Optimasi Formula Tablet Lepas Lambat Ekstrak Kayu Manis Biofar .docx

  • Uploaded by: Bahiyah Romziyah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Optimasi Formula Tablet Lepas Lambat Ekstrak Kayu Manis Biofar .docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,790
  • Pages: 17
OPTIMASI FORMULA TABLET LEPAS LAMBAT EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni ) DENGAN MATRIKS HPMC – XANTHAN GUM MENGGUNAKAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN

Oleh Bahiyah Romziyah

050218A033

Baiq Yuliana Mardani

050218A034

Barniansyah

050218A035

Budi Darmawan

050218A036

Cahyati Saputri

050218A037

Christian Tobiasdi Sihotang

050218A038

Cucu Ria Savita

050218A039

Dearestha Ferdianthy Widodo

050218A040

Dede Harianto

050218A041

Della Yulia Putra

050218A042

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN 2018

KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Optimasi Formula Tablet Lepas Lambat Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Burmanni ) Dengan Matriks Hpmc – Xanthan Gum Menggunakan Metode Simplex Lattice Design”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Mohon maaf jika masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Ungaran,

Deseember 2018

Penyusun,

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Para ahli farmasi sering kali menghadapi tantangan dalam memilih dan

mengkombinasikan bahan dalam suatu formulasi untuk menghasilkan sifat fisik yang memenuhi persyaratan. Dalam hal ini, diperlukan upaya optimasi dalam menemukan kombinasi yang tepat untuk menghasilkan formula yang optimal. Formula yang optimal membutuhkan sebuah eksplorasi, agar semua sifat fisik

yang dihasilkan memenuhi

persyaratan. Teknik optimasi yang dapat digunakan untuk memperoleh formula optimal salah satunya adalah metode Simplex Lattice Design ( Bolton dan Bon, 2004). Metode Simplex Lattice Design digunakan untuk menentukan proporsi relatif bahan yang digunakan dalam suatu formula, sehingga diharapkan akan dapat dihasilkan suatu formula yang terbaik sesuai kriteria yang ditentukan. Dalam desainnya jumlah fraksi dari semua komponen adalah tetap yaitu sama dengan satu. Metode Simplex Lattice Design yang paling sederhana adalah dua variabel atau komponen dan dapat dinyatakan sebagai garis lurus (Kurniawan dan Sulaiman, 2009). Komponen yang dapat diaplikasikan diantaranya adalah matriks polimer Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Xanthan Gum. Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) merupakan polimer hidrofilik nonionik yang dapat berinteraksi dengan air membentuk lapisan gel. Pembentukan gel yang mengembang terjadi bersamaan dengan proses erosi sehingga dapat mengendalikan pelepasan obat menghalangi pelepasan obat dari sediaan. Xanthan gum merupakan matriks hidrofilik yang diperoleh dari Xanthomonas campestris yang bersifat biodegradabel, biokompatibel dan membentuk gel dalam air. Xanthan gum terhidrasi dengan cepat karena bersifat lebih mudah larut dalam air bila dibandingkan HPMC, namun memiliki sifat alir yang lebih baik daripada HPMC (Akash et al, 2010). Kedua sifat ini dapat dikombinasikan sebagai matriks dalam pengembangan sediaan tablet lepas lambat. Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasillkan efek terapeutik yang diinginkan

secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk mempelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel dkk, 2008). Saat ini, sediaan lepas lambat banyak dikembangkan untuk penyakit yang penggunaan obatnya terus menerus dalam jangka panjang, seperti diabetes. Penyakit Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (Sowers, 2001). Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olahraga dan diet. Tetapi kebanyakan penderita merasa kesulitan untuk melakukannya sehingga biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik per- oral. Obat hipoglikemik biasanya mengandung senyawa-senyawa yang bisa menghambat kerja enzim α-glukosidase yang berperan dalam pemecahan karbohidrat menjadi gula darah (Hanefeld, 2007). Salah satu senyawa yang dapat berperan sebagai penghambat aktivitas αglukosidase adalah sinamaldehid yang terdapat pada kayu manis (Cinnamomum burmanni). Sinamaldehid adalah senyawa mayor yang dikandung kayu manis selain minyak atsiri, eugenol, safrole, tannin, dan kalsium oksalat (Daswir, 2009). Sinamaldehid merupakan senyawa yang memiliki gugus fungsi aldehid dan alkena terkonjugasi cincin benzene (Gupta, et al, 2008). Sinamaldehid juga telah dianalisis dalam sediaan tablet konvensional dengan zat aktif ekstrak kayu manis pada dosis 280 mg/tablet untuk pengobatan diabetes tipe II (Pratiwi N. K., Rustiani, E., dan Almasyhuri, 2010). Namun, menurut Yuan et al pada tahun 1992 sinamaldehid memiliki bioavailabilitas oral yang rendah kurang dari 20% pada dosis 250 mg/kg dan 500 mg/kg yang diteliti pada tikus F344, sehingga perlu adanya pengembangan formulasi untuk meningkatkan bioavailabilitas contohnya dengan memformulasikannya dalam bentuk sediaan tablet lepas lambat. Mengingat sulitnya dalam menentukan proporsi kombinasi matriks HPMC dan Xanthan Gum untuk memperoleh formula optimal dengan sifat fisik yang memenuhi persyaratan, dan kandungan sinamaldehid dalam ekstrak kayu manis yang memiliki bioavailabilitas rendah pada penggunaannya sebagai anti diabetes, maka peneliti akan melakukan optimasi formula tablet lepas lambat ekstrak kayu manis

(Cinnamomum

burmanii) dengan kombinasi matriks HPMC dan Xanthan Gum dimana matriks hidrofilik membentuk gel menggunakan metode Simplex Lattice Design untuk memperoleh formula optimal.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.

Apakah ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii) dapat diformulasikan menjadi sediaan tablet lepas lambat dengan sifat fisik yang memenuhi persyaratan ?

2.

Berapa perbandingan komposisi kombinasi matriks HPMC dan Xanthan Gum untuk memperoleh formula optimal tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni) dengan parameter keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, diameter, ketebalan, dan disolusi secara in vitro menggunakan metode Simplex Lattice Design?

3.

Apakah sediaan tablet lepas lambat ekstrak kayu manis

(Cinnamomum burmanni)

memiliki sifat alir yang memenuhi persyaratan? 4.

Apakah tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni ) memiliki keseragaman bobot yang memenuhi persyaratan?

5.

Apakah tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni) memiliki kekerasan yang memenuhi persyaratan?

5. Apakah tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni) memiliki yang kerapuhan memenuhi persyaratan? 6. Apakah tablet lepas lambat ekstrak kayu manis

(Cinnamomum burmanni) memiliki

swelling index yang memenuhi persyaratan? 7. Apakah tablet lepas lambat ekstrak kayu manis

(Cinnamomum burmanni) memiliki

disolusi secara in vitro yang memenuhi persyaratan?

C. Tujuan Penelitian 1.

Tujuan umum Untuk memformulasikan ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni) menjadi sediaan tablet lepas lambat dengan sifat fisik yang memenuhi persyaratan dan mengetahui proporsi optimal matriks HPMC dan Xanthan Gum menggunakan metode Simplex Lattice Design .

2.

Tujuan Khusus a. Melakukan pengujian terhadap sifat alir sediaan tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii.) dengan matriks HPMC dan Xanthan Gum.

b. Melakukan pengujian terhadap keseragaman bobot sediaan tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni.) dengan matriks HPMC dan Xanthan Gum. c. Melakukan pengujian terhadap kekerasan sediaan tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni.) dengan matriks HPMC dan Xanthan Gum. d. Melakukan pengujian terhadap kerapuhan sediaan tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni.) dengan matriks HPMC dan Xanthan Gum. e. Melakukan pengujian terhadap swelling index sediaan tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni.) dengan matriks HPMC dan Xanthan Gum. f. Melakukan pengujian terhadap disolusi secara in vitro sediaan tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni.) dengan matriks HPMC dan Xanthan Gum.

