Management Diet Untuk Pasien Dengan Gagal Ginjal

  • Uploaded by: Rio Jati Kusuma
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Management Diet Untuk Pasien Dengan Gagal Ginjal as PDF for free.

More details

  • Words: 3,359
  • Pages: 14
MANAGEMENT DIET UNTUK PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL Disusun oleh: Rio Jati Kusuma A.PENGERTIAN GAGAL GINJAL Ginjal merupakan organ penting dari tubuh manusia karena ginjal mempunyai fungsi regulasi dan ekskresi, serta mengekskresikan kelebihannya (sisa metabolisme) sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sisa metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing. Akibat suatu hal ginjal dapat mengalami ganguan fisiologis, salah satunya adalah gagal ginjal. Gagal ginjal dapat terjadi secara langsung (akut) atau dalam jangka waktu yang lama (kronis). Gagal ginjal akut terjadi akibat penurunan fungsi glomerular dan tubular yang terjadi secara mendadak, berakibat pada kegagalan ginjal untuk mengekresikan pro-duk sisa nitrogen dan menjaga homeostasis cairan dan elektrolit. Gagal ginjal akut dapat disebabkan karena terjadinya penurunan aliran darah, yang dapat merupakan akibat dari infeksi yang parah (serious injury), dehidrasi, daya pompa jantung menurun (kegagalan jantung), tekanan darah yang sangat rendah (shock), atau kegagalan hati (sindroma hepatorenalis). Gagal ginjal akut juga dapat dikarenakan oleh adanya zat-zat yang menyebabkan kerusakan atau trauma pada ginjal, seperti kristal, protein atau bahan lainnya dalam ginjal. Penyebab gagal ginjal akut lainnya yaitu terjadi penyumbatan yang menghalangi pengeluaran urin dari ginjal, misalnya karena adanya batu ginjal, tumor yang menekan saluran kemih, atau pembengkakan kelenjar prostat. Berdasarkan penyebabnya, gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi prerenal, intrarenal dan postrenal. Klasifikasi faktor penyebab prerenal adalah akibat turunnya aliran darah yang mendadak ke ginjal seperti gagal jantung, shock atau kehilangan darah akibat lesi atau trauma. Faktor intrarenal yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut antara lain infeksi, racun, obat atau trauma langsung yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan ginjal. Sedangkan faktor postrenal yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut adalah berbagai faktor yang dapat mencegah pengeluaran urin (retensi urin) akibat dari obstruksi (sumbatan) pada saluran kencing. Berikut adalah tabel yang menggambarkan penyebab dari gagal ginjal akut: Faktor prerenal (60-70%) Rendahnya tekanan

Faktor intrarenal(25-40%) Gangguan vaskular

Faktor postrenal (5-10%) Obstruksi pada ureter

atau volume darah

seperti pada anemia

atau bladder seperti

akibat dari:

sikle sel, diabetes

pada strictures, tumor,

hemorrhage

melitus, reaksi

batu ginjal, trauma

(pendarahan), luka

transfusi

bakar, sepsis atau shok, reaksi anaphilaksis (contoh pada alergi obat), sindroma nefrotik, kehilangan darah dalam saluran cerna, diuretik, obatobatan antihipertensif Gangguan arteri ginjal

Obstruksi pada ginjal

Gangguan pada

seperti pada emboli,

seperti pada inflamasi,

kelenjar prostate akibat

stenosis, aneurism,

tumor, batu ginjal,

dari kanker atau

jeringan parut, dsb Luka pada ginjal

hyperplasia Thrombosis pada

trauma Gagngguan pada jantung seperti pada

seperti pada infeksi,

congestive heart

obat, keracunan

failure, heart attack,

makanan seperti

arrhythmias

infeksi E.coli

pembuluh darah ginjal

Kelainan pada saluran kemih seperti gangguan neuronal, bladder rupture Kehamilan Tidak seperti pada gagal ginjal akut yang penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat atau tiba-tiba, pada gagal ginjal kronis dikarakteristik dengan penurunan fungsi ginjal secara bertahap dan irreversible. Pada penderita gagal ginjal kronis, penderita tidak menunjukkan gejal-gejala yang tampak seperti pada pasien dengan gagal ginjal akut. Gejala ini baru timbul setelah ginjal mengalami penurunan fungsinya sebesar 75%. Penyebab dari gagal ginjal kronis secara umum disebabkan oleh diabetes melitus dan hipertensi yang diperkirakan menyebabkan 26-43% dari gagal ginjal kronis. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronis adalah adanya inflamasi (radang), immunological (autoimmun) atau penyakit keturunan yang

