Nilai Budaya Sedekah Bumi Sebagai Tradisi Tahunan Di Kabupaten Bojonegoro.docx

  • Uploaded by: Egin Satria
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Nilai Budaya Sedekah Bumi Sebagai Tradisi Tahunan Di Kabupaten Bojonegoro.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,364
  • Pages: 6
NILAI BUDAYA DAN KEPERCAYAAN SEDEKAH BUMI (NYADRAN) SEBAGAI TRADISI TAHUNAN DI KABUPATEN BOJONEGORO Oleh: WahyuSatriaEginata 165040200111068 Program Studi Agroekoteknologi Universitas Brawijaya Malang [email protected] Abstrak : Budaya yang terdapat dalam negara Indonesia sangat beragam dimana setiap daerah memiliki ciri khas dan kepribadian masing masing yang tidak dimiliki daerah lain. Salah satunya desa straturejo kabupaten Bojonegoro yang memiliki tradisi budaya sedekah bumi (nyadran ). Nyadran adalah sebuah tradisi dimana memnngambarkan rasa syukur masyarakat karena alam yang memberikan kelancaran dalam panen serta sebagai acara doa kepada sesepuh desa yang telah meninggal. Dalam penelitian ini Nyadran memiliki tujuan selain sebagai rasa syukur juga sebagai cara untuk silaturahmi antar masyarakat dan untuk mengenalkan kepada generasi selanjutnya agar tradisi ini tetap lestari. Tujuan diadakan nyadran yaitu bukan hanya untuk syukuran semata yaitu supaya memberikan hasil yang lebih baik kedepanya baik panen maupun masyarakatnya. Nyadran juga memiliki peran dan nilai nilai yaitu nilai Sosiologi, Nilai Teologis, dan nilai Teologis. Manfaat diadakanya nyadran masyarakat agar lebih dekat dengan individu lainya dan sang pencipta. Perumusan masalah dalam artikel nonpenelitian ini adalah (a) pelaksanaan sedekah bumi (b) pandangan Nyadran (c) nilai yang terkandung dalam sedekah bumi. Keywords: Sedekah bumi (Nyadran), Budaya Bojonegoro, Tradisi Nyadran PENDAHULUAN Manusia merupakan mahluk yang tidak bisa hidup secara individu dimana manusia saling membutuhkan tidak terkecuali kepada alam. Pada intinya manusia tidak lepas dari alam Sehingga tidak dapat dipungkiri jika dalam kehidupan manusia terdapat lingkaran kehidupan yang saling keterkaitan antara manusia dengan alam atau lingkungan dimana manusia tersebut berada. Dalam hal ini alam telah memberikan apa yang dibutuhkan manusia, sehingga manusia memberikan hal timbal balik dengan apa yang diperolehnya, dimana manusia memiliki tindakan yang berbeda beda. Manusia dapat melakukan sebuah tindakan sebagai wujud dari balas budi atau timbal balik yang positif pada lingkungan (alam) tempat manusia mencari penghidupan. Disinilah muncul budaya yang turun temurun dilakukan oleh manusia terhadap alam. Dimana budaya tersebut terbawa turun temurun tanpa ada yang tahu siapa yang mengawali. Budaya memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dimana budaya dapat mempersatukan perbedaan dan mempererat persaudaraan dalam masyarakat. Dimana di Indonesia banyak terdapat banyak budaya atau kebiasaan masyarakat di daerah yang sangat beragam. Dimana disetiap adat tersebut berlangsung memiliki arti yang berbeda pula dan tujuanya dalam hal apa di setiap daerahnya. Dalam hal ini setiap budaya punya rangkaian yang bermacam macam tergantung nilai nilai yang ada di dalamnya. Salah satu daerah yang memiliki budaya tersebut adalah daerah Jawa Timur tepatnya Kabupaten Bojonegoro. Kabupaten Bojonegoro merupakan kota kecil yang padat penduduknya dengan mayoritas bekerja sebagai petani. Di Bojonegoro memiliki budaya turun temurun yaitu sedekah

