Wrap Up Skenario I Blok Respiratory Kelompok A2 Fix.docx

  • Uploaded by: Chintya Rizky Maharani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Wrap Up Skenario I Blok Respiratory Kelompok A2 Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,422
  • Pages: 34
WRAP UP SKENARIO I BLOK SISTEM RESPIRASI “Bersin Di Pagi Hari”

Kelompok Ketua Sekretaris Anggota

: A2 : Habieb Al-Hasan Assegaff : Chintya Rizky Maharani : Kinaryochi Wijaya Inggit Sukmawati Armain Dimas Rizky Nawawi Ayunda Puspita Putri Amalia Ramadhani

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510 Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21. 424457

(1102017100) (1102017057) (1102016098) (1102017110) (1102017039) (1102017072) (1102017044) (1102017020)

DAFTAR ISI Daftar Isi................................................................................................................................i Skenario.................................................................................................................................1 Kata Sulit................................................................................................................................2 Pertanyaan..............................................................................................................................3 Jawaban..................................................................................................................................4 Hipotesis.................................................................................................................................5 Sasaran Belajar.......................................................................................................................6 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas........................................7 1.1 Makroskopis..................................................................................................................7 1.2 Mikroskopis...................................................................................................................12 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Atas.......................................15 2.1 Fungsi............................................................................................................................15 2.2 Mekanisme Pertahanan Tubuh.......................................................................................15 3 Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi......................................................................19 3.1 Definisi..........................................................................................................................19 3.2 Klasifikasi......................................................................................................................19 3.3 Epidemiologi.................................................................................................................19 3.4 Etiologi..........................................................................................................................20 3.5 Patofisiologi...................................................................................................................20 3.6 Manifestasi Klinik.........................................................................................................22 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding.................................................................................22 3.8 Tatalaksana.....................................................................................................................28 3.9 Komplikasi.....................................................................................................................29 3.10 Pencegahan.................................................................................................................29 4 Memahami dan Menjelaskan Adab Bersin Menurut Islam.................................................29 Daftar Pustaka........................................................................................................................

1

Skenario BERSIN DI PAGI HARI Seorang perempuan, umur 25 tahun, selalu bersin-bersin lebih dari lima kali setiap pagi hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata. Keluhan timbul bila udara berdebu jika berangkat ke kantor. Keluhan ini sudah dialami sejak kecil dan menganggu aktifitas kerja. Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa, kecuali penyakit asma pada ayah pasien. Pada pemeriksaan fisik terlihat sekret bening keluar dari nares anterior, choncha nasalis inferior oedem, mukosa pucat. Pasien rajin sholat tahajud ,sehingga dia bertanya adakah hubungan memasukkan air wudhu ke dalam hidung dimalam hari dengan keluhannya ini? Pasien menanyakan ke dokter mengapa bisa terjadi demiikian, dan apakah berbahaya apabila menderita keluhan seperti ini dalam jangka waktu yang lama.

1

Kata Sulit 1. Asma : Inflamasi kronik saluran pernafasan yang menyebabkan hipersensitivitas jalan nafas yang menyebabkan gejala berulang berupa sesak nafas dengan bunyi mengi. 2. Nares anterior : Lubang hidung/aperture nasalis anterior. 3. Choncha nasalis inferior : Bagian hidung menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk.

2

Pertanyaan 1. Mengapa terjadi bersin di pagi hari ? 2. Apa indikasi dari ingus yang encer dan ingus yang kental ? 3. Apakah ada hubungan antara pasien dengan ayahnya yang asma ? 4. Mengapa pada saat bersin keluar ingus dan gatal pada hidung dan mata ? 5. Apakah ada hubungan antara memasukkan air wudhu kedalam hidung dengan bersinbersin ? 6. Apa diagnosis pasien tersebut ? 7. Mengapa terjadi edema pada choncha nasalis inferior ? 8. Apa tatalaksana untuk pasien tersebut ?

3

Jawaban 1. Karena ada reaksi alergi pada udara dingin. 2. Cair menghasilkan protein, antibodi (IgE), air, garam. Jika berlebihan berarti ada alergi atau flu. Lendir cair berfungsi untuk melindungi hidung dari partikel yang membahayakan yang bertebaran di udara. Sedangkan kental untuk indikasi ada yang tidak beres dalam tubuh. Mengandung sel darah putih yang mati dan kepingan sel lainnya. Bila lebih dari 12 hari dikhawatirkan sinusitis. 3. Ada, karena asma dapat diturunkan melalui genetic. 4. Sekret mukosa untuk mengeluarkan alegen dan menahan alergen tidak masuk. Gatal hidung dan mata karena pelepasan histamine. 5. Ada. Jika air mengandung alergen dapat memicu bersin. 6. Rhinitis alergi. 7. Histamin terlepas dan akan merangsang bagian hidung terutama CNI, dan akan mengeluarkan icam 1 untuk penebalan pada mukosa (edema). 8. Konservatif : Hindari pajangan alergen. Farmako : AH 1 (oral, intranasal), dekongestan, kalau asma : anti leukotrin, persiten sedang-berat : kortikostreoid (intranasal).

4

Hipotesis Rhinitis alergi merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe I yang menimbulkan gejala berupa bersin, gatal pada hidung dan mata, dan hipersekresi mukosa. Disebabkan oleh pelepasan histamin, hal tersebut dapat menyebabkan edema pada choncha nasalis inferior. Hal ini dapat dicegah dengan menghindari pajanan alergen dan dapati diobati dengan pemberian AH 1 (oral, intranasal), dekongestan, kalau asma : anti leukotrin, persiten sedangberat : kortikostreoid (intranasal).

5

Sasaran Belajar 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas 1.1 Makroskopik 1.2 Mikroskopik 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Atas 2.1 Fungsi 2.2 Mekanisme Pertahanan Tubuh 3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi 3.1. Definisi 3.2. Klasifikasi 3.3. Epidemiologi 3.4. Etiologi 3.5. Patofisiologi 3.6. Manifestasi Klinik 3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding 3.8. Tatalaksana 3.9.Komplikasi 3.10. Pencegahan 4. Memahami dan Menjelaskan Adab Bersin Menurut Islam

6

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas 1.1. Makroskopik

Gambar 1 Saluran Nafas Atas.

Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah: pangkal hidung, dorsum nasi, kolumela, puncak hidung, ala nasi, dan lubang hidung. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, beberapa pasang kartilago ala minor dan tepi anterior kartilago septum. Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (choanae) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.

7

Bagian dari cavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrase. Tiap cavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang,sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Terdapat concha - concha yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah concha inferior, kemudian yang lebih kecil ialah concha media, lebih kecil lagi ialah concha superior, sedangkan yang terkecil disebut concha ini biasanya rudimenter. concha inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan concha media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Di antara concha-concha dan dinding lateral hidung terdapat ronga sempit yang disebut meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara concha inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral ronga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara concha media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat pula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara concha superior dan concha media terdapat sinus etmoid terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Disekitar rongga hidung terdapat rongga yang diisi udara yang disebut sinus paranasalis:  Sinus sphenoidalis : mengeluarkan sekresinya melalui meatus superior  Sinus frontalis : ke meatus media  Sinus maxillaris : ke meatus media  Sinus Etmoidalis : ke meatus superior dan media

8 Gambar 2 Sinus Paranasalis

Gambar 3 Sinus Paranasalis

Pharynx

9 Gambar 4 Pharynx

Tuba eustachii terdapat pada nasofarings yang berfungsi menyeimbangkan udara pada kedua sisi membrana tympani. Bila tekanan tidak sama telinga tarasa sakit, misal pada saat naik pesawat udara. Orofarings dipisahkan dari mulut oleh fauces pada fauces Tonsila. Pada larings farings bertemu sistem pernapasan dan sistem pencernaan. Udara melalui bagian anterior ke larings. Makanan melalui bagian posterior ke esofagus melalui epiglotis yang flexible. Larynx

Gambar 5 Larynx

10

Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan yaitu satu buah os hyoid, 1 tiroid, 1 epiglotis, 2 arytenoid. Berbentuk segi lima yang disebut cavum laringis bagian atas aditus laringis sementara bagian bawah disebut kartilago cricoid. Disamping berfungsi sebagai saluran pernapasan juga berfungsi menghasilkan suara melalui getaran pita suara. Larings ditunjang oleh tulang rawan:  kartilago thyroidea  kartilago cricoidea Intensitas, volume atau kerasnya suara ditentukan oleh jumlah udara yang melalui pita suara. Hasil akhir ditentukan oleh perubahan posisi bibir, lidah dan palatum molle. Os.Hyoid Terbentuk dari jaringan tulang, seperti besi telapak kuda.  Mempunyai 2 cornu: cornu majus dan cornu minus.  Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu.  Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid. Cartilago Thyroid  Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang dikenal dengan “Prominen’s laryngis” atau Adam’s Aplle sehari-hari disebut “jakun” lebih jelas pada laki-laki.  Melekat keatas dengan os.hyoid dan kebawah dengan cartilago cricoid, kebelakang dengan arytenoid.  Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.  Mempunyai cornu superior dan cornu inferior  Pendarahan cornu superior dan cornu inferior.  Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior. Cartilago Arytenoid  Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan diatas dari cartilago cricoid.  Mempunyai bentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata dan cuneiforme  Kedua arytenoid dihubungkan oleh m.arytenoideus tranversus Epiglotis  Tulang rawan berbentuk sendok  Melekat diantara kedua cartilago arytenoid  Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis  Berhubungan dengan cartilago arytenoid melalui m.aryepiglotica Cartilago cricoid  Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx)  Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral  Batas bawah adalah cincin pertama trachea  Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot m.cricoarytenoideus posterior dan lateralis Otot ekstrinsik : m.cricoaryhtenoideus, m. Thyroepigloticus, m.thyroarytenoideus. Dipersarafi oleh nervus laringis superior

11

Otot intrinsik : m.cricoarytenoideus posterior, m.cricoarytenoideus lateralis, m.arytenoideus obliq dan transverses, m.vocalis, m.arypiglotica. Dipersarafi oleh nervus laringis inferior atau yg sering disebut dengan nervus reccurens laringis. Terdapat pula plica vocalis dan plica vestibularis, dalam plica vocalis ada rima glottis dan plica vestibularis ada rima vestibularis. otot m.cricoarytenoideus posterior sering disebut juga safety muscle of larynx, karena berfungsi menjaga agar rima glottis tetap membuka. Pendarahan Hidung Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika berasal dari a. karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior concha media.Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid, a.labialis superior, a.palatina mayor, yang disebut pleksus Kiessebach (Little’s area) letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epitaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial. Persarafan Hidung Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabutserabut sensoris dari n.maksila (n.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior concha media. Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina cribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidung pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. 1.2. Mikroskopik Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: 1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis 2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus. Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

12 Gambar 6 Epitel Berlapis Silindris dengan silia dan sel goblet

Rongga hidung Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghirup/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Gambar 7 Kelenjar Bowman dan Saraf olfaktorius

SINUS PARANASALIS

13

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

FARING

Gambar 8 Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng. Bagian pertama faring yang ke arah kaudal berlanjut sebagai bagian oral organ ini yaitu orofaring Dilapisi oleh epitel jenis respirasi (bagian yang kontak dengan palatum mole) Terdiri dari : a. Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet) b. Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk) c. Laringofaring (epitel bervariasi) LARING Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal Gambar 9 Epiglotis epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang

14

terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda

Gambar 10 Epiglotis, pars laringea dan pars lingularis

2. Memahami Dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Atas 2.1 Fungsi Fungsi utama pernapasan:  Menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan metabolisme sel sel tubuh.  Mengeluarkan CO2 sebagai hasil metabolisme sel secara terus menerus. Fungsi tambahan pernapasan:  Mengeluarkan air dan panas dari tubuh  Proses berbicara, menyanyi dan vokalisasi  Meningkatkan aliran balik vena  Mengeluarkan, memodifikasikan, mengaktifkan dan menginaktifkan bahan yang melewati sirkulasi pulmonal seperti prostaglandin Fungsi saluran pernapasan:  Pertahanan benda asing yang masuk saluran nafas. Partikel ukuran lebih 10 um akan dihambat bulu bulu hidung. Partikel ukuran 2-10 um ditangkap oleh silia.Ciliary escalator mendorong keluar dgn kecepatan 16 mm/menit  Menurunkan suhu udara pernafasan sesuai dengan suhu tubuh oleh pembuluh darah pada mukosa hidung dan saluran udara.  Hidung sebagai organ penghidu.  Melembabkan udara pernafasan 2.2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Pertahanan Saluran Pernapasan Atas Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas saluran respirasi bagian bawah. Adanya reflex menelan atau reflex muntah yang mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea, juga kerja “escalator mukosiliaris” yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan. Lebih lanjut, lapisan mucus mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin (Ig) terutama IgA, PMN dan interferon. Refleks batuk merupakan mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Makrofag 15

alveolar merupakan sel fagositik dengan sifat dapat bermigrasi dan aktifitas enzimatik yang unik.Sel ini bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri. Sesudah partikel mikroba tertelan, metabolit-metabolit O2akan aktif kembali, seperti hydrogen peroksida di dalam makrofag, akan membunuh dan mencerna mikroorganisme tersebut tanpa menyebabkan reaksi peradangan yang jelas. Partikel debu atau mikroorganisme ini kemudian diangkut oleh makrofag ke pembuluh limfe atau ke bronkiolus tepat mereka akan dibuang oleh “escalator mukosiliaris”. Makrofag alveolar dapat membersihkan paru dari bakteri yang masuk sewaktu inspirasi dengan kecepatan menakjubkan. Menelan etil alkohol, merokok, dan pemakaian obat kortikosteroid akan mengganggu mekanisme pertahanan ini. Tabel Pertahanan pada Saluran Pernapasan Mekanisme pernapasan

pertahanan

fungsi

1. Penyaring udara

Akibat Bulu hidung menyaring partikel berukuran >5 µm sehingga partikel tersebut tidak dapat mencapai alveolus. Udara yang mengalir melalui nasofaring sangat turbulen sehingga partikel yang lebih kecil (1 – 5 µm) akan terperangkap dalam sekresi nasofaring

2. Pembersihan mukosiliaris

Dibawah laring, escalator mukosiliaris akan menjebak partikel-partikel debu yang terinhalasi dan berukuran lebih kecil serta bakteri yang melewati hidung; mucus akan terus menerus membawa partikel dan bakteri tersebut ke arah atas sehingga bisa ditelan atau dibatukkan; produksi mucus kira-kira 100 ml/hari. Gerakan siliaris dihalangi oleh keadaan dehidrasi, konsentrasi O2 yang lebih tinggi, merokok, infeksi, obat anestesi, dan meminum etil alkohol.

3. Refleks batuk

Refleks pertahanan bekerja membersihkan jalan napas dengan menggunakan tekanan tinggi, udara yang mengalir dengan kecepatan tinggi; yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris bila mekanisme ini kerja berlebihan atau tidak efektif; di bawah tingkat segmen pohon trakeobronkial, reflex batuk menjadi tidak efektif; sehingga diperlukan kerja mukosiliaris atau drainase postural.

4. Refleks menelan dan reflex muntah

Mencegah masuknya makanan atau cairan ke saluran pernapasan.

16

5. Refleks bronkokonstriksi

Bronkokonstriksi merupakan respon untuk mencegah iritan terinhalasi dalam jumlah besar, seperti debu atau aerosol; beberapa penderita asma memiliki jalan napas hipersensitif yang akan berkontraksi setelah menghirup udara dingin, parfum, atau bau menyengat.

6. Makrofag alveolus

Pertahanan utama pada tingkat alveolus (tidak terdapat epitel siliaris); bakteri dan partikelpartikel debu difagosit; kerja makrofag dihambat oleh merokok, infeksi virus, kortikosteroid dan beberapa penyakit kronik.

7. Ventilasi kolateral

Melalui pori-pori Kohn yang dibantu oleh napas dalam; mencegah ateletaksis.

(Djojodibroto DR. 2017) Mekanisme pertahanan saluran napas tidak hanya berkaitan dengan infeksi (mikroorganisme) tetapi juga untuk melawan debu/pertikel, gas berbahaya, serta suhu. Mekanisme pertahanan tubuh yang melindungi paru terdiri atas 4 mekanisme yang saling berinteraksi, yaitu: 1. Mekanisme yang berkaitan dengan faktor fisik, anatomik, dan fisiologik, a. Deposisi partikel Perjalanan udara pernapasan mulai dari hidung sampai ke parenkim paru melalui struktur yang berbelok-belok sehingga memungkinkan terjadinya proses deposisi partikel. Partikel berukuran > 10 µm tertangkap di dalam rongga hidung, antara 5-10 µm tertangkap di dalam bronkus dan percabangannya, sedangkan yang berukuran < 3 µm dapat masuk ke dalam alveoli. Tertengkapnya partikel disebabkan karena partikel tersebut menabrak dinding saluran pernapasan dan adanya kecenderungan partikel untuk mengendap.Pada daerah yang mempunyai aliran udara turbulen, partikel besar terlempar keluar dari jalur aslinya sehingga menabrak dinding jalan napas dan menempel pada mucus. Kecepatan aliran udara bronkiolus berkurang sehingga partikel kecil yang masuk sampai ke alveoli dapat dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan sedimentasi sehingga partikel tersebut mengendap. Partikel yang sangat kecil menabrak dinding karena adanya gerak Brown. b. Refleks batuk dan reflex tekak (Gag Reflex) Berfungsi agar jalan napas tetap terbuka (patent) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi, selain itu juga untuk menghalau benda asing (corpus alienum) yang akan masuk ke dalam system pernapasan. 2. Mekanisme eskalasi mucus dan mucus blanket, Eskalasi mukosiliar melibatkan peran silia dan mucus.Silia terdapat pada dinding saluran pernapasan mulai dari laring sampai bronkiolus terminalis. Semakin ke arah cephalad, jumlah silia akan bertambah padat. Silia bergerak 14 kali per detik. Mukus yang lengkat dan berbentuk gel yang mengapung di atas mucus yang lebih encer, terdorong kea rah cephalad karena gerak silia. Partikel menempel pada mucus sehingga partikel juga keluar bersama mucus. Jumlah silia dan aktivitasnya dipengaruhi oleh asap rokok, toksin, dan asidosis; ketiganya menurunkan jumlah silia dan aktivitasnya. Gerak silia ditingkatkan oleh β-

