Makalah Zat Aditif.docx

  • Uploaded by: A'yUn Watson Shie Faithful
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Zat Aditif.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,701
  • Pages: 16
PENGUAT RASA MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan Psikotropika Yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi, S.Si., M.Sc dan Bapak Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc. Oleh : Kelompok 3 Melisa

160351606433

Nurhadi Muhlisin

160351606471

Qurrotul A’yunina

160351606460

Rani Anggun Anggraini

1603516064?

Yuanita Kartika Sari

160351606463

Offering A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM Maret 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan Psikotropika. Adapun maksud dan tujuan kami untuk menyusun makalah ini, yaitu dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan Psikotropika yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Ibu Novida Pratiwi, S.Si., M.Sc dan Bapak Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc. Di dalam makalah yang kami susun berisi tentang pengertian penguat rasa dan hukum yang menyangkut penggunaan penguat rasa, penguat rasa yang boleh digunakan di masyarakat dan penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat, Contoh penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat berdasarkan berita atau kasus yang ada, tindakan penyalagunaan penguat rasa dan langkah bijak penggunaan zat aditif. Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan yang ditemukan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan masukan-masukan dan kritik yang membangun sebagai bahan evaluasi guna memperbaiki makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita khususnya, serta masyarakat pada umumnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Narkotika, Bahan Terlarang, dan Psikotropika.

Malang, 26 Maret 2019

Penyusun

i

Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................ii Daftar Isi .........................................................................................................iii Bab 1 Isi 1.1 Pengertian penguat rasa dan hukum yang menyangkut penggunaan penguat rasa ..............................................................................................1 1.2 Penguat rasa yang boleh digunakan di masyarakat dan penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat ........................................... ..............3 1.3 Fakta/contoh penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat 7 1.4 Tindakan penyalagunaan penguat rasa ................................................8 1.5 Langkah bijak penggunaan zat aditif ............................................... ....8 Bab 2 Penutup 2.1 Rangkuman ........................................................................................ 10 Daftar Pustaka ............................................................................................... 12

ii

Bab I ISI 1.1 Pengertian penguat rasa dan hukum yang menyangkut penggunaan penguat rasa

Penguat Rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Terdapat banyak jenis penguat rasa, tetapi hanya beberapa saja yang sering digunakan dan sering ditemui dalam kehidupan sehari – hari. Penggunaan penguat rasa pada makanan sudah sering ditemui atau dilakukan dalam kehidupan sehari – hari. Dibalik fungsi yang diberikan, perlu diketahui efek yang ditimbulkan oleh penguat rasa yang digunakan tanpa batas dan tanpa pengawasan juga akan berdampak buruk pada kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan dan penegakan hukum secara tegas terhadap penyalahgunaan bahan tambahan pangan jenis penguat rasa. Pengawasan dalam penggunaan bahan tambahan pangan jenis penguat rasa sebenarnya sudah di atur dalam UU Tentang Pangan tahun 1996. Pengawasan yang dilakukan berupa ketentuan – ketentuan dan peraturan yang harus ditaati dalam penggunaan bahan pangan tambahan, dan pada UU no 033 Tahun 2012 juga sudah dimasukkan terkait ketentuan dalam penggunaan bahan tambahan pangan jenis penguat rasa. Dalam UU no 033 Tahun 2012 dijelaskan, bahwa penggunaan dari bahan tambahan pangan jenis penguat rasa memiliki ambang batas yang disepakati bersama oleh dunia internasional yaitu Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) atau Good Manufacturing Practice. Peraturan tentang batasan dalam penggunaan bahan tambahan pangan ini bertujuan agar mendapatkan efek guna yang sesuai dan tidak berlebihan karen dapat menimbulkan efek samping yang buruk bagi kesehatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Pelanggaran terhadap penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak sesuai dengan undang – undang dan peraturan yang sudah disepakati akan dikenakan sanksi yang dapat berupa :

1

Pelanggaran pada pasal 55 UU no 7 Tahun 1996 tentang pangan yang meliputi : Barangsiapa dengan sengaja : a. Menyelenggarakan

kegiatan

atau

proses

produksi,

penyimpanan,

pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8. b. Menggunakan bahan yagn dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) ; c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau bahan apa pun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) ; d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d atau huruf e ; e. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standar mutu yang diwajibkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf a ; f. Memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf g. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf c ; h. Mengganti, melabel kembali atau menukar tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 32; Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pelanggaran pada pasal 56 UU no 7 Tahun 1996 tentang pangan yang meliputi : Barangsiapa karena kelalaiannya : a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ;

2

b. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) ; c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) ; d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e ;

