Keterampilan Menulis Untuk Ilmu Sosial

  • Uploaded by: elfitra baikoeni
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Keterampilan Menulis Untuk Ilmu Sosial as PDF for free.

More details

  • Words: 968
  • Pages: 4
KETRAMPILAN MENULIS UNTUK MAHASISWA ILMU SOSIAL Oleh : Elfitra Baikoeni EMAIL : [email protected]

M

enulis skripsi adalah satu bentuk latihan bagi mahasiswa untuk berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah adalah salah satu bentuk pencarian kebenaran ilmu pengetahuan dengan metode dan prosedur sistematis tertentu, mulai dari pengumpulan data, analisa data sampai penarikan kesimpulan yang hasilnya tersebut bisa diuji dipertanggung jawabkan oleh yang bersangkutan di depan publik. Oleh karena itu seandainya dilakukan dengan cara bersungguh-sungguh oleh semua mahasiswa, niscaya pengalaman tersebut menjadi ilmu yang sangat berharga, malah bisa dijadikan sebagai modal hidup untuk nanti bekerja di tengah-tengah masyarakat. Memang tidak setiap mahasiswa akan jadi dosen atau peneliti, akan tetapi untuk ukuran sekarang ini apapun lapangan kerja yang ditekuni, modal keterampilan berpikir analitis sangat lah diperlukan. Untuk lapangan ilmu sosial, berbagai pekerjaan tersedia bagi mereka gemar berpikir dan menganalisis, mulai dari peneliti profesional, aktivis LSM, wartawan, penulis buku, editor penerbitan, human resource development, pengamat, atau biro Litbang kantor pemerintah. Nah, pekerjaan-pekerjaan seperti ini memang membutuhkan sangat keterampilan dalam penelitian dan penulisan, baik dalam kerja riset ilmiah murni maupun dalam riset terapan atau kebijakan. Bagi mereka yang terjun ke dunia jurnalistik, sangat terasa membantu karena trend dalam pencarian berita sekarang ini menggunakan gaya investigatif, yang memang mirip dengan cara peneliti mewawancarai sejumlah informan kunci, sebagai upaya triangulasi untuk memperoleh kesimpulan akurat. Bidang-bidang pekerjaan lainnya, seperti manajer, kepala dinas atau kepala kantor di Pemda, pimpinan parpol, pengurus yayasan pendidikan, anggota DPR, pejabat publik, dan berbagai pekerjaan lainnya, juga membutuhkan cara-cara dan prosedur yang sistematis untuk sampai kepada pengambilan keputusan (decision making). Kebijakan dan keputusan yang diambil bagi pekerjaan-pekerjaan tersebut di atas akan memiliki implikasi dampak yang sangat luas bagi banyak orang atau publik (atau konsumen). Untuk itu dengan keterbatasan yang ada dan desakan waktu, hendaknya dia dapat mengumpulkan berbagai informasi yang tersedia, melakukan analisis