17

agonis, kecepatan mucociliary clearance dipercepat oleh metilxantin, dan oleh bahan kolinergik.Atropin menurunkan kecepatan mucociliary clearance. 3. Mekanisme fagositik dan inflamasi, dan Partikel dan mikroorganisme yang terdeposisi akan difagosit oleh sel yang bertugas mempertahankan system pernapasan. Sel sel tersebut adalah sel makrofag alveolar (pulmonary alveolar macrophage) dan sel polimorfonuklear (PMN).Di dalam sitoplasma makrofag terdapat bermacam-macam bentuk granula yang berisi berbagai enzim untuk mencerna partikel dan mikroorganisme yang difagositosis. Makrofag mampu mengeluarkan substansi antigenic Sel PMN berperan ketika melawan mikroorganisme yang menginfeksi paru terutama di distal paru.Dalam keadaan normal, ada beberapa PMN di saluran pernapasan dan alveoli. Jika mikroorganisme yang masuk tidak dapat diatasi oleh makrofag, mikroorganisme ini akan berkembang biak di alveoli dan menyebabkan pneumonia dan proses inflamasi. Berbagai macam komponen inflamasi yang dikeluarkan oleh makrofag, seperti komplemen aktivatif dan faktor kemotaktik, akan menarik PMN untuk datang dan segera memfagositosis serta membunuh mikroorganisme. Jika makrofag terpajan partikel atau mikroorganisme, materi asing dari partikel atau mikroorganisme tersebut akan menempel pada dinding makrofag (yang berupa membran). Membran ini akan melakukan invaginasi dan membentuk cekungan untuk menelan benda asing. Pada beberapa keadaan terdapat opsonin (protein) yang terlebih dahulu membungkus benda asing sebelum menempel pada sel yang memfagositosis benda asing ini.Opsonin menyebabkan benda asing lebih adhesif terhadap makrofag. IgG merupakan salah satu bentuk opsonin. Makrofag tidak selalu berhasil membunuh atau mengisolasi benda asing, misalnya ketika memfagositosis partikel siliaka, makrofag akan mati karena toksisitas substansi yang dikeluarkannya sendiri. 4. Mekanisme respon imun. Ada dua macam komponen di dalam system imun, yaitu: a. Mekanisme respon imun humoral yang melibatkan limfosit B Mekanisme imun humoral di dalam system pernapasan tampak dalam dua bentuk antibodi berupa IgA dan IgG.Antibodi ini terutama IgA, penting sebagai pertahanan di nasofaring dan saluran pernapasan bagian atas.Sedangkan IgG banyak ditemukan di bagian distal paru. IgG berperan dalam menggumpalkan partikel, menetralkan toksin, dan melisiskan bakteri gram negatif. b. Mekanisme respon imun selular yang melibatkan limfosit T Mekanisme imu selular diperankan oleh sel T (CD4+ dan CD8+) Sensitisasi terhadap limfosit T menyebabkan limfosit T menghasilkan berbagai mediator yang dapat larut yang disebut limfokin, yaitu suatu zat yang dapat menarik dan mengaktifkan sel pertahanan tubuh yang lain terutama makrofag. Limfosit T juga dapat berinteraksi dengan system imun humoral dalam memodifikasi produksi antibody.Peran system imun selular yang sangat penting adalah untuk melindungi tubuh melawan bakteri yang tumbuh secara intaselular, seperti kuman Mycobacterium tuberculosis. Mekanisme respons imun humoral memerlukan aktivitas limfosit B dan antibody yang diproduksi oleh sel plasma.Mekanisme respon imun selular memerlukan aktivitas limfosit T yang mampu mengeluarkan limfokin. Limfosit T dan limfosit B mempunyai ketergantungan satu sama lain ketika sedang bekerja. Ada limfosit yang tidak dapat ditentukan jenisnya, digolongkan sebagai sel natural killer (NK cell).Sel ini dapat membunuh baik mikroorganisme ataupun sel tumor tanpa melalui sensitisasi terlebih

18

dahulu.Sel NK distimulasi oleh limfokin tertentu yang dihasilkan oleh limfosit T. (Djojodibroto DR. 2017) 3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi 3.1. Definisi Menurut WHO ARIA ( Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma ) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantai oleh IgE. 3.2. Klasifikasi

Gambar 11 Klasifikasi rhinitis Alergi menurut ARIA

3.3. Epidemiologi Rhinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Di amerika utara dan eropa barat, terjadi peningkatan prevelensi rhinitis alergi dari 1316% menjadi 23-28 % dalam 10 tahun terakhir. Peningkatan prevelensi rhinitis alergi pada anak sekolah di eropa barat menjadi dua kali lipat. Prevelensi rhinitis alergi seasonal pada dan perennial di USA meningkaat mencapai 14,2% tertinggi pada usia 18-34 tahun dan 35-49 tahun.