bumi dimana bertujuan untuk mengucap syukur setiap tahunya atas apa yang telah diberikan Tuhan melalui alam yang sangat subur. Tradisi sedekah bumi dilaksanakan setiap satu tahun sekali biasanya setelah panen dan bertepatan hari jadi Kabupaten Bojonegoro. Hal tersebut telah dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang dan lama kelamaan menjadi suatu tradisi di wilayah tersebut. Prosesi sedekah bumi merupakan semua masyarakat daerah berkumpul di balai kota dengan membawa makanan sertahasil panen dari sawah mereka. Prosesi sacral dimana doa atas rasa syukur beserta disertai pembuatan gunung makanan yang diarak keliling alun alun kota. Acara tersebut berakhir dengan pembagian gunungan makanan yang telah dibuat, yang dirasa makanan tersebut mengandung berkah. Berdasarkan dari uraian diatas, dalam memahami nilai budaya dan spiritual yang terkandung dalam budaya sedekah bumi di daerah Bojonegoro sehingga dalam uraian tersebut disajikan tentang pembasan: (a) pelaksanaan sedekah bumi (b) pandangan Nyadran (c) nilai yang terkandung dalam sedekah bumi. Dari pembahasan tersebut pembaca diharapkan mengetahui tradisi yang berada di daerah serta lebih mengerti nilai budaya dari daerah lain. SEDEKAH BUMI/NYADRAN Sedekah bumi adalah semacam upacara atau jenis kegiatan yang intinya untuk mengingat kepada Sang Pencipta Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya kepada manusia di muka bumi ini khususnya kepada keluarga petani yang hidupnya bertopang pada hasil bumi di pedesaan atau pinggiran kota yang masyarakatnya bertani. Menurut Yoeti dalam Puniatun (2011) Sedekah bumi adalah taradisi rutin yang dilaksanakan turun temurun. Seiring berjalannya waktu dan jaman yang semakin canggih, pelaksanaan tradisional sedekah bumi masih dilestarikan dan diuri-uri kebudayaannya. Sedekah bumi yang sering disebut sebagai Nyadran, dimana tradisi ini dilakukan turun menurun dari nenek moyang dengan tujuan untuk bersyukur kepada Tuhan yang telah memberi alam yang sangat subur dengan melimpahnya air dan berkah panen dari lading para petani. Dimana mereka mengucap syukur dengan mengadakan sedekah bumi dengan membuat tumpeng yang diisi dengan hasil panen mereka dan diarak keliling. Sedekah bumi/ nyadran juga disebut juga sebagai ajang silaturahmi atau mempererat tali persaudaraan masyarakat Bojonegoro, dimana hal tersebut menjadi titik kumpul masyarakat bersama merayakan hasil panen dan berkah yang telah diberikan Allah SWT. Seluruh masyarakat melakukan doa brsama untuk mensyukuri apa yang mereka dapat, setelah itu beramai ramai masyarakat makan bersama dan berebut gunungan hasil panen yang telah di percaya mendapat berkah yang sebelumnya diarak keliling. Dalam nyadran ini masyarakat terlihat antusias dengan diajaknya seluruh keluarganya, tua, dewasa, anak anak , semua masyarakat ikut andil dalam acara ini. Hal ini terlihat dari kerelaan masyarakat untuk menyumbangkan hasil panennya berupa padi, buah, dan sayuran. Hasil panen tersebut di susun menyerupai gunungan yang tingginya hingga 1,5 meter yang kemudian dibawa ke makam sesepuh daerah. Pinisepuh yang memimpin pelaksanaan sedekah bumi (Nyadran) menginstruksikan kepada masyarakat untuk mengikuti pelaksanaan sedekah bumi dengan baik dan tertib hingga selesai. Sebagai penghormatan masyarakat kepada leluhur yang telah wafat, maka pinisepuh

