BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. Beberapa contohnya adalah : •
Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.
•
Masih ditemukan ikan yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita ketahui bahwa kedua jenis cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan dengan bahan makanan, ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah terkontaminasi dengan formalin dan boraks tersebut dikonsumsi secara terusmenerus akibat ketidaktahuan konsumen maka kemungkinan besar yang terjadi adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapat memperpendek usia hidup atau menyebabkan kematian.
•
Daging sisa atau bekas dari hotel dan restoran yang diolah kembali, beberapa waktu lalu public digemparkan dengan isu mengenai daging bekas hotel dan restoran yang diolah kembali atau dikenal dengan sebutan daging limbah atau daging sampah. Mendengar namanya saja kita akan merasa jijik dan seakan-akan tidak percaya pada hal tersebut, namun fakta menyebutkan bahwa dikawasan cengkareng, Jakarta Barat telah ditemukan serta ditangkap seorang pelaku pengolahan daging sampah. Dalam pengakuannya pelaku menjelaskan tahapantahapan yang ia lakukan, yaitu ; Limbah daging dibersihkan lalu dicuci dengan cairan formalin, selanjutnya diberi pewarna tekstil dan daging digoreng kembali sebelum dijual dalam berbagai bentuk seperti sup, daging empal dan bakso sapi. Dan hal yang lebih mengejutkan lagi adalah pelaku mengaku bahwa praktik tersebut sudah ia jalani selama 5 (lima) tahun lebih.
•
Produk susu China yang mengandung melamin. Berita yang sempat menghebohkan publik China dan juga Indonesia adalah ditemukannya kandungan melamin di dalam produk-produk susu buatan China. Zat melamin itu sendiri 1
merupakan zat yang biasa digunakan dalam pembuatan perabotan rumah tangga atau plastik. Namun jika zat melamin ini dicampurkan dengan susu maka secara otomatis akan meningkatkan kandungan protein pada susu. Walaupun demikian, hal ini bukan menguntungkan para konsumen justru sebaliknya hal ini sangat merugikan konsumen. Kandungan melamin yang ada pada susu ini menimbulkan efek samping yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi yang mengalami penyakit-penyaktit tidak lazim seperti, gagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia. Dari keempat contoh diatas dapat kita ketahui bahwa konsumen menjadi pihak yang paling dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau harga yang boleh dikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen juga harus menanggung resiko besar yang membahayakan kesehatan dan jiwanya hal yang memprihatinkan adalah peningkatan harga yang terus menerus terjadi tidak dilandasi dengan peningkatan kualitas atau mutu produk. Hal-hal tersebut mungkin disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Pemerintah serta badan-badan hukum seperti Dinas kesehatan, satuan Polisi Pamong Praja, serta dinas Perdagangan dan Perindustrian setempat. Eksistensi konsumen tidak sepenuhnya dihargai karena tujuan utama dari penjual adalah memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek bukan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, kami menyusun makalah ini yang berisi tentang Perlindungan konsumen. Dalam makalah ini kami akan menjelaskan lebih lanjut serta membuat solusi yang mungkin akan berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan datang.
2
Bab II LANDASAN TEORI 2.1 Isi Undang-undang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia Menimbang: 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 2. bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen; 3. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dan proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya dipasar; 4. bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab; 5. bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai; 6. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat; 7. bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang-undang tentang Perlindungan konsumen;
3
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; Dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Memutuskan: Menetapkan: Undang-undang Tentang Perlindungan Konsumen. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam 3. masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan todak untuk diperdagangkan. 4. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik
sendiri
maupun
bersama-sama
melalui
perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 5. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak begerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. 6. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau perstasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 7. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan. 8. Impor barang adalah kegiatan memasukan barang kedalam daerah pabean. 4
9. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan didalam wilayah Republik Indonesia. 10. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga nonPemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. 11. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 12. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. 13. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. 14. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.