berhubungan dengan ginjal. Pada beberapa kasus, pasien dengan gagal ginjal kronis diikuti dengan gagal ginjal akut. Pada stadium awal gagal ginjal kronis, nefron pada ginjal akan terkompensasi dengan memperlebar atau memperbesar sehingga nefron dapat mengatasi kerja penyaringan yang besar. Akibat dari pembesaran ini, nefron akan mengalami degenerasi sehingga kerja ini akan dilimpahkan kepada nefron lain yang fungsinya masih baik. Akibatnya akan terjadi degenerasi besar-besaran pada nefron. Sehingga akibat dari degenerasi nefron yang besar ini berakibat pada kegagalan fungsi ginjal (gagal ginjal). Ketika gagal ginjal sudah mencapai tahap pengobatan seperti pada dialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal, maka kondisi ini disebut dengan end-stage renal disease (ESRD). Berikut adalah beberapa gejala klinis pada pasien dengan gagal ginjal kronis pada tahap awal dan akhir: Tahap awal Anorexia

Tahap lanjut Anemia

Kelelahan

Penyakit kardiovaskuler

Sakit kepala

Bingung, mental impairments

Hipertensi

Abnormalitas elektrolit

Gatal

Retensi cairan (edema)

Sindrom nefrotik atau inflamasi pada

Abnormalitas hormon

ginjal

Acidosis metabolik

Nausea dan vomiting

Neurophaty periperal

Proteinuria, hematuria (adanya darah

Protein-energy malnutrition

pada urin)

Penurunan imunitas

Renal osteodystrophy Gagal ginjal dapat diketahui dari menghitung ilai GFR (Glomerulus Filtrate Rate) yang mengidentifikasikan pembentukan filatrate pada ginjal. GFR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan prediksi dari level serum creatinin (akibat katabolisme creatin phosphat pada otot yang mengidentifikasikan reaksi inflamasi), umur, jenis kelamin, ras dan komposisi tubuh. Beberapa pengukuran laboratorium lainnya yang mendukung dalam penegakan diagnosa ini adalah level protein dalam urin, BUN (Blood Urea Nitrogen:mengidentifikasikan metabolisme protein yang berlebihan) dan rasio albumin-kreatinin dalam urin. Berdasarkan nilai GFR, maka dapat dikategorikan sebagai berikut:

Level dari penyakit

Deskripsi

(stadium penyakit) 1

Kerusakan ginjal dengan normal

2

atau peningkatan GFR Kerusakan ginjal dengan

GFR (mL/min per 1,73 m2) ≥90 60-89

penurunan GFR yang ringan 3 Penurunan GFR moderat 30-59 4 Penurunan GFR parah 15-29 5 Gagal ginjal <15 (dialisis) Pada pasien dengan gagal ginjal kronis akan terjadi beberapa kelainan metabolik seperti: 1.Gangguan elektrolit dan hormon Gangguan cairan dan elektrolit jarang terjadi kecuali pada tahap akhir dari gagal ginjal. Akibat turunnya GFR, peningkatan aktivitas oelh beberapa nefron menjadi hal yang penting dalam ekskresi electrolit. Beberapa hormon juga membantu dalam pengaturan level elektrolit, akan tetapi hal ini juga dapat menyebabkan gangguan pada sistem hormon tersebut. Peningkatan sekresi hormon aldosteron dapat membantu mencegah peningkatan kadar kalium serum tetapi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan sekresi hormon paratiroid dapat membantu pencegahan dari peningkatan kadar phosphate serum akan tetapi daapt berdampak pada renal osteodystrophy. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan penurunana GFR ketika aktivitas dari hormon tidak adekuat atau ketika konsumsi air dan elektrolit dibatasi atau berlebihan. 2.Renal osteodystrophy Merupakan gangguan pada tulang yang disebabkan akibat dari aktivitas dari hormon paratiroid. Hormon paratiroid akan menyebabkan keluarnya phosphate ke dalam urine tetapi menyebabkan pembongkaran kalsium dari dalam tulang. Selain itu hormon ini juga dapat menyebabkan turunnya kadar kalsium dalam serum, asidosis, dan gangguan aktifasi vitamin D di dalam ginjal. 3.Sindrom uremia Uremia timbul pada saat level terakhir dari penyakit gagal ginjal kronis ketika GFR ginjal sudah dalam kondisi dibawah 15 mL/menit dan BUN melebihi dari 60 mg/desiliter. Beberapa gangguan, gejala dan komplikasi yang berkembang akibat kondisi ini disebut dengan sindroma uremia. Uremia dapat