memimpin doa bersama untuk almarhum dan almarhumah leluhur di makam. Makam leluhur yang terkenaldan sering dikunjungi dalam pelaksanaan sedekah bumi. Setelah berdoa bersama, beberapa tokoh masyarakat memberikan sambutan sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan dilaksanakannya sedekah bumi (Nyadran) tersebut. Setelah itu, semua masyarakat yang mengikuti prosesi sedekah bumi (Nyadran) makan bersama di tempat tersebut. Terdapat sekitar sepuluh “ambeng” yang diletakkan dalam “tampah” atau tempat makanan dari rajutan bambu. Semua masyarakat terlihat rukun satu sama lain, sehingga solidaritas masyarakat terjalin sangat erat. Makanan yang ada di tempat dianggap masyarakat sebagai makanan yang mengandung banyak berkah dari Allah SWT. Tidak hanya itu setelah prosesi Nyadran biasanya juga disertai dengan penampilan seni budaya daerah yang ada, seperti pagelaran tabuh gamelan, seni tari (tayuban), dan pagelaran wayang. Kesenian budaya daerah ditampilkan langsung oleh masyarakat setempat. Meskipun pelaksanaannya dari pagi hingga malam, masyarakat masih sangat berantusias mengikuti pagelaran seni budaya tersebut. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa masyarakat Sraturejo, Bojonegoro adalah mayoritas beragama Islam, sehingga dalam pelaksanaan (Nyadran) juga terlihat bernuansa islami. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya berdoa bersama, membaca tahlil, dan ceramah agama yang dilaksanakan di malam harinya. PANDANGAN MASYARAKAT DAN KEPERCAYAAN TRADISI NYADRAN Pelaksanaan sedekah bumi (Nyadran) oleh masyarakat Bojonegoro tidak hanya sekedar dilaksanakan, namun juga memiliki tujuan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari beberapa informan menyatakan bahwa tujuan dari sedekah bumi (Nyadran) yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat merupakan ungkapan rasa syukur atas rahmat, dan limpahan rezeki yang Allah SWT berikan. Masyarakat Sraturejo, Bojonegoro beranggapan bahwa agama Islam merupakan agama yang sangat toleran terhadap semua kebaikan yang menjadi tradisi masyarakat. Sehingga masyarakat tidak berkeinginan untuk meninggalkan apa yang telah menjadi tradisi lama masyarakat. Diantara tradisi yang masih dilakukan adalah mengunjungi makam leluhur yang telah berjasa membuka lahan tempat tinggal masyarakat (babat alas desa), melestarikan apa yang menjadi kesenian budaya daerah, bersilaturahmi dengan sesama masyarakat di tempat yang dianggap bersejarah, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, agar masyarakat tidak meninggalkan ajaran agama Islam, maka dalam pelaksanaan (Nyadran) disisipi beberapa kegiatan yang bernuansa islami. Hal tersebut sesuain dengan yanga ada lama kutipan Ichmi dalam O’Dea (1994) Dalam artian bahwa kebudayaan merupakan suatu sistem makna-makna simbolis (symbolic system of meanings) yang sebagian diantaranya memberikan pandangan pada suatu hal yang menjadi kenyataan dan menjadi keyakinan masyarakat. Kemudian sebagian yang lainnya menjadi beberapa harapan normatif bagi masyarakat. Adapun tujuan pelaksanaan sedekah bumi (Nyadran) adalah memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa hal tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat di masa mendatang. Harapannya, dengan diadakannya sedekah bumi (Nyadran) setiap tahunnya, maka hasil bumi akan melimpah di tahun berikutnya. Tujuan lain dilaksanakannya sedekah bumi (Nyadran) oleh masyarakat Sraturejo, Bojonegoro adalah untuk mengingat para leluhur yang telah meninggal dunia, jasa-jasa leluhur dalam usahanya melakukan pembukaan lahan (babat alas) yang sampai sekarang ditempati masyarakat untuk membangun rumah tinggal dan mencari kehidupan. Penghormatan tersebut dalam prosesi sedekah bumi (Nyadran) dilakukan dengan membawa berbagai macam hasil bumi ke tempat dekat pemakaman leluhur.