3.4. Etiologi Rhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya.Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi 19

rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak- anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen.Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara.Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: 1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur. 2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. 3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah. 4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan 3.5. Patofisiologi Rhinitis alergi adalah sebagai akibat dari respon hipersensitivitas tipe 1. Respon ini melibatkan produksi IgE yang berlebihan, dan dikategorikan sebagai reaksi atopic. Pada pasien dengan disposisi atopic (atau yang memiliki ‘bakat’ genetik), reaksi alergi bermula dengan sensitasi terhadap alergen spesifik (pada kasus rhinitis alergi, umumnya alergen yang ada di udara), yang dapat menginduksi terbentuknya antibodi IgE. Reaksi ini terjadi karena cascade reaction sel T, sel B, dan sel plasma. Apabila penderita telah beberapa kali terpapar antigen spesifik, antigen tersebut akan diikat oleh dua antibodi IgE, yang mana IgE ini sudah berikatan dengan sel mast. Sel mast ini banyak terdapat pada lapisan submucosa dari saluran pernafasan dan saluran pencernaan, serta terdapat juga di bagian subconjunctiva mata, dan lapisan subkutan dari kulit. Akibatnya, reaksi IgE ini menyebabkan degranulasi sel mast, yang kemudian menstimulasi terjadinya respon infalmasi dengan menyebabkan pelepasan mediator seperti histamine, leukotrien, sitokin, prostaglandine, dan platelet-activating factor. Rekasi ini termasuk reaksi early-phase atau humeral reaction, dan terjadi dalam waktu 10-15 menit setelah terjadinya paparan alergen; pengeluaran histamine menyebabkan gejala seperti bersin-bersin, rinorrhea, gatalgatal, vasodilatasi, dan sekresi glandular. Pelepasan sitokin dan leukotrien kemudian menyebabkan influks dari sel inflamatori (umumnya eosinofil) ke tempat terjadinya reaksi alergi (kemotaksis). Respon inflamasi ini termasuk rekasi late-phase atau celullar reaction, yang umumnya terjadi dalam waktu 4-6 jam setelah sensitasi pertama. Reaksi ini dapat memperpanjang respon alergi hingga selama 48 jam. Respon inilah yang menyebabkan gejala kongesti nasal.

20

Gambar 12 Patofisiologi Rhinitis Alergi. (Sin and Togias: Pathophysiology of Rhinitis, 2011)

3.6. Manifestasi Klinik

21

Gejala yang timbul pada rhinitis alergi, antara lain: 1. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis. 2. Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). 3. Faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. 4. Suara serak dan edema pita suara 5. Allergic shiner. Perasaan anak bahwa ada bayangan gelap di daerah bawah mata akibat stasis vena sekunder. Stasis vena ini disebabkan obstruksi hidung. 6. Allergic salute. Perilaku anak yang suka menggosok-gosok hidungnya akibat rasa gatal. 7. Allergic crease. Tanda garis melintang di dorsum nasi pada 1/3 bagian bawah akibat kebiasaan menggosok hidung 3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif . 2. Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media. 3. Pemeriksaan Penunjang a) In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak

22

menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. b) In vivo Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). Tes cukit kulit (Skin prick test ): Skin prick test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang banyak digunakan untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan wheal/bintul pada kulit tersebut. Tes ini sangat populer, cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman, jarang menimbulkan reaksi anafilaktik dan tanda-tanda reaksi sistemik, dapat dilakukan banyak tes pada satu sisi, mempunyai korelasi baik dengan IgE spesifik. Tes kulit dilakukan dengan jalan meneteskan antigen pada kulit kemudian ditusukkan jarum no.26,5 dengan sudut 45 derajat dan epidermis diangkat sehingga dengan tusukan yang kecil beberapa mikroliter cairan akan masuk ke epidermis bagian luar. Sejak hasil reaksi kulit dari tiap-tiap orang dewasa berbeda, suatu kontrol yang positif atau negatif harus ada untuk evaluasi. Reaksi dibaca dalam 15-20 menit, dan hasilnya ditulis dalam gradasi dari negatif (-) sampai (+4). Metode yang dilakukan dalam menginterpretasikan hasil tes cukit kulit dikenal dengan metode Pepys. Membandingkan bintul yang terjadi pada masing-masing ekstrak alergen yang diberikan dengan menggunakan kontrol positif (histamin) dan kontrol negatif (saline). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan. Diagnosis banding rhinitis alergi : 1) Rhinitis vasomotor : suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat. 2) Rhinitis medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokontriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. 3) Rhinitis simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh. 4) Rhinitis hipertrofi : hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder. 5) Rhinitis atrofi : infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang chonca. 6) NARES (non-allergic rhinitis with eosinophilic syndrome) dapat disingkirkan bila tes kulit menunjukkan positif terhadap alergen lingkungan. Penyebab keluhan pada NARES adalah alergi pada makanan.

23

Rinitis vasomotor dapat dibedakan dengan rinitis alergi dengan keluhan bersin pada perubahan suhu ekstrim, rokok, tidak terdapat gatal pada mata, udara lembab, hidung tersumbat pada posisi miring dan bergantian tersumbatnya. Selain itu mukosa yang pucat atau merah gelap, licin, edema juga mendukung rinitis vasomotor. Pada tes kulit bernilai negatif. Rinitis alergi dan vasomotor dapat pula terjadi bersamaan dengan memberi gambaran rinoskopi anterior yang bercampur seperti mukosa pucat tetapi positif pada tes kulit. Sekresi hidung yang kekuningan dan tampak purulen tetapi eosinofilik sering terjadi pada rinitis alergi, tetapi pada sekresi yang berbau busuk dan purulen dan terjadi unilateral perlu dicurigai adanya benda asing. Perbedaan R. Alergi

Etiologi Gejala Respon imun yg Bersin” yg dimediasi IgE didahului gatal pada mata dan hidung. R. Vasomotor Aktifitas ----* parasimpatis > Hiposmia* simpatis R. Hormonal Gangguan Dominasi oleh keseimbangan rinore dan estrogen obstruksi hidung R. Infeksiosa Agen infeksius Demam, nyeri (bakteri, virus) tekan wajah, hiposmia R. Non-Alergi Kelainan ---dengan sindrom metabolisme Hiposmia eosinofilia prostaglandin R. Efek samping ---Medikamentosa obat tertentu

Sekret Jernih, cair

Lain-lain Uji cukit kulit +

----

Sembuh bila diberi penggiat simpatis.

