Neoliberalisme Dan Kemiskinan

  • Uploaded by: elfitra baikoeni
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Neoliberalisme Dan Kemiskinan as PDF for free.

More details

  • Words: 1,342
  • Pages: 6
NEOLIBERALISME DAN KEMISKINAN Telaah Kritis Tentang Dampak Ekonomi Pasar Bebas Oleh : Elfitra Baikoeni

Ibu, aku tidak punya data komplit tentang ketidakadilan Hanya mataku terpaku di hingar jalan raya aspalan Kendaraan bikinan jepang itali amerika laju Tetapi abang-abang becak disingkirkan oleh kebijaksanaan pembangunan, Ibu. ( Wiji Thukul, dalam “Kepada Ibu” )

“Jeratan” Neoliberalisme Setelah mengalami krisis ekonomi sejak tahun 1998, sampai saat sekarang nampaknya perekonomian kita belum juga pulih seperti sediakala. Setelah berkalikali berganti presiden, kita masih juga dililit berbagai persoalan seperti tingginya angka pengangguran 1 dan angka kemiskinan 2 sebagai bukti bahwa perekonomian kita yang belum juga benar-benar stabil. Terlepas dari

kompleksnya masalah yang terjadi, sebagian masyarakat

nampak kecewa dan menilai kinerja dari pemerintah jauh dari harapan. Menurut hemat penulis, faktor utama yang menyebabkan terasa lambannya kinerja pemerintah dalam mengatasi krisis adalah tidak adanya keleluasaan (kemandirian) pemerintah untuk mengambil keputusan (decision making) terhadap persoalan itu terutama yang menyangkut keputusan sosio-ekonomi yang penting. Berbagai kebijakan ekonomi yang akan diambil pemerintah harus disesuaikan dan mendapat “persetujuan” dari lembaga ekonomi internasional seperti IMF dan Bank Dunia. 1

Menurut catatan resmi angka pengangguran kita “hanya” sekitar 10 juta. Tetapi kalau juga dihitung pengangguran tersembunyi tentu saja angka ini akan semakin besar, apalagi setelah pemerintah menaikkan harga BBM, banyak rakyat miskin kota dan nelayan yang kemudian “menganggur”.

1

Indonesia sebagaimana negara-negara dunia ketiga miskin lainnya sudah “terjerat” pada sejumlah perjanjian yang dibuat negara-negara industri maju dalam sebuah ideologi ekonomi yang disebut pasar bebas, globalisasi atau lebih tepatnya neoliberalisme. Seperti yang kita tahu bersama, sejak lama negara kita dalam membangun dan membiayai dirinya tergantung kepada utang dan pinjaman luar negeri yang berasal dari lembaga-lembaga keuangan tersebut. Neoliberalisme dan Sistem dan Cara Kerjanya Untuk memahami pengertian umum, neoliberalisme dapat diartikan sebagai cara-cara untuk mengusahakan agar perdagangan antar bangsa menjadi lebih mudah. Maksudnya, mengusahakan barang-barang, sumber daya dan perusahaanperusahaan lebih bebas bergerak, dalam upaya mendapatkan sumber daya yang lebih mudah, untuk memaksimalkan keuntungan dan efisiensi. (Pradana, 2005 ; Setiawan, 2006). Adapun yang menjadi prinsip-prinsip dasar dari pelaksanaan neoliberalisme (Martinez dan Garcia, 1997), adalah sebagai berikut : 1. Aturan Pasar Membebaskan perusahaan-perusahaan swasta dari setiap keterikatan yang dipaksakan

pemerintah.

Keterbukaan

sebesar-besarnya

atas

perdagangan

internasional dan investasi. Mengurangi upah buruh lewat pelemahan serikat buruh dan penghapusan hak-hak buruh. Tidak ada lagi kontrol harga,

sepenuhnya

kebebasan total dari gerak modal, barang dan jasa. 2. Memotong Pengeluaran Publik untuk Pelayanan Sosial Ini ditujukan seperti terhadap sektor pendidikan dan kesehatan, pengurangan anggaran untuk ‘jaring pengaman’ untuk orang miskin, dan sering juga pengurangan anggaran untuk infrastruktur publik, seperti jalan, jembatan, air bersih, ini juga guna mengurangi peran pemerintah. Di lain pihak mereka tidak menentang adanya subsidi dan manfaat pajak (tax benefits) untuk kalangan bisnis. 3. Deregulasi Mengurangi

peraturan-peraturan

dari

pemerintah

yang

bisa

mengurangi

keuntungan pengusaha (swasta). 4. Privatisasi 2

Laporan pengembangan SDM menyebut kalau jumlah orang miskin di Indonesia merosot dari 23 % menjadi 18 % antara 1999 dan 2000, namun antara 35-50 % rakyat Indonesia terancam jatuh ke bawah garis kemiskinan. (Prasetyo, 2005).