menyebabkan disfungsi mental dan perubahan pada neuromuskuler seperti keram pada otot, kelemahan pada otot lengan dan nyeri. Komplikasi lainnya akibat dari uremia adalah: Gangguan sintesis atau pembentukan hormon. Gangguan ini meliputi gangguan pembentukan hormon pengaktif vitamin D dan erythropoetin yang berfungsi pada pembentukan sel darah merah. Akibatnya akan terjadi anemia dan osteoporosis akibat hilangnya kalsium dari tulang. Gangguan degradasi hormon. Gangguan pada perkembangan hormon dapat berakibat pada pertumbuhan, reproduksi, keseimbangan cairan, pengaturan kadar glukosa darah dan metabolisme zat gizi. Abnormalitas pendarahan. Turunnya fungsi platelet dan faktor pembekuan dapat menyebabkan pembekuan darah akibat luka yang lama yang dapat berkontribusi pada anemia dan pendarahan pada saluran cerna. Peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Faktor resiko ini antara lain hipertensi, peningkatan kadar insulin (resistensi insulin) dan kadar lipid darah yang tidak normal. Penurunan fungsi imunitas tubuh. Pasien dengan uremia memiliki imunitas yang rendah dan sangat berpotensi untuk terjadinya infeksi yang lebih sering menyebabkan kematian pada pasien. 4.Protein-Energy malnutrition Pasien dengan gagal ginjal kronis biasanya akan berkembang PEM dan wasting. Beberapa studi memperkirakan bahwa pasien dengan gagal ginjal akan memiliki asupan energi dan protein yang tidak cukup bahkan pada saat awal berkembangnya penyakit. Anorexia merupakan salah satu faktor penyebab dari rendahnya konsumsi makanan dan dapat berakibat pada gangguan hormonal. Faktor penyebab lainnya adalah nausea dan vomiting, pembatasan diet, uremia dan pengobatan. Kehilangan zat gizi dapat memberikan kontribusi pada malnutrisi dan disebabkan akibat dari vomiting, diare, pendarahan gastrointestinal, concurrent catabolic illness dan dialisis. B.PENYEBAB MALNUTRISI PADA GAGAL GINJAL Tingginya angka prevalensi malnutrisi terjadi pada pasien dengan gagal ginjal. Beberapa survey menunjukkan bahwa 40% pasien dengan gagal ginjal mengalami malnutrisi terutama Protein-Energi malnutrisi. Penyebab malnutrisi ini disebabkan

oleh berbagai faktor (multifaktor), akan tetapi survey menunjukkan bahwa penyebabnya adalah intake makanan yang kurang. Indikator status gizi seperti turunnya intake makanan dan masa otot merupakan salah satu penyebab secara independent terhadap kematian 12 bulan lebih dini. Komplikasi gastrointestinal (saluran cerna) sering terjadi pada pasien yang menyebabkan turunnya intake makanan dan malnutrisi. Pengobatan komplikasi gastrointestinal dapat memperbaiki status gizi pada pasien. Meskipun secara tradisional indikator malnutrisi, seperti turunnya masa otot atau serum protein dihubungkan dengan peningkatan kematian, beberapa penelitian dilakukan untuk menunjukkan apabila status gizi baik, maka tingkat kematian pasien dapat dicegah. Penurunan masa otot atau protein serum dapat menyebabkan respon fase akut yang berhubungan dengan kondisi kesakitan. Sebagai tambahan, kondisi kesakitan dapat menyebabkan meningkatnya sitokin penyebab inflamasi dan menyebabkan malnutrisi serta peningkatan angka kematian. Peningkatan status gizi pada pasien gagal ginjal dari beberapa penelitian menunjukkan perbaikan pada pasien dan memperlama umur pasien. Malnutrisi pada psien gagal ginjal dapat disebabkan oleh beberapa faktor (multifaktor). Berikut adalah penyebab dari malnutrisi pada pasien gagal ginjal: Faktor penyebab malnutrisi pada pasien gagal ginjal: Penurunan intake makanan −Anorexia −Gastroparesis −Uremia −Peningkatan leptin Pembatasan diet Kehilangan zat gizi selama cuci darah (dialisis) Demam akibat infeksi Meningkatnya inflamasi dan sitokin katabolik Kehilangan darah kronis Akumulasi zat racun seperti aluminium Gangguan endokrin (hormonal) −Resistensi insulin