BAB II ASAL DAN TUJUAN Pasal 2 Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum Pasal 3 Perlindungan konsumen bertujuan: 1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa; 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; 4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; 5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
5
6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Pertama Hak dan Kewajiban Konsumen Pasal 4 Hak konsumen adalah: 1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6. hak untuk mendapatpembinaan dan pendidikan konsumen; 7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
6
Pasal 5 Kewajiban Konsumen adalah: 1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; 2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6 Hak pelaku usaha adalah: 1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; 3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalm penyelesaian hukum sengketa konsumen; 4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 7 Kewajiban pelaku usaha adalah: 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
7
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; 6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian
dan
pemanfaatan
barang
dan/atau
jasa
yang
diperdagangkan; 7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
BAB IV Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha Pasal 8 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: 1. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. 3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran sebenarnya. 4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; 5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; 6. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; 7. Tidak
mencantumkan
tanggal
kadaluwarsa
atau
jangka
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
8
waktu
8. Tidak mngikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; 9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat; 10. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. 3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lenkap dan benar. 4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Pasal 9 •
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah: 1. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; 2. barang tersebutdalam keadaan baik dan/atau baru; 3. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesoris tertentu; 4. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi; 5. barang dan/atau jasa tersebut tersedia; 6. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; 7. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; 8. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
9
9. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain; 10. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, 11. tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap; 12. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. •
Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.
•
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tertentu.
Pasal 10 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: 1. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; 2. kegunaan suatu barang dan/atau jasa; 3. kondisi; tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; 4. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; 5. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. Pasal 11 Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mngelabui/ menyesatkan konsumen dengan: 1. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; 2. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidk mengandung cacat tersembunyi; 3. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain; 4. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; 5. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain; 6. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
10
Pasal 12 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan. Pasal 13 1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, memepromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya. 2. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain. Pasal 14 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk: 1. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; 2. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa 3. memberikan hadiah tidak ssuai dengan yang dijanjikan; 4. mengganti hadiah yang tidak setara denagn nilai hadiah yang dijanjikan. Pasal 15 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Pasal 16 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk: 1. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaiansesuai dengan yang dijanjikan; 2. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
11
Pasal 17 (1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: 1. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuntitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; 2. mengelabui jaminangaransi terhadap barang dan/atau jasa; 3. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; 4. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; 5. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; 6. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. 2. Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1)
2.2 Penjelasan atas undang-undang Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen •
UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasayang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
12
Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat kentungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat. Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya. Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang
13
berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti: 5. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang; 6. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene; 7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah; 8. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal; 9. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; 10. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; 11. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan; 12. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri 13. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; 14. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia); 15. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; 16. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; 17. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; 18. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987; 19. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten; 20. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek; 21. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 22. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran; 23. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan; 24. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
14
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI. Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undangundang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
15
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Menganalisis sikap konsumen Suatu analisis mengenai sikap konsumen dapat menghasilkan manfaat diagnostik maupun prediktif mengidentifikasi pasar yang reseptif, mengevaluasi kegiatan pemasaran yang sekarang dan yang potensial dan meramalkan perilaku masa datang adalah sebagian dari cara-cara utama dimana sikap dapat membantu pengambilan keputusan pemasaran. Sikap didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh, intensitas, dukungan dan kepercayaan adalah sifat penting dari sikap masing-masing sifat ini bergantung pada kualitas pengalaman konsumen sebelumnya dengan objek sikap. Sementara konsumen mengakumulasi pengalaman baru sikap dapat berubah. Sejauh mana sikap memberikan ramalan yang akurat mengenai perilaku akan bergantung pada sejumlah faktor. Hubungan sikap perilaku seharusnya bertumbuh lebih kuat bila : •
Pengukuran sikap menetapkan secara benar komponen tindakan, target, waktu, dan konteks.
•
Interval waktu antara pengukuran sikap dan perilaku menjadi lebih singkat.
•
Sikap didasarkan pada pengalaman langsung.