Berdasarkan dari pandangan agama diyakini masyarakat di kabupaten Bojonegoro bahwa tradisi yang berulang kali dilakukan hingga menjadi sebuah rutinitas merupakan sebuah simbolis ketaatan beragama. Selain itu kebudayaan masyarakat merupakan pola nilai-nilai, ide, dan sistem simbolik yang membentuk sekaligus menjadi sebuah arahan perilaku masyarakat (Ujan, dkk. 2009: 23). Dengan demikian, tradisi dalam sebuah kebudayaan pada masyarakat merupakan simbolisasi untuk menjadi sarana terbentuknya perilaku masyarakat sesuai dengan norma yang sengaja dibentuk oleh masyarakat itu sendiri. Kemudian, bagaimana pandangan Islam sendiri terhadap keberadaan budaya yang telah menjadi sebuah tradisi masyarakat. Pada hakikatnya keberadaan sebuah budaya tidak terlepas membicarakan tentang simbolisme, begitu pula dalam menyikapi al Quran dan sunnah sebagai sumber atau pedoman dalam Islam. Ahli syariat mengatakan bahwa sebagian besar yang ada didalam budaya Islam yang sudah mentradisi di kalangan masyarakat kebanyakan berupa simbolik dan sulit untuk dipahami. Penjelasan tersebut telah memperkuat bahwa keberadaan tradisi sedekah bumi (Nyadran) yang dilakukan secara simbolik juga dapat mempunyai makna atau tujuan sendiri bukan semata-mata untuk ingkar atau tidak taat beragama. Hanya saja disini terdapat adaptasi antara tradisi yang sudah mapan dan melekat pada masyarakat dengan ajaran baru yang harus diterima masyarakat juga. Sehingga tidak jarang umat Islam selalu diberikan sebuah nasehat untuk selalu berfikir dalam memahami segala fenomena yang diperlihatkan dalam realita sosial, supaya tidak terjadinya salah pemahaman. Berkaitan dengan padangan dan sikap agama terhadap sebuah tradisi. dapat dikaitkan pula dengan penjelasan kaidah dari Imam Syafi’i yang disebutkan bahwa menghormati pemikiran yang terlahir di lingkup masyarakat seperti pemikiran Imam Mujtahid dan menjadi panutan masyarakat itu lebih baik daripada memperdebatkan sunnah yang masih ikhtilah (Kholil, 2011: xvi). Terkait dengan hal yang demikian, maksud dari penjelasan tersebut yaitu sesama umat muslim hendaknya menjunjung tinggi kehidupan yang harmonis daripada harus membuat persoalan yang dapat mencerai beraikan umat, asalkan kesemuanya itu tidak melampaui batas dari ajaran-ajaran Islam. PERAN DAN NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SEDEKAH BUMI Setiap prosesi budaya yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat tidak lepas dari maksud serta tujuan yang terkandung didalamnya. Dalam melaksanakan budaya sedekah bumi masyarakat desa Pancur juga tidak lepas dari makna yang menjiwai dilaksanakannya prosesi budaya tersebut. Dalam beberapa wawancara yang sudah peneliti lakukan secara umum masyarakat mengatakan bahwa budaya sedekah bumi tetap dilakukan dengan tujuan untuk mengucapkan rasa syukur atas limpahan rizki dari hasil panen yang diberikan oleh Tuhan yang maha esa. Selain dari pada itu melestarikan budaya nenek moyang juga menjadi bukti bahwa generasi penerus tetap menghormati dan melestarikan warisan budaya. Sedangkan secara umum nilai yang terkandung dari pelaksanaan sedekah bumi di Desa straturejo Kabupaten Bojonegoro adalah meliputi : A. Nilai sosiologis, dimensi terpenting dari ritual sedekah bumi ini adalah memberikan makna sosial religious kepada umat atau masyarakat yang melangsungkan Ritual tersebut. Aspek religiusitas dari pelaksanaan ritual sedekah bumi, hendaknya dapat diserap oleh masyarakat sehingga dapat berdaya guna untuk menimbulkan perubahan sosial ke arah yang makin baik yaitu terciptanya suatu kebersamaan dan kekompakan. Kekompakan dari masyarakat dalam pelaksanaan sedekah bumi pada masyarakat di Desa Pancur, dapat memberikan makna tersendiri dalam menciptakan atmosfir kebersamaan dalam meningkatkan keeratan sosial di tengah kehidupan

