Sk 2.docx

  • Uploaded by: Chintya Rizky Maharani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sk 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,844
  • Pages: 7
1. Memahami dan Menjelaskan Paramyxovirus 1.1. Definisi Paramyxovirus mencakup agen infeksi saluran napas terpenting pada bayi dan anak kecil (respiratory syncytial virus dan virus parainfluenza) serta agen penyebab dua penyakit menular yang umum terjadi pada anak (gondongan dan campak). (Jawetz, 2014) Paramyxovirus merupakan agen penting penginfeksi saluran pernafasan pada bayi dan anak kecil dan juga agen penyebab dari dua penyakit menular tersering pada anak-anak yaitu gondong dan campak. Semua anggota famili paramyxoviridae memulai infeksi dari saluran pernafasan. Virus Rubella, walaupun dapat di golongkan kedalam Togavirus karena sifat kimia dan fisikanya tapi dapat digolongkan sebagai paramyxovirus karena epidemiologinya. 1.2. Morfologi  Pleomorfik (adanya berbagai bentuk dalam spesimen sama)  Diameter partikel 150 nm atau lebih  Nukleokapsid helikal 13 – 18 nm  Genom berupa RNA linear, sense negatif, beruntai tunggal, tidak infeksius, dan tidak bersegmen. Karena genomnya tidak bersegmen, hal ini men-tiadakan peluang terjadinya pemilihan ulang genetik sehingga membuat semua anggota kelompok paramyxovirus stabil secara antigen  Komposisi: RNA (1%), protein (73%), lipid (20%), karbohidrat (6%)  Sifat unik: stabil secara antigenik dan partikelnya labil tapi sangat menular (hanya memiliki satu antigen)  Protein F dan H mengalami glikosilasi sedangkan protein M tidak. Protein F bertanggung jawab terhadap fusi virus dengan membran sel hospes, yang kemudian diikuti dengan penetrasi (virus memasukkan materi genetic) dan hemolysis (penguraian sel darah merah dimana hemoglobin akan terpisah dari eritrosit). Protein H bertanggung jawab pada hemaglutinasi (daya pengikatan antigen virus dengan eritrosit), perlekatan virus, adsorpsi dan interaksi dengan reseptor di permukaan sel hospes. Protein F dan H bersama-sama bertanggungjawab pada fusi virus dengan membran sel dan membantu masuknya virus. Sedangkan protein M berinteraksi dengan nukleo-kapsid berperan pada proses maturasi virus. (Jawetz, 2014) Sebagian besar Paramyxovirus mengandung 6 protein struktural: a. 3 protein membentuk kompleks dengan RNA virus  berfungsi untuk transkripsi dan replikasi RNA b. 3 protein berpartisipasi dalam pembentukan selubung virus. Protein matriks (M) mendasari selubung virus, protein tersebut memiliki afinitas terhadap NP dan glikoprotein permukaan virus dan penting dalam perakitan virion. Virus campak mempunyai 6 protein struktural, 3 di antaranya tergabungdengan RNA dan membentuk nukleokapsid yaitu; Pospoprotein (P), protein ukuran besar (L) dan nukleoprotein (N). Tiga protein lainnya tergabungdengan selubung virus yaitu; protein fusi (F), protein hemaglutinin (H) dan protein matrix (M).