1

terhadap sejumlah alternatif dengan penuh perhitungan untuk memilih alternatif terbaik (paling menguntungkan dan memungkinkan). Alternatif terbaik itulah yang kemudian disebut keputusan yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan atau program. Seorang wakil rakyat perlu memetakan kekuatan ideologi dan partai politik di suatu daerah dalam pemenangan suara tentu berdasarkan sejumlah kajian di lapangan (masyarakat). Demikian juga, dalam penyusunan undang-undang atau Perda tentu membutuhkan keterampilan dalam menyusun kata-kata sistematis, logis dan argumentatif. Hal ini membuktikan bahwa berpikir ilmiah dan terlatih dalam menulis menjadi modal yang sangat membentuk kelancaran di beragama pekerjaan atau profesi. Pekerjaan-pekerjaan lain seperti PNS, guru, pegawai kantor pengacara, pedagang, PR, pegawai swasta atau apapun pekerjaan itu, selintas kelihatan tidak ada hubungan sama sekali dengan riset dan penulisan. Tetapi ingat, bahwa bila seseorang memiliki keterampilan dan terlatih dalam riset dan penulisan niscaya dia akan memiliki nilai tambah (nilai plus), yang pada akhirnya menjadikan dia sebagai “leader” di lingkungan karir. Dia memiliki kans atau kesempatan yang besar diantara kawan-kawan sekerja untuk dipromosikan menduduki jabatan lebih tinggi. Bila anda hanya seorang pegawai rendahan di kantor walikota atau kantor camat misalnya, tentu saja ada masanya anti dimintai pendapat atau opini oleh atasan untuk memecahkan sebuah persoalan. Bagi mereka yang sama sekali tidak memiliki modal untuk itu, tentu saja bagi walikota atau camat, pendapatnya akan dinilai ngawur, karena hanya berdasarkan dari apa yang terlontar saat itu, bukan lahir dari perumusan masalah yang baik. Pemecahan masalah tidak akan pernah bisa dilakukan kalau seandainya kita sendiri belum mengenali dan merumuskan masalah secara baik. Kalau masalah sudah dirumuskan secara baik, tentu kita juga akan tahu apa yang akan menjadi tujuan. Dengan demikian juga akan lebih mudah mencari tahu dan menentukan bagaimana cara pemecahannya secara lebih terarah dan terang. Bagi seorang atasan yang bijak dan pintar, dia akan dengan mudah bisa membedakan antara bawahan yang terlatih berpikir (ilmiah) dan terasah memecahkan masalah dengan mereka yang tumpul sama sekali dalam berpikir. Seorang pedagang yang terlatih, sebelum memulai usahanya akan mempelajari lebih dulu lokasi tempat berjualan (ramai atau tidak), berapa perkiraan jumlah pembeli, berapa prospek total omset, jadi bukan berdasarkan intuisi semata-mata apalagi coba-coba. Sebab dengan

2

coba-coba tentu saja kemungkinan untuk mengalami bangkrut atau rugi itu tinggi sekali. Intuisi dalam dagang memang punya peranan penting, akan tetapi biasanya dengan menyelenggarakan proses yang “ilmiah” dan matang, intuisi juga dengan sendirinya juga akan muncul. Sama saja dengan rumus kreativitas, gagasan-gagasan kreatif dan cemerlang itu muncul biasanya ketika kita sedang berpikir keras dan merasa buntu. Kalau kita hanya malas-malasan atau sedang tidur nyenyak tak akan pernah muncul namanya ilham atau kreativitas, kecuali mungkin hanya sekedar mimpi. Sebagai pemacu semangat, saya ingin menutup tulisan saya ini dengan sebuah kisah sederhana. Seorang pegawai yang sudah berkarir hampir sepuluh tahun sering mengeluh dengan pekerjaannya, sehari-hari bekerja melaksanakan tugas rutin, pekerjaan ini bersifat monoton. Lagi pula karena dia tidak punya koneksi dengan atasan, peluang karirnya di kantor tersebut nampaknya suram. Karena di kantor tersebut yang berkembang adalah budaya nepotisme, hampir semua kepala dinas dan kepala biro adalah mereka yang masih memiliki hubungan kerabat dengan bos/atasan. Sering dia membayangkan sampai pensiun pun nantinya, tetap sebagai pegawai biasa tanpa jabatan apa-apa. Sampai pada suatu waktu, secara tiba-tiba ajudan bos besar datang menemuinya kalau-kalau dia bisa membuat sebuah makalah yang berhubungan dengan jurusannya, ilmu-ilmu sosial. Rupanya makalah tersebut merupakan kertas kerja yang akan disampaikan oleh sang gubernur pada sebuah acara pembukaan sebuah lokakarya bidang kemasyarakatan. Biasanya gubernur punya sejumlah staf ahli untuk membuat pidato atau makalah seminar, akan tetapi pada waktu itu yang bersangkutan ada halangan, maka dia kemudian yang dihubungi oleh ajudan adalah dia. Singkat cerita, sejak itu dia menerima sejumlah kepercayaan lain yang berhubungan dengan jurusannya. Tak lama setelah itu dia pun dipromosikan menduduki sebuah jabatan yang memang sesuai dengan latar belakang keahliannya waktu kuliah. Sekarang dia bertambah semangat dalam bekerja, bukan karena jabatan baru, karena lingkungan tempat dia kerja mulai menghargai dia sesuai dengan kelebihan dan potensi yang dimiliki. Karena yang membuat seseorang bersemangat dalam kerja, bukan sekedar imbalan finansial, melainkan juga tersedianya ruang untuk mengeluarkan segenap potensi diri dan bakat keterampilan yang dimiliki. Bandung, 22/12/2007

3

4

Related Documents


More Documents from "SAMID GAMES"