SENSITIVITAS SKOR ALVARADO SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK PADA PASIEN APENDISITIS DI RUMAH SAKIT CUT MEUTIA ACEH UTARA TAHUN 2018
USULAN PENELITIAN SKRIPSI
ANDI RAHMAT 160610022
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE NOVEMBER 2018
SENSITIVITAS SKOR ALVARADO SEBAGAI ALAT DIAGNOSTIK PADA PASIEN APENDISITIS DI RUMAH SAKIT CUT MEUTIA LHOKSEUMAWE
USULAN PENELITIAN SKRIPSI Diajukan ke Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
Oleh ANDI RAHMAT 160610022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE NOVEMBER 2018
Daftar isi
Daftar tabel
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.(1) Satu dari tujuh orang berisiko mengalami apendisitis akut. Insidensi apendisitis akut adalah 90-100 per 100.000 jiwa per tahun di negara berkembang.(2) Individu memiliki risiko sekitar 7% untuk apendisitis selama hidup mereka. Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Walaupun alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui, faktor risiko yang potensial adalah diet rendah serat dan tinggi gula, riwayat keluarga, serta infeksi(3) Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Banyak hal dapat sebagai faktor pencetusnya,diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit (faex = tinja, lithos = batu), tumor apendiks, dan berupa erosi mukosa oleh cacing askaris dan E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi menaikkan tekanan intrasekal, menyebabkan sumbatan fungsional apendiks, dan meningkatkan pertumbuhan flora kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.(4) Meskipun akurasi metode diagnosis terus dikembangkan, tingkat kesalahan diagnositik masih sekitar 20-30%. Selain itu, pada wanita usia 12-40 tahun ditemukan persentase tindakan laparotomi yang tidak perlu dilakukan mencapai 45,6%. Pada beberapa kasus, ketika dilakukan operasi ditemukan tumor sekum, kista ovarium terpuntir atau kehamilan ektopik. Selain tindakan operasi yang tidak perlu dilakukan, pasien juga berisiko
mengalami infeksi luka operasi, mengalami hernia atau ileus mekanik, yang biasanya terjadi akibat adhesi setelah apendektomi. (5) Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut, terdapat beberapa sistem skoring yang telah diajukan dan hingga kini yang paling banyak digunakan adalah sistem skoring Alvarado. Skor Alvarado ditemukan tahun 1989 oleh Alvarado dengan total skor 10. Skor ini dinilai berdasarkan gejala, tanda dan diagnostik. Pada buku ajar bedah Bailey and love’s dijelaskan bahwa skor Alvarado skor 7 atau lebih dapat memprediksi apendisitis secara tepat. Pada skor 5-6 dilakukan pemeriksaan penunjang berupa abdominal CT Scan dan ultrasonografi abdomen. Pada skor Alvarado 7 atau lebih dilakukan tindakan apendektomi.(6) Penelitian yang didapatkan oleh Maria Meildi (2015), bahwa uji diagnostik untuk menilai skor Alvarado pada penderita Apendisitis akut, dengan pengambilan 52 sampel dilakukan dari bulan Agustus-Desember 2015 di IGD RSUD Zainoel Abidin dan RSUD Meuraxa Banda Aceh. Dari penelitian tersebut mendapatkan dari total 52 pasien masuk terdapat jumlah laki-laki 27 orang dan perempuan 25 orang. Skor Alvarado diatas 7 dengan konfirmasi hasil patologi anatomi suatu apendisitis akut didapatkan 32/35 pasien, skor kurang dari 7 yang diagnosa apendisitis akut yang dikonfirmasi dengan patologi anatomi dengan suatu apendisitis akut didapat 6/17 pasien. Nilai uji diagnostik skor Alvarado pada penelitian ini didapatkan nilai duga positif 91,43%, nilai duga negatif 64,71% dan senstivitas 84,21%. Skor Alvarado memiliki tingkat nilai prediksi positif, nilai duga negatif, dan sensitivitas yang tinggi untuk mendiagnosis suatu apendisitis akut di Banda Aceh.(7) Oleh karena itu pada penelitian ini akan melakukan uji diagnostik skor Alvarado untuk mendiagnosis suatu apendisitis di Rumah Sakit Cut Meutia Aceh Utara.
