KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami karuania dan kemudahan-Nya sehingga kami dapat merampungkan laporan observasi kami tepat waktu. Tanpa pertolonganNya tentu kami tidak sanggup untuk menyelesaikan laporan observasi kami ini dengan sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda kami, Rasulullah SAW yang kita nantikan syafa,atnya di Yaumul kiyamah nanti. Adapun laporan observasi ini kami susun guna memenuhi persyaratan tugas mata kuliah Science Learning Innovation
di Prodi Pendidikan IPA Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar. Kami menyadari bahwasanya laporan yang kami buat masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritikan, masukan serta saran dari pembaca, agar nantinya laporan ini dapat menjadi lebih baik lagi. Demikian, dan apabila ada kesalahan pada laporan ini, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya. Walaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Makassar, 19 Februari 2019
Tim Penyusun
BAB II PENDAHULUAN A. Latar belakang kegiatan Secara umum observasi adalah suatu aktivitas pengamatan terhadap suatu objek secara
cermat dan langsung di lokasi penelitian, serta mencatat secara sistematis
mengenai gejala-gejala apa yang akan kita teliti. Adapun pendapat lain mengatakan bahwa arti dari observasi adalah suatu tindakan atau proses mengamati sesuatu atau seseorang dengan cermat untuk mendapatkan informasi. Teknik ini merupakan salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian. Kegiatan ini direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikendalikan keandalannya (realiabilitas) dan kesahihannya (validitas). Pada dasarnya tujuan dari observasi adalah untuk mendapatkan suatu data atau informasi yang dapat dibagikan kepada pihak lain dan disusun dalam sebuah laporan yang relevan dan bermanfaat sebagai bahan pembelajaran. Analisis dalam kegiatan observasi ini dimulai dari kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh kelompok observer terhadap proses pembelajaran IPA di kelas VII dan VIII, analisis dilakukan untuk mengidentifikasi apakah kesesuaian antara kompetensi dasar, indikator, model, metode dan media yang digunakan sudah tepat sesuai dengan sintaks pelaksanaan. Berdasarkan observasi yang telah kami laukan di SMPN Negri Makassar terdapat beberapa permasalahan yang kami amati dalam kegiatan proses belajar mengajar, salah satunya adalah kurangnya keingintahuan dan minat belajar peserta didik dalam belajar sehingga mereka sulit untuk memahami konsep-konsep dan prinsip dari materi yang disampaikan. Ketidaktahuan siswa mengenai konsep-konsep IPA menjadi penyebab mereka lekas bosan dan tidak tertarik pada pelajaran IPA, di samping pengajar IPA yang mengajar secara monoton, metode pembelajaran yang kurang variasi dan hanya berpegang teguh pada diktat – diktat atau buku-buku paket saja. Selain itu berdasarkan hasil observasi yang telah kami lakukan, pendidik terlalu sering menggunakan model pembelajaran konvensional (ceramah). Pada pembelajaran IPA model pembelajaran konvensional (ceramah) kurang memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga siswa cenderung hanya diam dan hanya
mendengarkan penjelasan dari guru saja dan pembelajarn konvensional itu kurang memfasilitasi siswa untuk kerjasama tim antar siswa satu dengan yang lain. Oleh karena itu, perlu ada suatu model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar sehingga keingintahuan dan minat belajar peserta didik lebih meningkat dari sebelumnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif. Menurut Zakaria and Iksan (2007) “cooperative learning is grounded in the belief that learning is most effective when students are actively involved in sharing ideas and work cooperatively to complete academic tasks”. Belajar kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Salah satu pemeblajaran yang dirasa cocok untuk mengkatifkan peserda didik adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). Pembelajaran kooperatif TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan dan menumbuhkan minat belajar IPA siswa karena di dalam TGT terkandung proses permainan yang menjadikan proses pembelajaran akan lebih menyenangkan, selain itu tipe TGT lebih melibatkan kelompok, di dalamnya terdapat diskusi kelompok dan diakhiri dengan suatu game/turnamen. Dalam TGT, siswa dibagi menjadi beberapa tim belajar yang terdiri atas empat sampai enam orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya.. Handayani (2010) menyatakan bahwa aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa belajar lebih rileks, disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. Berdasarakan uraian latar belakang
diatas
adapun
judul
yang
akan
saya
ajukan
yaitu
PENGARUH
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMEN (TGT) TERHADAP KEINGINTAHUAN DAN MINAT BELAJAR SISWA. Inovasi Teams-Games-Tournament (TGT), pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam metode ini, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan
bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual (Robert E. Slavin, 2008). Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Kiranawati, 2007). Menurut Robert E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama, yaitu : presentasi di kelas, tim (kelompok), game (permainan), turnamen (pertandingan), dan rekognisi tim (perhargaan kelompok). Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Lebih lanjut, dijelaskan mengenai langkah-langkah pembelajaran TGT modifikasi dari Robert E. Slavin bahwa TGT terdiri dari siklus reguler dari aktivitas pengajaran, sebagai berikut: 1. Presentasi Kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, dan diskusi yang dipimpin guru. Disamping itu, guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game/turnamen karena skor game/turnamen akan menentukan skor kelompok.
