Makalah Skrining Kesehatan Pada Lansia.docx

  • Uploaded by: Muthia
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Skrining Kesehatan Pada Lansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,597
  • Pages: 18
MAKALAH SKRINING KESEHATAN PADA LANSIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN LANSIA ( BUDAYA, KELUARGA, SOSIAL EKONOMI )”

ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1. Adela nofita

13. Dara jingga

2. Aprilia dheana putri

14. Delvi susanti

3. Arena irawan

15. Dian restuti

4. Astri putri utami

16. Mia yunita

5. Atika suri

17. Monica aulianda

6. Alfina nora

18. Nusrat ahmatul isra

7. Adisty feriani

19. Peggy riviea amaskta

8. Afanny septi legy

20. Qorii surya verantika

9. Anjela noveren

21. Rauka hilliah

10. Annisa zahra

22. Rani putri andesco

11. Annisha allama noptikha

23. Rati azari

12. Chintya dwi rizal

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG 2018

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “Makalah Skrining Kesehatan Pada Lansia Dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Lansia ( Budaya, Keluarga, Sosial Ekonomi )” ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah komunitas . Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini . Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... Daftar Isi .................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang ...................................................................................................

2.

Tujuan ................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN 1.

Skrining kesehatan pada lansia.................................................................

2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia.................................

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan ........................................................................................................... 3. Saran......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada negara maju, umumnya proses skrining/penapisan dilakukan pada penyakit tidak menular, misalnya kanker payudara yang dilakukan pada kelompok beresiko seperti wanita terlahir kembar, ada genetik keluarga, wanita yang tidak menikah, wanita yang tidak menyusui a n a k n y a d a n p o l a d i e t d a n g a y a h i d u p y a n g t i d a k s e h a t , w a n i t a p e n g g u n a K B hormonal, wanita yang menstruasi pertama dibawah 12 tahun dan menopause diatas 55 tahun. Skrining/penapisan merupakan proses pendeteksian kasus/kondisi kesehatan pada populasisehat pada kelompok tertentu sesuai dengan jenis penyakit yang akan dideteksi dini denganupaya meningkatkan kesadaran pen$egahan dan diagnosis dini bagi kelompok yang termasuk resiko tinggi 2. Tujuan Untuk mengetahui Skrining Kesehatan Pada Lansia Dan Faktor- Faktor Yang Memepngaruhi Kesehatan Lansia ( Budaya, Keluarga, Sosial Ekonomi ).

BAB II PEMBAHASAN

I.

SKRINING KESEHATAN PADA LANSIA A. Definisi Skrining Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau sekelompok

orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif (Chandra, 2009). Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat untuk tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan dalam bentuk deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan kemudian secara terpisah, jika hasil dari skrining tersebut menunjukkan hasil yang positif (Noor, 2008). Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah “penyakit” untuk menyebut setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk perkembangannya atau setiap komplikasinya. Pada umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat terpenuhi, yakni penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan, terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi, dan terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau akibat-akibat penyakit (Morton, 2008). Jadi, screening adalah suatu strtegi yang digunkan dalam suatu populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau mencari pendeerita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka yang sehat

terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan. B. Tujuan dan Manfaat Skrining Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009): 1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan. 2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat. 3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin. 4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini. 5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti. Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan penyakit yang akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika penyakit tersebut sudah terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009). C. Sasaran Skrining Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus yang memerlukan pengawasan akibat pertumbuhan dan perkembangannya ( Nasrul Effendi. 1998) : 1

Kelompok ibu hamil

2

Kelompok ibu bersalin

3

Kelompok Ibu nifas

4

Kelompok bayi dan anak balita

5

Kelompok anak usia sekolah

6

Kelompok lansia

D. Jenis Skrining 1. Penyaringan Massal (Mass Screening) Penyaringan yang melibatkan populasi secara keseluruhan. Contoh: screening prakanker leher rahim dengan metode IVA pada 22.000 wanita 2. Penyaringan Multiple

Penyaringan yang dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik uji penyaringan pada saat yang sama. Contoh: skrining pada penyakit aids 3. Penyaringan yg. Ditargetkan Penyaringan yg dilakukan pada kelompok – kelompok yang terkena paparan yang spesifik. Contoh : Screening pada pekerja pabrik yang terpapar dengan bahan Timbal. 4. Penyaringan Oportunistik Penyaringan yang dilakukan hanya terbatas pada penderita – penderita yang berkonsultasi kepada praktisi kesehatan Contoh: screening pada klien yang berkonsultasi kepada seorang dokter.