1.2
Rumusan Masalah Dengan tingginya prevalensi masalah Apendisitis di Indonesia secara umum dan di Provinsi Aceh khususnya dan kemudian didukung dengan adanya literatur yang mendukung keterkaitan antara Skor Alvarado dengan Apendisitis Akut serta ditambah lagi dengan minimnya penelitian yang dilakukan di Indonesia terkait Appendisitis pada masyarakat, maka peneliti tertarik untuk meneliti Sensitivitas Skor Alvarado Sebagai Alat Diagnostik Pada Pasien Apendisitis Akut Di Rumah Sakit Cut Meutia Lhokseumawe Tahun 2018.
1.3
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran penyakit apendisitis di Rumah Sakit Cut Meutia 2018? 2. Bagaimana sensitivitas Skor Alvarado di Rumah Sakit Cut Meutia?
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui Sensitivitas Skor Alvarado Sebagai Alat Diagnostik Pada
Pasien Apendisitis Akut Di Rumah Sakit Cut Meutia Lhokseumawe Tahun 2018 1.4.2
Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran penyakit Apendisitis di Rumah Sakit Cut Meutia 2018 2. Mengetahui sensitivitas Skor Alvarado di Rumah Sakit Cut Meutia
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1
Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya tentang sensitivitas Skor Alvarado sebagai alat diagnostik pada pasien Apendisitis 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi di perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh. 1.5.2
Manfaat Praktisi Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah menambah wawasan penulis
mengenai senstivitas Skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Telaah Pustaka
2.1.1 Skor Alvarado Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana untuk mendiagnosis apendisitis akut pada usia dewasa. Sistem skoring ini dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 untuk mendiagnosis pasien apendisitis pada penelitian kohort terhadap 305 pasien suspek apendisitis di Nazareth Hospital, Philadelphia, United States of America. Sistem skoring ini didasarkan pada 8 faktor yang umumnya didapatkan pada pasien apendisitis tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium sederhana yang sering didapatkan pada pasien apendisitis akut.(8) Untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada apendisitis akut maka perlu dibuat diagnosis yang tepat. Diagnosis apendisitis ditegakkan sebagian besar berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang. Salah satu upaya untuk mendiagnosis apendisitis akut secara mudah, cepat, dan tidak invasif ialah dengan menggunakan skor Alvarado.(9)
Alvarado score or MANTRELS
Symptoms
Signs
Variable
Score
Migration of pain from central abdomen to right iliac fossa
1
Anorexia
1
Nausea-vomiting
1
Tenderness in right lower quadrant
2
Rebound pain
1
Elevation of temperature >37.3 ºC
1
Laboratory Leukocytosis Shift to the left >75% Total
2 1 10
Sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sistem skoring sederhana ini dapat menentukan tindakan selanjutnya pada pasien apendisitis akut. Jumlah seluruh skor dihitung untuk setiap pasien dan berdasarkan skor pasien dibagi menjadi tiga kelompok. Grup A dengan agregat skor 7-10 juga disebut sebagai kelompok darurat. Pasien-pasien ini disiapkan dan menjalani apendisektomi. Grup B dengan agregat skor 5-6 juga disebut sebagai kelompok.pengamatan Pasienpasien ini setelah masuk di observasi selama 24 jam dan di evaluasi ulang penerapan Alvarado Skor. Kondisi dari beberapa pasien membaik seperti yang ditunjukkan oleh penurunan di skor dan karena itu mereka dipulangkan dengan petunjuk bahwa mereka harus datang kembali jika gejala bertahan atau intensitasnya meningkat. Kondisi beberapa memburuk ditunjukkan oleh peningkatan skor. Setelah skor menjadi lebih dari 7, mereka operasi. Grup C dengan agregat skor 1-4 juga disebut sebagai kelompok keluar rumah. Pasien-pasien ini setelah gejala awal perlakuan dibuang dan dikirim pulang dengan instruksi untuk melaporkan kembali jika gejala menetap atau bertambah berat(10) Pada studi, sistem skoring dengan skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut lebih sensitif pada pasien laki-laki. Menurut buku Ajar Ilmu Bedah, sering terjadi kesalahan dalam mendiagnosis apendisitis akut pada perempuan, karena perempuan memiliki lebih banyak diagnosis banding yaitu masalah pada sistem genitalia interna diantaranya menstruasi, kehamilan ektopik, endometriosis, kista ovarium terpuntir, dan penyakit ginekologik lain. Hal ini menjadi sebab lebih rendahnya sensitifitas skor Alvarado pada perempuan daripada laki-laki karena secara anatomi letak organ reproduksi perempuan dekat dengan jaringan apendiks, jika terkena infeksi kemungkinan akan menimbulkan gejala-gejala yang hampir sama dengan gejala apendisitis akut. (11)
