan konselor, dapat diyakini bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru untuk murid itu akan sukses. Belkin
(1975) menegaskan enam
prinsip
untuk
menegakkan
dan
menumbuh kembangkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Pertama, konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut. Kedua, konselor harus selalu mempertahankan sikap professional tanpa menggangu keharmonisan hubungan konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa. Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor professional dan menerjemahkan peranannya itu dalam kegiatan nyata.
Keempat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa- siswa yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, dan yang mengalami permasalahan emosional. Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah, dan sisiwa-siswa yang menderita gangguan emosional. Keenam, konselor harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan dan kecemasan-kecemasannya.