Masa Depan Cagar Budaya

  • Uploaded by: imron rosidin
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Masa Depan Cagar Budaya as PDF for free.

More details

  • Words: 886
  • Pages: 3
Masa Depan Cagar Budaya Oleh : Imron Rosidin (Dipublikasikan “Radar Cirebon”. 19 Mei 2004. Halaman 4)

Hingar bingar demokrasi berakhir sudah, sebuah perhelatan akbar negeri yang di bayar dengan ekonomi besar telah di pertontonkan oleh seluruh anak negri. Ini penting untuk membuktikan bahwa bangsa ini di tengah keterpurukannya masih mampu menjunjung nilai-nilai tinggi demokrasi dalam upayanya menuju masa depan cerah peradaban masyarakat dan negara. Layaknya sebuah pesta, pesta demokrasi telah sebegitu hebatnya melenakan penonton dan pelakunya untuk lebih menyadari apa yang tengah terjadi dan apa yang akan terjadi selanjutnya di sekeliling mereka. Keterlenaan itu mengakibatkan semua yang terlibat dalam hajat tersebut melupakan apa yang tengah terjadi sebenarnya; tanah tempat terpijak yang mulai goyah, warna bendera yang mulai memudar, identitas yang semakin rapuh, bahkan sebagai Wong Cirebon yang mungkin tidak sadar dititipkan pada angin mimpimimpi indah yang di tawarkan sejumlah partai politik maupun calon legislatif. Sebentar tengoklah kembali seputaran visi, misi dan tawaran program kerja aplikatif dari peserta pesta demokrasi. Hampir kesemuanya menyoroti pentingnya membangun kembali perekonomian bangsa, memperbaiki kualitas pendidikan agar dapat dinikmati juga oleh semua kalangan masyarakat, menegakan kembali kedaulatan negara di mata dunia Internasional dengan berkomitmen penuh memberangus perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme. Visi,misi dan tawaran program aplikatif tersebut, beberapa waktu yang lalu hilir mudik di berbagai media, dan menjadi obrolan tiada habis-habisnya di setiap segmen masyarakat, dari yang berbentuk kajian ilmiah – akademik sampai obrolan bebas warung kopi tepi jalan. Yang menarik di ketengahkan disini adalah, dari sekian banyak visi, misi dan tawaran program aplikatif yang di sampaikan untuk mendapatkan dukungan masyarakat, sedikitsekali jika tidak dapat di katakan tidak ada- yang mengupas tuntas kondisi kritis lingkungan di sekeliling masyarakat. Lingkungn di sini dapa di artikan sebagai sebuah ekosistem yang turut membangun karakter individu masyarakat, dimana potensinya mampu memberikan peran positif guna membangun karakter kebangsaan. Lebih lanjut lingkungan dapat di maknai sebagai sebuah sistem alami yang turut membangun entitas serta identitas sebuah masyarakat secara kolektif.