2.1.2 Apendisitis 2.1.2.1 Pengertian Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut (12) 2.1.2.2 Anatomi Apendiks berkembang dari posteromedial sekum dengan panjang bervariasi dengan rata-rata antara 6-10 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm. Posisi apendiks dalam rongga abdomen juga bervariasi, tersering berada posterior dari sekum atau kolon asendens. Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum, dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan peritoneum berjalan kontinyu disepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks.(13) Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis dari pleksus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut parasimpatis berasal dari kedua nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen medula spinalis thorakal 10(14) Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal (65%), pelvical (30%), patileal (5%), paracaecal (2%), anteileal (2%) dan preleal (1%). Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal, yang memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks(15)
2.1.2.3 Epidemiologi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2 (1). Sedangkan di negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih rendah karena letak geografinya dan penduduknya yang memiliki kebiasaan untuk memakan makanan berserat. Di Indonesia, apendisitis menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya.(16) Hasil studi Ivan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009 melaporkan bahwa distribusi usia kejadian apendisitis akut terbanyak ada pada kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang dari 60 sampel (35%), sedangkan untuk distribusi kejadian apendisitis akut terendah ada pada kelompok usia diatas 61 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3.3%) (17). 2.1.2.4 Klasifikasi 1. Apendisitis Akut Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. (18) Apendisitis akut dibagi menjadi : a. Apendisitis Akut Sederhana Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif c. Apendisitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tandatanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen d. Apendisitis Infiltrat Apendisitis
infiltrat
adalah
proses
radang
apendiks
yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
e. Apendisitis Abses Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal f. Apendisitis Perforasi Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik(19)
2. Apendisitis kronik Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat (20) 2.1.2.5 Etiologi 1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi di : a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak. b. Adanya fekolit dalam lumen apendiks. c. Adanya benda asing seperti biji – bijan. d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya. 2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli & Streptococcus. 3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun ( remaja dewasa ). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid pada masa tersebut. 4. Tergantung pada bentuk apendiks : a. Apendiks yang terlalu panjang. b. Masa apendiks yang pendek. c. Penonjolan jaringan limfoid pada lumen apendiks. d. Kelainan katup di pangkal apendiks. (21)
2.1.2.6 Patofisiologi Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah (22) Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal (23) Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi(24) 2.1.2.7 Manifestasi Klinis Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. (25) Menurut Wijaya.A.N dan Yessie ( 2013 ) tanda dan gejala apendisitis adalah :
1. Nyeri pindah ke kanan bawah ( yang akan menetap dan di perberat bila berjalan atau batuk ) dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc.Burney : nyeri tekan,nyeri lepas, defans muskuler. 2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung. 3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing sign). 4. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas (Blumberg). 5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan. 6. Nafsu makan menurun. 7. Demam yang tidak terlalu tinggi. 8. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang - kadang terjadi diare. Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara. (26) 2.1.2.8 Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mendiagnosis apendisitis dan mengeksklusi diagnosis alternatif seperti gastroenteritis viral, konstipasi, infeksi saluran kemih, sindrom hemolitik-uremik, Henoch-Schőnlein purpura, adenitis mesenterik, osteomielitis pelvis, abses psoas, dan penyakit tuboovarian ( kehamilan ektopik, kista ovarium, pelvic inflammatory disease, ovarian torsion (27)
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah : 1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. 2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney. 3. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. 4. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. 5. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. 6. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut
menunjukkan
peradangan
apendiks
terletak
pada
daerah
hipogastrium Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar
bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (28)
Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan) Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak (29)
2.1.2.9 Diagnosa Banding Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis apendisitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan apendisitis, diantaranya : 1. Gastroenteritis, ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan, apendisitis akut.