2

Menjual BUMN-BUMN di bidang barang dan jasa kepada investor swasta. Termasuk bank-bank, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, bahkan juga air minum. Selalu dengan alasan demi efisiensi yang lebih besar, yang nyatanya berakibat pada pemusatan kekayaan ke dalam sedikit orang dan membuat publik membayar lebih banyak. 5. Menghapus Konsep Barang Publik Menggantinya dengan “tanggungjawab individual”, yaitu menekankan rakyat miskin untuk mencari sendiri solusinya atas tidak tersedianya perawatan kesehatan, pendidikan, jaminan sosial dan lain-lain; dan menyalahkan mereka atas kemalasannya. Kalau kita cermati pengertian dan cara kerja dari sistem ekonomi neoliberalisme saat ini, ternyata telah begitu jauh menyimpang dari pemikiran ekonomi liberal klasik. Landasan dasar pemikiran ekonomi liberalisme klasik adalah gagasan anti naturalistik tentang pasar dan kompetisi. Konsep pasar (market) dilihat sebagai salah satu dari berbagai macam model hubungan sosial bentukan manusia. Pasar bukanlah suatu gejala alami seperti gempa bumi atau musim semi, misalnya. Dalam gejala alami tersebut, bahkan seandainya tidak ada manusia sekalipun hukum-hukum alami itu akan tetap berlaku. Oleh karena pasar bukanlah gejala alami, maka pasar dapat diciptakan dan dibatalkan menurut desain dari kehendak manusia. Tidak ada ekonomi yang terpisah dari politik, sebagaimana tidak ada politik yang terlepas dari ekonomi, sehingga kinerja pasar juga membutuhkan adanya tindakan-tindakan “politik” yang bertugas menciptakan sederet kondisi bagi beroperasinya keadilan dan kompetitif (Pradana, 2005). Kemiskinan dalam Realita Masyarakat Kita Kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat kita kebanyakan adalah kemiskinan yang terjadi akibat kebijakan dan sistem ekonomi yang diterapkan pemerintah tidak mampu menyediakan atau mendorong terciptanya lapangan kerja yang layak dan memadai, jadi gejala kemiskinannya bersifat struktural. Menurut Soemardjan (1980) kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat yang karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Prinsip ekonomi pasar bebas secara terang-terangan menolak campur tangan negara, dengan demikian pasar dengan bebas dikendalikan oleh pemilik

3

modal. Sudah bisa diramalkan bahwa kelas bawah, kelompok miskin dan kaum buruh akan dieksploitasi dan nasibnya sangat tergantung kepada kekuasaan kelompok kapitalis Peran negara sebagai regulator dihilangkan menjadi semata-mata penyedia infrastruktur bagi berputarnya roda-roda perekonomian.

Pengeluaran negara

untuk subsidi kebutuhan dasar masyarakat dipangkas seperti pendidikan, kesehatan, dan pertanian, menyebabkan beban yang ditanggung kelompok menengah-bawah

semakin

berat

untuk

dipikul.

Sebagai

contoh,

dengan

dihapuskannya subsidi pupuk dan pestisida bagi petani, menyebabkan biaya yang dikeluarkan tidak lagi sebanding dengan hasil panen yang mereka peroleh. Belum lagi kebutuhan

bagi biaya sekolah anak-anak yang meningkat, menyebabkan

jutaan petani kita di perdesaan mengalami penurunan mutu kehidupan

atau

meningkatnya kemiskinan. Dalam kondisi yang demikian para petani yang hidup dengan pola subsistensi (produsen), lalu berubah menjadi massa konsumsi (konsumen) dan akhirnya membutuhkan barang-barang dan produk impor dari negara-negara maju. Peran

