Lp_skizofrenia[1].docx

  • Uploaded by: satria
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp_skizofrenia[1].docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,944
  • Pages: 24
A. Konsep Teori 1. Definisi Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu (Videbeck, 2010). Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre. ODS (orang dengan skizofrenia) menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi (Nurarif dan Hardhi, 2013). 2. Etiologi a. Faktor Presipitasi (Faktor Pencetus) 1) Keturunan Telah

dibuktikan

dengan

penelitian

bahwa

angka

kesakitan bagi saudara tiri 0,9%-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68%, kembar 2 telur 2-15% dan kembar satu telur 61-86%. 2) Endokrin

Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya

skizofrenia

pada

waktu

pubertas,

waktu

kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan. 3) Metabolisme Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang, berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenetik. 4) Susunan saraf pusat Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensafalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefak pada waktu membuat sediaan. 5) Teori Adolf Meyer Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SPP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang enferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi

timbulnya

skizofrenia.

Menurut

Meyer

skizofrenia

merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme). 6) Teori Sigmund Freud Skizofrenia terdapat, (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik. (2) superego dikesampingkan sehinga tidak bertenaga lagi dan id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme. (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehinga terapi psikoanalitik tidak mungkin. 7) Eugen Bleuler Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan

atau

perasaan

dan

disharmoni perbuatan.

antara Bleuler

proses

berfikir,

membagi

gejala

skizofrenia menjadi 2 kelompok, yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan halusinasi,

dan dan

otisme), gejala

gejala

sekunder

katatonik

psikomotorik yang lain). b. Faktor Predisposisi (Faktor Pendukung)

atau

(waham, gangguan

1) Teori Biologis Penelitian-penelitian (Heston, 1997, Gottesman, 1978) telah mengindikasikan bahwa faktor-faktor genetik yang pasti

mungkin

terlibat

dalam

perkembangan

suatu

kelainan psikosis. Tampak bahwa individu-individu yang berada pada risiko tinggi terhadap kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung yang lain). Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir, terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu “kekacauan” dari sel-sel pyramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia, tetapi sel-sel tersebut dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia tampak tersusun rapih. 2) Teori Psikososial a) Teori

sistem

keluarga,

menurut

Bowen

(1978),

menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu disfungsi keluarga. Konflik diantara suami-isteri akan

mempengaruhi

keluarga

yang

selalu

anak

yang

berfokus

menghasilkan pada

ansietas,

sementara anak harus meninggalkan ketergantungan

totalnya pada orang tua masuk ke dalam masa dewasa, di masa ini anak tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dewasanya. b) Teori interpersonal Sullivan (1953) mengatakan orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua- anak yang penuh dengan ansietas

tinggi,

dipertahankan

bila

konsep

tingkat dirinya

ansietas akan

anak

mengalami

ambivalen, pesan-pesan yang membingungkan tidak mampu membentuk rasa percayanya kepada orang lain maka terjadilah kemunduran dalam psikosis ditandai dengan rasa tidak aman dalam suatu hubungan. c) Teori Psikodinamik Hartman (1964) menegaskan bahwa perkembangan yang dihambat oleh suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara orang tua-anak akan mengakibatkan ego menjadi lemah, penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu mengalami ansietas menjadi maladaptive, perilakunya sering merupakan penampilan dari segmen Id dalam kepribadiannya

d)

3. Klasifikasi Skizofrenia Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain : a. Skizofrenia Simplek Sering timbul pertama kali pada usia puberitas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar di temukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan. b. Skizofernia Hebefrenia Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan

adanya

depersinalisasi

atau

double

personality.

Gangguan psikomotor seperti manerisme, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali. c. Skizofernia katatonia Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering di dahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. d. Skizofernia paranoid Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham

sekunder

dan

halusinasi.

Dengan

pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan. e. Episode skizofrenia akut Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya. f.

