Modul7_kel7_anisya Putri Sopyani_11917037new.docx

  • Uploaded by: Anisya Putri Sopyani
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Modul7_kel7_anisya Putri Sopyani_11917037new.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,291
  • Pages: 45
LAPORAN MATA KULIAH FISIOLOGI PASCAPANEN (PP2202) PENGARUH PERILAKU FISIK DAN MEKANIS TERHADAP KERUSAKAN FISOLOGIS MENTIMUN (Cucumis sativus) Tanggal Praktikum

: 27 Maret 2019

Tanggal Pengumpulan

: 4 April 2019

Disusun oleh: Anisya Putri Sopyani 11917037 Kelompok 7

Asisten: Viona Febrinisa Mukhsin 11916029

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG JATINANGOR 2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki potensi tinggi untuk diekspor. Sayangnya, terdapat penurunan pemanenan mentimun sebesar 70%. Hal ini menyebabkan harga mentimun mengalami kenaikan. Terdapat kenaikan harga mentimun menjadi Rp. 7000/kg (Muhtadi dkk., 2010). Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah adanya pengaruh pada perlakuan fisik dan mekanis sehingga terjadi kerusakan fisiologis mentimun. Kerusakan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor fisik; mekanis; kimiawi; serta biologis dan mikrobiologis. Hal ini tentu dapat mengakibatkan penurunan mutu pada mentimun dikarenakan adanya luka terbuka yang mengakibatkan buah mudah busuk. Oleh karena itu, praktikum ini sangat penting dilakukan. Dilakukan pengamatan organoleptik untuk warna, buah, rasa, aroma dan tekstur mentimun untuk mengetahui uji mutu hedonik saat buah disimpan pada hari tertentu. Selain itu diukur pula susut bobot pada buah sehingga dapat terlihat laju metabolisme pada buah yang rusak serta tidak rusak. Dengan begitu, dapat diketahui proses penanganan pasacapanen yang tepat untuk mentimun agar kesegarannya tetap terjaga ke tangan konsumen dalam waktu yang lama.

1.2 Tujuan Dalam percobaan kali ini dapat ditentukan pengaruh pemberian cahaya, suhu dingin dan suhu beku, pemberian luka sayatan, dan pemberian luka akibat penjatuhan terhadap sifat organoleptik dan susut bobot mentimun serta ditentukan produk yang memiliki kekuatan fisik dan mekanik tertinggi.

BAB II TEORI DASAR 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Mentimun (Cucumis sativus) Mentimun (Cucumis sativus) merupakan tanaman sayur-sayuran yang termasuk kedalam golongan labu-labuan . Klasifikasi buah mentimun ialah (Wiguna, 2014) : Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan Biji)

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Cucurbitales

Famili

: Cucurbitaceae

Genus

: Cucumis

Spesies

: Cucumis sativus

Gambar 2.1 Mentimun (Sumber: www.jogja.tribunnews.com) Buahnya menggantung di antara ketiak daun dan batang. Ukurannya antara 8-25 cm dan diameter 2,3 – 7 cm dengan bentuk bermacam – macam tergantung jenis varietas. Kulit buah mentimun bermacam-macam, ada yang bemotif bintik-bintik, ada yang halus berwarna antara hijau keputih-putihan, hijau muda atau hijau gelap, tergantung varietas (Wiguna, 2014).

Biji mentimun terletak di dalam buah mentimun, berbentuk pipih dan banyak. Kulitnya berwarna putih hingga putih kekuning-kuningan. Biji ini dapat dimanfaatkan untuk perbanyakan tanaman mentimun (Wiguna, 2014).

2.2 Chilling Injury dan Freezing Injury Resiko kerusakan buah karena dismpan dalam suhu dingin yang terlalu lama disebut chilling injury. Gejala ini sering muncul beberapa hari setelah berada di suhu yang lebih hangat dalm bentuk legokan (pitting) atau kulit produk memar, terjadi internal discoloration atau gagal matang. Gejala ini sangat dipengaruhi waktu, dimana semakin rendah temperatur dan semakin lama waktunya, maka gejala akan semakin parah. Efek dalam jangka pendek akan bertumpuk pada komoditas (Muhtadi dkk., 2010). Temperatur kritis untuk kerusakan suhu rendah berbeda-beda tiap komoditas (Muhtadi dkk., 2010). Mekanismenya terdiri atas: a. Peracunan, suhu rendah membuat air sel tanaman mengalir keluar sel, kadar bahan terlarut relatif tiggi yang bisa menjadi racun bagi sel; b. Kerusakan mekanis, air sel yang keluar akan mengisi ruang antar sel sehingga terisi penuh oleh air sel dan kelamaan akan menyebabkan pecahnya dinding sel sehingga cairan di dalam sel akan menyatu dan membeku, volume air sel membesar. c. Perusakan struktur plasma sel, air yang keluar membuat volume sel berkurang, volume dinding sel mengecil yang memaksa adanya plasmolisis sehingga sel pun rusak (Golding dan Wills, 2016). Chilling injury rentan terjadi pada buah tropis dan subtropis seperti mangga, pisang, tomat dan beberapa jenis sayur (Siddiq, 2012). Biasanya suhu yang bisa membuat adanya chilling injury berkisar di suhu 0̊ - 10̊ C atau dibawah 10̊ - 13̊ C (Lisa, 2008). Perbedaan antara chilling injury dan freezing injury adalah pada rentang suhunya. Chilling injury adalah kerusakan akibat suhu yang berpengaruh sedikit diatas titik bekunya sedangkan freezing injury adalah kerusakan akibat suhu yang berpengaruh jauh di bawah titik bekunya dan dalam waktu yang lama (Golding dan Wills, 2016).

