MALAS – VITAMIN PANJANG UMUR Oleh Jum’an Saya mengenang Ir. Arifin Thayab dari Supra Indodrill sebagai seorang workaholic, ahli dibidangnya dan sukses memimpin perusahaannya. Terakhir saya bertemu dikantornya di Jl. Sangkuriang Bandung, dia sedang terkena gejala liver, duduk lesu menerima saya diruang depan kantornya. Melihat keadaannya saya tidak jadi membahas masalah pekerjaan dan hanya berbincang-bincang santai termasuk tentang sakit yang dideritanya. Sambil menunjuk kepada seorang yang sedang duduk-duduk diluar, saya ingat dia berkata:“Mas lihat orang itu?” Ya. Kenapa Pak?. “Dia itu pegawai saya yang paling malas, tetapi sekarang saya merasa iri melihatnya. Dia sehat wal afiat seperti tidak punya beban, tidak menunjukkan tanda-tanda sedih atau kesal diwajahnya. Bergurau terus kerjanya...” Itulah pertemuan saya yang terakhir karena beberapa bulan kemudian ia meninggal karena sakit livernya itu. Permulaan sakitnya diduga karena kelelahan. Munginkah ada nilai plus dalam kemalasan yang selalu kita umpatkan itu? Mengapa gurauan para pemalas ”kalau bisa besok kenapa harus dikerjakan sekarang” tidak terdengar ironis atau sinis ditelinga kita? Kalau tidak karena saya juga pemalas, jangan-jangan mereka menyimpan buku pintar yang kita tidak boleh ikut sharing membacanya. Nah… ketahuan. Memang benar rupanya. Mereka punya kitab sendiri yang berjudul “The Joy of Laziness” – kenikmatan bermalas-malasanditulis oleh mantan professor ahli kedokteran Jerman bernama Peter Axt dan putrinya Michaela, seorang doctor dan jurnalis ilmiah. Keduanya dengan reputasi yang memadai, ibarat ikan salmon mau bertelor, berenang melawan arus jargon “kerja keras kunci sukses” yang sangat dominan dimana-mana. Mereka mengatakan bahwa kemalasan dapat memulihkan sel-sel otak dan memperlambat proses penuaan. Olah raga yang berlebihan, kata mereka sama destruktifnya dengan stress terhadap kehidupan dan memperpendek umur. Olah raga menurut para ilmuwan merangsang terbentuknya ”radikal bebas” yaitu molekul-molekul berelektron tunggal yang tidak stabil. Metabolisme tubuh kita mengubah radikal bebas itu menjadi hidrogen peroksida yang merusak sel-sel otot dan mempercepat penuaan. Racun ini dapat dinetralkan dengan antioksidan yang terdapat dalam sayuran dan buah-buahan. Tetapi bermalas-malasan dapat menggantikan fungsi sayuran dan buah-buahan itu dengan sempurna.
Kedua ilmuwan Jerman itu mengatakan, kita tidak perlu malu malu untuk meluangkan waktu untuk bermalasan dalam pekerjaan terutama saat tidak ada boss dekat kita. Peter dan Michaela Axt tahu bahwa manusia perlu rileks pada saat dia merasa butuh – ia merupakan obat bagi tubuh lebih-lebih bagi otak. Sejenak bermalasan membantu otak kita menetralkan Cortisolhormon yang timbul karena keadaan stress. Hormon ini dapat merusak sel otak yang selanjutnya menyebabkan hilang memori dan berakhir dengan pikun muda. Bagaimana menyalurkan benci tapi rindu kita terhadap obat mujarab yang tidak disukai orang ini? Realistis saja: Simpan baik-baik dan gunakan sewaktu-waktu kita butuhkan. Dengan catatan, jangan untuk urusan ibadah, tidak kena.