----

Sembuh sendiri atau dg terapi hormon

Kental, Sembuh dengan kekuningan/hijau. antivirus atau antibiotik ---Eosinofil 10-20% pada nasal swab. ----

Menghilang bila obat dihentikan

3.8. Tatalaksana a. Pengendalian lingkungan dan menghindari allergen b. Farmakoterapi c. Imunoterapi

24

Sumber: http://aaia.ca/learnthelink/images/ARIA_07_At_A_Glance_1st_Edition_July_07.pdf a. Terapi farmakologis Anti histamin Anti Histamin dibedakan menjadi 2, yaitu AH1 dan AH2. Kedua jenis antihisamin ini bekerja secara kompetitif, yaitu dengan menghambat antihistamin dan reseptor hisamin A1 atau A2. Antagonis Reseptor H1( AH1) Farmakodinamik 1. Antagonisme terhadap AH1. AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah ; bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 berfungsi untuk mengobati reaksi hipersensivitas atau keadaan lain disertai penglepasan histamin endogen berlebihan. 2. Reaksi anafilaksis dan alergi reaksi anafilaksis dan beberapa reaksin alergi refrakter terhadap pemberian AH1. Efektifitas AH1 melawan beratnya reaksi hipersensivitas berbedabeda, tergantung beratnya gejala akibat histamin. 3. Susunan Saraf Pusat AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek lainnya adalah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat Farmakokinetik Setelah pemberian oral atau perentral, AH1 diabsorbsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam, lama kerja AH1 generasi 1 setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivat piperizin seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang. AH 1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

25

Indikasi : penyakit alergi, mengatasi asma bronkial ringan,menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata dan hidung. AH1 juga efektif terhadapa alergi yang disebaban oleh debu. juga digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan , yaitu golongan obat difenhidrami. Antagonis Reseptor H2 (AH2) Antagonis reseptor H2 bekerja mengahambat sekresi asam la,bung. Contoh obat dari AH2 adalah simetidin, ranitifin, famotidin, dan nizatidin. Farmakodinamik Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin dan ranitidin sekresi asam lambung akan dihambat. Simetidin dan Ranitidin juga menggangu volume dan kadat pepsin dalam lambung. Farmakokinetik Bioavailitas Simetidin dan Ranitidin sekitar 70% sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 205. Absrobsi simetidin diperlambat oleh makanan. Sehingga simetidin diberikan secara bersamaan atau sesudah makan dengan maksud memperpanjang efek pada priode pasca makan. Biovaibilitas Ratidin yang diberikan secara oral sekitar 50& dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di dalam hati cukup besar pada pemberian oral. Antagonis H2 juga melalui asi dan dapat mempengaruhi fetus. Indikasi Simetidin, ranitidin dan antagonis respetor H2 lainnya efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Antagonis reseptor H2 satu kali sehari diberikan pada malam hari sangat efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum. Kortikosteroid Kortikosteroid dikenal mempunyai efek kuat sebagai antiinflamasi pada penyakit arthritis rhematoid, asma berat, asma kronik, penyakit inflamasi kronik dan berbagai kelaianan imunlogik, oleh karena efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator, kortikosteroid memegang peranan penting pada pengobatan penyakit alergi baik yang akut maupun kronik Indikasi Indikasi utama adalah untuk reaksi alergi akut berat yang dapat membahayakan kehidupan seperti status asmatikusm anafilaksis dan dermalitis exfoliativa, selain itu juga untuk reaksi alergi berat yang tidak membahayakankehidupan tetapi sangat mengganggu. Misalnya dermatitis kontak berat, serum sickness dan asma akut yang berat. Indikasi lain adalah untuk penyakit alergi kronik berat sambil menunggu hasil pengobatan konvensional, atau untuk mengatasi keadaan ekserbasi akut. Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah. Nasal Dekongestan

26

Dekongestan Nasal digunakan sebagai terapi simptomatik pada berbagai kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang , sinus serta mukosa tuba eustachius. Ada beberapa agen yang digunakan untuk tujuan tersebut yang memiliki stimulasi terhadapat cardiovaskular serta SPP minimal yaitu : pseudoefedrin, fenilpropanolamin,serta oxymetazolin. Dekongestan oral bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan noradrenalin dari ujung neuron. Preparat ini mempunyai efek samping sistemik berupa takikardi, palipitasi, gelisahm tumor,insomnia serta hipertensi terhadap pasien. Agen topikal bekerja pada reseptor alfa pada permukaam otot polos pembuluh darah dengan menyebabkan vasokontriksi sehingga mengurangi oedema mukosa hidung. Dekongstan nasal efektif, namun hendaknya dibatasi maksimum 7 hari karena kemampunnya untuk menimbulkan kongesti berulang. Kongesti berulang disebabkan oleh vasodilasi sekunder dari pembuluh darah di mukosa hidung yang berdampak pada kongesti. Tetes hidung efedrin merupakan preparat simptomatik yang paling aman dan dapat memberikan efek dekongesti selama beberapa jam. Semua preparat topikal dapat menyebabkan ‘hipertensive crisis’ bila digunakan bersamaa dengan obat penghamabat mono amine-oksidase. b. Obat Dekongestan Oral 1. Efedrin Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama. Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif. Dosis: Dewasa : 60 mg/4-6 jam Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jam Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam 2. Fenilpropanolamin Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung. Efek Farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP. Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan. Dosis: Dewasa : 25 mg/4 jam Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

27

3. Fenilefrin Fenilefrin merupakan Agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkantekanan darah. 4. Obat Dekongestan Topikal Merupakan derivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin). Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil. c.