Perbedaan produk bervariasi terhadap ketahanannya pada freezing injury, hampir seluruh sayuran memerlukan titik beku -2,2̊ sampai -0,6̊ C (Siddiq, 2012). Produk yang peka terhadap gejala ini adalah pisang, tomat dan ubi jalar, pada suhu 4̊ - 5̊ F kecil kemungkinan ketiganya masih hidup; produk yang berada diantara peka dan yang paling tahan terhadap gejala ini adalah apel, jeruk dan anggur, karena di suhu 25̊ - 30̊ F masih hidup; lalu terakhir ada produk yang paling tahan yakni kurma, kol dan kale yang masih tahan saat suhu 4̊ - 5̊ F (Golding dan Wills, 2016). 2.3 Pengaruh Cahaya pada Penyimpanan Produk Intensitas cahaya juga mempengaruhi kualitas produk pasca panen. Peningkatan cahaya akan mengakibatkan tingginya laju respirasi sehingga membuat produk matang lebih cepat. Hal ini membuat kekerasan buah menurun sehingga membuat produk matang lebih cepat. Hal ini membuat kekerasan buah menurun sehingga rentan terjadi kerusakan fisik atau mekanis (Siddiq, 2012). Apalagi jika disinari oleh sinar UV yang memiliki frekuensi 8 x 10−14 - 3 x 1016 siklus/s (Hz) dengan panjang gelombang 380 nm atau 1,5 x 10−5 inch – 10 nm atau 4 x 10−7 inch, sinar ini punya cukup energi untuk memecah ikatan kimiawi sehingga bisa merusak material dan jaringan hidup (Antonisius dan Agustiyani, 2011).

2.4 Pengertian Luka dan Jenis-Jenis Luka Akibat Kerusakan Mekanis Kerusakan mekanis adalah kerusakan akibat bahan mengalami benturan mekanis yang terjadi selama pascapanen, transportasi atau penyimpanan yang bersifat tidak atau disengaja. Hal ini dapat terjadi luka dan memar. Luka dalam arti kerusakan yang membuat permukaan kulit buah terbuka sedangkan memar adalah kerusakan yang membuat kerusakan pada pemukaan kulit buah atau sayur namun tidak sampai membuka (Yatman, 2012). Jenis luka contohnya robek; sobek; koyak bahkan terpotong atau terputus (Siddiq, 2012).

2.5 Momentum serta Hubungannya pada Kekuatan Mekanis Produk saat Dijatuhkan Momentum didefinisikan sebagai perkalian antara massa benda dan kecepatannya. Momentum dinyatakan dengan P = mv dengan P adalah momentum, m adalah massa

benda dan v adalah kecepatan. Satuan untuk momentum adalah kg/ms diturunkan dari satuan massa kg dan kecepatan m/s. Newton menyatakan bahwa “Laju penambahan momentum sebuah benda sebanding dengan gaya total yang dikerjakan padanya.” Sehingga dinyatakan F =

∆𝑃 ∆𝑡

dengan F adalah gaya dan ∆𝑃 adalah momentum yang

terjadi dalam selang waktu ∆𝑡. Sehingga semakin berat atau besar massa benda dan kecepatannya dalam selang waktu tertentu maka akan semakin besar pula tumbukan yang dihasilkan. Selain itu, semakin besar tinggi atau jarak benda yang bertumbukan maka semakin besar energi yang dihasilkan yang mengakibatkan semakin besar pula momentum yang dihasilkan (Pratiwi dkk., 2013).

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Dalam praktikum kali ini, peralatan yang digunakan adalah baki plastik; chiller; freezer; thermometer; timbangan dan pisau. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah kantong plastik; kertas label dan mentimun (Cucumis sativus).

3.2 Metode Dalam percobaan kali ini, dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif pada buah mentimun. Mentimun dibersihkan kemuadian diamati organoleptiknya, kemudian dibagi menjadi beberapa perlakuan. Perlakuan tersebut terdiri dari penyimpanan suhu beku; penyimpanan suhu dingin; penyimpanan cahaya terang; penyimpanan cahaya kurang; perlakuan luka; perlakuan jatuh 1 meter pada suhu dingin dan ruang; serta perlakuan jatuh 2 meter suhu dingin dan suhu ruang. Semua perlakuan tersebut disimpan selama 2 dan 5 hari. Kemudian, dilakukan uji organoleptik tiap pengamatannya. Untuk penghitungan susut bobot, cukup mengukur bobot mentimun pada hari ke-0 serta hari ke-5 kemudian dimasukkan hasilnya ke persamaan penghitungan susut bobot. Sebagai tambahan, dihitung pula nilai momentum serta energi potensial pada buah mentimun pada saat perlakuaan jatuh 1 meter dan 2 meter pada masing-masing keadaan suhu.

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Energi Potensial (joule)

Perlakuan

H5 Suhu

1m

0,6076

Kamar

2m

0,9996

Suhu

1m

0,7448

Dingin

2m

1,4504

Tabel 4.1 Data energi potensial 4.2 Pembahasan H0

H2

H5

Warna Kulit 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1

Tekstur

Rasa

Warna daging

Aroma

Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Suhu Dingin Uji organoleptik merupakan adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia, yaitu mata, hidung, mulut,

dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subjektif didasarkan pada respon subjektif manusia sebagai alat ukur. Selain itu dikenal pula uji hedonik. Uji hedonik merupakan uji yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis. Uji ini biasanya dikonversi menuju skala numerik, bergantung pada tingkat kesukaannya. Semakin besar nilai yang diberikan panelis atau semakin besar nilai rata-rata yang diberikan maka semakin disukailah sampel yang diuji (Wulandari dan Handarsari, 2010). Uji organoleptik dan hedonik pada percobaan kali ini mencakup empat aspek yakni aroma, rasa, tekstur dan warna pada buah mentimun yang masing-masing diberi perlakuan fisik dan mekanis. Pada percobaan kali ini dilakukan tracehold untuk analisis rasa saja sebagai analisis untuk kesukaan konsumen. Berdasarkan Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Suhu Dingin, didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke5 berturut-turut sebesar 3,8; 2,0; dan 2,0. Didapat nilai rasa yang cenderung menurun untuk perlakuan pada suhu dingin namun tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat disebabkan hanya sedikit chilling injury yang teramati yakni hanya terjadi internal discoloration atau gagal matang, tidak terlihat adanya legokan seperti yang terlampir pada dokumentasi lampiran C. Menurut Muhtadi dkk., (2010) internal discoloration merupakan salah satu faktor penentu terjadinya chilling injury. H0