−Hyperglucogenemia Penurunan intake protein dan kalori merupakan penyebab dari malnutrisi pada pasien. Beberapa studi menunjukkan bahwa penurunan nilai GFR (<50 mL/menit) diiukti juga dentgan penurunan intake kalori dan energi. Kondisi co-morbid selalu memberikan kontribusi pada penurunan intake dan malnutrisi. Gastroparesis (gangguan motilitas lambung) merupakan faktor yang paling sering menyebabkan turunnya intake pada pasien gagal ginjal dengan komplikasi diabetes melitus. Akan tetapi, sekarang gastroparesis dapat juga terjadi pada pasien tanpa komplikasi diabetes. Beberapa studi menemukan tingginya insidensi dari gangguan motilitas lambung pada pasien yang mengalami cuci darah. Pada pasien non-diabetik yang dibantu dengan dialisis dan mengalami hipoalbuminemia serta gastroparesis akan meningkat status gizinya estela diberikan erythromicin yang berfungsi sebagai agen prokinetik. Pengaturan diet yang terlalu ketat pada pasien gagal ginjal dapat menyebabkan malnutrisi pada pasien gagal ginjal. Diet ginjal; yang membatasi asupan protein, garam, kalium, phosphor dan air semakin menyebabkan malnutrisi dan rendahnya intake makanan. Intervensi diet seharusnya tidak terlalu ketat sebelum status gizi dan kebiasaan makan diketahui serta pasien gagal ginjal sudah jelas membutuhkan pembatasan diet. Selain itu, beberapa hal perlu diperhatikan dalam menyebabkan abnormalitas elektrolit seperti rendahnya kontrol terhadap glukosa, penggunaan kalium dalam pengganti garam, atau obat yang menyebabkan hyperkalemia. Sehingga pembatasan diet harus memperhatikan beberapa faktor diatas. Pasien dengan dialisis biasanya akan menyebabkan peningkatan serum leptin dan serum mediator fase akut seperti IL-6 dan TNF (Tumor Necrosis Factor). Mediator ini dihubungkan dengan anorexia dan penurunan intake makanan pada pasien dengan gagal ginjal. Selain itu, uremia juga merupakan faktor lainnya yang dapat menyebabkan turunnya nafsu makan dan intake makanan. Penyebab malnutrisi lainnya pada pasien gagal ginjal adalah meningkatnya kehilangan zat gizi. Pada pasien dialisis, akan terjadi kehilangan asam amino sebanyak 6-12 gram, 2-3 gram peptida dan sedikit protein per sesi dialisis. Selama dialisis peritoneal, pasien akan mengalami kehilangan asam amino sebesar 2-4 gram, tetapi pada realitanya kehilangan ini meningkat menjadi 8-9 gram (termasuk 5-6 gram albumin). Pasien dengan dialisis peritoneal akan mengalami kehilangan protein total sebesar 15 gram per sesi dialisis. Pengeluaran ini akan