dan

tanggung

jawab

pemerintah

untuk

layanan

pendidikan

masyarakat dihilangkan, bukan hanya berdampak semakin tidak terjangkaunya pendidikan bagi orang miskin, tetapi menyebabkan secara permanen pendidikan beralih menjadi lahan baru untuk digarap oleh kaum kapitalis 3 . Penerapan status BHMN di sejumlah PTN menyebabkan kian tingginya biaya kuliah dan semakin tersingkirnya orang miskin dari peradaban dan kemajuan. Di daerah perkotaan, sudah sejak lama adanya keluhan akan gejala komersialisasi pendidikan dengan tinggi tarifnya uang masuk SD, SLTP dan SLTA. Sebuah perubahan dan fenomena ironis dalam dunia pendidikan yang terjadi saat ini, bila dibandingkan dengan zaman Orde Baru, yang justru pernah gencar-gencarnya dengan program “wajib belajar”. Penyelenggaraan pendidikan swasta telah bergeser dari tujuan mencerdaskan bangsa menjadi prilaku bisnis yang mencari keuntungan. Kebijakan deregulasi dan privatisasi oleh negara-negara dunia ketiga tidak lain bertujuan agar negara-negara maju ikut ambil bagian (investasi dari kelebihan modal yang dimiliki) memperoleh keuntungan. Pada era pemerintahan sebelumnya (Megawati), dengan alasan efisiensi sejumlah BUMN “dilego” kepada investor

3

Meskipun sudah jelas-jelas tercantum dalam UUD 45, alokasi anggaran pendidikan sebanyak 20 %, dalam kenyataan pemerintah hanya mengeluarkan 4,1 %, dari total APBN kita yang Rp. 368,8 triliun.

4

asing, termasuk diantaranya perusahaan yang mengatur hajat hidup pokok rakyat, seperti listrik, air bersih 4 , telekomunikasi, dan pabrik semen. BAHAN BACAAN Alfian (et.al). 1980. Kemiskinan Struktural; Sebuah Bunga Rampai. Jakarta : Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial. Budiman, Arief. 1990. Sistem Perekonomian Pancasila dan Ideologi Ilmu Sosial di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Gorz, Andre. 2005. Anarki Kapitalisme. Yogyakarta : Resist Book. Hasan, M. Fadhil. Refleksi: “Masalah Pengangguran dan Kemiskinan”. Jurnal Bisnis & Ekonomi Politik. Volume 7, No. 1 Januari 2006. Jakarta : INDEF. Martinez, Elizabeth dan Arnoldo Garcia, “What is Neo-Liberalism?”, Third World Resurgence No. 99/1998. Petras, James. 2004. Jalan Ketiga ; Mitos dan Realitas. Jakarta : IGJ dan Lembaga Pembebasan. Pradana, Rifky. 2005. “Neo-Liberalisme, Siapakah Dia?”. www.kau.or.id/file/artikel. Diakses tanggal 1 Juli 2006. Prasetyo, Eko. 2005. Orang Miskin Tanpa Subsidi. Yogyakarta : Resist Book. Remi, Sutyastie Soemitro. “Korelasi Pembangunan Ekonomi, Manusia, dan Kemiskinan di Indonesia”. Jurnal Bisnis & Ekonomi Politik. Volume 7, No. 1 Januari 2006. Jakarta : INDEF. Setiawan, Bonnie. 2006. “Ekonomi Pasar Yang Neo-Liberalistik Versus Ekonomi Berkeadilan Sosial”. Makalah diskusi publik Forum Komunikasi Partai Politik dan Politisi untuk Reformasi. Tanggal 12 Juni 2006 di DPR-RI Jakarta. Shah, Anup. 2001. “Kepentingan Utama Globalisasi”. dalam Neoliberalisme : Memimpikan Penghisapan Tak Henti-Hentinya. Jakarta : IGJ dan Lembaga Pembebasan.

4

Di Jakarta, kelompok keluarga miskin mengeluarkan sekitar 30 % dari penghasilan tiap harinya untuk hanya pemenuhan kebutuhan air bersih.

5

6

Related Documents

Neoliberalisme
May 2020 15
Tugas Kemiskinan Dan Korupsi
December 2019 19
Kemiskinan
November 2019 54
Kemiskinan
July 2020 36

More Documents from "Agus Pakpahan"