H2

H5

Warna Kulit 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1

Tekstur

Rasa

Warna daging

Aroma

Gambar 4.2 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Suhu Beku

Berdasarkan Gambar 4.2 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Suhu Beku, didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke-5 berturut-turut sebesar 3,8; 1,8; dan 2,6. Pada perlakuan suhu beku juga didapat nilai rasa yang cenderung menurun, namun hasilnya dapat mengalahkan nilai rasa di suhu dingin. Hal ini berarti menandakan tidak ada pengaruh freezing injury pada mentimun. Seperti yang terlampir pada dokumentasi lampiran C, tidak ditemukan pula adanya legokan, serta tidak ada perubahan warna. Hal ini dikarenakan jangka waktu yang diberikan untuk perlakuan ini relatif cukup singkat. Temperatur mesin pendingin yang digunakan serta jangka waktu yang diberikan masih berada dalam kadar resisten untuk mentimun. Temperatur kritis untuk kerusakan suhu rendah berbeda-beda tiap komoditas (Muhtadi dkk., 2010). H0

H2

H5

Warna Kulit 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1

Tekstur

Rasa

Warna daging

Aroma

Gambar 4.3 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Luka Berdasarkan Gambar 4.3 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Luka, didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke-5 berturut-turut sebesar 3,8; 2,8; 1,6. Terdapat perbedaan nilai rasa yang cukup signifikan untuk perlakuan ini. Hal ini dikarenakan adanya perlakuan mekanis yang membuat adanya bukaan pada mentimun. Saat terjadi bukaan atau legokan, akan memicu terjadinya perusakan struktur plasma sel yang memaksa adanya plasmolisis sehingga sel pun rusak (Golding dan Wills, 2016).

H0

H2

H5

warna kulit 5

4 3 warna daging

rasa

2 1

aroma

tekstur

Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Jatuh 1 m di Suhu Dingin Berdasarkan Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Jatuh 1 m di Suhu Dingin, didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke5 berturut-turut sebesar 3,8; 3,4; 3,6. Pada perlakuan ini, didapatkan nilai rasa yang perubahannya tidak terlalu besar meskipun diberi perlakuan jatuh setinggi 1 m. Hal ini menandakan bahwa pendinginan membantu proses pengawetan dari mentimun dan tidak memberikan freezing injury yang berarti. Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa suhu serta waktu yang digunakan untuk perlakuan kali ini masih berada di rentang resisten untuk mentimun. Suhu yang berpengaruh baik di atas maupun di bawah titik bekunya dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan pada produk (Wills dan Golding, 2016).

Jatuh 1 m Suhu Ruang HO

H2

H5

Warna Kulit 5 4 3 2

Warna Daging

Rasa

1 0

Aroma

Tekstur

Gambar 4.5 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Jatuh 1 m di Suhu Ruang Berdasarkan Gambar 4.5 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Jatuh 1 m di Suhu Ruang, didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke-5 berturut-turut sebesar 3,8; 2,8; 1,0. Tentu nilai variabel rasa yang dimiliki sangat berbeda jauh dengan perlakuan jatuh 1 m di suhu dingin. Nilai rasa sangat tidak disukai oleh semua panelis. Pada produk, ditemukan kerusakan berupa sobekan dan koyakan. Hal ini tentu dapat mempercepat proses pematangan produk (Siddiq, 2012). Warna yang diamati pun sangat kuning, seperti yang terlampir pada dokumentasi lampiran C, menandakan produk telah masuk ke tahap senescence. Sejauh ini, perlakuan suhu dingin dapat menguntungkan produk karena bersifat mempertahankan kualitas produk. Perlakuan suhu dingin tidak memberikan injury yang berarti pada produk.

H0

H2

H5

warna kulit 5 4 3 warna daging

rasa

2 1

aroma

tekstur

Gambar 4.6 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Jatuh 2 m di Suhu Dingin Berdasarkan Gambar 4.6 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Jatuh 2 m di Suhu Dingin, didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke5 berturut-turut sebesar 3,8; 2,8; 1,2. Disini terlihat bahwa kualitas rasa yang dihasilkan jauh lebih kecil daripada perlakuan pada perlakuan jatuh 1 m di suhu dingin. Hal ini semakin menguatkan fakta bahwa pendinginan dapat mengefektifkan penyimpanan produk, namun pada perlakuan jatuh yang lebih kecil. Penyimpanan yang dilakukan dapat efektif jika kondisi buah mentimun dalam kondisi baik, dan tidak mengalami kerusakan yang berarti. Kerusakan disini juga dipengaruhi oleh besarnya ketinggian yang mempengaruhi besarnya momentum yang terjadi. semakin besar tinggi atau jarak benda yang bertumbukan maka semakin besar energi yang dihasilkan yang mengakibatkan semakin besar pula momentum yang dihasilkan (Pratiwi dkk., 2013). Sehingga, ketinggian pada perlakuan yang lebih besar 1 m dari perlakuan yang sebelumnya juga berpengaruh pada ketahanan mentimun setelah disimpan selama 5 hari. Selain itu, meskipun tidak ditemukannya chilling injury ataupun freezing injury namun ditemukan adanya ciri-ciri pembusukan atau fase senescence pada buah, sehingga menyebabkan kualitas rasa menurun bahkan lebih jauh pada buah yang diberi perlakuan 2 m di suhu ruang. Pada saat fase pembusukan atau senescence, kualitas buah akan cenderung menurun akibat adanya degradasi sel – sel pada produk (Siddiq, 2012).

