BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gizi berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Di Indonesia permasalahan gizi masih menjadi permasalahan yang sering terjadi khususnya gizi kurang atau malnutrsisi (Kurniasih et al., 2010). Gizi kurang atau malnutrisi adalah kondisi kekurangan gizi akibat jumlah kandungan mikronutrien dan makronutrien yang tidak memadai. Dari segi asupan gizi, gangguan petumbuhan mengindikasikan efek kumulatif dari kekurangan asupan energi, zat gizi makro atau zat gizi mikro dalam jangak panjang (Umeta et al., 2003) . Masalah gizi kurang yang terjadi di Indonesia yaitu kurang energi protein (KEP). KEP merupakan masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak cukup mengandung energi dan protein dan juga karena gangguan kesehatan. Manifestasi KEP ditentukan dengan pengukuran status gizi (Baliwati, 2004). Berdasarkan pengukuran status gizi terdapat kategori status gizi balita KEP yaitu underweight (BB/U), wasted atau kekurusan (BB/TB), dan stunted atau pendek (TB/U). Masalah gizi merupakan masalah ekologi, karena adanya interaksi antara berbagai faktor lingkungan, baik fisik, sosial, ekonomi, budaya maupun politik (Jelliffe, 1989). Secara operasional, faktor-faktor yang menjadi pencetus timbulnya masalah gizi diantaranya kemiskinan, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan faktor lainnya (Suhardjo, 1989).
1
Keadaan gizi yang baik dan sehat pada masa balita merupakan fondasi penting bagi kesehatan anak di masa depan. Kekurangan gizi yang terjadi pada masa tersebut dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan pada anak karena proses tumbuh kembang yang pesat terjadi pada usia 1-3 tahun (Sutomo et al., 2010). Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan berlanjut dalam setiap siklus kehidupan manusia. Wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis (KEK) akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Hal tersebut akan berlanjut menjadi balita dengan gizi kurang (stunting) (I Dewa, et al., 2002). Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. WHO mengartikan stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional (Rudert., 2014). Stunting terhadap perkembangan otak sangat merugikan anak. Perkembangan otak anak di masa golden period (0 – 3 tahun), akan menyebabkan sel otak tidak tumbuh sempurna. Hal ini disebabkan karena 80- 90% jumlah sel otak terbentuk semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila gangguan tersebut terus berlangsung maka akan terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 point (I Dewa, et all., 2002). Kejadian stunting berkaitan erat dengan berbagai macam faktor penyebab, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya. Menurut UNICEF pada tahun 2014 terdapat dua faktor utama penyebab stunting yaitu
2
asupan makanan yang tidak adekuat, seperti kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro serta adanya penyakit infeksi (Rudert., 2014). The World Bank pada tahun 2007 menambahkan, selain tidak adekuatnya asupan makanan dan infeksi, status berat badan lahir juga mempengaruhi secara langsung kejadian stunting (The World Bank., 2007). Menurut Soetjiningsih (2013) tumbuh kembang anak juga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Soetjiningsih., 2013).
Pada umumnya dampak yang ditimbulkan dari stunting tidak hanya dirasakan oleh individu yang mengalaminya tetapi juga berdampak terhadap perekonomian dan pembangunan bangsa. Beberapa penelitian menyatakan bahwa individu dengan stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya tumbuh kembang anak (Oktarina., 2012). Permasalahan gizi, khususnya anak stunting merupakan salah satu keadaan kekurangan gizi yang menjadi perhatian utama di dunia terutama di negara-negara berkembang. Stunting memberikan dampak lambatnya pertumbuhan pada anak, daya tahan tubuh yang rendah, kurangnya kecerdasan dan produktifitas yang rendah (Kurniasih et al., 2010). Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Persentase balita pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. Global Nutrition Report pada tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara, di antara 117 negara yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita (Depkes., 2014).
3
Menurut UNICEF pada tahun 2014 lebih dari 162 juta anak dibawah 5 tahun di dunia mengalami stunting (pendek). Anak dengan keadaan wasting (kurus) sebanyak 51 juta anak, dan 17 juta anak dalam kondisi sangat kurus yang memerlukan penanganan khusus. Keadaan tersebut akan mengalami efek jangka panjang yang akan berdampak bagi dirinya, keluarga, dan pemerintah (Rudert., 2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia mencatat bahwa persentase status gizi balita pendek (pendek dan sangat pendek) di Indonesia Tahun 2013 adalah 37,2%. Pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status Gizi (PSG) yang merupakan studi potong lintang dengan sampel dari rumah tangga yang mempunyai balita di Indonesia. Hasil mengenai persentase balita pendek menurut hasi PSG 2015, sebesar 29% balita Indonesia termasuk kategori pendek. Provinsi Aceh memiliki pravelensi stunting sebesar 39%, dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, Aceh berada di urutan ke-10 dengan prevalensi stunting di atas angka prevalensi nasional (Riskesdas, 2015). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian terkait ingin menelusuri pengaruh stunting terhadap tumbuh kembang pada anak usia 0-6 tahun di RSU. Cut Meutia Kota Lhokseumawe tahun 2018. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas stunting masi menjadi isu global termasuk di Indonesia. Masalah stunting masi banyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan khusunya Aceh menjadi urutan ke-10 sehingga menjadi permasalahan dan pertimbangan besar untuk negara. Keadaan stunting tersebut dapat mempengaruhi
4
tumbuh kembang anak. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk melihat pengaruh keadaan stunting terhadap tumbuh kembang anak usia 0-6 tahun di RSU. Cut Meutia Kota Lhokseumawe tahun 2018. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana
keadaan
karakteristik
individu
(usia,
jenis
kelamin,
pengetahuan, dan pendapatan)? 2. Bagaimana gambaran gizi terhadap tumbuh kembang anak usia 0-6 tahun? 3. Bagaimana gambaran tumbuh kembang anak usia 0-6 tahun? 4. Bagaimana pengaruh stunting terhadap tumbuh kembang? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh stunting terhadap tumbuh kembang anak usia 0-6 tahun di wilayah Kota Lhokseumawe tahun 2018. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui keadaan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, dan pendapatan). 2. Untuk mengetahui gambaran gizi terhadap tumbuh kembang anak usia 0-6 tahun. 3. Untuk mengetahui gambaran tumbuh kembang anak usia 0-6 tahun. 4. Untuk mengetahui pengaruh stunting terhadap tumbuh kembang.