2. Belajar Kelompok (Tim) Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 orang yang anggotanya heterogen dilihat dari kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan. Pada saat pembelajaran, fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game/turnamen. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan modul. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran
dapat
berlangsung
dengan
baikPersiapan
Permainan/Pertandingan. Guru mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi, bernomor 1 sampai 30. Kemudian guru mempersiapkan alat-alat untuk permainan, yaitu: kartu permainan yang dilengkapi nomor, skor, pertanyaan, dan jawaban mengenai materi. 3. Permainan/Pertandingan (Game/Turnamen) Game/Turnamen terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk memilih kartu bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba menjawab pertanyaan yang muncul. Apabila tiap anggota dalam suatu tim tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka pertanyaan tersebut dilempar kepada kelompok lain, searah jarum jam. Tim yang bisa
menjawab dengan benar pertanyaan itu akan mendapat skor yang telah tertera dibalik kartu tersebut. Skor ini yang nantinya dikumpulkan tim untuk menentukan skor akhir tim. Pemilihan kartu bernomor akan digilir pada tiap-tiap tim secara bergantian searah jarum jam, sampai habis jatah nomornya.
4. Rekognisi Tim (Penghargaan Tim) Penghargaan diberikan kepada tim yang menang atau mendapat skor tertinggi, skor tersebut pada akhirnya akan dijadikan sebagai tambahan nilai tugas siswa. Selain itu diberikan pula hadiah (reward) sebagai motivasi belajar. Adanya dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan siswa dapat menikmati proses pembelajaran dengan situasi yang menyenangkan dan termotivasi untuk belajar dengan giat yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahaman terhadap sejumlah materi pelajaran sehingga hasil belajar mencapai optimal. Muflihah (2004), dalam penelitiannya yang telah dilakukan menunjukkan bahwa metode TGT dapat meningkatkan hasil belajar dengan baik. Penerapan pembelajaran TGT dapat dijadikan alternatif bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran, membantu mengaktifkan kemampuan siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lain. Siswa terbiasa bekerja sama dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar, sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. TGT merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang sangat bermanfaat bagi siswa. Adanya permainan dalam bentuk turnamen akademik yang dilaksanakan pada akhir pokok bahasan, memberikan peluang bagi setiap siswa untuk melakukan yang terbaik bagi kelompoknya, hal ini juga menuntut keaktifan dan partisipasi siswa pada proses pembelajaran. Dengan demikian akan terjadi suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal akademik, setiap siswa berlomba-lomba untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Tujuan
Adapun tujuan inovasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe
TGT
(Teams-Games-Tournament)
dapat
keingintahuan dan minat belajar peserta didik di SMPN 3 Makassar.
meningkatkan
Kelemahan dan Kelebihan Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori kognitif. Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal. Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Pengelompokan siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain. Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain: 1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas 2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbed aan individu 3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa 5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain 6) Motivasi belajar lebih tinggi 7) Hasil belajar lebih baik 8.) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi Sedangkan kelemahan TGT adalah: 1. Bagi Guru Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh. 2. Bagi Siswa Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan
akademik
tinggi
agar
dapat
dan
mampu
menularkan
pengetahuannya kepada siswa yang lain.