Jatuh 2 m Suhu Ruang HO

H2

H5

Warna kulit 4 3 2 Warna Daging

Rasa

1 0

Aroma

Tekstur

Gambar 4.7 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Jatuh 2 m di Suhu Ruang Berdasarkan Gambar 4.7 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan Jatuh 2 m di Suhu Ruang, didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke-5 berturut-turut sebesar 3,8; 1,0; 1,6. Terlihat nilai yang menurun drastis pada perlakuan ini meskipun pada pengamatan hari ke - 5, nilai rasa yang dihasilkan sedikit lebih besar daripada perlakuan jatuh 2 m di suhu dingin. Hal ini berhubungan dengan fase atau tingkat kematangan pada produknya. Dari segi variabel warna terlihat bahwa warna kulit di hari ke-5 sebesar 3,8 sedangkan pada perlakuan jatuh 2 m suhu dingin didapat nilai 4 (terlampir pada Lampiran A) hal ini menujukkan bahwa tingkat kematangan berbeda pada dua produk menyebabkan rasa serta kualitas lainnya pun berbeda. Tingkat kematangan yang lebih rendah membuat nilai kualitas rasa produk lebih rendah pula, namun saat kematangan produk telah melewati batas overripe pun rasa menjadi lebih rendah pula (Golding dan Wills, 2016). Dengan begitu, kedua produk pada kedua perlakuan diatas berada pada fase yang telah dijelaskan, berada di fase kematangan yang melewati fase overripe alias senescence.

H0

H2

H5

warna kulit 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1

warna daging

aroma

rasa

tekstur

Gambar 4.8 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan di Cahaya Kurang Berdasarkan Gambar 4.8 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan di Cahaya Kurang didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke-5 berturut-turut sebesar 3,8; 1,8; 2,0. Nilai variabel rasa yang dihasilkan cukup menurun. Hal ini diakibatkan pada intensitas cahaya yang rendah, mentimun tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup untuk melakukan proses respirasi, sehingga ia cenderung untuk mempertahankan kondisi mentah atau bahkan menurun hingga fase senescence (Antonisius dan Agustiyani, 2011). Cahaya matahari diperlukan tumbuhan untuk melakukan berbagai proses metabolisme atau pembentukan salah satunya adalah respirasi sehingga kematangan buah meningkat (Siddiq, 2012).

Cahaya Terang HO

H2

H5

Warna Kulit 4 3 2 Warna Daging

Rasa

1 0

Aroma

Tekstur

Gambar 4.9 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan di Cahaya Terang Berdasarkan Gambar 4.9 Grafik Hasil Uji Organoleptik Perlakuan di Cahaya Terang didapatkan rata-rata hasil untuk nilai rasa saja pada hari ke-0; ke-2 dan ke-5 berturut-turut sebesar 3,8; 1,8; 2,8. Nilai variabel rasa yang dihasilkan cukup dipertahankan. Hal ini dikarenakan produk mendapat cahaya yang cukup untuk melakukan proses respirasi sehingga mentimun berada dalam fase matang. Hal ini juga dipengaruhi oleh waktu penyimpanan. Untuk waktu penyimpanan selama 5 hari dalam cahaya terang yang normal (tidak menyengat dan tidak dalam kontak matahari langsung)

membuat

kondisi

yang

cukup

baik

untuk

mengawetkan

atau

mempertahankan kualitas mentimun. Jika digunakan waktu yang lebih lama lagi, kemungkinan dapat memperburuk kondisi dan kualitas mentimun. Hal ini dapat mungkin terjadi karena akan adanya laju respirasi yang terus menerus serta kemungkinan terburuknya ialah paparan sinar UV secara terus menerus membuat kualitas mentimun memburuk. Apalagi jika disinari oleh sinar UV yang memiliki frekuensi 8 x 10−14 - 3 x 1016 siklus/s (Hz) dengan panjang gelombang 380 nm atau 1,5 x 10−5 inch – 10 nm atau 4 x 10−7 inch, sinar ini punya cukup energi untuk memecah ikatan kimiawi sehingga bisa merusak material dan jaringan hidup (Antonisius dan Agustiyani, 2011).

0.1 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 Beku

dingin

cahaya kurang H0

cahaya terang

H5

Gambar 4.10 Grafik Hasil Susut Bobot untuk Perlakuan Fisik Berdasarkan Gambar 4.10 Grafik Hasil Susut Bobot untuk Perlakuan Fisik didapatkan rata-rata hasil untuk nilai susut bobot di perlakuan suhu beku; suhu dingin; cahaya kurang dan cahaya terang secara berurut adalah 1,20%; 1,45%; 7,89%; 6,67%. Nilai susut bobot terbesar didapat oleh timun dengan perlakuan cahaya kurang, sedangkan untuk susut bobot terkecil didapat oleh timun dengan perlakuan beku. Hal ini disebabkan karena di suhu beku, laju respirasi terhambat karena tidak adanya cahaya matahari serta mengkristalnya sel-sel di dalam mentimun sehingga tidak dapat melakukan metabolisme (Golding dan Wills, 2016). Sebenarnya, cahaya terang juga dapat dikategorikan sebagai perlakuan yang membuat nilai susut bobot yang cukup besar. Namun, dikarenakan nilai bobot awalnya yang lebih besar dibandingkan nilai bobot pada timun dengan perlakuan cahaya terang membuat susut bobot yang dihasilkan pun sedikit lebih kecil daripada timun pada perlakuan cahaya kurang. Susut bobot yang cukup besar pada cahaya kurang sangat mungkin terjadi dikarenakan adanya laju respirasi yang terus menerus pada produk akibat suplai sinar matahari yang cukup, mendorong tumbuhan melepas CO2 sehingga bobot produk pun menurun (Siddiq, 2012).