E. Syarat Skrining Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan suatu tes penyaringan, antara lain (Noor, 2008): a. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut. b. Tersediannya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi tingkat atau kekuatan tes yang dipilih. c. Tersediannya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang dinyatakan positif serta tersediannya biaya pengobatan bagi mereka yang dinyatakan positif melalui diagnosis klinis. d. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cukup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus. e. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standard untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining berkurang atau malah bertambah frekuensi endemiknya. f. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum.

g. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan pasti. h. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka yang dinyatakan menderita penyakit tersebut. i. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa melakukan tes tersebut. j. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan. Melihat hal tersebut penyakit HIV/AIDS dan Ca paru serta penyakit yang tidak diketahui pasti perjalanan penyakitnya tidak dibenarkan untuk dilakukan skrining namun jika dilihat dari sisi lamanya perkembangan penyakit, HIV/AIDS merupakan penyakit yang memenuhi persyaratan skrining (Noor, 2008). F. Macam-macam Skrining Kesehatan 1. Penyakit hipertensi Tindakan skrining sangat bermanfaat, baik terhadap hipertensi sistolik maupun diastolic. Pencegahannya akan dapat mengurangi risiko timbulnya stroke, penyakit jantung atau bahkan kematian. Dari hasil studi, ditemukan bahwa bila 40 orang diobati selama 5 tahun akan dapat mencegah 1 (satu) kejadian stroke. 2. Keganasan Skrining terhadap keganasan terutama ditujukan terhadap penyakit kanker payudara, yaitu dengan cara BSE. Juga penyakit kanker serviks dengan cara pap smear. Selanjutnya skrining juga dilakukan terhadap kanker kolon dan rectum. Adapun caranya adalah dengan pengujian laboratorium terhadap darah samar di dalam feses, selain dengan cara endoskopi untuk kelainan dalam sigmoid dan kolon terutama pada penderita yang menunjukkan adanya keluhan. 3. Wanita menopause Tindakan skrining ditujukan untuk memastikan apakah diperlukan terapi hormone pengganti estrogen. Terapi ini dapat mengurangi risiko kanker payudara. Juga fraktur akibat osteoporosis. Namun, perlu diwaspadai kemungkinan timbulnya kanker endometrium, dimana untuk pencegahannya dapat dianjurkan agar diberikan secara bersamaan dengan hormone progesterone.

4. Skrining Ketajaman Visus Skrining katajaman visus dengan tindakan sederhana, yaitu koreksi dengan ukuran kacamata yang sesuai. Bagi kasus katarak dengan tindakan ekstraksi lensa tidak saja akan memperbaiki penglihatan, tetapi juga akan meningkatkan status fungsional dan psikologis. Skrining dengan alat funduskopi dapat mendeteksi penyakit glaucoma, degenerasi macula, dan retinopati diabetes. Adapun factor resiko untuk degenerasi macula adalah adanya riwayat keluarga dan factor merokok. 5. Skrining Pendengaran Dengan tes bisik membisikkan enam kata-kata dari jarak tertentu ke telinga pasien serta dari luar lapang pandang. Selanjutnya minta pasien untuk mengulanginya. Cara ini cukup sensitive, dan menurut hasil penelitian dikatakan mencapai 80% dari hasil yang diperoleh melalui pemeriksaan dengan alat audioskop. Mengenai pemeriksaan dengan audioskop, yaitu dihasilkan nada murni pada frekuensi 500, 1.000, 2.000, dan 4.000 Hz, yaitu pada ambang 25-40 dB. Bentuk pencegahan ketiga adalah pencegahan tersier. Di sini meliputi pencegahan terhadap morbiditas dan mortalitas yang timbul akibat penyakit yang telah ada. Jenis pencegahan ini termasuk tindakan khusus dan tergolong dalam disiplin ilmu geriatric. Sebagai contoh adalah tindakan rehabilitasi terhadap penderita lansia, misalnya dengan fraktur panggul agar dapat mengurangi kecacatan serta kemampuan mereka untuk merawat diri sendiri. Contoh lainya adalah rehabilitasi pada pasien stroke. 6. Perubahan Kognitif 1) Memory (Daya ingat, Ingatan) 2) IQ (Intellegent Quocient) 3) Kemampuan Belajar (Learning) 4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension) 5) Pemecahan Masalah (Problem Solving) 6) Pengambilan Keputusan (Decission Making) 7) Kebijaksanaan (Wisdom) 8) Kinerja (Performance) 9) Motivasi

7. Perubahan mental, faktor-faktor yang mempengaruhi : 1)

Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.

2)

Kesehatan umum

3)

Tingkat pendidikan

4)

Keturunan (hereditas)

5)

Lingkungan

6)

Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7)

Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

8)

Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.