2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut. 3. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvik dan bisa terjadi syok hipovolemik. 4. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan apendisitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada apendisitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama. 2.1.1.10 Penatalaksanaan Menurut Mansjoer dkk, penatalaksanaan apendisitis terdiri dari: a. Sebelum operasi 1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi 2. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin 3. Rehidrasi 4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena 5. Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai 6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi b. Operasi 1. Apendiktomi 2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika 3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan c. Pasca Operasi 1. Observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan. 2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah 3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler 4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selam pasien dipuasakan 5. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. 6. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak 7. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit 8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
2.1.1.11 Prognosis
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan prabedah, serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah. Apendisitis tak berkomplikasi membawa mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran yang mencerminkan perawatan prabedah, bedah dan pascabedah yang tersedia saat ini. Angka kematian pada apendisitis berkomplikasi telah berkurang dramatis menjadi 2 sampai 5 persen, tetapi tetap tinggi dan tak dapat diterima (10-15%) pada anak kecil dan orang tua. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini 2.1.2.12 Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (30)
2.2
Kerangka Teori Cacing Askaris
Fekalit Obstruksi lumen apendiks vermiformis
E.histolytica
Hiperplasia Limfoid
Tumor apendiks
Distensi apendiks vermiformis Iskemi Gangguan vaskularisasi Kerusakan mukosa
Apendisitis akut
Inflamasi
Apendisitis purulenta
Apendisitis gangrenosa
Apendisitis infiltrat
Apendisitis abses
Apendisitis perforasi
Leukositosis
2.3
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Skor Alvarado
Gambar 1.Kerangka Konsep
Variabel Dependen
Apendisitis
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis/Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik dengan menggunakan pendekatan uji sensitivitas dan uji spesifisitas. Uji sensitivitas menggambarkan suatu test yang menguji pasien dengan penyakitnya dan dengan presentasi akhir nilai positif terhadap penyakitnya. Sedangkan uji spesifisitas menggambarkan pasien tanpa penyakit memiliki presentasi dengan hasil akhir negatif terhadap penyakitnya. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah kerja Rumah Sakit Cut Meutia Lhokseumawe 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari tahun 2019 sampai jumlah sampel tercapai 3.3 Populasi,sampel,besar sampel dan teknik pengambilan sampel 3.3.1 Populasi Populasi target pada penelitian ini adalah semua penderita dengan diagnosis apendisitis yang datang berobat ke ruang emergensi dan dirawat di bagian lain dan dikonsulkan dengan keluhan yang sama. Data yang diambil meliputi jenis kelamin, usia, anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
3.3.2 Sampel Sampel pada penelitian ini merupakan penderita dengan diagnosis apendisitis yang datang ke ruang emergensi di RSUD Cut Meutia Aceh Utara dan memenuhi syarat : 3.3.2.1 Kriteria Inklusi 1. Pasien Apendisitis. 2. Pasien yang bersedia untuk menjadi subjek penelitian. 3.3.2.2 Kriteria Ekslusi 1. Pasien dengan peritonitis umum diduga karena apendisitis perforasi/kebocoran usus lainnya 2. Pasien dengan appendicular mass
3.3.3 Besar Sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh pasien apendisitis yang berada di Rumah Sakit Umum Cut Meutia, Aceh Utara tahun 2018, sebanyak 20 pasien.
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (dependen) dan variabel terikat (independen). Dalam penelitian ini variabelnya yaitu : Variabel Dependen
: Apendisitis
Variabel Independen : Skor Alvarado
3.4.2 Definisi Operasional a. Skor Alvarado Skor Alvarado adalah alat bantu sarana yang sederhana, murah dan dengan diterapkan pada penegakan diagnosis apendisitis akut. Skor Alvarado dapat diukur dengan pemeriksaan fisik dan secara klinis. Skala ukur interval yaitu 1-4 : bukan apendisitis akut. 5-6 suspek apendisitis akut dan >7 apendisitis akut. b. Apendisitis Akut Apendisitis akut adalah infeksi pada organ apendiks yang diawali dengan penyumbatan dari lumen apendiks oleh mukus, fekalit, atau benda asing yang diikuti oleh infeksi bakteri dari proses peradangan. Skor Alvarado dan histopatologi apendiks. Cara ukur dengan pemeriksaan fisik dan gambaran histopatologi makroskopis serta mikroskopis. Hasil ukur secara ordinal : ya apendisitis akut dan tidak : bukan suatu apendisitis akut.