0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 jatuh 1 meter dingin

jatuh 2 meter dingin

jatuh 1 meter ruang HO

jatuh 2 meter ruang

luka

H5

Gambar 4.11 Grafik Hasil Susut Bobot untuk Perlakuan Mekanis Berdasarkan Gambar 4. 11 Grafik Hasil Susut Bobot untuk Perlakuan Mekanis didapatkan rata-rata hasil untuk nilai susut bobot di perlakuan jatuh 1 meter dingin; jatuh 2 meter dingin; jatuh 1 meter ruang; jatuh 2 meter ruang dan perlakuan luka secara berurut adalah 1,61%; 1,96%; 7,89%; 6,75%; 8,33%. Nilai susut bobot terbesar didapat oleh timun dengan perlakuan luka, sedangkan untuk susut bobot terkecil didapat oleh timun dengan perlakuan jatuh 1 m di suhu dingin. Secara umum, dengan membandingkan data susut bobot pada perlakuan fisik dan mekanis pada mentimun, susut bobot terkecil didapat oleh mentimun dengan perlakuan beku dan susut bobot terbesar didapat oleh timun dengan perlakuan luka. Saat timun dilukai, hal ini menyebabkan permukaan kulit terbuka sehingga kemungkinan penyakit akan mudah masuk menyerang sistem metabolisme pada mentimun. Saat adanya luka terbuka pada produk, hal ini dapat memicu kerusakan struktur plasma sel yang memaksa adanya plasmolisis sehingga sel pun menjadi rusak (Muhtadi dkk., 2010). Selain itu adanya paparan sinar matahari pun memperparah keadaan karena disamping produk harus bertahan melawan serangan penyakit, laju respirasinya pun semakin bertambah, sehingga membuat susut bobot yang signifikan pada timun dengan

perlakuan luka ini. Sehingga, dengan memberikan perlakuan suhu dingin hingga beku pada mentimun pada waktu yang relatif singkat, dirasa cukup efektif untuk mempertahankan kualitas mentimun. Hal ini juga diperkuat dengan tidak terjadinya chilling injury atau freezing injury yang berarti pada mentimun, sehingga kualitasnya semakin terjaga.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada mentimun oleh beberapa perlakuan fisik dan mekanis tertentu dalam waktu 5 hari, didapat kesimpulan bahwa perlakuan fisik dan mekanis berpengaruh terhadap kualitas mentimun. Hal ini juga didukung oleh hasil perhitungan susut bobot pada mentimun. Semakin besar nilai susut bobotnya maka semakin menurun pula kualitas mentimun, dengan nilai terlampir. Pengaruh cahaya berpengaruh terhadap laju respirasi mentimun secara umum, semakin besar intensitas cahaya matahari maka semakin tinggi susut bobot produk karena meningkatnya laju respirasi. Perlakuan mekanis berupa pemberian luka juga sangat berpengaruh dalam menurunkan susut bobot produk. Hal ini ditunjukkan dengan nilai susut bobot yang terbesar. Pemberian fisik berupa suhu beku ternyata meberikan ilai susut bobot yang terkecil seperti yang terlampir. Hal ini dapat dilihat dengan tidak timbulnya freezing injury pada mentimun. Untuk hasil compile data seluruh praktikan fisiologi pasca panen, didapat hasil bahwa tingkat kekerasan paling besar pada buah jatuh pada buah jambu biji sedangkan untuk sayuran jatuh pada kentang. Oleh karena itu, perlakuan fisik, terutama suhu beku mempengaruhi fisiologi produk namun menuju arah yang positif, yakni mempertahankan kualitas produk. Sedangkan untuk perlakuan mekanis, terutama perlakuan luka berjalan sebaliknya. Dalam hal ini, tentu faktor lain diperhatikan seperti kualitas awal produk, besar suhu yang diberikan, penanganan awal pascapanen produk saat berada di produsen, serta waktu penyimpanan. Untuk kualitas dan kondisi awal mentimun seperti yang diujikan pada percobaan dan lama waktu percobaan yang diberikan, seluruh hasil dan kesimpulan diatas berlaku valid dan dapat dibuktikan.

5.2 Saran Sebaiknya disediakan papan tulis sehingga praktikum berjalan lebih lancar. Selain itu timbangan seharusnya dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan sehingga

keakurasiannya tetap terjaga. Selain itu, ketersediaan seal untuk wrapping lebih diperbanyak lagi sehingga praktikum berjalan lebih efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA Agustinus, R. (2016). Aplikasi AVG plastik wrapping dan suhu simpan untuk meningkatkan hasil simpan dan meningkatkan mutu buah jambu biji [skripsi]. Lampung: Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Antonisius, S., & Agustiyani, D. (2011). Pengaruh pupuk organik hayati yang mengandung mikroba bermanfaat terhadap pertumbuhan dan hasil panen semangka. Jurnal Berkala Penelitian Hayati, 1(6), 203-206. Golding, J. B., & Wills, R. B. (2016). Postharvest: An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables 6th edition. Sydney: UNSW Press. Gunawan, D. S. (2006). Pengaruh cahaya dan temperatur pada bibit jagung di gudang terhadap pertunasan dan serangan hama penyakit gudang. Jurnal Holtikultura, 1(6), 142-150. Lisa, J. S. (2008). Chilling injury of holtikultural crops. Ontario: Holtikultural Research of Institute of Ontario. Muhtadi, T. R., Sugiyono, & Agustaningrum, F. (2010). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta. Pratiwi, A. E., Widjayanti, T., & Wyrasti, A. F. (2013). Kulit buah manggis mengandung xanton berkhasiat tinggi. Jurnal Ilmiah Widya, 29(324), 2-8. Siddiq, M. (2012). Tropical and Subtropical Fruit Post Harvest Physiology, Processing, and Packaging. New Delhi: Wiley-Blackwell. Wiguna, G. (2014). Keberagaman fenotifik beberapa genotif mentimun (Cucuma sativa). Mediagro, 10(2), 20-22. Wulandari, M., & Handarsari, E. (2010). Pengaruh penambahan bekatul terhadap kadar protein dan sifat organoleptik biskuit. Jurnal Pangan dan Gizi, 1(2), 89-92. Yatman, E. (2012). Penurunan persamaan saint venant secara geometris. Jurnal Beta, 6(2), 172200.