9)

Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. 8. Kesehatan Psikososial

1)

Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia

mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran. 2)

Duka cita (Bereavement) Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat

meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan. 3)

Depresi Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan

keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depres i juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi. 4)

Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan

stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebu t

merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat. G. Skrining pada Keadaan Khusus Lansia Di negara maju, skrining pada umumnya ditujukan pada penyakit kardiovaskuler, keganasan dan cerebravaskular accident (CVA) seperti yang dijelaskan berikut : 1. Penyakit Hipertensi Tindakan skrining sangat bermanfaat, baik terhadap hipertensi sistolik maupun diastolik. Pencegahan akan dapat mengurangi resiko timbulnya stroke, penyakit jantung, bahkan kematian. Dari hasil studi, ditemukan bahwa bila 40 orang diobati dalam waktu 5 tahun akan dapat mencegah satu kejadian stroke, pada hipertensi dilakukan pengkajian secara lengkap (anamnesa dan pemeriksaan fisik) , skrining atau tes saringan. Hal yang perlu dilakukan disini adalah pengukuran tekanan darah. Sebagai patokan diambil batas normal tekanan darah bagi lansia adalah (1) tekanan sistolik 120-160mmHg, dan (2) tekanan diastolic sekitar 90mmHg. Pengukuran tekanan darah pada lansia sebaiknya dilakukan dalam keadaan berbaring, duduk, dan berdiri dengan selang beberapa waktu, yaitu untuk mengetahui kemungkinan adanya hipertensi ortostatik. 2. Penyakit Jantung Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan kelainan jantung antara lain pemeriksaan EKG, treadmill, dan foto thoraks. 3. Penyakit Ginjal Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan kelainan ginjal adalah pemeriksaan laboratorium tes fungsi ginjal dan foto IVP. 4. Diabetes Melitus Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan diabetes antara lain pemeriksaan reduksi urine, pemeriksaan kadar gula darah, dan funduskopi.

5. Gangguan Mental Selain pengkajian secara lengkap (anamnesis dan pemeriksaan fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia dengan dugaan gangguan mental antara lain pemeriksaan status mental dan tes fungsi kognitif. Biasanya telah dapat dibedakan apakah terdapat kelainan mental seperti depresi, delirium, atau demensia. II.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN LANSIA

1. Sosial Pada lansia terjadi perubahan-perubahan psikososial yaitu merasakan ataus adarakan kematian, penyakit kronis dan ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas fisiknya. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial, dari segi ekonomi akibat dari pemberhentian jabatan atau pension juga dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko lansia untuk mengalami disablitas dan kematian lebih awal. Dukungan sosial yang tidak cukup, sangat erat hubungannya dengan peningkatan kematian, kesakitan dan depresi juga kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Lansia yang tidak mendapatkan dukungan sosial yang cukup 1,5 kali lebih besar kemungkinan untuk mengalami kematian pada tiga tahun kedepan dari pada mereka yang mendapatkan dukungan sosial yang cukup. Oleh karena itu dibutuhkan dukungan sosial yang tinggi ,memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargi. Lansia dengan dukungan sosial yang tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan individu tersebut, sehingga hal itu dapat mengarahkan individu kepada gaya hidup yang sehat. 2. Ekonomi Faktor ekonomi sangat mempengaruhi kesehatan lansia. Pada lansia secara umum yang memiliki pendapatan sendiri cenderung menolak bantuan orang lain, sedangkan lansia yang tidak memiliki pendapatan akan menggantungkan hidupnya pada anak atau saudaranya. Lansia yang tidak memiliki cukup pendapatan meningkatkan risiko untuk menjadi sakit dan disabilitas. Banyak lansia yang tinggal sendiri dan tidak mempunyai cukup uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat mempengaruhi mereka untuk membeli makanan yang bergizi, rumah yang layak, dan pelayanan kesehatan. Lansia yang sangat rentan adalah yang tidak mempunyai asset, sedikit atau tidak ada tabungan, tidak ada pensiunan tidak dapat membayar keamanan atau merupakan bagian dari keluarga yang sedikit atau pendapatan yang rendah.

