Pembahasan Kad.docx

  • Uploaded by: Ninis Samdani
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembahasan Kad.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,553
  • Pages: 7
PEMBAHASAN Ketoasidosis diabetikum adalah suatu keadaan komplikasi dari diabetes tipe 1 atau tipe 2 dengan triad biochemical criteria yakni hiperglikemia (blood glucose> 11 mmol/L [200mg/dl] ), asidosis metabolik venous pH< 7,3 dan atau bicarbonate< 15 mmol/L, serta ketonemia dan ketonuria. (Sheeren A., 2013) Epidemiologi dari KAD di Australia hampir ditemukan 4.6-13.4 per 1000 kasus tiap tahun, lalu Nepean ICU mencatat 25 pasien dengan KAD pada tahun 2005 dan 18 pasien pada tahun 2006.(Eva Elisabeth O.RN and Dr. Louise Cole, 2007). Selain itu menurut studi epidemiologi indikasi pasien DKA masuk rumah sakit di USA meningkat mulai tahun 1996 sampai 2006 dengan presentase 35% kasus dengan total 136.510 kasus dengan diagnosis KAD pada tahun 2006. Usia pasien yang sering mengalami KAD antara usia 18 tahun sampai 44 tahun 56%, 45 tahun sampai 65 tahun 24% dan 18% pada usia <20 tahun. Lalu 34% pasien dengan diabetes tipe 2 50% wanita dan 45% yang lainnya. Mortalitas KAD pada dewasa <1%, sedangkan mortalitas >5% terjadi pada pasien tua dan pada pasien dengan obat jalan. (Abbas E.Kitabchi, et all 2009) Mekanisme terjadinya KAD dan Hiperosmolaritas yang merupakan komplikasi dari diabetes mellitus dengan hiperglikemia yang terjadi karena kombinasi dari absolut atau defisiensi insulin relatif dan meningkatnya counterregullatory hormone (glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone) dapat dijelaskan dengan bagan sebagai berikut:

American Diabetic Associaton, 2009

Gejala klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan KAD menurut American Diabetic Associaton, 2009 : • Merasa badan tidak enak, tidak lebih dari 24 jam • Polydipsia and increased thirst • Polyuria/ nocturia • Polyphagia • Weight loss • Nausea and vomiting, vomitus dapat disertai dengan hematemesis melena yang merupakan tanda terjadinya haemorrhagic gastritis • Abdominal pain, due to dehydration and acidosis • Weakness • Neurologic signs: restlessness, agitation, lethargy and drowsiness, coma. increased osmolality is the main factor that contributes to altered mental status. • Visual disturbances due to hyperglycaemia • Deep and rapid breathing, known as Kussmaul breathing, may have acetone odour on breath. • Signs of dehydration due to fluid loss through polyuria, vomiting and breathing: reduced skin turgor, dry mucous membranes • Signs of hypovolaemia: tachycardia, hypotension, postural hypotension due to

fluid loss over 3 litres. • Mild hypothermia due to acidosis-induced peripheral vasodilation, warm dry skin. Fevers are rare despite infection. Severe hypothermia is a poor prognostic sign. Menurut American Diabetic Associaton, 2009 beberapa gejala klinis dari KAD juga ditemukan pada pasien dengan riwayat DM ini yakni gejala dehidrasi mual dan muntah, lalu gejala perubahan status mental yakni letargis, tampak lemah, lalu gejala hipovolemia yakni takikardia, palpitasi, dan pernapasan cepat dan dalam atau Kussmaul, serta akral hangat dan nafas serta urine berbau keton. Namun hal ini tidak cukup untuk menegakkan diagnosis sebagai KAD mengingat butuh pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya sehingga memenuhi triad biochemical criteria yakni hiperglikemia (blood glucose> 11 mmol/L [200mg/dl] ), asidosis metabolik venous pH< 7,3 dan atau bicarbonate< 15 mmol/L, serta ketonemia dan ketonuria. (Sheeren A., 2013) Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dilakukan setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan darah untuk melihat kadar bicarbonate, PH, elektrolit, keton dan anion gap. Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD.Kriteria diagnosis KAD: kadar glukosa 200-300 mg%, pH < 7,30, HCO3-<15 meq/l, Anion gap yang tinggi, Keton serum positif (sindha, 2010). Pada pasien ini didapatkan nilai kadar glukosa nya adalah >500 mg/dl (1005mg/dL), PH darahnya 7.335, HCO3 7,0 meq/l dan keton serum positif. Dari hasil lab yang didapatkan pada pasien ini menunjang bahwa pasien ini mengalami ketoasidosis metabolik dikarenakan didapatkannya hasil peningkatan kadar glukosa darah sewaktu melebihi normal, PH yang asam, kadar bicarbonate yang rendah dalam darah, serta didapatkannya keton dalam serum 6,1. Kesimpulan dari hasil lab ini