B. Uraian Aktivitas Observasi 1. Hari/tanggal
: Selasa, 19 Februari 2019
Waktu
: 09.15 WITA-11.00 WITA
Objek
: Siswa kelas VIII.4 dan VIII.7 SMP Negeri 1 Makassar
Jumlah Kelas
: Sembilan (VIII.1 – VIII.9)
Nama Guru
: Murni.M,Pd
2. Hati/tanggal
: Senin-Selasa, 25-26 Februari 2019
Waktu
: 08.55 WITA-11.00 WITA
Objek
: Siswa kelas VII.1 dan VII.6 SMP Negeri 3 Makassar
Jumlah Kelas
: Sepuluh (VII.1 – VII.10)
Nama Guru
: Dra.Hj.Rostini.MM
BAB III DASAR TEORI A. Karakteristik Peserta Didik Peseta didik menurut ketentuan umum Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik mempunyai perasaan dan pikiran seta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan,sandang,papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sesuai dengan potensinya). Dalam tahap perkembangannya, peserta didik SMP berada pada tahap periode perkembangan Operasional formal (umur 11/12-18 Tahun). Masa pertumbuhan siswa di usia SMP/MTs merupakan masa remaja, satu peralihan dari anak-anak ke dewasa. Pada masa singkat ini, siswa mengalami perkembangan secara signifikan dalam hidupnya, bukan hanya pada fisik, namun juga emosi, sosial, perilaku, intelektual, dan moral. Banyak masalah dan benturan yang mungkin terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan ini, sehingga agar remaja dapat tumbuh secara optimal maka dibutuhkan dukungan dan kesempatan pada dirinya untuk mengembangkan diri dengan disertai pendamping dari orang dewasa dan juga dukungan dari pihak sekolah sendiri. Hal ini terjadi dalam kegiatan observasi yang kami lakukan, sebagian besar peserta didik yang kami dapatkan sangat susah untuk diatur walapun tak bisa dipungkiri mereka aktif dalam menjawab pertanyaan dari guru. Mengapa kami mengatakan peserta didik ini susah untuk diatur, terbukti pada kelas yang kami sandangi, beberapa siswa yang masih saja berteriak-teriak didalam kelas padahal kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, mengangkat meja kesembarang tempat, tidak mendegarkan guru pada saat menjelaskan dan juga berlarian kesana kemari meskipun anak ini telah ditegur, anak ini tetap mengulangi perbuatannya.
B. Pemahaman Konsep Materi yang Diajarkan Observasi yang telah kami lakukan dikelas VII SMPN 3 Makassar ini terkait dengan materi pencemaran lingkungan, sedangkan dikelas VIII SMPN 1 Makassar yaitu system ekskresi. Kami juga melakukan wawancara kepada siswa dari masingmasing kelas tersebut. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dikelas VII SMPN 3 Makassar beberapa siswa ini mengaku tidak mengalami kendala dalam belajar karena pembawaan guru yang baik dan bersemangat membuat pada peserta didik pun turut bersemangat dalam menjawab pertanyaan guru, sedangkan beberapa siswa masi kurang paham dan tidak mengerti dengan materi yang disampaikan, selain itu siswa mengaku sering kali kehilangan minat belajar atau tidak fokus saat belajar diakibatkan system moving class yang diterapkan disekolah. Beberapa siswa merasa lelah untuk mencari kelas saat ingin belajar. Waktu belajar kurang optimal karena terpotong untuk perpindahan kelas, kebijakan disekolah ini memberikan toleransi waktu 5-10 menit untuk keterlambatan siswa. Siswa juga sering kali merasa kesulitan membawa kemanapun barang-barang yang ia bawa seperti tas, buku-buku, dan lain-lain, akibatnya keingintahuan dan minat belajar peserta didik sering kali terganggu.. Sedangkan peserta didik di kelas VIII SMPN 1 Makassar mengatakan tidak mengalami kendala dengan system yang diterapkan sekolah, namun peserta didik di kelas VIII SMPN 1 Makassar seringkali merasa bosan dengan materi yang diajarka guru. Beberapa peserta serta didik tidak paham dengan konsep materi yang diajarkan guru dikelas akibat metode pembelajaran yang digunkana guru sangat membosankan dan tidak menarik.