3. Budaya Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia . Hubungan antara faktor budaya dan pelayanan kesehatan pada lansia sangatlah penting untuk di pelajari khususnya bagi tenaga kesehatan. Bila suatu informasi kesehatan yang baru akan di perkenalkan kepada masyarakat haruslah di barengi dengan mengetahui terlebih dahulu tentang latar belakang budaya yang dianut di dalam masyarakat tersebut. Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa untuk di rubah, tantangannya adalah mampukah tenaga kesehatan memberikan penjelasan dan informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan yang akan di berikan kepada masyarakat . Ada banyak cara yang bisa dilakukan , mulai dari perkenalan program kerja, menghubungi tokoh-tokoh masyarakat maupun melakukan pendekatan secara personal . Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka. Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia lanjut, posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan

terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.Era globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus – menerus , membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah kejiwaan . Didalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut pandang modern ,tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan. Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi penyakitpenyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap mereka terhadap penyakit tersebut. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini ini mungkin dapat mencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar dan TBC. Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supranatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya adalah faktor ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan pemikiran secara medis. Didalam masyarakat industri modern iatrogenic disease merupakan problema. Budaya menuntut merawat penderita di rumah sakit, pada hal rumah sakit itulah tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap anti biotika . 4. Keluarga Dukungan dalam keluarga dapat mempengaruhi kesehatan kelaurga, berupa: a. Dukungan psikologis Dukungan psikologis adalah suatu sikap yang memberikan dorongan dan penghargaan moril kepada lansia, misalnya keluarga sangat membantu ketenangan

jiwa lansia, keluarga menunjukkan kebahagiaan pada hal-hal positif yang dilakukan lansia, tidak menyakiti lansia, menghibur atau menenangkan ketika ada masalah yang dihadapi lansia, berdoa untuk kesehatan atau keselamatan lansia dan keluarganya. b. Dukungan sosial Dukungan sosial adalah suatu sikap dengan cara memberikan kenyamanan dan bantuan secara fisik atau nyata kepada lansia, misalnya memperhatikan kesehatan lansia, mengantar atau menemani lansia untuk berobat atau berkunjung ke posyandu atau puskesmas. Dukungan sosial juga di sebut sebgai Dukungan instrumental yaitu bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, memberikan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain. Bantuan instrumental ini berupa dukungan materi seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh orang lain dan bantuan finansial untuk biaya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari-hari selama seseorang tersebut belum dapat menolong dirinya sendiri. c. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan keluarga, semakin rendah pengetahuan suami maka akses terhadap informasi kesehatan lansia akan berkurang sehingga akan kesulitan dalam mengambil keputusan secara efektif .

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan

Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit. Tujuan skrining adalah menemukan orang terkena penyakit sedini mungkin, mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat, membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin, dan mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti. Sedangkan manfaat skrining adalah biaya yang dikeluarkan relatif murah, mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala menyajikan sedangkan pengobatan lebih efektif daripada untuk nanti deteksi. Syarat yang harus diperhatikan dalam proses skrining adalah penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti, tersediannya obat yang potensial, fasilitas dan biaya untuk diagnosis, ditujukan pada penyakit kronis seperti kanker, adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.

2. Saran -

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama mahasiswa keperawatan

-

Semoga dapat menjadi bahan asuhan pembelajar bagi mahasiswa keperawatan khususnya dalam mata kuliah keperawatan gerontik

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto dan Anggraeni, 2003.Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Bustan. 2000. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta. Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Eaker, E. D., Jaros L, Viekant R. A., Lantz P., Remington P. L., 2001. “A Controlled Community Intervention to Increase Breast and Cervical Cancer Screening: Women’s Health Alliance Intervention Study.” Journal Public Health Management Practice. Morton, Richard, Richard Hebel, dan Robert J. McCarter. 2008. Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta. Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Yang dan Embretson. 2007. Construct Validity and Cognitive Diagnostic Assessment: Theory and Applications. New York: Cambridge University Press. Vie. 2012. Konsep Dasar Screening. (online). Available : https://www.pdfcoke.com/doc/106996346/Konsep-Dasar-Screening-1 Diakses tanggal 16 Maret 2016 pukul 16.55 Wita Anderson, Elizabeth T.2006.Keperawata Komunitas Teori dan Praktik.Jakarta: EGC Gunadarma, elearning. 2013. Epidemiologi K ebidanan Skrining. Available:http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab 6-skrinning.pdf. Diakses pada 16 Maret 2016 Hidayat, Aepnurul. 2014. Skrining Kesehatan. Available:https://aepnurulhidayat.wordpress.com/2014/03/19/skrining-kesehatan/. Diakses pada 16 Maret 2016 Mubarak,Wahit Iqbal. 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Salemba Medik KARUNIAWATI , NATALIA SRI.2015. STATUS KESEHATAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2014. Available : http://dinkes.kulonprogokab.go.id/files/Status_kes_anak_SD_2014.pdf Diakses pada 16 Maret 2016

Related Documents


More Documents from "Anggi Pratiwi Nasution"