D. Manfaat Penelitian 1. Dengan adanya penelitian ini, dapat mengetahui proporsi optimal matriks HPMC dan Xanthan Gum dalam formulasi sediaan tablet lepas lambat ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii.), sehingga dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di bidang industri farmasi. 2. Memberikan informasi bagi mahasiswa dan masyarakat tentang pemanfaatan ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii.) sebagai anti diabetes dalam bentuk sediaan tablet lepas lambat.

.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Adas . 1. Taksonomi Kayu Manis Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi

: Gymnospermae

Subdivisi : Spermatophyta Kelas

: Dicotyledonae

Sub kelas : Dialypetalae Ordo

: Policarpicae

Famili

: Lauraceae

Genus

: Cinnamomum

Spesies

: Cinnamomum burmanni

2. Morfologi Tanaman Tinggi pohon 1-12 m, daun lonjong atau bulat telur, warna hijau, Daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam rangkaian spiral. Panjangnya sekitar 9–12 cm dan lebar 3,4– 5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya hijau tua. Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning, ukurannya kecil. Buahnya adalah buah buni, berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah muda berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua (Rismunandar dan Paimin, 2001).

3. Kandungan Kimia Kayu Manis Minyak atsiri yang berasal dari kulit komponen terbesarnya ialah sinamaldehida 60– 70% ditambah dengan eugenol, beberapa jenis aldehida, benzyl-benzoat, phelandrene dan lain–lainnya. Kadar eugenol rata–rata 80–90%. Dalam kulit masih banyak komponen– komponen kimiawi misalnya: damar, pelekat, tanin, zat penyamak, gula, kalsium, oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya (Rimunandar dan Paimin, 2001). Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat. Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis diantaranya minyak

atsiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat, damar dan zat penyamak (Hariana, 2007).

4. Khasiat dan Manfaat Kayu Manis Minyak atsiri dari kayu manis mempunyai daya bunuh terhadap mikroorganisme (antiseptis) , membangkitkan selera atau menguatkan lambung (stomakik) juga memiliki efek untuk mengeluarkan angin (karminatif). Selain itu minyaknya dapat digunakan dalam industri sebagai obat kumur dan pasta, penyegar bau sabun, deterjen, lotion parfum dan cream. Dalam pengolahan bahan makanan dan minuman minyak kayu manis di gunakan sebagai pewangi atau peningkat cita rasa, diantaranya untuk minuman keras, minuman ringan(softdrink), agar– agar, kue, kembang gula, bumbu gulai dan sup (Rismunandar dan Paimin, 2001). Efek farmakologis yang dimiliki kayu manis diantara sebagai peluruh kentut (carminative), peluruh keringat (diaphoretic), antirematik, penambah nafsu makan (stomachica) dan penghilang rasa sakit (analgesic) (Hariana, 2007). Minyak kayu manis yang mengandung sinamaldehid

juga dapat mnghambat inhibitor aktivitas α-glukosidase sehingga

dapat

mengobati antidiabetes( Ngadiwiyana, dkk, 2011)

B. Diabetes Melitus Penyakit Diabetes millitus adalah penyakit gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah/hiperglikemia disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (Sowers, 2001). Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat.