Imunoterapi

Imunoterapi alergen melibatkan administrasi subkutan yang secara bertahap meningkatkan jumlah dari alergen yang relevan pada pasien sampai dosis tercapai yaitu efektif dalam mendorong toleransi imunologi terhadap alergen . Bentuk terapi telah terbukti efektif untuk pengobatan rhinitis alergi yang disebabkan oleh serbuk sari dan tungau debu rumah , namun memiliki keterbatasan kegunaan dalam mengobati alergi bulu hewan. Biasanya , imunoterapi alergen diberikan dengan peningkatan bertahap dalam dosis mingguan selama 6-8 bulan , diikuti oleh suntikan pemeliharaan dosis toleransi maksimum setiap 3 sampai 4 minggu selama 3 sampai 5 tahun. Namun pemberian nya telah dilarang karena memiliki efek samping yang tidak diinginkan. Persiapan pra - musim yang dikelola secara tahunan juga tersedia. Sediaan sublingual juga diharapkan akan disetujui di Kanada dalam waktu dekat . Ini akan memberikan pasien pilihan terapi yang efektif . Imunoterapi alergen harus disediakan bagi pasien yang telah menjalankan non farmakoterapi dan farmakoterapi namun tidak cukup untuk mengontrol gejala atau tidak ditoleransi dengan baik . Karena bentuk terapi ini membawa risiko reaksi anafilaksis , obatnya hanya boleh diresepkan oleh dokter yang cukup terlatih dalam pengobatan alergi dan yang dapat mengelola kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa. Perhatikan bahwa , rhinitis alergi intermiten ringan secara umum dapat dikelola efektif dengan langkah-langkah non farmakoterapi dan antihistamin oral. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya , sebagian besar pasien dengan rhinitis alergi memiliki gejala sedang sampai berat dan , karena itu , akan memerlukan percobaan intranasal kortikosteroid. 3.9.Komplikasi Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah: a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi selsel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah.

28

3.10. Pencegahan Cara terbaik untuk mencegah reaksi alergi adalah dengan menghindari alergen dan menghindari kontak dengan hewan peliharaan. Debu, tungau adalah salah satu penyebab terbesar alergi. Mereka adalah serangga mikroskopis yang berkembang biak dalam debu rumah tangga. Berikut adalah beberapa cara yang dapat membatasi jumlah tungau di rumah: a. Pertimbangkan membeli kasur udara-permeabel dan selimut penutup oklusif (jenis tempat tidur bertindak sebagai penghalang terhadap tungau debu dan kotoran mereka). b. Pilih kayu atau penutup lantai bahan vinyl yang keras bukannya karpet. c. Bantal bersih, mainan, tirai dan furnitur berlapis secara teratur, baik dengan mencuci atau debu mereka. d. Gunakan bantal sintetis dan selimut akrilik bukannya selimut wol atau bulu selimut. e. Gunakan vacuum cleaner dilengkapi dengan udara partikulat efisiensi tinggi (HEPA) filter karena dapat mengeluarkan debu lebih dari penyedot debu biasa. f. Gunakan alat pengatur suhu udara dengan filter-filter yang efisien dan alat pembersih udara Ada 3 tipe pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Hal yang dapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalan maupun ingestan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan padat sehingga pemberian ASI lebih lama. Pencegahan sekunder adalah mencegah gejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi atau berlanjutnya penyakit. 4. Memahami dan Menjelaskan Adab Bersin Menurut Islam Bersin adalah sesuatu yang disukai Allah Ta’ala, dan bahkan bersin itu adalah pemberian dari Allah. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‫ب نمطن الششيي ط‬ ‫اطيلبع ط‬، ‫طاَنن‬ ‫س نمطن ان طوالتشطثاَبؤ ب‬ ‫طاَ ب‬ ‫ضيع يططدهب طعطلىَ فنيينه‬ ‫ب أططحبدبكيم فطيليط ط‬ ‫فطإ نطذا تططثاَطء ط‬، ‫ آيه آيه فطإ نشن الششيي ط‬:‫طوإنطذا طقاَطل‬، ‫ضطح ب‬ ‫طاَطن يط ي‬ ‫ك نمين طجيوفننه‬ ‫ب ايلبع ط‬ ‫ب‬ ِ‫طوإنشن اط يبنح ب‬ ‫س طويطيكطرهب التشطثاَبؤ ط‬ ‫طاَ ط‬ “Bersin itu dari Allah dan menguap itu dari syaithon. Jika salah seorang diantara kalian menguap, hendaknya dia menutup dengan tangannya. Jika ia mengatakan, “aah…” berarti syaithon sedang tertawa di dalam perutnya. Sesungguhnya Allah menyukai perbuatan bersin dan membenci menguap.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2746; al-Hakim, IV/264; Ibnu Khuzaimah, no. 921 dan Ibnu Sunni dalam kitab ‘Amalul Yaum wal Lailah, no. 2666. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami’, no. 4009). Agar bersin yang kita lakukan bisa mendatang pahala di sisi Allah Ta’ala, maka hendaklah kita memperhatikan adab-adab yang diajarkan oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala kita sedang bersin.Berikut ini adalah adab-adab yang harus kita perhatikan ketika bersin. Semoga Allah Ta’ala memberikan pertolongan kepada kita untuk mengamalkannya. 29

