Maybe Miyabi

  • Uploaded by: sabil
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Maybe Miyabi as PDF for free.

More details

  • Words: 928
  • Pages: 3
Maybe Miyabi -melawan sakit ingatanOleh : Roni Basa

Cisitu Lama-Bandung, 1 Djumadil Uula 1430 H

“Mr. Made, can we talk about your progress, I would like to hear you…” Mr. Pieter tanpa basa basi menanyakan tingkat kelayakan teman saya yang satu ini untuk promosi jabatan barunya. “Sure, you can ask a lot of question and I’ll give you the best answers”, jawab Made tegas. Layaknya orang yang lama di luar negeri, Made menjawab tanpa ragu. Sebagai catatan saja, Made mungkin terlihat meyakinkan untuk Pieter, tapi maaf, tidak untuk saya. “Ok Mr. Made, we start from your accountability. Can you tell us about your matrik accountability?”. “Maybe….” “Excusme, Miyabi?” “No. Maybe. Not Miyabi” “Sorry, you just tell us Miyabi not maybe……” “Nononono….Mister no….M.A.Y.B.E….maybe…and Miyabi is good film”. Ruangan interview menjadi hening seketika. Dua orang bule yang bertugas sebagai pewawancara memandang Made penuh tanya. Yang lainnya tidak dapat menahan tawa, terbahak-bahak akhirnya semua orang. Dan Made, belum benar-benar menyadari apa yang menjadikan semua orang tertawa. Tertegun ia memandangi semua orang dari balik meja interview. Untuk seorang Made, kesalahfahaman yang terjadi saat interview masih dianggap wajar. Yang dimaksud olehnya adalah jawaban “mungkin”. Dan jawaban itu memang dianggapnya sebagai jawaban tepat atas matrik akuntabilitas yag dipertanyakan. Sebab Made pun tidak dapat mengingat dengan satu persatu akuntabilitasnya yang berjumlah puluhan. Berkenaan dengan ini, Made memang berkeyakinan bahwa ingatan tidak merepresentasikan tingkat kecerdasan. Kesulitan mengingat untuknya tidak berbanding lurus dengan ketidaklayakan seseorang menduduki jabatan tertentu. Tidak sedikit orang berkecerdasan yang kesulitan untuk mengingat. Namun demikian, mengingat memerlukan kecerdasan untuk melakukannya. Kali ini saya memilih untuk tidak berkomentar apapun saat Made mulai menjelaskan perihal mengingat, ingatan dan tanggungjawab moral untuk melakukan keduanya. (Hmmmmm…memang teman yang aneh….) Selanjutnya, mulailah Made memintaku duduk dihadapannya, mendengarkannya tidak bisa saya hindari. “ Dengarkan baik-baik” pintanya.