masyarakat yang semakin individualis dalam kehidupan masyarakat global. Makna tradisi sedekah bumi dapat diberikan reinterpretasi sebagai media untuk mewujudkan solidaritas sosial. B. Nilai teologis, Sikap pasrah kepada penguasa alam dan hormat kepada leluhur merupakan salah satu karakter masyarakat pedesaan yang mayoritas hidup sebagai petani, sikap itu bahkan sudah melekat dan menjadi budaya masyarakat jawa pada umumnya. C. Nilai ekologis, Selanjutnya nilai yang terdapat dari pelaksanaan sedekah bumi ini adalah nilai cinta pada alam sekitar sebagai bukti rasa cinta masyarakat pada Tuhannya, masyarakat Desa Pancur Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro tetap melestarikan dan menjaga keberadaan sendang yang menjadi tempat dilaksanakannya prosesi ritual sedekah bumi, sehingga demi menjaga agar sumber air yang ada pada sendang tersebut tetap ada, masyarakat Desa Pancur Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro tetap membiarkan kondisi sekitar sendang tumbuh dengan pepohonan yang rindang karena dengan banyaknya pohon di daerah sekitar sendang maka sumber air yang ada disendang tersebut akan tetap ada. Karena dengan tradisi Byadran ini Mereka bisa bertemu ditempat ini sambil syukuran bareng, tukar menukar ambeng dengan gembira, hal tersebut memang tampak dari wajah wajah para warga yang terlihat ceria bahagia tanpa beban. Masyarakat sangat antusias dalam acara ini karena semua golongan berkumpul disini untuk merayakan hasil panen dan syukur dengan apa yng telah mereka dapatkan. PENUTUP Sedekah bumi (Nyadran) merupakan tradisi rutin yang ada di daerah Bojonegoro, dimana hal itu ditujukan untuk bersyukur kepada ALLAH SWT karena telah memberi berkah terhadap hasil panen. Nyadran nerupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang yang terus dilestarikan. Selain sebagai wujud rasa syukur nyadar juga diyakini sebagai ajang silaturahmi. Dimana seluruh masyarakat terpusat pada gunungan hasil panen yang diyakini memiliki berkah bagi yang mendapatnya, selain itu dalam prosesi nyadran beberapa budaya juga ditampilkan didalamnya agar tradisi tidah hilang dan tetap lestari. Dalam pandangan Islam yang merupakan agama mayoritas di Bijonegoro hal tersebut diyakini berasal dari rutinitas nenek moyang yang akhirnya terbiasa dan menjadi sebuah tradisi, hal tersebut masih bisa dimaklumi asal tidak melebihi atau melanggar norma agama yang berlaku. Nilai nilai yang terkandung dalam tradisi sedekah bumi (nyadran) meliputi nilai sosiologi, niali teologis, dan nilai ekologis. Dimana pada tradisi ini masyarakat bisa berinteraksi satu sama lain untuk saling mengenal dan mempererat tali persaudaraan. Diharapkan berlangsungnya tradisi nyadran terus dilaksanakan terus menerus untuk tradisi tersebut tetap terjaga dan dapat menjadi daya Tarik Kabupaten Bojonegoro, Serta agar bertambahnya wawasan masyarakat tetntang budaya di macam macam daerah. Serta pemahaman – pemahaman tentang budaya di Indonesia khususnya Kabupaten Bojonegoro. Diharapkan kepedulian kaum muda semakin terpacu dalam budaya asli Daerahnya dan mampu mengenalkanya ke Dunia luar.

DAFTAR RUJUKAN Tulus. 2015. Sedekah bumi Desa Pancur Bojonegoro. Universitas Islam Negeri Surabaya Arinda Ichmi Yani. 2014. SEDEKAH BUMI (NYADRAN) SEBAGAI KONVENSI TRADISI JAWA DAN ISLAM MASYARAKAT SRATUREJO BOJONEGORO. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Puniatun. 2011. Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai Upaya Untuk Memelihara Kebudayaan Nasional. PPKN IKIP Veteran Semarang Yoeti, A.Oka. 1993. Komersialisasi Budaya Dalam Pariwisata. Bandung : Angkasa. O’dea, Thomas F. 1996. Sosiologi Agama (Suatu Pengenalan Awal). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ujan, Andre, dkk. 2009. Multikulturalisme. Jakarta: PT. Indeks. http://www.bojonegorokab.go.id/berita/baca/575/Kades_Growok_:_Ritual_Sedekah_Bumi_S ebagai_Sarana_Silaturrahmi_ (Diakses pada tanggal 11 juni 2017) http://www.bojonegorokab.go.id/berita/baca/418/Nyadran-Sraturejo,-Kenalkan-SejarahDesa-Kepada-Generasi-Muda (Diakses pada tanggal 11 juni 2017)

Related Documents


More Documents from "dyah setyowati"