The American Diabetes Association (ADA)

merekomendasikan beberapa parameter kadar ideal yang diharapkan yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes yang tertera pada tabel 1. Tabel 1. Parameter Kadar Ideal Yang Diharapkan Kadar Glukosa Darah Puasa

80–120mg/dl

Kadar Glukosa Plasma Puasa

90–130mg/dl

Kadar Glukosa Darah Saat Tidur (Bedtime

100–140mg/dl (pria)

blood glucose) Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur (Bedtime

110–150mg/dl (wanita)

plasma glucose) Kadar Insulin

<7 %

Kadar HbA1c

<7mg/dl

Kadar Kolesterol HDL

>45mg/dl (pria)

Kadar Kolesterol HDL

>55mg/dl (wanita)

Kadar Trigliserida

<200mg/dl

Tekanan Darah

<130/80mmHg

C. Sediaan Lepas Lambat Obat-obat dengan frekuensi penggunaan yang tinggi seringkali membuat pasien lalai dalam menggunakan obat sehingga dapat menggagalkan proses terapi. Oleh karena itu dalam mengatasinya, suatu obat dapat dimodifikasi menjadi sediaan lepas lambat (sustained-re lease). Dalam sediaan lepas lambat obat akan dilepaskan dari sediaannya dengan kecepatan lambat dan konstan dalam jangka waktu tertentu, sehingga akan sangat menguntungkan untuk tujuan pengobatan tertentu yang memerlukan kadar obat dalam plasma relative konstan pada jangka waktu lama. Sediaan lepas lambat (sustained-release) memberikan keuntungan lebih banyak dibanding bentuk sediaan konvensional, antara lain (Ansel, dkk, 2005): a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah sehingga efek farmakologisnya lebih stabil. b. Mengurangi frekuensi pemberian c. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien d. Mengurangi efek samping yang merugikan e. Kondisi pasien lebih cepat terkontrol f. Meningkatkan bioavabilitas pada beberapa obat g. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan karena lebih sedikit satuan dosis yang harus digunakan. Selain keuntungan, sediaan lepas lambat juga memiliki beberapa kerugian (Collet dan Moreton, 2002) antar lain: a. Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional b. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas secara cepat c. Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis d. Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran cerna

e. Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba-tiba mengalami keracunan maka untuk menghentikan obat dari system tubuh akan lebih sulit dibanding sediaan konvensional. f. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memilki dosis besar (500 mg).

D. Metode Simplex Lattice Design Suatu formula merupakan campuran yang terdiri dari beberapa komponen. Permasalahan umum dalam studi formulasi terjadi bila komponen-komponen formula diubah-ubah dalam upaya untuk mengoptimalkan hasil. Setiap perubahan fraksi dari salah satu komponen dari campuran akan merubah satu variabel atau bahkan lebih fraksi komponen lain. Metode Simplex Lattice Design dapat digunakan untuk menentukan proporsi relatif bahan-bahan yang digunakan dalam suatu formula, sehingga diharapkan akan dapat dihasilkan suatu formula yang paling baik sesuai dengan kriteria yang ditentukan (Kurniawan dan Sulaiman, 2009). Campuran akan mengandung sedikitnya 1 komponen dan jumlah fraksi dari semua komponen akan tetap yaitu sama dengan satu. maka : X1 + X2 + X3 +........+Xq = 1 Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari komponen-komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambar dengan q tiap sudut dan q-1 dimensi. Simplex Lattice Design yang paling sederhana adalah dengan 2 variabel atau komponen (Kurniawan, dan Sulaiman, 2009). Jika ada 2 komponen (q = 2) maka akan dinyatakan dalam satu dimensi dengan dua sudut yaitu merupakan gambar garis yang menyatakan banyaknya tiap komponen seperti terlihat pada gambar

Gambar 10. Simplex Lattice Design dengan dua komponen. Sumber : Amstrong dan James, 1996 Titik A merupakan suatu formula yang hanya mengandung komponen A, titik B menyatakan suatu formula yang hanya mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan semua kemungkinan campuran A dan B. Titik C menyatakan campuran 0,5 A dan 0,5 B (Amstrong dan James, 1996). Hubungan fungsional antara respon dengan komposisi dapat dinyatakan

dengan persamaan : Y = a (A) + b(B) + ab(A)(B)..............................................(1) Keterangan : Y