Skizofrenia Residual Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

g. Skizofrenia Skizo Afektif Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi (Skizo depresif) atau gejala mania (Psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi. 4. Manifestasi Klinis Gejala

epidosi

akut

dari

skizofrenia

meliputi

membedakan antara khayalan dan kenyataan

tidak

bisa

halusinasi

(terutama mendengar suara-suara bisikan), delusi (keyakinan yang salah namun dianggap benar oleh penderita), ide-ide karena pengaruh luar (tindakannya dikendalikan oleh pengaruh dari luar

dirinya), proses berfikir yang tidak berurutan (asosiasi longgar), ambiven (pemikiran yang saling bertentangan), datar, tidak tepat atau efek yang labil, autisme (menarik diri, dari lingkungan sekitar dan hanya memikirkan dirinya), tidak mau bekerja sama, menyukai

hal-hal

yang

dapat

menimbulkan

konflik

pada

lingkungan sekitar dan melakukan serangan balik secara verbal maupun fisik kepada orang lain, tidak merawat diri sendiri, dan gangguan tidur maupun nafsu makan. Setelah terjadinya episode psikotik akut, biasanya penderita skizofrenia mempunyai gejala-gejala sisa (cemas, curiga, motivasi menurun, kepedulian berkurang, tidak mampu memutuskan sesuatu, menarik diri dari hubungan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, sulit untuk belajar dari pengalaman, dan tidak bisa merawat diri sendiri) Yuliani Elin (2009) dalam Nurarif dan Hardhi (2013). Gejala menurut Bleuler dalam Direja (2011). a. Gejala primer 1) Gangguan proses pikir (bentuk, langkah, dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi.

2) Gangguan afek emosi Terjadi kedangkalan afek-emosi. Paramimi dan paratimi (incongruity of affect/inadekuat). Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan. Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik. 3) Gangguan kemauan. Terjadi kelemahan kemauan. Perilaku negativisme atas permintaan. Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain. 4) Gejala Psikomotor Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme. Stereotipi. Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama. Echolalia dan Echopraxi. 5) Autisme. b. Gejala Sekunder Waham, Halusinasi.

5. Penatalaksanaan a. Medis Pada fase akut, obat fenotiazin diberikan dalam dosis besar, seiring dengan ECT (elektroconvulsif terapi). Harus diberikan terapi pemeliharaan selama beberapa tahun dikarenakan angka kekambuhan akan meninggi, sewaktu obat dicoba untuk dihentikan. Karena banyak klien gagal minum obat secara teratur, maka banyak dipakai preparat bermasa kerja lama (misal Flufenazin dekanoat) yang diberikan setiap dua sampai empat minggu. Namun dalam pemberian terapi ini harus mendapat ijin terlebih dahulu dari klien atau keluarga. b. Keperawatan Terapi sosial diperlukan. Skizofrenia memerlukan rehabilitasi intensif, sosial dan industrial, tetapi jumlah rangsangan harus cocok dengan kebutuhan individu. Rangsangan berlebihan akan menyebabkan kekambuhan, rangsangan terlalu kecil terbukti telah meneruskan penarikan diri dan kronisitas. Yang

penting

adalah

usaha-usaha

preventif

berupa

:

menghindari frustasi-frustasi dan kesulitan-kesulitan psikis lainnya. Menciptakan kontak-kontak sosial yang sehat dan baik. Membiasakan klien memiliki sikap hidup (attitude) positif, dan mau melihat dari depan dengan rasa keberanian.

B. Konsep Askep 1. Pengkajian Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan

kebutuhan

atau

masalah

klien.

Data

yang

dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sunden,1998). Cara pengkajian lain berfokus pada lima dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Isi pengkajian meliputi: a. Identitas Klien Identitas pasien yang dikaji adalah nama, umur, alamat, agam asuku/bangsa, riwayat penyakit pasien sekarang, riwayat penyakit keluargaHal- hal penting yang perlu dikaji pada kasus skizoprenia

yaknisimtomatologi.

Simtomatologi

(

Data

Subjektif dan Objektif ) pada kliendengan Skizofrenia, Delusi dan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan Psikosis didapatkan (Townsend , 1998; 148):

1)

Autisme Merupakan suatu keadaan yang berfokus pada batiniah (inner side). Seseorang mungkin saja menciptakan dunianya

sendiri.

Kata-kata

dan

kejadian-kejadian

tertentu mungkin mempunyai arti yang khusus untuk orang yang psikosis, arti suatu simbolik alamiah yang hanya dimengerti oleh individu tersebut. 2)

Ambivalen emosional Kekuatan emosi cinta, benci dan takut menghasilkan banyak konflik dalam diri seseorang. Setiap kali terjadi kecenderungan untuk mengimbangi orang lain sampai netralisasi emosional terjadi dan akibatnya individu tersebut akan mengalami kelesuan atau rasa acuh tak acuh.

3)

Afek taksesuai Afeknya dasar, tumpul dan seringkali tidak sesuai (misalnya pasien tertawa ketika mencerikan kembali kematian salah satu orang tuanya).