Pertama : Meletakkan Tangan Atau Baju ke Mulut Ketika Bersin Salah satu akhlaq mulia yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersin adalah menutup mulut dengan tangan atau baju. Hal ini sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau bersin. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ‫صشلىَ اب طعلطيينه طوطسلشطم إنطذا طع ط‬ ‫ض أطيو طغ ش‬ ‫صيوتطهب‬ ‫ض بنطهاَ ط‬ ‫ضطع يططدهب أطيو ثطيوبطهب طعطلىَ فنيينهطوطخفط ط‬ ‫س طو ط‬ ‫ط ط‬ ‫طكاَطن طربسيوبل ان ط‬ “Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersin, beliau meletakkan tangan atau bajunya ke mulut dan mengecilkan suaranya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5029; atTirmidzi, no. 2745 dan beliau menshohihkannya. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim, IV/293, beliau menshohikannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi). Di antara hikmahnya, kadangkala ketika seseorang itu bersin, keluarlah air liur dari mulutnya sehingga dapat menggangu orang yang ada disebelahnya, atau menjadi sebab tersebarnya penyakit dengan ijin Allah Ta’ala. Maka tidak layak bagi seorang muslim menyakiti saudaranya atau membuat mereka lari. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua : Mengecilkan Suara Ketika Bersin Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas. Dalam redaksi yang lainnya disebutkan, ‫إنطذا طع ط‬ ‫ضيع طكفشيينه طعطلىَ طويجنهنه طويليطيخفن ي‬ ‫صيوتطهب‬ ‫ض ط‬ ‫س أططحبدبكيم فطيليط ط‬ ‫ط ط‬ “Apabila salah seorang dari kalian bersin hendaklah ia meletakkan tangannya ke wajahnya dan mengecilkan suaranya.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim, IV/264 dan beliau menshohihkannya. Disepakati pula oleh adz-Dzahabi, dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 9353. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami’, no. 685) Betapa banyaknya orang yang terganggu atau terkejut dengan kerasnya suara bersin. Maka sudah selayaknya setiap muslim mengecilkan suaranya ketika bersin sehingga tidak mengganggu atau mengejutkan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ketiga : Memuji Allah Ta’ala Ketika Bersin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk mengucapkan tahmid tatkala bersin. Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫ يطيهصصنديبكبم ابصص طويب ي‬: ‫ فطيليطقبصصيل‬،‫ك ابصص‬ ‫صصصلنبح‬ ‫فطإ نطذا طقاَطل لطهب يطيرطحبم ط‬،‫ا‬ ‫ يطيرطحبم ط‬:‫صاَنحبببه‬ ‫ك ب‬ ‫س أططحبدبكيم فطيليطقبنل ايلطحيمبد لنلشنهطويليطقبيل لطهب أطبخيوهب أطيو ط‬ ‫إنطذا طعطط ط‬ ‫طباَلطبكيم‬ “Jika salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan Alhamdulillah, jika ia mengatakannya maka hendaklah saudaranya atau temannya membalas: yarhamukalloh (semoga Allah merahmatimu). Dan jika temannya berkata yarhamukallah, maka ucapkanlah: yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhori, no. 6224 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu) Dalam redaksi lainnya disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫فطإ نطذا طع ط‬،‫ب‬ ‫ب ايلبع ط‬ ‫ فططح ق‬،‫ا‬ ِ‫إنشن اط يبنح ب‬ ‫ق طعطلىَ بكمل بميسلنمم طسنمطعهب أطين يبطشممتطهب‬ ‫ط ط‬ ‫س طويطيكطرهب التشطثاَبؤ ط‬ ‫طاَ ط‬ ‫س فططحنمطد ط‬

30

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Jika salah seorang dari kalian bersin dan memuji Allah, maka wajib atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mengucapkan tasymit (yarhamukalloh) …” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6226 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu) Keempat : Mengingatkan Orang Yang Bersin Agar Mengcapkan Tahmid Jika Ia Lupa Jika kita mendapati orang yang bersin namun tidak memuji Allah Ta’ala, hendaklah kita mengingatkannya. Ini termasuk bagian dari nasihat. ‘Abdullah bin al-Mubarak melihat orang lain bersin tapi tidak mengucapkan Alhamdulillah, maka beliau berkata kepadanya, “Apa yang seharusnya diucapkan seseorang jika ia bersin?” Orang itu mengatakan, “Alhamdulillah.” Maka Ibnul Mubarak menjawab, “Yarhamukalloh.” Kelima : Tidak Perlu Mendo’akan Orang Yang Sudah Bersin Tiga Kali Berturut-Turut Demikianlah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam. Beliau bersabda: ‫ طولط يبطششم ي‬،‫ث فطهبطو طميزبكيومم‬ ‫ث‬ ‫ت بطيعطد ثطلط م‬ ‫فطإ نين طزاطد طعطلىَ ثطلط م‬،‫س أططحبدبكيم فطيليبطشمميتيه طجلنييبسبه‬ ‫إنطذا طعطط ط‬ “Jika salah seorang dari kalian bersin, hendaklah orang yang ada di dekatnya mendo’akannya. Dan jika (ia bersin) lebih dari tiga kali berarti ia sakit. Janganlah kalian men-tasymit bersinnya setelah tiga kali.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5034; Ibnus Sunni, no. 251; dan Ibnu ‘Asakir, 8/257. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalamShohiih al-Jaami’, no. 684) Dalam redaksi lainnya disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫طشمم ي‬ ‫ك ثطلطثثاَ فططماَ طزاطد فطهبطو بزطكاَمم‬ ‫ت أططخاَ ط‬ “Do’akanlah saudaramu yang bersin tiga kali dan bila lebih dari itu berarti ia sedang sakit.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5034 dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iiman, 7/32. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam al-Misykah, no. 4743) Ada seorang laki-laki bersin di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salla. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata, “Yarhamukalloh.” Kemudian ia bersin lagi, maka Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda: ‫طالشربجبل طميزبكيومم‬ “Laki-laki ini sedang sakit.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2993) Keenam : Tidak Mengucapkan Tasymit Terhadap Orang Kafir Yang Bersin Meskipun Ia MengucapkanAlhamdulillah Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, ‫طكاَطن ايليطهبيوبد يطتططعاَ ط‬ ‫ يطيهندييبكبم اب طويب ي‬:‫فطيطقبيوبل‬،‫ا‬ ‫صلنبح طباَلطبكيم‬ ‫يطيربجيوطن أطين يطقبيوطل لطهبيم يطيرطحبمبكبم ب‬-‫صشلىَ اب طعلطيينه طوطسلشطم‬ ‫ ط‬- ‫طبسيوطن نعينطد النشبنمي‬ Dahulu orang Yahudi sengaja bersin di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harapan Nabi mengatakan, “yarhamukumulloh (semoga Allah merahmatimu)” tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).”(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5038 dan At-Tirmidzi, no. 2739. Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih).

31

Daftar Pustaka Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Djojodibroto DR. 2017. Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2.Jakarta: EGC. (p: 43 – 47). GaniswaraSG, Setiabudy R,Suyatna ED, dkk. 2006. Farmakologi dan terapi Edisi 5, Jakarta: Gaya Baru

Ganong WF. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC. (p: 672 – 674). Irawati, N., Kasakeyan, E., Rusmono, N. Rinitis Alergi. 2008. Dalam: Buku AjarIlmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi keenam.Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 128-134 Sherwood, Lauralee. TAHUN. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC Soepardi EA, et all. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. (p: 106 – 111).

Sur, D.K; Plesa, M.L. 2015. Treatment of Allergic Rhinitis.

32

Related Documents


More Documents from "Nani Wae"