= respon

a

= koefisien percobaan dari A

b

= koefisien percobaan dari B

ab

= koefisien regresi interaksi A-B

A dan B

= fraksi proporsi dari tiap komponen

Koefisien diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon atau hasil yang diinginkan. Nilai A ditentukan, maka B dapat dihitung. Semua nilai didapatkan, dimasukkan ke dalam garis maka akan didapat contour plot yang diinginkan (Amstrong dan James, 1996). Penentuan formula optimum didapatkan dari respon total yang paling besar, respon total dapat dihitung dengan rumus, yaitu : R total = R1 + R2 + R3 + Rn.................................................................(2) R1, 2, 3, n merupakan respon masing-masing sifat fisik sediaan.

BAB III METODE PENELITIAN A. Cara Pengumpulan Data 1. Persiapan Sampel Kulit kayu manis dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dicuci bersih dan dikeringkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung (dengan ditutup kain hitam) selama 1 minggu. Setelah kering digiling dan diayak menggunakan mesh 40 (DepKes RI, 1985). 2. Pembuatan Ekstrak Kayu Manis Ekstrak kulit kayu manis dibuat dengan cara maserasi, yaitu 1 kg serbuk kayu manis dimasukan kedalam bejana, kemudian dituangi dengan 5 liter etanol 70%, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari kemudian dilakukan pengocokan sekali-kali setiap 6 jam sekali, agar terdistribusi merata, sari diserkai dan ampas diperas. Ampas ditambah etanol 70% secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 10 liter. Bejana ditutup dan didiamkan selama 3 hari. Kemudian endapan dipisahkan. Kemudian Semua maserat dikumpulkan lalu dikeringkan dengan menggunakan Vaccum dry hingga diperoleh ekstrak kering. 3. Desain Formula Tablet Lepas Lambat Formula tablet lepas lambat ini mengacu pada penelitian Iskandarsyah, Sutrio, dan Hayati D (2010) yang menggunakan matriks HPMC dan Xanthan Gum. Formula tersebut lalu diaplikasikan untuk pembuatan tablet lepas lambat dengan ekstrak Kayu manis dengan dosis 280 mg/tablet yang mengacu pada penelitian formulasi tabblet konvensional yang dilakukan oleh Pratiwi N. K., Rustiani, E., dan Almasyhuri (2010) untuk pengobatan diabetes. Penentuan kombinasi matriks HPMC dan Xanthan Gum menggunakan metode Simplex Lattice Design pada aplikasi Design Expert v.11.0. Tablet lepas lambat yang akan dibuat pada penelitian ini sebanyak 200 tablet dengan bobot 400 mg.

Tabel 2. Formula tablet lepas lambat ekstrak kayu manis. Bahan

Formula (mg) F1

F2

F3

F4

F5

Ekstrak kayu manis

280

280

280

280

280

HPMC

70

17.5

35

52.5

-

Xanthan Gum

-

52.5

35

17.5

70

Laktosa

46

46

46

46

46

Magnesium Stearat

4

4

4

4

4

Keterangan : Formula 1

: Perbandingan matriks kombinasi HPMC : Xanthan Gum = 100% : 0%

Formula 2

: Perbandingan matriks kombinasi HPMC : Xanthan Gum = 75% : 25%

Formula 3

: Perbandingan matriks kombinasi HPMC : Xanthan Gum = 50% : 50%

Formula 4

: Perbandingan matriks kombinasi HPMC : Xanthan Gum = 25% : 75%

Formula 5

: Perbandingan matriks kombinasi HPMC : Xanthan Gum = 0% : 100%

4. Pembuatan Tablet Lepas Lambat a. Semua bahan ditimbang sesuai formula. b. Campurkan ekstrak kering kayu manis dan bahan matriks (HPMC dan Xanthan Gum), serta laktosa hingga homogen. c. Ditambahkan aquades ke dalam campuran bahan sambil terus diaduk sehingga diperoleh massa granul yang homogen. d. Massa granul basah diayak dengan ayakan 8 mesh dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 5 jam. e. Massa granul kering diayak kembali dengan ayakan 16 mesh. Kemudian tambahkan magnesium stearat dan aduk hingga homogen. f. Massa granul dievaluasi sebelum dicetak menjadi tablet dengan ukuran 400 mg, kemudian dilakukan evaluasi tablet.