LAMPIRAN

Lampiran A Data Pengamatan Tabel 1. Indeks uji organoleptik warna kulit dan daging Warna

Skor

putih 70% ; hijau 30%; kuning 0%

1

putih 55% ; hijau 45%; kuning 0%

2

putih 30%; hijau 60%; kuning 10%

3

putih 20%; hijau 50%; kuning 30%

4

putih 10%; hijau 25%; kuning 65%

5

Tabel 2. Indeks uji organoleptik aroma Aroma

Skor

Pahit

1

Kurang Pahit

2

Netral

3

Manis

4

Sangat manis

5

Tabel 3. Indeks uji organoleptik tekstur Tekstur

Skor

Sangat keras

1

Keras

2

Netral

3

Lunak

4

Sangat lunak

5

Tabel 4. Indeks uji organoleptik rasa Rasa

Skor

Pahit

1

Kurang Pahit

2

Netral

3

Manis

4

Sangat manis

5

Tabel 5. Deskripsi Keadaan Produk pada Berbagai Perlakuan di Suhu dan Waktu Tertentu Variabel kerusakan H-0 H-2 Perlakuan A = Perlakuan penyimpanan suhu dingin Bobot 79 gram Warna kulit Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna hijau Aroma Tidak terlalu Tidak terlalu menyengat menyengat Rasa Manis Sedikit pahit Tekstur Cenderung keras Cenderung keras Deskripsi Timun masih bagus Timun masih bagus belum terdapat cacat belum terdapat cacat

Perlakuan B = Perlakuan penyimpanan suhu beku Bobot 70 gram Warna kulit Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna hijau Aroma Tidak terlalu Tidak terlalu menyengat menyengat Rasa Manis Sedikit pahit Tekstur

Cenderung keras

Deskripsi

Timun masih bagus belum terdapat cacat

Cenderung keras tetapi sedikit lunak Timun masih bagus belum terdapat cacat

Perlakuan C = Perlakuan penyimpanan cahaya tinggi Bobot 128 gram -

H-5 68,55 gram Didominasi oleh warna hijau Didominasi oleh warna hijau Tidak terlalu menyengat Sedikit pahit Lunak Timun menjadi lunak dan air yang terkandung pada timun bertambah 82,41 gram Didominasi oleh warna hijau Didominasi oleh warna putih Tidak terlalu menyengat Sedikit pahit tapi manis Lunak timun menjadi lebih lunak dan mangandung banyak air 84,60 gram

Warna kulit

Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna hijau Aroma Tidak terlalu Sedikit menyengat menyengat Rasa Manis Sedikit pahit Tekstur Cenderung keras Cenderung keras Deskripsi Timun masih bagus Timun masih bagus belum terdapat cacat belum terdapat cacat Perlakuan D = Perlakuan penyimpanan cahaya kurang Bobot 78 gram Warna kulit Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna hijau Aroma Tidak terlalu Tidak terlalu menyengat menyengat Rasa Manis Sedikit pahit Tekstur Cenderung keras Cenderung keras Deskripsi Timun masih bagus Timun masih bagus belum terdapat cacat belum terdapat cacat Perlakuan E = Perlakuan dilukai suhu kamar Bobot 101 gram Warna kulit Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna putih Aroma Tidak terlalu Tidak terlalu menyengat menyengat Rasa Manis Manis Tekstur Cenderung keras Cenderung keras Deskripsi Timun masih bagus Timun masih bagus belum terdapat cacat belum terdapat cacat Perlakuan F = Perlakuan dijatuhkan 1 m suhu ruang Bobot 80 gram Warna kulit Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna hijau

Didominasi oleh warna hijau Didominasi oleh warna putih Menyengat Manis Cenderung keras Timun masih bagus belum terdapat cacat 70,14 gram Didominasi oleh warna putih Didominasi oleh warna putih Menyengat Sedikit pahit Cenderung keras Timun masih bagus belum terdapat cacat 66.5 gram Didominasi oleh warna hijau Didominasi oleh warna putih Sedikit menyengat Sedikit pahit Cenderung lunak Pada luka terdapat warna kuning 70,31 gram Didoinasi oleh warna kuning Didominasi oleh warna kuning

Aroma Rasa Tekstur Deskripsi

Tidak terlalu menyengat Manis Cenderung keras Timun masih bagus belum terdapat cacat

Tidak terlalu menyengat Manis Cenderung keras tetapi sedikit lunak Terdapat memar pada timun

Perlakuan G = Perlakuan dijatuhkan 1 m suhu dingin Bobot 113 gram Warna kulit Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna hijau Aroma Tidak terlalu Tidak terlalu menyengat menyengat Rasa Manis Manis Tekstur Cenderung keras Cenderung keras Deskripsi Timun masih bagus Terdapat memar belum terdapat cacat pada timun Perlakuan H = Perlakuan dijatuhkan 2 m suhu ruang Bobot 75 gram Warna kulit Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna putih Aroma Tidak terlalu Tidak suka menyengat Rasa Manis Pahit Tekstur Cenderung keras Cenderung keras Deskripsi Timun masih bagus Aroma timun sudah belum terdapat cacat bau dan terdapat lendir pada timun Perlakuan I = Perlakuan dijatuhkan 2 m suhu dingin Bobot 91 gam Warna kulit Didominasi oleh Didominasi oleh warna putih dan warna putih dan warna hijau warna hijau Warna daging Didominasi oleh Didominasi oleh warna hijau warna hijau

