SUPLEMEN
Pikiran Rakyat, 25 Juli 2005
Perkebunan Teh dan Kemiskinan Oleh AGUS PAKPAHAN
KAWAN saya yang berasal dari Denmark, setelah melihat sendiri bagaimana berat dan rumitnya proses menghasilkan teh hingga dapat dinikmati, berkata, ”Saya bersedia membeli teh dengan harga yang lebih mahal.” Apa yang ia katakan sebenarnya sudah ia lakukan, yaitu harga teh olahan terus meningkat sehingga konsumen teh membayar lebih mahal, tetapi harga teh (bahan baku), terus menurun sehingga petani dan perusahaan perkebunan teh menerima harga yang terus menurun. Pihak yang menikmati dari peningkatan nilai tambah itu adalah pihak yang berada di antara petani/produsen teh dan konsumen. IGG on Tea (Intergovernmental Group on Tea) Sesi ke-16, baru saja diselenggarakan di Bali, 20-22 Juli 2005. Pada kesempatan tersebut Bapak Gubernur Jawa Barat menyampaikan kepada penulis bahwa masyarakat Jawa Barat masih banyak yang miskin. Penulis tambahkan bahwa itu memang benar, bahkan pada 1996 penulis pernah menganalisis dan menghasilkan bahwa Human Development Index (HDI) Jawa Barat (Jabar) itu lebih dekat ke Timor Timur daripada ke DKI Jakarta. Padahal, secara geografis Jabar berbatasan dengan DKI. Mengapa demikian? Gagasan Tanam Paksa yang diterapkan Belanda, yang memberikan aliran dana hingga hampir 60 % dari pendapatan nasional Belanda pada 1860-65, adalah bersumber dari Priangan melalui apa yang dinamakan Priangan Coffee. Data ini memberikan inspirasi bahwa masyarakat perdesaan di Jabar, khususnya yang bermukim di pegunungan, secara kultural dan struktural sudah menderita sejak lama. Perkebunan, di antaranya teh, merupakan suatu industri yang berbasis pada region dengan memanfaatkan lahan yang luas, berbeda dengan pabrik sepatu, misalnya. Akibatnya, ia mendesak petani sehingga lahan yang diusahakan petani menjadi sangat terbatas (sempit). Sebagai tanaman ekspor, perkebunan teh dirancang dan diusahakan untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri. Karena itu, penerimaan devisa menjadi alasan utama pengembangan perkebunan ini. Sampai sejauh mana ekspor teh ini memberikan kemakmuran? Pada zaman penjajahan hal tersebut sudah sangat jelas adanya. Tetapi setelah kemerdekaan, hasil ekspor komoditas perkebunan relatif
IKLAN