5. Evaluasi Tablet Lepas Lambat a. Sifat Alir Granul Dengan Metode Sudut Diam Sudut diam granul ditentukan dengan cara menimbang 100 gram granul dimasukkan ke dalam corong dan bagian bawah corong ditutup. Granul dibiarkan mengalir melalui corong, kemudian sudut diamnya dihitung dari unggun serbuk yang berbentuk kerucut dengan rumus

∝= h/r, adalah sudut diam, h adalah tinggi kerucut (cm), r adalah jari-jari kerucut (cm) (Voigt, 1984). b. Keseragaman bobot Sebanyak 20 tablet ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang dari 5% dari bobot rata-rata dan tidak satu pun tablet yang menyimpang lebih dari 10% dari rata-ratanya untuk tablet dengan bobot lebih dari 300 mg (Departemen Kesehatan RI, 1979). c. Kekerasan Tablet Kekerasan tablet ditentukan dengan cara tablet diletakkan pada alat hardness tester dengan skala awal 0, alat dijalankan sampai tablet pecah. Skala pada alat dibaca pada saat tablet pecah dan nilai yang diperoleh menyatakan kekerasan tablet dalam kg (Parrott, 1971). d. Kerapuhan Tablet Kerapuhan tablet ditentukan dengan menggunakan alat friability tester tipe Roche. Sebelumnya dua puluh tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang lalu masukkan dua puluh tablet tersebut ke dalam alat. Lalu alat dijalankan dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit (100 kali putaran), tablet dibersihkan dari debu kemu- dian ditimbang kembali. Selisih berat sebelum dan sesudah perlakuan dihitung. Tablet tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan jika kehilangan berat tidak lebih dari 1%. e. Swelling index Tablet ditimbang (W1) dan diletakkan di cawan petri yang berisi 5 mL buffer phosfat pH 6.8 (Hiremath et al, 2009), kemudian diinkubasi pada suhu 37oC ± 20C selama 180 menit dan dibiarkan mengembang. Pada menit ke 60, 120, dan 180 menit tablet diambil dari cawan petri, kemudian ditimbang sebagai berat akhir tablet (W2) (Patel et al, 2007). f. Disolusi secara in vitro Uji dilakukan menggunakan alat uji disolusi aparatus 1 (tipe keranjang) pada suhu 37 o ± 0,5oC dengan kecepatan 100 rpm selama 8 jam. Uji disolusi dilakukan pada media 900 ml larutan dapar klorida pH 1,2 selama 2 jam pertama dan kemudian dilanjutkan pada medium 900 ml larutan dapar fosfat pH 7,2 selama 6 jam berikutnya. Cairan sampel diambil sebanyak 10 ml pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 240, 360, dan 480. Sampel diukur serapannya dengan menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum sinamaldehid. Kemudian persentase obat yang terlepas dihitung dan dibuat profil pelepasannya. Profil pelepasan diperoleh dengan memplot presentase obat yang dilepaskan terhadap waktu.

B. Pengolahan dan analisis data Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap hasil dari kelima formula sediaan tablet lepas lambat matriks HPMC dan Xanthan Gum yang mengandung ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni). Data yang diperoleh dari hasil sifat alir, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, swelling index, dan disolusi secara in vitro dimasukkan dalam Simplex Lattice Design pada Design Expert 11.0. (trial) dengan faktor HPMC dan Xanthan Gum, sehingga diperoleh persamaan Simplex Lattice Design yang menunjukkan pengaruh kedua faktor dan countour plot nya. Masing-masing parameter diberikan bobot sesuai tingkat kepentingannya, dan target parameter yang diinginkan sehingga akan diperoleh formula optimal.