BAB IV HASIL PENGAMATAN A. Model Pembelajaran Model pembelajaran yang diterapkan dalam kelas VIII.4 SMP Negeri 1 Makassar ialah model Pembelajaran Discovery Learning. Materi yang diajarkan ialah system ekskresi (KD 3.10 Menganalisis sistem eksresi pada manusia dan memahami gangguan pada sistem eksresi serta upaya menjaga kesehatan sistem eksresi) guru menerapkan model Pembelajaran Ceramah. Adapun hasil observasi berdasarkan kesesuaian sintaks pada model pembelajaran Discovery Learning antara lain : Sintaks
Kegiatan Pendidik Memenuhi Kurang Tidak
Respon peserta didik Paham Kurang Tidak
Kegiatan awal a. Mengucap salam b. Berdoa c. Memeriksa kehadiran d. Menyiapkan
bahan serta sumber belajar Memberikan stimulus berupa pertanyaan
kepada siswa. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menganalisis masalah melalui bahan ajar .
Merumuskan masalah.
Membuat kesimpulan.
Model pembelajaran yang diterapkan di SMPN 3 Makassar pada kelas VII.1 adalah model pembelajaran Dicovery learning. Pada kelas VII.1, materi pencemaran lingkungan (KD 3.8. Menganalisis terjadinya pencemaran lingkungan dan dampaknya bagi ekosistem) guru menerapkan model pembelajaran discovery learning. Adapun hasil observasi berdasarkan kesesuaian sintaks pada model pembelajaran discovery learning antara lain : Sintaks
Kegiatan Pendidik Memenuhi Kurang Tidak
Respon peserta didik Paham Kurang Tidak
Kegiatan awal
a. Mengucap salam b. Berdoa c. Memeriksa
kehadiran Memberikan stimulus
berupa pertanyaan
kepada siswa. Memberikan kesempatan
kepada
siswa
untuk
menganalisis
masalah
menggunkan
bahan
ajar. Mengumpulkan dan
data
informasi
sebanyak-banyaknya Merumuskan masalah
Mengajukan hipotesis
Mengelolah data dan
informasi yang
ditemukan Membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang diajukan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh Menarik kesimpulan
Berdasarkan tinjauan sintaks model pembelajaran discovery learning, dari hasil obsevasi yang kami lakukan terdapat beberapa permasalahan yang kami temukan antara lain yaitu: No . 1.
Permasalahan
Solusi
Pada kegiatan awal, guru tidak
Pemanfaatan tekhnologi hingga
memperhatikan kehadiran peserta didik dan
memudahkan proses kerja manual
hanya mengandalkan aplikasi daftar hadir
memang sangat membantu.
yang terconnect dengan Wifi sekolah
Namun, sebagai antisipasi, guru
( menggunkan sidik jari). Akibatnya
seharusnya juga memperhatikan
pelajaran telah dimulai dan kehadiran siswa
daftar hadir siswa secara manual
tidak diketahui, selain itu daftar hadir
dikelas, dan tidak memberikan
manual dipegang oleh siswa (ketua kelas),
daftar hadir ke siswa sebagai
sehingga dapat terjadi kemungkinan
penanggung jawab untuk menjaga,
kehadiran peserta didik diubah atau
membawa, dan mengisi absen
dimanipulasi oleh peserta didik di kelas.
manual tersebut jika sewaktuwaktu guru lupa atau tidak memperhatikan daftar hadir siswa dikelas, oleh karena itu daftar hadir manual sebaiknya dipegang oleh
2.
Model pembelajaran yang diberikan belum
guru. Pada model pembelajaran
sesuai sintaks terkhususnya pada tahap
discovery learning, dimana peserta
pengumpulan data dan informasi. Hal ini
didik diminta untuk menemukan
karena sumber informasi yang digunakan
konsep-konsep serta prinsip dari
masi sangat kurang, akibatnya peserta didik
permaslahan yang diajukan .
kurang paham dengan materi yang diajarkan
Seharusnya guru atau sekolah
dan hanya mengandalkan penjelasan yang
menyediakan lebih banyak lagi
disampaikan guru.
literatur atau sumber informasi yang dapat digunakan siswa, selain itu penggunaan media dalam menyelesaiakan masalah juga sangat penting, seperti memberikan contoh dalam bentuk gambar atau
3.