Betapa tidak, dari lingkungan setiap individu di ajarkan untuk memiliki rasa tanggungjawab menafkahi sanak keluarga. Dari lingkungan setiap idividu dipacu terus menerus untuk belajar dan meraih pendidikan layak, betapun sulit di wujudkan. Bahkan dari lingkungan, individu mendapatkan pelajaran nilai-nilai etis berkehidupan dalam masyarakat, sehingga di harapkan dapat hidup tanpa merugikan yang lain dengan melakukan perilaku tercela semisal korupsi, kolusi dan nepotisme. Singkatnya, sistem terkecil selain keluarga- dalam hal ini lingkungan lalai di perhatikan di tengah hingar bingarnya pesta demokrasi. Padahal, justru demokrasi dan demokratisasi dilahirkan dari rahim lingkungan masyarakat dengan segala penomena, dinamika sekaligus problematikanya. Beberapa alasan yang mengakibatkan aspek lingkungan lalai diperhatikan di cermati dan di suarakan dalam pesta demokrasi kemarin adalah, pertama, secara politis mengangkat isu lingkungan hidup tidaklah memberiakan banyak keuntungan dalam perolehan suara secara signifikan. Kedua, permasalahan lingkungan hidup di identifikasi sebagai permasalahan yang jauh dari area politik dan di anggap diselesaikan hanya oleh masyarakat bawah. Ketiga, lingkungan hidup dianggap bukan fenomena aktual yang menjadi kebutuhan substansial dan urgensi sebagai masyarakat, sehingga patut untuk memprioritaskan terlebih dahulu isu-isu lainnya. Keempat, lingkungan hidup telah di nafikkan eksistensi dan telah kehilangan maknanya sebagai sebuah sistem kecil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang mampu menjadi potensi moril maupun materil masyarakat. Perlu di tegaskan kembali kiranya, permasalahan lingkunagn hidup tidak saja berkutat pada permasalahan beberapa banyak polutan merugikan yang di keluarkan cerobong pabrik sehingga masyarakat disekitarnya kehilangan hak menghirup udara segar dari langit-langit cerah mereka. Bukan juga permaslahan beberapa meter persegi lahan yang telah di lahap oleh proses abrasi laut yang berkepanjangan, atau beberapa meter kubik sampah kering dan basah yang telah di hasilkan oleh masyarakat sampai kesulitan untuk menemukan tempat akhir membuangnya. Jauh di depan sana, permasalahan lingkungan hidup adalah permasalahan keseriusan masyarakat dan negara untuk dapat mewariskan tanah subur dan air jernih bagi anak serta cucu calon pemimpin negeri ini kelak. Fenomena keterpurukan bangsa secara makro mungkin saja terjadi karena negeri ini melupakan prinsip-prinsip dasar etika berkehidupan yang telah di ajarkan oleh, kepada dan bagi masyarakatnya dilingkungan mikro . Bisa jadi pemasalahan merebaknya prilaku korupsi, kolusi, nepotisme sampai dengan tidak terjangkaunya nilai ekonomi pendidikan bagi masyarakat, terjadi karena sebagai anak- cucu yang di percaya oleh pandahulu, tidak mampu menjaga lingkungan yang telah di wariskan.

Cagar Budaya; Identitas Dan Entitas Masih berkaitan dengan romantisme pesta demokrasi bebrapa waktu lalu, permaslahan lingkungan hidup sebagaimana di paparkan di atas sebelum menemukan tempat strategisnya sehingga layak di lalaikan dan tidak di perhatikan. Cagar budaya di Cirebon merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang luput dari sorotan lampu pijar pesta demokrasi. Selain memiliki potensi Pariwisata, cagar budaya Cirebon jelas memiliki korelasi substantif denagn identitas dan entitas Wong Cirebon. Setidaknya ada empat alasan pentingnya menyoroti permasalahan cagar budaya di Cirebon, pertama, rasa bangga menjadi Wong Cirebon jelas tidak dapat dipisahkan dengan kebanggaan masyarakat Cirebon memiliki peninggalan historis leluhurnya. Dimulai dengan masih berdiri dengan tegaknya Keraton, peninggalan gedung pemerintah belanda dan tata –ruang- kota yang telah berumur puluhan tahun. Kedua, secara ekonomis keberadaan cagar budaya Cirebon dapat di optimalkan menjadi aspek pemicu perkembangan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. Ketiga, secara edukatif keberadaaan cagar budaya Cirebon mampu di jadikan medium pembelajaran bagi masyarakat khususnya peserta didik agar lebih dekat mengenal akar kebudayaan yang telah puluhan tahun ikut membangun karakter hidup daerahnya, bahkan mempengaruhi tatacara kehidupan individu masyarakat. Terakhir, keempat, secara stategis cagar budaya Cirebon mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan dan pengembangan bidang kepariwisataan cirebon sesuai dengan visinya menjadi kota pariwisata.

Related Documents


More Documents from "rudin"