terus meningkat sampai peritonitis diobati. Pasien dengan dialisis juga dapat kehilangan protein akibat dari sampling darah untuk check laboratorium. Pasien dengan kadar Hb yang normal, akan mengalami kehilangan protein sebesar 16 gram setiap 100 mL darah diambil dari tubuh. Malnutrisi pada pasien gagal ginjal juga dapat disebabkan karena aktivitas bakteri pada usus dan meningkatnya katabolisme tubuh. Studi kohort yang dilakukan pada 22 pasien dengan dengan gagal ginjal kronis, 36% pasien mengalami overgrowth bakteri di dalam usus. Pasien dengan gagal ginjal selalu dihadapkan dengan "anabolism challanged". Meningkatnya reactan acute-phase pada pasien gagal ginjal dan dialisis akan menghambat produksi albumin dari hati dan meningkatkan katabolisme dari jaringan otot. Asidosis merupakan faktor tambahan yang menggambarkan katabolisme dalam tubuh pasien. Beberapa data hasil penelitian menunjukkan aktivitas dari ubiquitine-proteasome akan menyebabkan proteolitik pada jaringan otot yang merupakan jalur primer dalam katabolisme protein. Acidosis pada pasien gagal ginjal akan menghambat aktivitas osteoblast dan meningkatkan aktiovitas osteoclast yang menyebabkan osteodystrophy pada pasien gagal ginjal. C.DIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL Dialisis atau cuci darah merupakan salah satu metode untuk memperlama umur pasien gagal ginjal. Selain itu, dialisis dapat digunakan untuk memperlama waktu pasien gagal ginjal sebelum dilakukan transplantasi ginjal. Dialisis juga dapat mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Dialisis bekerja dengan cara menyingkirkan kelebihan cairan dan sampah dari darah melalui proses difusi,osmosis dan uktrafiltrasi. Dialisis ini menggunakan dialysate, cairan yang sama dengan komposisi plasma darah normal, yang ditransport ke dalam kompartement diantara membran semipermeable. Membran semipermeabel ini berfungsi sebagai filter atau penyaring dimana molekul kecil seperti glukosa dan urea dapat menembus membran melalui pori-pori pada membran sedangkan molekul besar tidak dapat menembus membran ini. Pada hemodialisis, sebuah tabung yang kecil yang dapat membawa darah ke dalam sebuah alat yang disebut dengan dialyzer yang dibuat dari material yang berfungsi sebagai membran semipermeabel. Pada peritoneal dialisis, membran

semipermeabel ini diganti oleh peritoneal membran pada tubuh yang banyak mengandung pembuluh darah dan dapat digunakan untuk menyaring darah. Peritoneal ini terletak diperut yang kaya akan pembuluh darah. Cara kerja dari hemodialisis peritoneal ini adalah dialysate diinfuskan ke dalam cateter yang akan masuk ke dalam ruangan peritoneal. Ruangan ini merupakan ruang antara abdomen dekat dengan usus halus. Pada prosedur yang umum digunakan, continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dialysate masih tertinggal di cavitas peritoneal selama 4-6 jam dan sesudahnya dihisap dan diganti dengan dialysate yang baru. Secara umum larutan dialysate diganti 4 kali setiap harinya dan membutuhkan sekitar 30 menit untuk penghisapan dan penggantian dengan yang baru. Tidak seperti hemodialisis dengan menggunakan alat (hemodializer), dialisis peritoneal harus menggunakan konsentrasi glukosa yang tinggi akibat tekanan onkotik yang rendah pada cavitas peritoneal. Akibatnya, glukosa yang tinggi akan terserap ke dalam tubuh menimbulkan hiperglikemia dan hipertrigliserida. Selain itu, kelemahan dari metode ini adalah infeksi pada cavitas peritoneal akibat dari kateter (peritonitis), penjendalan darah pada kateter sehingga dapat menghambat kateter, perpindahan kateter dan abdominal hernia akibat dari volume dialysat. Akan tetapi kelebihan dari metode ini adalah pengambilan darah melalui pembuluh darah tidak dilakukan serta pembatasan diet tidak terlalu ketat. Pada dialisis dengan menggunakan dialyzer, efek merugikan yang dapat ditimbulkan antara lain infeksi pada pembuluh darah, penjendalan darah, hipotensi akibat aliran darah ditarik keluar menuju dialyzer, kram pada otot terutama pada tangan, kaki dan lutut. Selain itu, anemia juga dapat terjadi pada pasien dengan hemodialisis akibat hilangnya darah di dalam dialyzer. Efek merugikan lainnya adalah beberapa pasien merasa pusing, lemah, nausea, vomiting dan berkunangkunang. Metode urea kinetik model selanjutnya digunakan untuk mengetahui seberapa efektifkah dialisis. Metode urea kinetik model adalah metode untuk mengetahui keefektifan dialisis dengan menghitung clearence urea dari darah. Metode ini menggunakan rumus Kt/V dimana K menunjukkan konsentrasi urea yang terbuang dari darah, t adalah waktu untuk dialisis dan V adalah volume darah. Nilai yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui apakah pasien