http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com

cakra bagaskara manjer kawuryan

Ingatan pada mulanya bukan merupakan sebuah tindakan, tetapi sejenis pengetahuan semisal persepsi, imanjinasi dan pemahaman. Ingatan memunculkan pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu, atau kelaluan dari peristiwa-peristiwa masa lalu. Berdasar Paul Ricoeur (1999), ingatan memiliki dua jenis hubungan dengan masa lalu. Pertama, adalah relasi pengetahuan, sementara yang kedua adalah relasi tindakan. Kedua relasi ini muncul karena mengingat merupakan jalan untuk melakukan segala hal, bukan hanya dengan kata-kata tetapi juga dengan fikiran. Selanjutnya Ricoeur mengusulkan tiga macam pendekatan terhadap ingatan sosial untuk meretas jalan sampai pada persoalan etika ingatan. Patologis-terapetik adalah usulan pertama Ricoeur. Pendekatan pertama ini menuntut adanya perhatian yang serius, karena disinilah penyalahgunaan- penyalahgunaan ingatan yang sering terjadi diakarkan pada sesuatu yang disebut luka-luka dan goresan-goresan masa lalu. Itulah mengapa Ricoeur memisahkan antara work of memory (kerja ingatan) dan work of mourning (kerja dukacita). Mengingat kerja ingatan menurutnya sejenis dukacita, dan dukacita merupakan ujian yang menyakitkan dalam memori. Dukacita merupakan rekonsiliasi dengan hilangnya sebagian obyek-obyek cinta yang mungkin berupa pribadi, tetapi juga dapat berupa abstraksi-abstraksi semisal kebebasan, komitmen, kesetiaan, kebahagiaan, dusta dan penghianatan. Masih berbicara mengenai apa yang diusulkan oleh Freud, pendekatan kedua disebut sebagai pendekatan pragmatik. Pendekatan ini bernilai praksis ingatan, sebab ingatan sangat rentan tunduk kepada penyalahgunaan, karena ingatan memiliki banyak hubungan dengan persoalan identitas. Menjadi sebuah identitas, bagi manusia, memerlukan kerja keras ingatan untuk mengingat terus menerus siapa dan apa dirinya sepanjang masa. Proses inilah yang sangat rapuh, dan rawan terhadap penyalahgunaan ingatan. Kenapa seperti itu?. One self as another (1992) yang ditulis Ricoeur membedah persoalan identitas ini, hingga menemukan dua permodelan; Idem identity dan Ipse identity. Mengenai Idem identity, identitas dikonotasikan berupa kesamaan, kesamaan merupakan pendakuan diri dengan mengabaikan variabel-variabel perjalanan waktu dengan pelbagai peristiwa-peristiwa yang menyertainya. Identitas ialah perihal yang independen tanpa kebergantungan dengan faktor lainnya berdasar model ini. Karakter pribadi contohnya. Namun pada perjalanan kehidupan sosial, identitas ternyata memerlukan upaya untuk lebih fleksibel saat berhadapan dengan Idem identity- Idem identity lainnya; sebuah upaya untuk menjaga keberadaannya di tengah- tengah “yang lainnya” (the other) dan “yang berlainan” (otherness) dengan dirinya. Penjelasan terhadap kerapuhan dan kerawanan penyalahgunaan ingatan, akibat terus menerus meneguhkan identitas diri sepanjang masa dan mempertahankan kedirian pribadi, semakin jelas dengan menambahkan satu komponen permanen dalam kehidupan manusia; kekerasan (violence). Kekerasan sangat mungkin terjadi untuk menjaga keberlangsungan identitas agar terus terhubung dengan kehidupan sosialnya. Adalah benar bahwa manusia pada umumnya merasa terancam dengan fakta bahwa ada orang lain yang hidup menurut standar-standar kehidupannya, pun standar-standar kehidupan dimaksud bertentangan

http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com

cakra bagaskara manjer kawuryan

dengan standar-standar kehidupan dirinya. Kecenderungan menolak, menyingkirkan merupakan respon terhadap ancaman yang datang dari sang the other dan otherness ini. Bahkan sebagian besar peristiwa yang berkaitan dengan pendirian sebuah komunitas adalah tindakan-tindakan dan peristiwa-peristiwa kekerasan. Jadi, dapat dikatakan bahwa identitas kolektif berakar dalam pelbagai peristiwa pendirian yang merupakan peristiwaperistiwa kekerasan. Dari sinilah kemudian terletak arti pentingnya pendekatan ketiga yang diusulkan oleh Ricoeur, yaitu kewajiban mengingat yang erat kaitannya dengan masa depan. Ia merupakan imperatif yang diarahkan pada masa depan, yang merupakan sisi sebaliknya dari karakter traumatik dari pelbagai penghinaan dan luka sejarah. Ingatan bukan sekedar bekas goresan, tetapi mengenal kembali bekas-bekas goresan itu. Banyak dari bekas goresan ingatan manusia terhapus dan dilupakan. Ingatan bukan keseluruhan dari masa lalu, tetapi bagian dari masa lalu yang terus menerus hidup dalam diri orang atau kelompok masyarakat yang tunduk pada representasi dan sudut pandang saat ini. Maka mengingatkan melibatkan usaha-usaha untuk memberi makna, upaya memverifikasi hipotesis-hipotesis pengingat, membangun kembali makna. Terakhir, mereka yang memelihara masa lalu sebagai hantu jelas tidak akan pernah belajar apapun dari masa lalu. Mereka telah menjadi “sandera dari masa lalu yang mereka bakukan sendiri”. “Hey, kamu masih mendengarkan apa yang panjang lebar aku sampaikan?!”, Made membuat kantuk saya tidak dapat disembunyikan. “Kamu pasti setuju dengan apa yang aku sampaikan kan?”. Spontan saja saya jawab “Miyabi……”

http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com

cakra bagaskara manjer kawuryan

Related Documents

Maybe Miyabi
May 2020 23
Biografi Miyabi
June 2020 19
Annie Maybe
December 2019 29
Yiruma - Maybe
May 2020 16
Maybe Thursday
June 2020 18

More Documents from "nasrin khosrowshahi"

Hamukti Wiwaha
December 2019 35
Simulakra
December 2019 32
Zero Deforestation
December 2019 41
Manifesto Vagy
December 2019 29
Syair Mahabbah
December 2019 39