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak RP 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah). Dan pada pasal 57 di atur tentang penambahan sanksi apabila pelanggaran pada pasal 55 dan 56. Sanksi ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian (BPOM, 1996) 1.2 Penguat rasa yang boleh digunakan di masyarakat dan penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat

Berdasarkan Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan republik Indonesia Nomor 23 tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan tambahan pangan penguat rasa bab III Jenis dan Batas Maksimum BTP Penguat Rasa Pasal 3, jenis BTP penguat rasa yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas: 1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts); 2. Asam guanilat dan garamnya (Guanylic acid and its salts); 3. Asam inosinat dan garamnya (Inosinic acid and its salts); dan 4. Garam-garam dari 5’-ribonukleotida (Salts of 5’-ribonucleotides) (Slamet, 2013) Pada lampiran I Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan, jenis BTP yang diizinkan dalam penggolongan penguat rasa (Flavour enhancer) yaitu sebagai berikut:

3

No. 1.

Jenis BTP Penguat Rasa (Flavour Enhancer)

INS

Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts):

2.

3.

4.

Asam L-glutamat (L-Glutamic acid)

620

Mononatrium L-glutamate (Monosodium L-glutamate)

621

Monokalium L-glutamate (Monopotassium L-glutamate)

622

Kalsium di-L-glutamat (Calsium di-L-glutamate)

623

Asam guanilat dan garamnya (Guanylic acid and its salts): Asam 5’-guanilat (5’-Guanylic acid)

626

Dinatrium 5’-guanilat (Disodium 5’- guanylate)

627

Dikalium 5’-guanilat (Dipotassium 5’- guanylate)

628

Kalsium 5’-guanilat (Calcium 5’- guanylate)

629

Asam inosinat dan garamnya (Inosinic acid and its salts): Asam 5’- inosinat (5’-Inosinic acid)

630

Dinatrium 5’- inosinat (Disodium 5’- inosinate)

631

Dikalium 5’-inosinat (Dipotassium 5’- inosinate)

632

Kalsium 5’- inosinat (Calcium 5’- inosinate)

633

Garam-garam dari 5’- ribonukleotida (Salts of 5’ – ribonucleotides): Kalsium 5’- ribonukleotida (Calcium 5’- ribonucleotides)

634

Dinatrium 5’- ribonukleotida (Disodium 5’-

635

ribonucleotides)

(Mboi, 2012) Selain terdapat penguat rasa yang diperbolehkan, ada pula bahan yang dilarang sebagai BTP untuk penguat rasa seperti, Dulkamara (Dulcamara), Kokain (Cocaine), Nitrobenzen (Nitrobenzene), Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate), Dihidrosafrol (Dihydrosafrole), Biji tonka (Tonka bean), Minyak kalamus (Calamus oil), Minyak tansi (Tansy oil), dan Minyak sasafras (Sasafras oil). Hal ini sesuai dengan yang tercantum pada Lampiran II Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan.

4

(Mboi, 2012) Bahan-bahan yang dilarang untuk digunakan sebagai BTP dikarenakan dapat memberikan efek atau bahaya tertentu pada tubuh ketika kita mengkonsumsinya. 1.

Dulkamara (Dulcamara), dapat menghasilkan efek samping berupa tukak lambung. Pada kondisi keracunan dengan kadar dosis yang tinggi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, demam, halusinasi dan dapat mengakibatkan koma.

2.

Kokain (Cocaine), penggunaan kokain ini dapat menyebabkan ketergantungan psikologis yang kuat. keracunan pada dosis yang tinggi dapat menyebabkan euphoria dan agitasi. Ketika dosis yang digunakan lebih besar akan menyebabkan hipertermia, mual, muntah, sakit perut, sakit dada, takikardi, aritmia ventricular, hipertensi, gelisah luar biasa, halusinasi, midriasi, dapat disertai depresi SSP dengan kondisi pernapasan yang tidak beraturan, konvulsi, koma, gangguan jantung, pingsan dan mati.

3.

Nitrobenzen (Nitrobenzene), dapat mengganggu kerja ginjal karena organ yang menjadi sasaran dari nitrobenzen ini yaitu ginjal. Dapat menyebabkan ginjal mengeras dan membesar. Timbulnya gejala necrotic yang ditandai dengan sakit kepala, vertigo, mual dan pingsan. Dapat menyebabkan kematian.

4.

Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate),dapat menyebabkan tumor paru-paru, ginjal dan pankreas.

5.

Dihidrosafrol (Dihydrosafrole), jika terkena kulit dapat mengiritasi kulit serta dapat mengiritasi mata.

6.

Biji tonka (Tonka bean), dapat menghambat atau menghentikan pembekuan darah dan berfungsi sebagai antikoagulan. Dapat menggannggu sintesis vitamin K.

7.

Minyak kalamus (Calamus oil),dapat menyebabkan kanker hati.

8.