Protein F dan H mengalami glikosilasi sedangkan protein M tidak. Protein F bertanggung jawab terhadap fusi virus dengan membran sel hospes, yang kemudian diikuti dengan penetrasi dan hemolisis. Protein H bertanggung jawab pada hemaglutinasi, perlekatan virus, adsorpsi dan interaksi dengan reseptor di permukaan sel hospes. Protein F dan H bersama-sama bertanggung jawab pada fusi virus dengan membran sel dan membantu masuknya virus. Sedangkan protein M berinteraksi dengan nukleo-kapsid berperan pada proses maturasi virus. Nukleokapsid dikelilingi oleh selubung lipid yang tertancap dengan duri dua glikoprotein transmembran yang berbeda ukuran (8 - 12 mm). Aktivitas glikoprotein permukaan ini yang membantu membedakan genus famili Paramyxoviridae.Glikoprotein dapat atau tidak dapat mengalami aktivitas hemaglutinasi dan neuraminidase serta berperan untuk perlekatan pada sel penjamu. Glikoprotein inidirakit sebagai tentramer di dalam virion yang matang. 1.3. Daur Hidup Replikasi Paramyxovirus : a. Pelekatan, penetrasi, & pelepasan selubung virus Paramyxovirus melekat ke sel pejamu melalui glikoprotein hemaglutinin (protein HN, H atau G). Pada virus campak, reseptornya adalah molekul CD150 atau CD46 di membran. Kemudian selubung virion berfusi dengan membran sel melalui kerja produk pembelahan glikoprotein fusi F1. Protein F1 menjalani pelipatan ulang yang rumit selama terjadinya proses fusi membran sel dan virus. Jika prekusor F0 tidak dibelah, ia tidak memiliki aktivitas fusi, penetrasi virion tidak terjadi, dan partikel virus tidak mampu mencetus infeksi. Fusi oleh F1 terjadi pada pH lingkungan ekstrasel yang netral, menyebabkan pelepasan nukleokapsid virus secara langsung ke dalam sel. Dengan demikian, paramyxovirus mampu melalui proses internalisasi melalui endosom. b. Transkripsi, translasi, & replikasi RNA Paramyxovirus mengandung genom RNA beruntai negatif dan tidak bersegmen. Transkrip mRNA dibuat di dalam sitoplasma sel oleh polimerase RNA virus. Tidak diperlukan pencetus dari luar sehingga tidak ada ketergantungan terhadap fungsi inti sel. mRNA jauh lebih kecil dibanding ukuran genomik, masing-masing mewakili gen tunggal. Sekuens transkripsional regulatorik di batas-batas gen menyampaikan sinyal untuk memulai dan berhentinya transkripsi. Posisi gen yang relatif terhadap ujung 3’ genom menandakan efisiensi transkripsi. Golongan transkrip yang paling banyak dihasilkan dari satu sel yang terinfeksi adalah dari gen N, bertempat paling dekat dengan ujung 3’ genom, sementara yang paling sedikit adalah dari gen L yang bertempat di ujung 5’. Protein-protein virus disintesis di dalam sitoplasma, dan jumlah tiap produk gen berkaitan dengan tingkat transkrip mRNA dari gen tersebut. Glikoprotein-glikoprotein virus kemudian di sintesis dan terglikosilasi di jalur sekretorik. Kompleks protein polomerasi virus (protein P dan L) juga bertanggung jawab terhadap replikasi genom virus. Agar sintesis cetakan intermediate antigenom beruntai positif berhasil dengan baik, kompleks polimerase tidak boleh mengabaikan sinyal terminasi yang tersebar di batasbatas gen. Genom progeni dalam panjang yang utuh kemudian dicopy dari cetakan antigenom. Genom paramyxovirus yang tidak bersegmen meniadakan kemungkinan terjadinya pengaturan ulang segmen gen (pemilihan ulang genetik) yang sangat penting bagi kelangsungan virus

influenza. Protein-protein permukaan paramyxovirus, yaitu HN/H/G dan F, menunjukkan variasi antigenik yang minimal untuk waktu yang lama. Hampir semua asam amino di struktur primer glikoprotein paramyxovirus terlibat dalam peranan struktural atau fungsional sehingga menyisakan sedikit kemungkan adanya subtitusi yang tidak akan mengurangi secara bermakna viabilitas virus. c. Pematangan Virus mematang melalui pertunasan dari permukaan sel. Nukleokapsid progeni terbentuk di sitoplasma dan bermigrasi ke permukaan sel. Nukleokapsid ini tertarik ke berbagai lokasi di membran plasma yang dilengkapi oleh duri-duri glikoprotein F0 dan HN/H/G virus. Protein M berperan penting dalam pembentukan partikel, berperan menghubungkan selubung virus dan nukleokapsid. Selama pertunasan, kebanyakan protein pejamu disingkarkan dari membran. Aktivitas neuraminidase yang dimiliki oleh protein HN virus parainfluenza dan virus gondongan kemungkinan berfungsi mencegah swa-agregasi partikel virus. Paramyxovirus yang lain tidak memiliki aktivitas neuraminidase. Jika terdapat protease sel pejamu yang tepat, protein F0 di membran plasma akan di aktifkan oleh pembelahan. Protein fusi yang diaktifkan akan menyebabkan fusi membran sel yang berdekatan, menyebabkan terbentuknya sinsitia yang besar. Pembentukan sinsitium merupakan respons umum terhadap infeksi paramyxovirus. Biasanya terbentuk inklusi sitoplasmik asidofilik. Inklusi diyakini mencerminkan tempat terjadinya sintesis virus dan telah ditemukan mengandung nukleokapsid dan protein virus yang mudah dikenali. Virus campak juga menghasilkan inklusi intranuklear. (Jawetz, 2014). 1.4. Penularan dan Hospes Virus campak ditularkan melalui udara atau droplet partikel ludah. Penularan melalui parenteral biasanya mempunyai masa inkubasi yang lebih singkat. Virus campak ditularkan secara langsung dari droflet infeksi, dan agak jarang dengan penularan lewat udara (airborne spread). Virus campak sangat sensitif terhadap panas, sangat mudah rusak pada suhu 37°C. Toleransi terhadap perubahab pH baik sekali. Bersifat sensitif terhadap eter, cahaya, trysine. Virus mempunyai jangka waktu hidup yang pendek (short survival time) yaitu kurang dari dua jam. Apabila disimpan pada laboratorium, suhu penyimpanan yang baik adalah pada suhu 70°C. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah timbulnya ruam. 2. Memahami dan Menjelaskan Campak 2.1. Definisi Campak adalah penyakit virus yang sangat menular. Virus campak yang terkandung dalam jutaan tetesan kecil yang keluar dari hidung dan mulut ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Seseorang yang rentan terhadap penyakit campak dapat menangkap virus dengan bernapas dalam tetesan atau jika tetesan telah diselesaikan pada permukaan, dengan menyentuh permukaan dan kemudian meletakkan tangan di dekat hidung atau mulut. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.

Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. 2.2. Epidemiologi Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan kejadian luar biasa (KLB). Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi sehingga sering menimbulkan KLB. Jumlah kasus campak menurun pada semua golongan umur di Indonesia terutama anak-anak di bawah lima tahun pada tahun 1999 s/d 2001, namun setelah itu insidence rate tetap, dengan kejadian pada kelompok umur < 1 tahun dan 1-4 tahun selalu tinggi daripada kelompok umur lainnya. Pada umumnya- KLB yang terjadi di beberapa provinsi menunjukkan kasus tertinggi selalu pada golongan umur 1-4 tahun (Depkes, 2006). Pada tahun 2005 terdapat 345.000 kematian di dunia akibat penyakit campak dan sekitar 311.000 kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Pada tahun 2006 terdapat 242.000 kematian karena campak atau 27 kematian terjadi setiap jamnya (WHO, 2007). Kematian campak yang meliputi seluruh dunia pada tahun 2007 adalah 197.000 dengan interval 141.000 hingga 267.000 kematian dimana 177.000 kematian terjadi pada anak-anak usia dibawah lima tahun. Lebih dari 95% kematian campak terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dengan infrastruktur kesehatan lemah (WHO, 2008). Berdasarkan data dari Depkes tahun 2003, di Provinsi Bali terdapat 32,5 per 100.000 balita/tahun, dan di Jawa Barat terdapat 45 per 100.000 balita/tahun. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumsel pada tahun 2005 terdapat 2.189 penyakit Campak , yaitu 42,5% di antaranya terjadi pada anak usia balita. 2.3. Etiologi Campak merupakan penyakit infeksi akut, kebanyakan menyerang anak-anak dan disebabkan oleh virus (WHO, 2004). Virus penyebab penyakit campak termasuk ke dalam genus morbilivirus dan famili paramixovirus. Karateristik penyakit campak pada umumnya adalah : demam dengan suhu >38ºC, rash dan disertai satu atau lebih gejala batuk, pilek, atau mata merah/konjungtivitis (WHO, 2004). Pada penyakit campak ada 3 stadium yaitu stadium prodromal, stadium erupsi dan stadium convalencens. Sembilan puluh persen anak yang tidak kebal akan terserang penyakit campak. Manusia merupakan satu-satunya reservoir, seseorang yang pernah terserang campak akan memiliki imunitas seumur hidupnya (Depkes, 2008). Penyakit campak disebabkan oleh measles virus (MV), genus virus morbili famili Paramyxoviridae (RNA), jenis morbilivirus yang mudah mati karena panas, cahaya, ether dan trypsin (Depkes, 2008). Virus akan menjadi tidak aktif pada suhu 37ºC, pH asam atau bila dimasukkan dalam lemari es selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka infeksifitasnya akan hilang. Selama masa prodromal, virus dapat ditemukan di dalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih. Virus campak hanya dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan hanya dapat aktif pada suhu kamar selama 34 jam di alam bebas (Andriani, 2009). 2.4. Patogenesis dan Patofisiologi

Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi. Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak (Soedarmo dkk., 2002). 2.5. Manifestasi Klinis Gejala khas (patognomonik) adalah timbulnya bercak koplik menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum, dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi dimukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Ruam eritematosa yang berbentuk makula papula disertai meningkatnya suhu badan. Ruam mula-mula timbul di belakang telinga, di bagian atas lateraltengkuk, sepanjang rambut, dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi perdarahan ringan, rasa gatal, dan muka bengkak. Dapat terjadi pula pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan leher bagian belakang, splenomegali, diare, dan muntah. Variasi lain adalah black measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dantraktus digestivus. Penyakit campak mempunyai masa inkubasi 10-14 hari, merupakan jangka waktu dari mulai mendapat paparan sampai munculnya gejala klinik penyakit. Jika ada,hanya sedikit gejala yang muncul pada periode ini. Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium :  Stadium Kataral (Prodromal) Gejala prodromal pertama penyakit adalah demam ringan sampai sedang, lemas, malaise, disertai batuk, coryza, dan konjungtivitis. Gejala prodromal berakhir 3-5 hari. Selama periode ini, pada mukosa pipi muncul lesi punctat kecil berwarna putih,yang merupakan tanda diagnostik dini penyakit campak yang disebut Koplik’s spots. Bercak Koplik merupakan bintik putih keabu-abuan, biasanya sebesar butir pasir dengan tepi merah mengkilat. Bercak Koplik pertama muncul pada mukosa pipi yang berhadapan dengan molar bawah tetapi dapat menyebar secara tidak teratur padamukosa bukal yang lain. Bercak ini muncul dan menghilang dengan cepat, biasanya dalam 12-18 jam. Ketika menghilang, bintik-bintik perubahan warna merah mukosa mungkin tetap. Konjungtivitis dan fotofobia dapat mengesankan campak sebelum muncul bercak koplik. Kadang-kadang fase prodromal dapat berat, ditunjukkan oleh demam tinggi mendadak, kadang-

kadang dengan kejang-kejang dan bahkan pneumonia. Biasanya coryza, demam, dan batuk semakin bertambah berat sampai waktu ruam telah merata diseluruh tubuh.  Stadium Erupsi Gejala prodromal berakhir pada saat munculnya ruam pada kulit. Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah koriza dan batuk- batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole. Suhu naik mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 40-40,5oC. Ruam biasanya mulai sebagai makula tidak jelas pada bagian atas lateral leher, dibelakang telinga, sepanjang garis pertumbuhan rambut dan pada bagian posterior pipi. Lesi sendiri-sendiri menjadi semakin makulopapular, sebagai ruam yang menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada pada sekitar 24 jam pertama. Selama 24 jam berikutnya ruam menyebar keseluruh punggung, abdomen, seluruh lengan, dan paha. Ketika ruam akhirnya mencapai kaki pada hari ke 5-6, ruam mulai menghilang sesuai urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan pada daerah leher bagian belakang, dan splenomegali ringan dapat dicatat. Otitis media, bronkopneumonia, dan gejala-gejala saluran cerna, seperti diaredan muntah lebih sering pada bayi dan anak kecil (terutama anak malnutrisi) dari pada anak yang lebih tua. Pada penyakit yang tanpa komplikasi, penyembuhan secara klinis segera mulai setelah munculnya ruam pada kulit.  Stadium Konvalesens Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang dalam 1-2 minggu. Selain hiperpigmentasi, pada anak Indonesia sering ditemukan kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk campak. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Pada stadium ini suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi. 2.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding Anamnesis Adanya demam tinggi terus menerus 38,50 C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Pemeriksaan fisik Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium : § Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak Koplik. § Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulo-papular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstrimitas. § Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

§ Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai timbulnya komplikasi. Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat. Pemeriksaan penunjang Laboratorium § Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri § Pemeriksaan antibodi IgM anti campak 2.8. Penatalaksanaan dan Pencegahan Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total (Cherry, 2004). Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5˚C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul (IDAI, 2004) Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak (IDAI, 2004). 2.9. Prognosis Prognosis baik karena setelah 3 hari, ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam akan menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) dan mengelupas, serta baru akan menghilang setelah 1-2 minggu. Penderita penyakit ini biasanya sehat dan normal setelah hilangnya penyakit.

Related Documents

Sk
October 2019 77
Sk
August 2019 81
Sk
October 2019 83
Sk
December 2019 70
Buff+sk
November 2019 7
Sk Mother
May 2020 2

More Documents from ""