telah mengalami dialisis yang tepat. Batas nilai yang digunakan adalah 1,2. Akan tetapi, perhitungan ini tidak begitu simple, karena beberapa faktor perlu diperhatikan antara lain data clearence pada dialyzer, blood flow rate dan dialysis flow rate. Sehingga komputerisasi menjadi hal yang penting dalam menentukan nilai ini. D.KEBUTUHAN NUTRISI PASIEN GAGAL GINJAL 1.Kebutuhan Energi Beberapa studi menemukan kebutuhan kalori untuk pemenuhan pasien dengan hemodialisis dalam kondisi metabolik yang seimbang. Menurut National Kidney Foundation's, kebutuhan kalori pada pasien gagal ginjal pada hemodialisis dalam kondisi metabolik yang seimbang adalah 30-35 kalori/Kg. Sedangkan pada pasien yang dihemolisis dengan menggunakan metode CAPD, sekitar 200-300 kalori dari dekstrose dalam larutan diasylate. Sehingga kalori ini perlu diperhatikan. Sedangkan pada pasien dengan gagal ginjal akan mengalami edema, sehingga perlu diketahui berat badan aktual pasien agar pemenuhan kebutuhan energi dapat diketahui. Berdasarkan National Kidney Foundation dan data NHANES II apabila berat pasien <95% atau >115%, maka berat badan perkiraan (berdasarkan perhitungan rumus) digunakan dalam menentukan energi. Rumus untuk mengetahui berat badan perkiraan adalah sebagai berikut: berat badan ideal+[(aktual edema-free weight-ideal weight)x0,25]. 2.Kebutuhan Protein Kebutuhan protein pada pasien gagal ginjal sangat bergantung pada jenis gagal ginjal yang dialami oleh pasien dan jenis dialisis yang dilakukan oleh pasien. Pada pasien dewasa dengan gagal ginjal kronis yang tidak menerima dialisis, maka konsumsi nitrogen per kilogram bahan makanan adalah 0,6 gram apabila kebutuhan kalori terpenuhi dan protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein dengan nilai biologis yang tinggi. Penurunan asupan protein dapat mereduksi sindrom uremik dan menghambat dialisis pada pasien dengan gagal ginjal kronis yang stabil. Akan tetapi, penurunan asupan protein ini tidak diharapkan karena dapat menimbulkan malnutrisi atau intake kalori yang tidak adekuat. Kebutuhan protein pada pasien dengan gagal ginjal akut adalah sekitar 0,6-

0,8 gram per kilogram berat badan tubuh apabila fungsi ginjal sudah menurun dan tidak mengalami dialisis. Sedangkan apabila fungsi ginjal sudah membaik dan terdapat perlakuan dialisis maka lebutuhan protein adalah 1,2-1,3 gram per kilogram berat badan. Pada pasien dengan hemodialisis, maka lebutuhan kalori sebesar 1,2 gram per kilogram berat badan per hari untuk pasien dengan dialisis yang stabil dan sebesar 1,2-1,3 gram untuk pasien dengan heodialisis peritoneal yang stabil. Pasien dengan malnutrisi, acute catabolic illness atau luka postoperatif sebaiknya mendapat protein lebih dari 1,3 gram per kilogram berat badan per hari. Sebuah studi menunjukkan konsumsi protein sebesar 2-2,5 gram per kilogram berat badan per hari dapat memperbaiki keseimbangan Nitrogen pada pasien dengan gagal ginjal akut. Akan tetapi, konsumsi protein diatas 1,5-1,6 gram per hari per kilogram berat badan akan meningkatkan frekuensi dari dialisis. 3.Kebutuhan Vitamin Pasien dengan gagal ginjal sangat riskan untuk defisiensi beberapa mikronutient. Pasien dengan dialisis dapat kehilangan vitamin larut air seperti thiamine, asam folate, pyridoxine dan asam askorbat (vitamin C). Akan tetapi, pasien dengan gagal ginjal akan menyebabkan turunnya ekskresi vitamin A dan menyebabkan hypervitaminosis A. Sehingga konsumsi vitamin A perlu mendapat perhatian. Vitamin E sangat dibutuhkan sebagai antioxidant sehingga mencegah asidosis pada pasien. Konsumsi vitamin E sebesar 300800 IU dapat mencegah oksidasi pada sel. Akan tetapi, hal ini masih menjadi sesuatu yang controversial. Vitamin D merupakan vitamin yang mengalami defisiensi karena salah satu fungsi ginjal adalah untuk aktivasi dari vitamin D. Selain itu, meningkatnya level PTH (Pituitary Hormon) akan menyebabkan vitamin D menurun. Pasien dengan penurunan fungsi ginjal kronis (GFR 20-60 mL/min) yang disertai dengan meningkatnya level PTH harus dilakukan pengecekan vitamin D dalam bentuk 25-Hidroksi kolekalsiferol atau 25-OH vitamin D. Pasien dengan kadar 25-OH vitamin D <75 nmol/L maka harus mendapat suplementasi vitamin D standar. Akan tetapi, pada pasien dengan GFR <20 mL/min atau diálisis, maka jenis vitamin D yang digunakan sebagai suplementasi adalah 1,25-dihydroksikolekalsiferol. Berikut adalah