5
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat Teoritis
1. Untuk menambah pengetahuan peneliti dalam menemukan pengaruh stunting terhadap tumbuh kembang anak usia 0-6 tahun di Poli Anak RSUD. Cut Meutia Kota Lhokseumawe tahun 2018. 2. Untuk memberikan kesempatan lebih pada peneliti dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menginformasikan data yang diperoleh. 3. Sebagai bahan tambahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut
1.5.2
Manfaat Praktis
1. Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi pemegang program Gizi, khususnya kejadian stunting dalam mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan kejadian stunting di RSUD. Cut Meutia tahun 2018. 2. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan dan sebagai informasi tambahan mengenai faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stunting sehingga lebih bisa memerhatikan tumbuh kembang anaknya.
6
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah: Variabel independen
Stunting
Variabel dependen Tumbuh kembang anak
Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian
3.2
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1.
Hipotesis null (Ho): Tidak terdapat hubungan stunting terhadap tumbuh kembang pada anak usia 0-6 tahun di RSU. Cut Meutia kota Lhokseumawe tahun 2018.
2.
Hipotesis alternative (Ha): Terdapat hubungan stunting terhadap tumbuh kembang pada anak usia 0-6 tahun di RSU. Cut Meutia kota Lhokseumawe tahun 2018.
7
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan
pendekatan case control.
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian Penelitian ini akan dilakukan di RSU. Cut Meutia Kota Lhokseumawe tahun 2018. 4.2.2 Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2018.
4.3
Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien anak usia 0-6 tahun di Poli Anak RSU. Cut Meutia Kota Lhokseumawe tahun 2018. 4.3.2 Sampel dan kriteria Sampel dalam penelitian ini yaitu pasien anak usia 0-6 tahun di Poli Anak RSU. Cut Meutia Kota Lhokseumawe sesuai kriteria yang sudah ditentukan sebagai berikut:
8
1.
2.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: a.
Pasien anak yang berusia 0-6 tahun.
b.
Pasien anak yang bersedia menjadi sampel penelitian ini.
c.
Pasien anak dengan IMT abnormal.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: a.
Pasien anak yang sudah diberikan PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
b.
Pasien anak dengan IMT normal.
4.3.3 Besar sampel (sample size) Adapun rumus untuk mencari sampel minimal pada penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:
𝑛=
[𝑍1−𝛼/2 √2𝑃(1−𝑃)+𝑍𝛽 √𝑃1(1−𝑃1)+𝑃2(1−𝑃2)]² (𝑃1−𝑃2)²
Keterangan: n
= Besar minimal sampel
Z1-α/2 = Nilai baku normal berdasarkan α yang ditentukan (α = 0,05) 1,96 Z1-β
= Nilai baku normal berdasarkan β yang ditentukan (β = 0,20) 0,842
P1
= Proporsi efek pada kelompok kasus, yang didapatkan dari kepustakaan.
P2
= Proporsi efek pada kelompok control, yang didapatkan dari kepustakaan.
P1-P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P
= proporsi total = (P1 + P2)/2
Q
= 1-P
9
4.3.4 Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel penelitian ini dilakukan secara non probability sampling dengan metode consecutive sampling.
4.4
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.4.1 Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel independen: stunting 2. Variabel dependen: tumbuh kembang anak
4.4.2 Definisi Operasional Variabel Tabel 4.1 Definisi Operasional No
Variabel
Definisi operasional
Alat ukur
Cara ukur
Hasil ukur
Skala
1
Stunting
Retardasi
Microtoise
Panjang badan dan tinggi badan diukur dengan posisi terlentang maupun berdiri
1. Anak dengan stunting (<-2 SD) 2. Anak yang tidak stunting (>-2 SD)
Ordinal
Kuesioner
Wawancara
1. 0-24 bulan 2. 25-48 bulan 3. 49-72 bulan
Ordinal
Kuesioner
Wawancara
1. Laki-laki 2.Perempuan
Nominal
pertumbuhan linier dengan defisit pada tinggi badan sebesar <-2 z score 2
Usia
Waktu yang dilalui atau lama kehidupan balita yang dihitung berdasarkan bulan penuh pada saat ibu diwawancara
3
Jenis Kelamin
Perbedaan antara perempuan
10
4
Pendidikan orang tua
5
Pendapatan orang tua
6
ASI Eksklusif
7.
Berat badan lahir
4.5
dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Jenjang pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh ayah dan ibu. Besar penghasilan orang tua yang dihitung setiap bulan.
Kuesioner
Wawancara
1. Rendah 2. Menengah 3. Tinggi
Ordinal
Kuesioner
Wawancara
Ordinal
ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja untuk bayi sejak lahir sampai 6 bulan.
Kuesioner
Wawancara
1. Rendah jika dibawah UMR, yaitu