DAFTAR PUSTAKA Akash, M.S.H., Khan, I.U., Shah, S.N.H., Asghar S.,, Massud A., Qadir M.I., Akbar A. 2010. Sustained Release Hydrophilic Matrices Based On Xanthan Gum And Hydroxypropyl Methylcellulose: Development, Optimization, In Vitro And In Vivo Evaluation. J App Pharm 4 (2) : 89-103. Amstrong, N, A., and James, K.C., 1986, Pharmaceutical Experimental Design and Interpretation , 205-215, Taylor and Francis Ltd, London, Gunpowder Square. Ansel, H.C., 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah. Jakarta, UI Press. Bolton, S.,Bon., C. 2004. Pharmaceutical Statistics: Practical and Clinical Applications, Fourth edition. Marcel Dekker. Ink., New York. 592-595. Collet J., and Moreton C. Modified Release Per Oral Dosage Form. Dalam : Aulton, M.E, Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, Edisi II, Churcill Livingstone, Edinburgh-London-NewYork-Philadelphia-St Louis Sydney-Toronto, 289-305 Daswir, 2009, Profil Tanaman Kayu Manis di Indonesia (Cinnamomum spp.), Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta Gupta, C., A. P. Garg, R. C. Uniyal, dan A. Kumari, 2008, Antimicrobial Activity of Some Herbal Oils Against Common Food- borne Pathogens,

African Journal of

Microbiology Research, Volume 2, Pages 258-261, ISSN 1996-0808. Hanefeld, M., 2007, Cardiovascular benefit and Safety Profile of Acarbose Therapy in Prediabetes and Established Type 2 Diabetes, Cardiovasc Diabetol 6:20 Hariana, A. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2 . Jakarta : Penebar Swadaya. Hiremath JG, Sarfaraz MD, Hiremath D, Sarudkar SA. 2009. Preparation and Physicochemical Characterization of Simvastatin Loaded Mucoadhesive Bilayered Tablet. Indian Journal of Novel Drug Delivery.1(1):18-24 Iskandarsyah, Sutrio, dan

Hayati D. 2010. Pengaruh Kombinasi Hidroksipropil

Metilselulosa- Xanthan Gum Sebagai Matriks Pada Profil Pelepasan Tablet Teofilin Lepas Terkendali. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VII, No. 3, Desember 2010, 5870.

J.H Yuan, M.P Dieter, J.R. Bucher, and C.W Jameson. 1992. Toxicokinetics of Cinnamaldehyde in F344 Rats. Food and Chemical Toxicology. Kurniawan, D.W., dan Sulaiman, S.T.N, 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu, Yogyakarta, Indonesia, hal 92-97 Ngadiwiyana, Ismiyarto,

Nor Basid A.P. dan Purbowatiningrum R.S. 2011. Potensi

sinamaldehid hasil isolasi minyak kayu manis sebagai senyawa antidiabetes. Majalah Farmasi Indonesia, 22(1), 9 – 14. Patel VM, Brajapati BG, Patel MM. 2007. Design And Characterization of ChitosanContaining Mucoadhesive Buccal Patches of Propranolol Hydrochloride. Acta Pharm. 57: 61–72 Pratiwi N. K., Rustiani, E., dan Almasyhuri, 2010. Formulasi Sediaan Tablet Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum Burmani Nees Ex Blume. Cortex) Dengan Metode Granulasi Basah Dan Analisis Sinamaldehid (PTP1B). Program Studi Farmasi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor. Rismunandar dan Farry B. Paimin. 2001. Kayu Manis Budidaya dan Pengolahan. Jakarta : Penebar Swadaya. Sower, J.R., Epstein, M., and Frohlich, E.D,2001, Hypertention and Cardiovascular disease: an Update Hypertention , 37,1053-1105 Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi kelima, diterjemahkan oleh Soewandhi, S.M., Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Related Documents


More Documents from "Nadia Eka Pratiwi"