adalah didapatkan hiperglikemia, asidosis, dan ketonemia. Ketiga hasil lab ini merupakan trias dari ketoasidosis metabolik (van zyl, 2010). Pada pasien didapatkan kadar glukosa darahnya adalah 1005 mg/dl. Pasien ini terjadi peningkatan kadar glukosa darah sewaktu. Hal ini disebabkan suatu keadaan dimana glukosa darah tidak terkontrol yang menyebabkan beberapa klinis yang nanti akan dibahas selanjutnya. Pada pasien ini terjadi defisiensi insulin relative dan peningkatan hormone kontra regulator (glucagon, katekolamin, kortisol dan hormone pertumbuhan). Karena insulin berfungsi sebagai transport glukosa ke dalam sel, memberikan signal untuk proses perubahan glukosa dan glikogen, menghambat lipolisis lemak dan menghambat glukoneogenesis pada sel hati. Keadaan ini menyebabkan produksi glukosa hati yang meningkat dan terjadi peningkatan pemecahan lemak. Menurunnya transport glukosa ke dalam jaringan - jaringan tubuh akan menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glycosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan over-produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (dirubah) menjadi ketone, menimbulkan ketonemia, asidosis metabolik dan ketonuria (Pradana, 2009). Pada pasien ini terjadi peningkatan keton dalam darah yaitu 6,1. Kondisi peningkatan keton dalam darah akan menyebabkan suatu kondisi asidosis metabolik. Pada pasien ini ditandai dengan PH 7.335. Kondisi asidosis metabolik pada pasien ini, tubuh akan mengkompensasinya dengan peningkatan respirasi menjadi cepat dan dalam (kussmaul) untuk menurunkan konsentrasi CO2 dalam darah untuk menyeimbangkan PH dalam darah, hal ini ditandai dengan respiratory rate 44x/menit (Cerroni, 2010). Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan shock hipovolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan

derajat ventilasi (pernapasan Kussmaul). Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari iklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal (Cerroni, 2010). Faktor-faktor pemicu pada pasien diabetes mellitus yang dapat menyebabkan komplikasi menjadi ketoasidosis metabolik adalah infeksi, infark miokard, pancreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Pada pasien ini faktor yang mungkin menjadi penyebab komplikasi Ketoasidosis diabetikum nya adalah penghentian dari pemberian insulin. Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu pencetus terjadinya KAD. Data seri kasus KAD tahun 1998-1999 di RS.Ciptomangunkusumo menunjukkan 5% kasus menyuntik atau menghentikan dosis insulin.(Pradana, 2009). Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini mengalami suatu kondisi yang disebut ketoasidosis metabolik. Ketoasidosis metabolik ini merupakan suatu komplikasi dari penyakit diabetes mellitus. Yaitu suatu keadaan dekompensasi kekacauan metabolic yang ditandai hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang disebabkan oleh defisiensi insulin absolute dan relative (Savage, 2010). Begitu diagnosis ketoasidosis ditegakkan, segera pengelolaannya ditegakan. Prinsip– prinsip pengelolaan ketoasidosis adalah: 1). Penggantian cairan dan garam yang hilang 2.) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin. 3). Mengatasi faktor pencetus dari kondisi ketosidosis. Ada 6 hal yang harus diberikan dalam pengobatan ketoasidosis, 5 diantaranya adalah cairan, garam, insulin, kalium dan glukosa (Pradana, 2009)..

Pada pasien ini diberikan cairan untuk mengatasi dehidrasinya. Pemberian cairan pada pasien ini adalah loading PZ sebanyak 2000 cc pada satu jam pertama, 80 tpm dalam 3 jam kemudian dilanjutkan 60 tpm dalam 18 jam. tujuan dalam pemberian rehidrasi pada pasien ini adalah: memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormone kontraregulator insulin. Selanjutnya pemberian insulin, pada pasien ini diberikan insulin diberikan pada pasien ini karena kadar glukosa darah yang tinggi. Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormone glucagon, sehingga dapat menrunkan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan (Pradana, 2009). Pemantauan merupakan bagaan yang terpenting dalam pengobatan KAD mengingat penyesuaian terapi perlu dilakukan selama terpai berlangsung, unutk itu perlu dilksanakan pemeriksaan: 1). Pemeriksaan konsentrasi glukosa dalam darah tiap jam 2). Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya tergantung keadaan 3). Analisa gas darah setiap hari 4). Tekanan darah, nadi, suhu dan frekuensi pernafasan 5). Keadaan hidrasi dan balance cairan (Pradana, 2009). Pada pasien ini juga mengeluhkan mual-muntah pada perutnya. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan asam lambung pada pasien ini sehingga diberikan terapi yaitu ondansentron. Pemberian ondasentron disini bertujuan untuk anti muntah dengan mekanisme Antagonis serotonin 5-HT3, yang bekerja dengan menghambat secara selektif serotonin 5hydroxytriptamine (5HT3) berikatan pada reseptornya yang ada di CTZ (chemoreseceptor trigger zone) dan di saluran cerna. Disertai dengan pemberian ranitidin untuk menurunkan asam lambung dengan mekanisme antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung (katzung, 2008). Pada pasien diberikan terapi bicarbonate sebanyak 200meq/24jam dalam PZ 300cc. Alasan pemberian bicarbonate disini adalah untuk mengoreksi asidosis yang terdapat pada

pasien ini. Akan tetapi terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat, Efek negatif pada disosiasi oksigen di jaringan, Hipertonis dan kelebihan natrium, Meningkatkan insidens hipokalemia, Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton. Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat. Komplikasi yang didapatkan pada pasien ini adalah dalam pemantauan kadar elektroli didapatkan nilai kadar kalium yang di bawah normal pada 5 hari di rumah sakit dengan kadar elektrolit kalium 2.4-3.2meq/l. ion kalium terutama terdapat di intrasel. Pada keadaan KAD, ion K bergerak bergerak keluar sel dan selanjutnya dikeluarkan bersama urin. Selama terapi KAD ion K kembali ke dalam sel. Untuk mengantisipasi masuknya ion K ke dalam sel serta mempertahankan konsentrasi K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Pada pasien ini diberikan KCL 25 mEq/12jam dengan tujuan dapat meningkatkan kalium serum sekitar 0.5meq/l setiap pemberianya (van zyl, 2010).

Related Documents

Pembahasan
August 2019 65
Pembahasan
July 2020 39
Pembahasan Iodoform.docx
December 2019 31
Pembahasan Wiwin.docx
April 2020 23
Pembahasan Lap.docx
December 2019 26
Pembahasan Formol.docx
December 2019 27

More Documents from "Nicholas Gerry"