Tidak suka Pahit Sangat lunak Terdapat bau busuk yang menyengat pada timun dan teksturnya telah berubah menjadi sangat lunak 61,54 gram Didominasi oleh warna kuning dan hijau Didominasi oleh warna hijau Tidak terlalu menyengat Manis Cenderung keras Terdapat memar pada timun 69,44 gram Didominasi oleh warna hijau Didominasi oleh warna putih Tidak terlalu menyengat Pahit Cenderung keras Terdapat lendir pada timun

50 gram Didominasi oleh warna hijau Didominasi oleh warna hijau

Aroma

Tidak terlalu menyengat Manis Cenderung keras

Rasa Tekstur Deskripsi

Timun masih bagus belum terdapat cacat

Tidak terlalu menyengat Sedikit pahit Cenderung keras sedikit lunak Timun terbelah dua tetapi masih bagus

Tidak terlalu menyengat Pahit Lunak Timun terbelah dua tetapi masih bagus

Tabel 6. Nilai Energi Potensial pada Produk di Hari ke-2 dan ke-3 Energi potensial (joule)

Perlakuan

H2

H5

Suhu

1m

0,7840

0,6076

kamar

2m

1,4700

0,9996

Suhu

1m

1,1074

0,7448

dingin

2m

1,7836

1,4504

Tabel 7. Nilai Susut Bobot pada Perlakuan Fisik PERLAKUAN

HARI KE-0 (gr)

HARI KE-5 (gr)

Beku Dingin Cahaya kurang Cahaya terang

0,083 0,069 0,076 0,090

0,082 0,068 0,070 0,084

SUSUT BOBOT (%) 1,20% 1,45% 7,89% 6,67%

Tabel 8. Nilai Susut Bobot pada Perlakuan Mekanis PERLAKUAN

HARI KE-0 (gr)

HARI KE-5 (gr)

jatuh 1 meter dingin jatuh 2 meter dingin jatuh 1 meter ruang jatuh 2 meter ruang luka

0.062 0.051 0.076 0.074 0.072

0.061 0.050 0.070 0.069 0.066

SUSUT BOBOT (%) 1,61% 1,96% 7,89% 6,75% 8,33%

Tabel 9. Hasil Uji Organoleptik Panelis Variabel Rasa secara Kuantitatif Hari

Perlakuan

Rasa

Rerata

Ara 3 2 2 1 3 3 4 3 2 2 3 2 1 1 1 4 1 2 3

H0 Beku Dingin Jatuh 2 m ruang Jatuh 1 m ruang Jatuh 2 m dingin Jatuh 1 m dingin Luka Cahaya kurang Cahaya terang Beku Dingin Jatuh 2 m ruang Jatuh 1 m ruang Jatuh 2 m dingin Jatuh 1 m dingin Luka Cahaya kurang Cahaya terang

H2

H5

Aput 4 2 2 1 3 3 4 3 2 2 3 3 1 1 1 4 2 2 3

Nadya 4 1 2 1 3 3 3 3 2 1 2 2 2 1 1 3 1 2 2

Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik Panelis Variabel Lainnya secara Kuantitatif a. Hari ke - 0 H0 Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Ara 2

Nadya Syifa Anisya Rerata 2 2 2 2 2

3 3 3 3

4 4 1 4

4 4 4 4

4 3 4 3

4 3 4 3

3,8 3,4 3,2 3,4

b. Hari ke-2 Suhu dingin Warna kulit Rasa

Teda

Ara 2 2

Nadya Syifa Anisya Rerata 3 2 2 2 2,2 2 2 2 2 2

Syifa 4 2 2 1 3 3 3 3 1 2 2 2 2 1 1 3 2 2 3

Teda 4 2 2 1 2 2 3 2 2 2 3 1 2 1 2 4 2 2 3

3,8 1,8 2,0 1,0 2,8 2,8 3,4 2,8 1,8 1,8 2,6 2,0 1,6 1,0 1,2 3,6 1,6 2,0 2,8

Tekstur Aroma Warna daging

3 3 3

Luka Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Jatuh 2m ruang Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Jatuh 1m ruang Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Jatuh 1m dingin Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Cahaya kurang

Teda

3 3 3

Ara 3 2 2 4 2

3 3 2 3 2

Ara 3 1 2 1 1

Ara

Ara 3 3 3 4 3

Ara

4 4 3

Syifa

Syifa

4 3 4 2 3

Anisya 3 2 3 2 3

Syifa

4 1 2 1 1

Anisya 4 3 3 2 2

2 3 3 2 2

Nadya

Anisya 4 1 2 1 1

4 3 4 3 3

Nadya 3 2 4 4 2

Syifa

4 1 2 1 1

Nadya 4 3 3 4 3

3 3 3

3,4 3,4 3

Nadya Syifa Anisya Rerata 3 3 3 3 3 3 3 2,8 2 2 2 2 4 3 3 3,4 2 2 2 2

Nadya 3 1 2 1 1

4 2 3 2 3

4 4 3

2 2 4 2 2

Anisya

Rerata 3,6 1 2 1 1

Rerata 4 2,8 3,4 2,6 2,8

Rerata 2,6 2,4 3,4 2,8 2,4

Rerata

Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

2 2 3 3 2

Jatuh 2m dingin Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Cahaya terang Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

2 2 2 4 2

Ara 2 2 3 3 3

2 2 2 3 3

Nadya 2 3 3 3 3

Ara 2 2 3 3 2

2 1 2 3 3

Syifa

2 2 3 3 3

Nadya 2 2 2 4 2

2 2 2 3 3

2 2 2 4 3

Anisya 2 2 3 3 3

Syifa

2 2 3 3 3

Anisya 2 1 2 3 3

2 2 2 4 3

2 1,8 2,2 3,4 2,6

Rerata 2 2,2 3 3 3

Rerata 2 1,8 2,2 3,4 2,6

c.Hari ke-5 Suhu dingin Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Luka Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Ara 4 3 4 4 3