28
3.5 Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien yang menjalani operasi apendisitis di RS Cut Meutia 3.6 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung peneliti pada subjek penelitian.
3.7 Prosedur pengambilan atau pengumpulan data 1.
Peneliti mengajukan permohonan izin pada institusi pendidikan yaitu Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh untuk melakukan penelitian.
2.
Peneliti mengajukan permohonan izin pada kepala Rumah Sakit Cut Meutia Lhokseumawe untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut dalam waktu 1 bulan.
3.
Pedoman wawancara dengan Dokter Bedah di RS Cut Meutia
4.
Peneliti mengidentikasi rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampel.
5.
Peneliti menentukan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi.
6.
Setelah mendapatkan responden yang sesuai dengan kriteria inklusi, selanjutnya peneliti akan meminta persetujuan dari responden untuk melakukan penelitian dengan member surat persetujuan menjadi responden (informed consent).
29
3.8 Alur Penelitian Surat penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Surat Izin dari Rumah sakit Cut Meutia Aceh Utara Meminta izin melakukan penelitian di IGD Rumah sakit Cut Meutia Aceh Utara Meminta persetujuan pasien untuk menjadi subjek penelitian
Setuju
Tidak Setuju
Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Skor Alvarado 3.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan data Dalam pengelohan data peneliti menggunakan software statistik SPSS dengan tahapan sebagai berikut : 1.
Koreksi data (editing) Data yang telah terkumpul dari subjek penelitian dan kemudian diperiksa,
bertujuan untuk mengecekan apakah data tersebut telah lengkap sehingga dapat dibaca dengan baik. 2.
Pengkodean (coding)
30
Pengkodean atau coding adalah klarifikasi bentuk data/jawaban yang ada didasarkan dengan jenis-jenisnya, kemudian diberi kode sesuai dengan karakter masing- masing yang berupa angka untuk memudahkan dalam pengolahan data. 3.
Penyusunan data (tabulating) Merupakan langkah memasukan dan mengelompokkan data hasil penelitian
kedalam tabel sesuai kriteria. 4.
Pembersihan data (cleaning) Langkah ini digunakan untuk menghilangkan data yang tidak perlu.
5.
Pemasukan data (entry) Pada langkah ini, data yang diperoleh dimasukan kedalam lembar kerja
komputer untuk memudahkan pengolahan data. 3.9.2 Analisis data Analisis data penelitian ini diilakukan dengan cara analisis univariat dan bivariat. 1. Analisis data univariat (deskriptif) Bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti. Variabel yang diteliti antara lain: jenis kelamin, usia dan jumlah skor Alvarado 2. Analisis data bivariat Analisis data bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara uji diagnostik
DAFTAR PUSTAKA 1.
Baxter R, Hastings N, Law
A., Glass Ej. [ No Title ]. Anim Genet.
2008;39(5):561–3. 2.
Baresti Sw, Rahmanto T, Bedah Bi, Sakit R, Ahmad D, Metro K. Sistem Skoring Baru Untuk Mendiagnosis Apendisistis Akut. 2017;6:169–73.
3.
Who.
World
Health
Organization.
2018;1–21.
Available
From:
Http://Www.Who.Int/Topics/Nursing/En/ 4.
Pangkep Kab, Sirma F, Haskas Y, Tidak D, Stikes T, Hasanuddin N. Faktor Risiko Kejadian Apendisitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep. 2010;1–8.
5.
Vljql N, Phuxsdndq Dqj, Shunxpsxodq O. No Title. 58:5–9.
6.
Wiyono Mh. Aplikasi Skor Alvarado Pada Penatalaksanaan Apendisitis Akut. 1988;17(6):35–41.
7.
Pasien P, Akut A. Residen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Staf Pengajar Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 1. 2015;85–8.
8.
Skor Alvarado. 2012;
9.