4)

Kehilangan

asosiatif

Istilah

ini

menggambarkan

disorganisasi pikiran yang amat sangat dan bahasa verbal dari orang yang psikosis. Pikirannya sangat cepat, disertai dengan perpindahan ide dari suatu pernyataan ke pernyataan berikut. 5)

Ekolalia Orang yang psikosis seringkali mengulangi katakata yang didengarnya.

6)

Ekopraksia Orang yang psikosis sering kali mengulangi gerakan orang lain yang dilihatnya (ekolalia dan ekopraksia adalah hasil dari batas ego seseorang yang sangat lemah).

7)

Neologisme Orang yang psikosis menciptakan kata-kata baru yang tidak bermakna apa-apa untuk orang lain, tetapi memiliki arti simbolik untuk dirinya sendiri.

8)

Pikiran konkret Orang yang psikosis memiliki kesukarab untuk berpikir abstrak dan mengartikan hanya secara harafiah aspek-aspek yang ada di lingkungannya

9)

Asosiasi gema/clang Orang yang psikosis menggunakan kata-kata bersajak dengan suatu pola yang menyimpang dari ketentuan yang sebenarnya.

10) Kata-kata tak beraturan Orang yang psikosis akan memakai kata-kata bersama-sama secara acak dan tak beraturan tanpa hubungan yang logis. 11) Delusi Istilah ini menunjukkan adanya ide-ide atau keyakiankeyakinan

yang

salah.

Jenis-jenis

waham

ini

mencangkup: a) Kebesaran : seseorang memiliki suatu perasaan berlebihan dalam kepentingan atau kekuasaan.

b) Curiga : seseorang merasa terancam dan yakin bahwa orang lain bermaksud untuk membahayakan atau mencurigai dirinya. c) Siar : semua kejadian dalam lingkungan sekitar diyakini merujuk/terkait pada dirinya. d) Kontrol : seseorang percaya bahwa objek atau orang tertentu mengontrol perilakunya. 12) Halusinasi Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkinmeliputi salah satu dari kelima pancaindra. Halusinasi pendengarandan penglihatan yang paling umum terjadi, halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi. 13)

Regresi Suatu

mekanisme

mendasar

yang

pertahankan

digunakan

oleh

ego

yang

seseorang

paling yang

psikosis. Perilaku seperti anak-anak dan teknik-teknik yang dirasa aman untuk dirinya digunakan. Prilaku sosial yang tidak sesuai dengan terlihat dengan jelas. 14)

Religius Orang yang psikosis menjadi penuh dengan ide-ide religius, pikiran mekanisme pertahankan yang digunakan

dalam suatu usaha untuk menstabilkan dan memberikan struktur bagi pikiran dan perilaku disorganisasi. 2. Diagnosa Keperawatan a. Mencederai diri sendiri atau orang lain b. Isolasi sosial c. Defisit perawatan diri 3. Perencanaan No. Diagnosa 1.

Rencana Tindakan Keperawatan

Mencederai diri sendiri Tujuan umum : atau

orang

lain Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain atau

berhubungan dengan:

lingkungan

a. Kurang percaya diri: Tujuan khusus : kecurigaan

terhadap 1. Klien dapat hubungan saling percaya:

orang

a.Bina hubungan saling percaya

b. Panik

1) Salam terapeutik

c.Reaksi

2) Perkenalan diri

kemarahan/amok

3) Jelaskan tujuan interaksi

d.Instruksi

dari

halusinasi f.Berjalan g.Tindakan

4) Ciptakan lingkungan yang tenang 5) Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan

bolak

balik

agresif

:

tujuan merusak secara langsung benda-benda

(topik, waktu dan tempat berbicara). b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya. c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

yang

berada

lingkungan

dalam

sekitarnya.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya. a. Lakukan kontak sering dan singkat rasional:untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya. b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya;bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah-olah ada teman bicara. c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya. 1). Bila klien menjawab ada, lanjutkan;apa yang dikatakan? 2) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya. 3) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien. 4) Katakan bahwa perawat akan membantu klien. d. Diskusikan dengan klien tentang: 1) Situasi yang dapat menimbulkan /tidak menimbulkan halusinasi.2) Waktu dan frekuensi terjadinyahalusinasi (pagi, siang sore, malamatau bila sendiri atau bila jengkel /sedih)

e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah/ takut/ sedih/

senang)

dan

berkesempatan

mengungkapkan perasaan. 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya a. Identifikasi bersama klien cara/ tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/ marah/ menyibukan diri) b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian. c. Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya halusinasi : 1).

