3. Keragaman Arthropoda dan Penyakit A. Keragaman Arthropoda Pada pengamatan keragaman arthropoda dan penyakit dilakukan dengan menentukan 5 titik sampel pada setiap plot, dengan menggunakan alat perangkap yaitu sweepnet, pitfall, dan yellowtrap. Pengamatan yang telah dilakukan ditemukan beberapa serangga diantaranya sebagai berikut : Tabel 1. Keragaman Arthropoda Lokasi pengambilan Nama Lokal sampel Plot 1 Laba - Laba Ulat Grayak Jangkrik Semut Hitam Kumbang Spot O Ngengat Kumbang Spot M Semut Merah Plot 2 Semut Hitam Jangkrik Lalat Buah Lipas Kayu Nyamuk Lalat Kutu Putih Lalat Penggorok Daun Plot 3 Laba-Laba Semut Hitam Kumbang Spt M Latal Bibit Ulat Tanah Ngengat Plot 4 Kumbang Spot M Nyamuk Laba-Laba Semut Hitam Penggerek Batang Jagung Ngengat
Nama Ilmiah
Jumlah
Peran
Lycosa sp. Spodoptera litura Gryllidae Dolichoderus thoracicus Epilachna sparsa Amata huebneri Menochilus sexmaculatus Dolichoderus thoracicus Gryllus sp. Bactrocera dorsalis Cryptocercus garcial Culicidae sp. Musca domestica Pseudococcus sp.
2 2 4 29 3 5 1 15 19 3 3 2 12 7 8
MA H SL MA H H MA MA MA SL H SL SL SL H
Lyriomiza huidobrensis
1
H
Lycosa sp. Formicidae Menochilus sexmaculatus
Menochilus sexmaculatus Culicidae Lycosa sp. Dolichoderus thoracicus
7 49 6 4 3 1 3 3 4 5
MA MA MA H H SL MA SL MA MA
Ostriniafurnacalis
1
H
Amata huebneri
45
SL
Solenopsis invicta
Atherigona sp Agrothis sp Amata huebneri
Dari data keragaman arthropoda diatas didapatkan hasil bahwa pada masing-masing plot memiliki keragaman yang berbeda, dimana pada plot 1 (Hutan) ditemukan arthropoda yang sebagian besar berperan sebagai musuh alami
seperti laba-laba (Lycosa sp.),semut hitam (Dolichoderus thoracicus), semut merah (Solenopsis invicta), kumbang spot M (Menochilus sexmaculatus) sisanya berperan sebagai musuh alami dan hama. Pada plot 2 (Agroforestri) ditemukan arthropoda yang sebagian besar berperan sebagai serangga lain dan hanya beberapa yang berperan sebagai hama seperti lalat buah (Bactrocera dorsalis), kutu
putih (Pseudococcus
sp.) dan lalat
penggorok daun (Lyriomiza
huidobrensis). Pada plot 3 (Tanaman semusim) dan plot 4 (tanaman semusim + pemukiman) ditemukan arthropoda yang sebagian besar berperan sebagai musuh alami seperti laba-laba (Lycosa sp.), semut hitam (Formicidae) dan kumbang spot M (Menochilus sexmaculatus), sisanya berperan sebagai serangga lain dan hama. Tabel 2. Indeks Keragaman (H’), Indeks Dominasi (D), dan Indeks Kemerataan Pielou (E) Indeks Kemerataan Pielou (E)
Titik Pengambilan Sampel
Indeks Keragaman (H’)
Indeks Dominasi (D)
Plot 1
1.21
0.47
0.58
Plot 2
1.75
0.21
0.80
Plot 3
0.98
0.50
0.54
Plot 4
1
0.57
0.55
Berdasarkan perhitungan indeks keragaman, indeks dominasi dan indeks kemerataan pada plot 1 (hutan), plot 2 (agroforestri), plot 3 (tanaman semusim), plot 4 (tanaman semusim+pemukiman) didapatkan hasil bahwa tidak adanya dominasi pada keempat plot dengan penggunaan lahan yang berbeda dan indeks kemerataan menunjukkan bahwa pada plot 1, 3, dan 4 tergolong kemerataan jenis sedang, sedangkan plot 2 tergolong kemerataan jenis tinggi, kemudian pada indeks keragaman yang paling tinggi yaitu pada plot 2 (agroforestri) dengan nilai 1.75 dimana arthropoda yang berperan sebagai hama sebesar 21%, musuh alami 34%, dan serangga lain sebesar 43%, hal tersebut dikarenakan pada penggunaan lahan
agroforestri
memiliki
jumlah
vegetasi
yang
beragam
sehingga
mengindikasikan keragaman arthropoda juga tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Immy (2013) bahwa jumlah arthropoda tanah di hutan lindung
maupun agroforestri lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya, hal itu disebabkan karena agroforestri memiliki keanekaragaman vegetasi yang tinggi. Pada plot 1 (Hutan) memiliki indeks keragaman yang tidak berbeda jauh dengan plot 2 yaitu 1.21 dimana arthropoda pada penggunaan lahan hutan yang berperan sebagai hama sebesar 21%, musuh alami 34%, dan serangga lain 43%, hutan merupakan ekosistem yang memiliki keragaman arthropoda yang tinggi sebab hutan memiliki kerapatan tertentu sehingga dapat membentuk iklim mikro yang mampu menunjang keberadaan arthropoda (Arifin, 2007). Pada plot 3 ditemukan arthopoda yang memiliki keragaman yang tergolong rendah yaitu 0.98 (< 1.0) dengan persentase arthropoda yang berperan sebagai hama sebesar 10%, musuh alami 88%, dan serangga lain 1%. Pada plot 4 didapatkan hasil hampir sama dengan tanaman semusim yaitu 1 dengan persentase arthropoda yang berperan sebagai hama sebesar 1%, musuh alami 19%, dan serangga lain 78%. Aminatun (2009) menyatakan, keberadaan musuh alami berhubungan dengan cara pengelolaan lahan pertanian yang dapat dilakukan dengan cara melakukan modivikasi melalui pola tanamnya.