Minyak tansi (Tansy oil),dapat menyebankan kejang, munyah, radang lambung, kulit merah, kram, hilang kesadaran, dafas sesak, pendarahan usus dan hepatitis.

5

9.

Minyak sasafras (Sasafras oil), dapat menyebabkan kanker hati, dapat mempercepat denyut jantung, halusinasi, paratisis dan bersifat kersinogenik. (smallCrab, 2019) Terdapat penguat rasa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan

pangan (BTP) seperti MSG atau monosodium glutamat. MSG merupakan salah satu asam amino non esensial asam glutamat yang berfungsi sebagai penguat dan penyedap rasa pada makanan. MSG yang ditambahakan pada makanan akan menimbulkan efek rasa yang kuat dimana rasa ini disebabkan oleh adanya glutamat yang memberikan rasa umami atau sering disebut dengan rasa lezat/enak. Dalam mengkonsumsi MSG, banyak glutamat yang masuk kedalam tubuh. Glutamat didalam tubuh berperan sebagai neurotransmitter. Dalam hal ini, glutamat sangat berperan dalam proses komunikasi antar neuron pada otak. Oleh karena itu, ketika jumlah glutamat yang melimpah di dalam otak terutama di celah sinaps (celah antar sel saraf) dapat menyebabkan eksitotoksik bagi otak dan mampu merusak neuron. Konsumsi glutamat pada dosis tinggu mampu menyebabkan perubahan pada seluruh bagian dari otak. (Razali, n.d.)

6

1.3 Fakta/contoh penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat

KBRN, Palangkaraya : Istilah Chinese Restaurant Syndrome atau CRS berasal dari kejadian ketika seorang dokter di Amerika mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah sehabis menyantap masakan di restoran Cina. Disinyalir sindrom ini terjadi lantaran makanan China mengandung banyak MSG. Laporan mengenai Chinese Restaurant Syndrome ini kemudian dimuat pada New England Journal of Medicine pada tahun 1968. Ahli Gizi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, Herniwati menjelaskan bahwa Chinese Restaurant Syndrome merupakan gejala alergi akibat terlalu banyak mengkonsumsi MSG. “Umumnya penyakit ini terjadi pada mereka yang memiliki sensitivitas tinggi pada MSG. Adapun gejala yang dialami ialah pusing, mual, alergi, leher kaku, sesak napas, mulut terasa kering, tangan kebas, hingga ruam pada kulit”, tuturnya. Lebih lanjut Herniwati mengatakan, pengobatan bagi penyakit ini biasanya tergantung pada gejala yang ditimbulkan. Jika gejala yang ditimbulkan hanya

7

berupa alergi mungkin dapat diobati dengan obat anti alergi, tetapi jika penderita mengalami gejala yang membahayakan dirinya seperti sesak napas, maka harus segera dibawa ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Bijak dalam konsumsi dan penggunaan MSG juga diperlukan untuk mencegah dampak buruk MSG bagi tubuh. (NATA)

1.4 Tindakan penyalagunaan penguat rasa MSG (Monosodium glutamate) merupakan salah satu contoh zat aditif penguat rasa. MSG ini pernah ditemukan dalam keadaan dicampur dengan minuman keras alkohol, dan mengakibatkan kematian bagi orang yang mengonsumsinya.

Berdasarkan

peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

No.722/Menkes/Per/88 tentang bahan tambahan pangan, penyedap rasa dan aroma dan penguat rasa didefinisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah dan mempertegas rasa dan aroma, bahan penyedap ini terdiri dari MSG. enggunaan MSG yang berlebihan dapat menimbulkan leher dan dada panas, sesak napas, dan pusing. Gejala akibat mengonsumsi MSG yang berlebihan disebut chinese-restaurant syndrome. Selain itu, MSG bersifat karsinogenik dan mengakibatkan kanker hati. Zat MSG yang dicampur dengan alkohol akan melewati hepar untuk disaring, sehingga mengonsumsi kedua zat tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada hepar. Kerusakan karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat kimia, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut seperti akut, subkronik atau kronik. (Hidayati, 2013)

1.5 Langkah Bijak Penggunaan Zat Aditif (Penguat Rasa) Saat ini penggunaan MSG sudah terdapat pada hampir semua makanan dan cukup berlebihan, dan takarannya bukan lagi menggunakan takaran sendok teh, tetapi menggunakan sendok makan. Secara takaran farmasi satu sendok teh setara dengan 15 gram MSG dan kadar natrium/sodium 15 gram setara dengan 5 gram garam dapur. Data dari Departemen Industri menyatakan bahwa konsumsi MSG tiap tahun di Indonesia meningkat 10,3%. Dampak penggunaan MSG yang berlebihan akan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain gangguan pada