Denpasar Uu. Tesis Validitas Diagnostik C-Reactive Protein ( Crp ) Pada Pasien Dengan Apendisitis Akut Skor Alvarado 5-6. 2016;
10.
Kedokteran S. Oleh : Halaman Pengesahan Gambaran Pengetahuan Dan Stkap Masy .\ Rakat Tentang Penyakit Appendisitis Di Puskesmas 23 I L I R Palembang Tahun 2013. 2010;
11.
Zuriati R. K A R A K T E R I S T I K Penderita Apendisitis A K U T Di Rsud Palembang Bari Periode Fakultas K E D O K T E R A N Universitas Muhammadiyah Palembang. 2016;
12.
Ii Bab, Pustaka T. No Title. 2010;5–28.
13.
Indonesia U. Karakteristik Pasien...,Eylin, Fk Ui., 2009 4 Universitas Indonesia. :4–16.
14.
Musa A. Perbedaan Lama Rawat Inap Dan Biaya Perawatan Antara Terapi Teknik Konvensional Dan Laparaskopi Pada Pasien Apendisitis Di Rsud Dr Moewardi Skripsi. Perpustakaan.Uns.Ac.Id Digilib.Uns.Ac.Id. 2011;
15.
Kotabaru K. Nursing News Volume 2, Nomor 2, 2017. 2017;2.
16.
Hananto S, Nugroho P. Hubungan Intake Cairan Dengan Penyembuhan Luka. 2013;253–5.
17.
Dalgleish T, Williams Jmg., Golden A-Mj, Perkins N, Barrett Lf, Barnard Pj, Et Al. [ No Title ]. J Exp Psychol Gen. 2007;136(1):23–42.
18.
Mobilisasi P, Terhadap D, Nyeri T, Post K, Apendektomi O, Ruang Di, Et Al. Digital Repository Universitas Jember. 2015;
19.
Penelitian H, Karya U, Bidang D, Bedah I, Nirmala A. Perbandingan Efek Pemberian Fluorokuinolon Injeksi Selama 3 Hari Dilanjutkan Oral 4 Hari Dengan Injeksi 7 Hari Terhadap Penyembuhan Luka Operasi Apendisitis Komplikata. 2017;1–81.
20.
0008038 Wa. Hubungan Antara Usg Appendisitis Akut Dengan Jumlah Leukosit Skripsi. 2011;
21.
Astuti W. Asuhan Keperawatan Pada..., Windi Astuti, Fakultas Ilmu Kesehatan Ump, 2014. 2011;7–20.
22.
Utara Us. Gut Associated Lymphoid Tissue ). 2010;
23.
Mayasari T. Pemberian Terapi Guided Imagery Dan Iringan Musik Untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pada Asuhan Keperawatan Nn. Y Dengan Post Operasi Appendisitis Di Ruang Kantil I Rsud Karanganyar. 2015;
24.
K Ih. Identifikasi Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Rumah Sakit Umum Bahteramas Sulawesi Tenggara Karya. 2016; 27
25.
Meak E, Kesehatan K, Indonesia R, Kesehatan P, Kupang K, Kupang Jk. Asuhan Kebidanan Berkelanjutan Pada Ny. E.K Di Pustu Tenau Periode Tanggal 02 Mei Sampai 09 Juni 2018. 2018;
26.
Andini Ar. Oral Hygiene Terhadap Jumlah Bakteri Orofaring Pada Penderita Dengan Ventilator Universitas Diponegoro Tahun 2012. 2012.
27.
Kesehatan K, Indonesia R, Kendari Pk, Keperawatan J. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas Fisik Di Ruang Melati Rsud Kota Kendari. 2018;
28.
Studi P, Dokter P, Kedokteran F, Palu Ua. Gambaran Faktor Resiko Penderita Appendisitis Akut Yang Dirawat Inap Di Bagian Bedah Rsd. Madani Palu Tahun 2018. 2018;
29.
Di Du, Sakit R, Daerah U, Januari-Desember Cp. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pasien Bedah Apendektomi Dengan Metode Atc/Ddd Dan Du 90% Di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Periode Januari-Desember 2016. 2017;
30.
Rumah Di, Umum S, Radja Sdg. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Hari Rawat Pasien Post Appendectomy. 2013;
28