B. Intensitas Penyakit Tanaman Tabel 3. Intensitas Penyakit Tanaman Titik Pengambilan Sampel Titik 1
Nama Penyakit
Jenis Patogen dan Gejala
-
-
Jumlah Jumlah daun daun dalam 1 yang tanaman terserang
Intensitas Penyakit (%)
-
-
-
24
7
7,29
48
13
8,33
98
27
14,79
37
10
16,2,
99
15
9,84
U3 Hutan Titik 2 U4
Bercak daun (Mycosphaerella coffeicola)
Agroforestri (kopi)
Titik 3 U2 Tanaman Semusim (Jagung)
Titik 4 U1 Pemukiman (TS)
Hawar daun dan karat (Helminthosporium dan Puccinia polysora)
Penyakit ini disebabkan oleh patogen jamur. Gejalanya yaitu daun terdapat bercak berwarna kuning yang membentuk lingkaran dan terdapat serbuk (spora) Penyakit ini disebabkan oleh jamur. Gejala karat terdapat bercak kecil, daun berwarna cokelat,sedangkan gejala hawar terdapat bercak kecil dan memanjang, daun seperti terbakar.
Bulai Penyakit ini (Peronosclerospora disebabkan oleh maydis) patogen jamur. Gejalanya yaitu daun berwarna kuning (klorosis) hingga kecoklatan-hitam.
7 17
6
20
9
30
21
10
50
9
50
11
60
31
50
11
3
18,8
12
7
37,5
11
2
9,09
6
2
27,78
9
3
29,63
Pada pengamatan penyakit, plot 1 tidak ditemukan adanya penyakit karena tidak dilakukan pengamatan sebab vegetasinya terlalu tinggi dan kurang efektif
jika
dilakukan
pengamatan.
Plot
2
ditemukan
penyakit
bercak
daun
(Mycosphaerellacoffeicola), pada plot 3 plot ditemukan penyakit hawar daun (Helminthosporium) dan Karat daun (Puccinia polysora) sedangkan pada plot 4 ditemukan penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis). Dari perhitungan intensitas penyakit didapatkan bahwa intensitas penyakit paling tinggi terdapat pada plot 3. Intensitas penyakit dilakukan denga metode skoring yang menggunakan 5 tanaman sampel. Plot 3 dengan penggunaan lahan tanaman semusim memiliki intensitas penyakit yang tinggi karena disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung. Penyakit karat daun pada tanaman jagung (Puccinia polysora) dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan maupun musim kemarau (Denny, 2013). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Akhsan (2015) bahwa penyakit tanaman muncul karena adanya varietas yang rentan, tingginya virulensi patogen dan didukung oleh beberapa faktor seperti iklim dan praktek budidaya, ketika tanaman pada satu plot itu sama maka bisa mempermudah penularan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA Aminatun, T. 2009. Teknik Konservasi Musuh Alami Untuk Pengendalian Hayati. Lipi. Jakarta. Arifin, K dsn Trisningsih. 2007. Jenis Serangga Tanaman Pangan dan Musuh Alaminya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Bogor Denny, I., Hasanuddin, dan Lahmuddin. 2013. Uji ketahanan beberapa varietas jagung (Zea mays L.) terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw.) di Dataran Rendah. Jurnal online agroekoteknologi. Vol 1 (3) : 759-765. Immy Suci, dan B. Farista. 2013. Keanekaragaman Arthropoda Permukaan Tanah di Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam Kerandangan Lombok Barat. Jurnal Biologi Tropis. Vol 13 (1) : 39-42. Ni’matuljannah Akhsan dan Pratiwi Jati. 2015. Pengaruh Waktu Terhadap Intensitas Penyakit Blast dan Keberadaan Spora Pyicularia grisea pada Lahan Padi Sawah (Oryza sativa) di Kecamatan Samarinda Utara.