Katakan “saya tidak mau dengan kamu”

(pada halusinasi) 2). Menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota

keluarga

untuk

bercakap-cakap

mengatakan halusinasinya) 3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul. 4) meminta orang lain (perawat / teman, anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri. d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus/

mengontrol halusinasi secara bertahap. e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil. f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok

(orientasi

realisasi

dan

stimulasi

persepsi). 4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya: a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi b.

Diskusikan

dengan

keluarga

(pada

saat

berkunjung/ pada saat kunjungan rumah) 1) Gejala halusinasinya yang dialami klien 2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi. 3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama. 4) Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain 5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :

a. Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat. b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya c. Anjurkan klien bicara dengan dokter/ perawat tentang efek dan efek

samping obat yang

dirasakan. d.

Diskusikan

akibat

berhenti

obat

tanpa

konsultasi. Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar cara, benar waktu) 2.

Isolasi sosial : menarik Tujuan umum : diri

berhubungan Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara

dengan a.

bertahap

Kurangnya

percaya

diri

rasa Tujuan khusus : kepada 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

orang lain

dengan perawat

b. Panik

a. Bina hubungan saling percaya

c. Waham d.

Sukar

1) Salam terapeutik berinteraksi

2) Perkenalan diri

dengan orang lain pada

3) Jelaskan tujuan interaksi

masa lampau

4) Ciptakan lingkungan yang tenang

e. Represi rasa takut.

5) Bina kontrak yang jelas pada setiap pertemuan

(topik, waktu dan tempat berbicara). b.

Beri

kesempatan

untuk

mengungkapkan

perasaanya tentang penyakit yang diderita c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien. d. Katakan pada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggungjawab serta mampu menolong dirinya sendiri. 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif dimiliki klien. Dapat dimulai dari bagian tubuh yang berfungsi dengan baik, kemampuan lain yang dimiliki oleh klien, aspek positif (keluarga, lingkungan) yang dimiliki klien. Bila klien tidak mampu

mengidentifikasi

maka

dimulai

oleh

perawat memberi pujian terhadap aspek positif klien. b. Setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian negatif. Utamakan memberikan pujian yang realistis. 3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan a. Diskusikan selama sakit

misal: penampilan klien dalam “self care”, latihan fisik dan ambulasi serta aspek asuhan terkait dengan gangguan fisik yang dialami klien. b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaanya setelah plan sesuai dengan kondisi sakit klien. 4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki: a. Rencanakan bersama klien aktifitas bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan

bantuan

sebagian,

kegiatan

yang

membutuhkan bantuan total. b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh

klien

lakukan

(kadang

klien

takut

melaksanakanya). 5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuanya. a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang tela direncanakan b. Beri pujian atas keberhasilan klien

c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah 6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada a. Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga diri rendah b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat Bantuan keluarga menyiapkan lingkungan dirumah. 3.

Defisit

perawat

diri Tujuan umum :

berhubungan dengan

Klien mampu merawat diri sehingga penampilan diri

a. Menarik diri

menjadi adekuat

b. Regresi

Tujuan khusus :

c. Issability

1. Klien dapat mengidentifikasi kebersihan diri a. Dorong klien menggunakan perasaan tentang keadaan dan kebersihan dirinya. b.

Dengan

ungkapan

klien

dengan

penuh

kemampuan

klien

perhatian dan empati c.

Beri

pujian

atas

mengungkapkan perasaan tentang kebersihan dirinya. d. Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri e. Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri 2.

Klien

mendapat

dukungan

keluarga

dalam

meningkatkan kebersihan dirinya. a. Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri klien b. Diskusikan dengan keluarga c.

Motivasi

keluarga

dalam

berperan

aktif

memenuhi kebutuhan perawatn diri klien d. Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluarga.

Daftar Pustaka Keliat, Budi Anna, dkk. 2001. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. EGC : Jakarta. Keliat, Budi Anna& Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. EGC :Jakarta. Setyoadi & Kushariyadi, 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatrik. Salemba Medika : Jakarta. Kusumawati, Farida & Hartono, Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Selemba Medika : Jakarta. Townsend, Mary C. 2010. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan dan Medikasi Psikotropik. Edisi 5. EGC : Jakarta. Videbeck, Sheila. L.2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.EGC :Jakarta.

More Documents from "satria"