8

lambung, mual, muntah, reaksi alergi, hipertensi, diabetes, kanker, asma, dan penurunan kecerdasan. (Junita, Hamid, & Indani, 2018) Banyak dampak yang ditimbulkan jika mengonsumsi MSG secara berlebihan. Untuk meminimalisir penggunaan MSG, dapat mengonsumsi jajanan yang sehat dan tidak sering mengonsumsi snack yang diproduksi pabrik yang diduga banyak mengandung vetsin (MSG). Jika ingin menggunakan atau menambahkan MSG tetap boleh, tetapi harus sesuai takaran yang dianjurkan. Aturan mengonsumsi MSG yang aman yaitu 120 mg/kg BB/hari (untuk orang dewasa). Contohnya jika mempunyai berat badan 50 kg, konsumsi MSG yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram atau setara dengan 2 sendok teh (0,2-0,8% dari volume makanan). Untuk anak-anak konsumsi MSG yang dianjurkan tidak lebih dari 2 gram sehari. (Sujarwo, 2016)

9

BAB III PENUTUP

2.1 Rangkuman Materi 

Penguat Rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma

yang telah ada dalam

bahan

pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2012) 

Pengawasan dalam penggunaan bahan tambahan pangan jenis penguat rasa dilakukan berupa ketentuan – ketentuan dan peraturan yang harus ditaati dalam penggunaan bahan pangan tambahan, dan pada UU no 033 Tahun 2012 juga sudah dimasukkan terkait ketentuan dalam penggunaan bahan tambahan pangan jenis penguat rasa.



Jenis BTP yang diizinkan dalam penggolongan penguat rasa (Flavour enhancer) yaitu sebagai berikut: -

Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts)

-

Asam guanilat dan garamnya (Guanylic acid and its salts)

-

Asam inosinat dan garamnya (Inosinic acid and its salts)

-

Garam-garam dari 5’- ribonukleotida (Salts of 5’ ribonucleotides)

Bahan yang dilarang sebagai BTP untuk penguat rasa seperti, Dulkamara (Dulcamara), Kokain (Cocaine), Nitrobenzen (Nitrobenzene), Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate), Dihidrosafrol (Dihydrosafrole), Biji tonka (Tonka bean), Minyak kalamus (Calamus oil), Minyak tansi (Tansy oil), dan Minyak sasafras (Sasafras oil) 

Penggunaan bahan tambahan pangan olahan indusri mikro kecil menengah belum distandarisasi oleh BPOM yang menyebabkan makanan dan minuman yang tidak layak konsumsi menyebar dipasaran. Bahan tambahan pangan (BTP) merupakan bahan atau campuran yang bukan bahan baku pangan secara alami Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang bukan bagian dari bahan baku pangan secara alami, melainkan ditambahkan ke dalam pangan untuk

10

memengaruhi sifat atau bentuknya. Misalnya, bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemanis, pemucat, dan pengental. 

MSG (Monosodium glutamate) merupakan salah satu contoh zat aditif penguat rasa. MSG ini pernah ditemukan dalam keadaan dicampur dengan minuman keras alkohol, dan mengakibatkan kematian bagi orang yang mengonsumsinya.



Untuk meminimalisir penggunaan MSG, dapat mengonsumsi jajanan yang sehat dan tidak sering mengonsumsi snack yang diproduksi pabrik yang diduga banyak mengandung vetsin (MSG). Jika ingin menggunakan atau menambahkan MSG tetap boleh, tetapi harus sesuai takaran yang dianjurkan. Aturan mengonsumsi MSG yang aman yaitu 120 mg/kg BB/hari (untuk orang dewasa).

11

Daftar Pustaka BPOM. (2005). Peraturan Badan pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat Dan Makanan, 53, 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Intan Junita, Yuli Heirina Hamid, I. (2018). Tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang penggunaan monosodium glutamate (msg) dalam mengolah makanan (di gampong jeulingke kecamatan syiah kuala banda aceh), 3, 26– 35. Nurul Hidayati. (2013). Pengaruh pemberian oplosan monosodium glutamate (msg) dan etanol 10% dosis bertingkat terhadap gradasi kerusakan hepar tikus wistar, 84, 487–492. Retrieved from http://ir.obihiro.ac.jp/dspace/handle/10322/3933 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 033 TAHUN 2012. Rezania Razali. (n.d.). Monosodium Glutamat (MSG) dan Efek Neurotoksisitasnya Pada Sistem Saraf Pusat, 159–168.

12

Related Documents

Makalah Zat Wrn In
July 2020 6
Makalah Zat Aditif.docx
December 2019 11
Zat Aditif.pptx
April 2020 18
Zat Makanan
December 2019 27
Pya Zat
December 2019 19

More Documents from ""