rekomendasi intake vitamin pada pasien dengan hemodiálisis: Vitamin Rekomendasi Thiamin 1,1-1,2 mg/hari Riboflavin 1,1-1,3 mg/hari Niacin 14-16 mg/hari Asam pantotenat 5 mg/hari Piridoksin 10 mg/hari Sianokobalamin 2,4 mg/hari Biotin 30 mcg/hari Asam askorbat 75-90 mg/hari Asam folat 1 mg/hari Zink 15 mg/hari Sehingga apabila dirangkum, maka kebutuhan rekomendasi pada pasien gagal ginjal adalah sebagai berikut: Parameter

Kerja

Stage 1-4

Stage 5

Stage 5

Transplantasi

nutrisi

ginjal

GGK

hemodialisis

peritoneal

ginjal

Kalori

normal 30-37

35 (<60 th)

35 (<60 th)

35 (<60 th)

30-35

30-35 (≥60

30-35 (≥60

30-35 (≥60

th)

th)

th) trmsk

(kcal/kg/hr)

kalori dari Protein (g/kg/hr) Fat (% total

0,8 30-35%

kcal)

0,6-0,75

1,2

dialysate 1,2-1,3

25-30

50% HBV 50% HBV 50% HBV Harus perhatikan asupan PUFA, MUFA,

1.3-1.5

250-300 mg colesterol/hari

inisial 1.0 untuk

Na (mg/hr)

Tidak

2.000

2.000

2.000

K (mg/hr)

dibatasi Tidak

Berdasarkan

2.000-3.000

3.000-

dibatasi

nilai lab

(8-17

4.000 (8-17

Tidak

1200

mg/kg/hr) ≤2000 dari

mg/kg/hr) ≤2000 dari

diet dan obat

diet dan

800-1000

obat 800-1000

Ca (mg/hr)

dibatasi P (mg/hr)

Tidak

Berdasarkan

dibatasi

nilai lab

penjagaan Tidak dibatasi Tidak dibatasi 1200

Tidak dibatasi sampai diindikasi harus

Air (mL/hr)

Tidak

Tidak

1000+Output

1.500-

dibatasi

dibatasi

urin

2.000

dengan output urin

dibatasi Tidak dibatasi sampai diindikasi harus dibatasi

normal Selain itu, pengobatan yang dilakukan harus diketahui untuk mengetahui apakah terdapat interaksi obat dengan makanan. Berikut adalah jenis obat, fungís, efek metabolik dan interaksi dengan makanan yang perlu mendapat perhatian: Nama obat

Efek

Interaksi dengan

Anti-inflamasi/

Gastrointestinal -

makanan -

-

Jus anggur dapat

immunosupresive Corticosteroids

Cyclosporine

menyebabkan peningkatan

Efek metabolik Intoleransi glucosa, retensi Natrium, keseimbangan nitrogen negatif, stimulasi lapar, penambahan BB, kerdil pada anak Hyperkalemia, hypomagnesia, hyperglikemia dan hyperlipidema

konsentrasi obat dalam darah dan meningkatkan toksiksitas. Hindari pemberian suplemen kalium dan subtitusi garam dengan kalium. Perhatikan sindrom Phosphate binders

Konstipasi

stephen Johnson -

(Ca-containing) Potassium-

-

-

exchange resins (sodium polystyrene

Electrolite imbalances Retensi air, hypokalemia, hypocalcemia

sulfonate) Potassium citrate

Nausea, vomiting,

-

nyeri perut, diare -Alhamdulillah selesai-

Hyperkalemia

Related Documents


More Documents from "Novinda Cahya Ristha"