Peserta didik sulit untuk memahami konsep
video. Pada pembelajaran IPA, model
dan prinsip dari seluru materi yang
pembelajaran
diajarkan.
(ceramah) kurang memberikan
konvensional
kesempatan siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga siswa cenderung hanya dian dan hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja, oleh karena itu perlu
ada
pembelajaran
suatu yang
metode dapat
memberikan kemudahan siswa untuk mempelajari ilmu IPA secara baik dan benar. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan
yaitu
Belajar
kooperatif. Belajar kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan
yang
berbeda.
Pembelajaran yang dirasa cocok untuk
mengaktifkan
siswa
adalah pembelajaran kooperatif tipe
TGT(Teams
Games
Tournament). di dalam TGT terkandung proses permainan yang
menjadikan
pembelajaran
akan
menyenangkan. (2010)
proses lebih
Handayani
menyatakan
bahwa
aktivitas
belajar
dengan
permainan
yang
dirancang
dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa belajar lebih rileks, disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.
4.
Pada peserta didik yang telah
Seharusnya, dalam materi yang
mendapatkan/melewati materi tersebut,
sama harus diterapkan model
mengaku lupa dan hanya sedikit mengingat
pembelajaran yang tepat. Model
materi yang diajarkan. Setelah kami telusuri
discovery tidak cocok untuk materi
ternyata model pembelajaran yang
praktikum sehingga harus
digunakan keseluruhan menggunakan model
diterapkan model inquiry.
discovery learning, sehingga materi yang seharusnya dipahami dengan keterampilan intelektual berdasarkan pengamatan/praktikum atau menggunakan model pembelajaran Inquary sulit untuk dipahami. A. Metode pembelajaran Metode pembelajaran yang diterapkan di SMPN 3 Makassar antara lain:
Metode ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
Metode resitasi Metode resitasi merupakan metode mengajar dengan siswa diharuskan membuat resume tentang materi yang sudah disampaiakan guru, dengan menuliskannya pada kertas dan menggunakan bahasa sendiri.
Metode pembelajaran yang diterapkan di SMPN 1 Makassar antara lain:
Metode ceramah Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
Metode demostrasi Metode demonstrasi digunakan pada pengajaran dengan proses yaitu menggunakan benda atau bahan ajar pada saat pengajaran. Bahan ajar akan memberikan pandangan secara nyata terhadap apa yang akan dipelajari, bisa juga melalui bentuk praktikum. Metode demonstrasi ini memiliki manfaat antara lain siswa jadi lebih tertarik dengan apa yang diajarkan, siswa lebih fokus dan terarah pada materi, pengalaman terhadap pengajaran lebih diingat dengan baik oleh siswa.
B. Media pembelajaran Berdasarkan hasil observasi kami, SMPN 1 Makassar dan SMPN 3 Makassar masinh-masing hanya memiliki 1 buah laboratorium. Hal ini memberikan kemudahan
bagi guru dalam penyediaan alat penunjang media pembelajaran. Adapun media pembelajaran yang sering digunakan dalam mengajarkan IPA antara lain :
Media visual (Poster, alat peraga, mikrokop)
Media Cetak (Buku pelajaran dan modul)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Model pembelajaran, motode, assesment, dan juga media yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar SMPN 1 Makassar dan SMPN 3 Makassar masih belum maksismal, masih ada beberapa yang kurang dan tidak berjalan sesuai dengan model sintaks dan model pembelajaran. B. Saran Bagi kita semua sebagai pendidik dan calon pendidik perlulah kita terus mengevaluasi diri kita akan kegiatan belajar mengajar dikelas, mengerti dengan baik fungsi kita sebagai pendidik, malaksanakan kewajiban dengan penuh tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Tanireadja, Turkiran. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung. Alfabeta (diakses tanggal 25 Februari 2019) Abdullah Sani, Ridwan. 2013. Inovesi Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara (diakses tanggal 25 Februari 2019)