5 2 5 5 4

Nadya Syifa Anisya Rerata 5 5 4 4,6 2 2 1 2 5 4 4 4,4 4 3 1 3,4 4 3 4 3,6

4 1 3 3 1

Nadya Syifa Anisya Rerata 4 4 4 4 1 2 2 1,6 4 2 4 3,2 1 2 3 2,4 2 1 2 1,6

Ara 4 2 3 3 2

Jatuh 2m ruang Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Jatuh 1m ruang Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Ara 3 1 2 4 1

Nadya Syifa Anisya Rerata 4 3 3 3,2 2 2 2 1,6 2 2 2 2 2 2 3 2,8 1 2 1 1,4

3 1 2 3 2

3 1 2 4 1

Nadya Syifa Anisya Rerata 4 3 3 3,2 2 2 2 1,6 2 2 2 2 2 2 3 2,8 1 2 1 1,4

Ara

Nadya

3 1 2 3 2

Jatuh 1m dingin Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Cahaya kurang Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Jatuh 2m dingin Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Teda

Ara

5 4 3 1 5

5 4 2 2 4

Ara 2 2 3 4 2

Ara 4 1 4 2 4

5 3 3 3 2

Nadya 2 2 2 4 2

4 1 4 1 4

Anisya 5 3 2 1 2

Syifa

2 2 3 3 2

Nadya 4 1 4 3 4

Syifa

5 4 3 2 4

Anisya 2 2 2 2 1

Syifa

2 2 3 4 2

Anisya 4 1 4 2 3

4 1 4 3 4

Rerata 5 3,6 2,6 1,8 3,4

Rerata 2 2 2,6 3,4 1,8

Rerata 4 1 4 2,2 3,8

Cahaya terang Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging d.lainnya

Teda

Jatuh 1 meter dingin Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

Cahaya kurang Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

H0

Jatuh 2 meter dingin Warna kulit Rasa Tekstur Aroma Warna daging

H0

Ara

Nadya

3 3 3 3 3

3 3 3 3 1

H0 2 3,8 3,4 3,2 3,4

H2 H5 2,6 5 2,4 3,6 3,4 2,6 2,8 1,8 2,4 3,4

H2

4 2 4 3 1

H5

2

2

2

3,8 3,4 3,2 3,4

1,8 2,2 3,4 2,6

2 2,6 3,4 1,8

H2

H5

2

2

4

3,8 3,4 3,2 3,4

2,2 3 3 3

1 4 2,2 3,8

Syifa

Anisya 3 3 3 4 1

3 3 3 4 3

Rerata 3,2 2,8 3,2 3,4 1,8

Lampiran B Pengolahan Data a. Penghitungan Energi Potensial EP= m x g x h 1. Jatuh 1 m ruang EP= 0,076 x 9,8 x 1 = 0,7448 2. Jatuh 2 m ruang EP= 0,074 x 9,8 x 2 = 1,4504 3. Jatuh 1 m dingin EP= 0,062 x 9,8 x 1 = 0,6076 4. Jatuh 2 m dingin EP= 0,051 x 9,8 x 2 = 0,9996

b. Penghitungan Susut Bobot 𝑠𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 =

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 × 100% 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

a) Fisik 1. Beku 0,083 − 0,082 × 100% = 1,20 % 0,083 2. Dingin 0,069 − 0,068 × 100% = 1,45 % 0,069 3. Cahaya kurang 0,076 − 0,070 × 100% = 7,89 % 0,083 4. Cahaya terang 0,090 − 0,084 × 100% = 6,67 % 0,084

b) Mekanik 1. Jatuh 1 meter ruang 0,062 − 0,061 × 100% = 1,61 % 0,062 2. Jatuh 2 meter ruang 0,051 − 0,050 × 100% = 1,96% 0,051 3. Jatuh 1 meter dingin 0,076 − 0,070 × 100% = 7,89 % 0,076 4. Jatuh 2 meter dingin 0,074 − 0,069 × 100% = 6,75 % 0,074 5. Luka 0,072 − 0,066 × 100% = 8,33% 0,072

Lampiran C Dokumentasi No. 1

Hari ke-

Perlakuan

Suhu Dingin

Foto a. Untuk hari ke-2

b. Untuk hari ke-5

H0

2

a. Untuk hari ke-2

Suhu Beku

b. Untuk hari ke-5

3

a. Untuk hari ke-2

Jatuh 1 m Ruang

4

b. Untuk hari ke-5

a. Untuk hari ke-2

Jatuh 2 m Ruang

b. Untuk hari ke-5

5

a. Untuk hari ke-2

Jatuh 1 m Dingin

6

b. Untuk hari ke-5

a. Untuk hari ke-2

Jatuh 2 m Dingin

b. Untuk hari ke-5

7

a. Untuk hari ke-2

Luka

8

b. Untuk hari ke-5

a. Untuk hari ke-2

Cahaya Kurang

b. Untuk hari ke-5

9

a. Untuk hari ke-2

Cahaya Terang

10

H2

Suhu Dingin

b. Untuk hari ke-5

11

Suhu Beku

12

Jatuh 1 m Ruang

13

Jatuh 2 m Ruang

14

Jatuh 1 m Dingin

15

Jatuh 2 m Dingin

16

Luka

17

Cahaya Kurang

18

Cahaya Terang

19

Suhu Dingin

20

Suhu Beku

21

H5

Jatuh 1 m Ruang

22

Jatuh 2 m Ruang

23

Jatuh 1 m Dingin

24

Jatuh 2 m Dingin

25

Luka

26

Cahaya Kurang

27

Cahaya Terang

Related Documents

Putri
June 2020 47
Putri
December 2019 50
Putri Inovasi.docx
May 2020 21
Putri Malu
October 2019 58
Putri Puna
November 2019 44
Putri Kaguya
December 2019 30

More Documents from "Yunichi"