•
Perilaku menjadi kurang dipengaruhi oleh pengaruh sosial. Perilaku konsumen adalah suatu proses, dan pembelian hanyalah satu tahap.Ada banyak pengaruh yang mendasari, berjajar dari motivasi internal hingga pengaruh sosial dari berbagai jenis. Namun, motivasi dan perilaku dapat dimengerti, walaupun secara tidak sempurna melalui penelitian prediksi yang sempurna tidak pernah mungkin dilakukan, tetapi usaha didesain dan digunakan dengan tepat dapat menurunkan risiko kegagalan pemasaran secara berarti. Perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
16
3.2 Pendidikan untuk melindungi konsumen Pihak-pihak lain ingin membentuk dan mempengaruhi perilaku konsumen, tetapi melakukannya dalam upaya membantu konsumen membeli secara bijaksana. Ekonomi konsumen, khususnya mereka yang membuat pilihan terbaik dipandang dari motivasi dan cita-cita mereka. Berikut ini adalah beberapa persoalannya yang dapat diajukan : 1. Apakah keseluruhan nilai yang diterima lebih tinggi seandainya tersedia informasi yang lebih baik mengenai alternative pembelian yang lain. 2. Apakah konsumen akan menjadi lebih baik dengan membeli berdasarkan harga dan bukan nama merek ? Melalui pendidikan, konsumen dapat diajarkan bagaimana mendeteksi adanya penipuan dan penyalahgunaan lain serta dibuat sadar akan obat yang ada dan peluang untuk memperbaiki. Begitu pula, siapa saja dapat mengambil manfaat dari wawasan yang lebih luas ke dalam strategi penghematan uang. Program pendidikan juga harus didasarkan pada penelitian terhadap motivasi dan perilaku bila program tersebut diharapkan relevan dengan dunia riil (nyata) kehidupan konsumen. Tidak mengherankan, ekonomi konsumen dan ekonomi rumah tangga kini mendapat tempat diantara mahasiswa perilaku konsumen yang paling serius. Pemasar dan ekonomi konsumen kerap mengambil posisi berlawanan sewaktu menganalisis perilaku yang sama. Meskipun begitu, keduanya berniat mengubah perilaku itu bila dipandang menguntungkan untuk melakukannya. Demikian satu-satunya perbedaan (different) ada didalam agenda mereka masing-masing. Menurut Kebijakan Publik : Pendidikan saja tidak akan menjamin kesejahteraan konsumen. Dasar dari ekonomi usaha bebas (free-enterprise economy) adalah hak konsumen mana pun untuk membuat pilihan yang terinformasi dan tidak terbatas dari suatu susunan alternative. Bila hak ini dikurangi karena penyalahgunaan bisnis, konsesus masyarakat menegaskan bahwa pemerintah wajib mempengaruhi pilihan konsumen melalui pembatasan dalam kekuatan monopoli dan melalui pengekangan kecurangan dan praktek dagang lain yang tidak jujur. Undang-undang dan peraturan perlindungan konsumen terlalu sering didasarkan pada opini dari sekelompok kecil advokat. Hasilnya mungkin berupa kegiatan yang tidak efektif atau bahkan kontraproduktif. Sekarang ada kesadaran yang semakin berkembang
17
bahwa kepercayaan yang lebih besar harus diletakkan pada penelitian konsumen bila perlindungan konsumen diharapkan berfungsi seperti yang dimaksudkan.
3.3 Pengaruh konsumen sah secara sosial Kebutuhan konsumen adalah riil, dan ada manfaat yang tidak dapat disangkal dari produk atau jasa yang menawarkan kegunaan murni. Konsumen mendapatkan keuntungan sementara pada saat yang sama sistem ekonomi diberi tenaga. Ingat bahwa konsumen, bukan pemasar, yang menetapkan agenda untuk keseluruhan proses. Namun, tidak ada keraguan bahwa kecurangan, kekuatan monopoli, dan bentuk lain manipulasi dapat dan kerap memutuskan manfaat yang diterima. Kunci bagi legitimasi social adalah jaminan bahwa konsumen tetap memiliki kebebasan lengkap dan tanpa rintangan sepanjang prosesnya. Kebebasan ini diwujudkan ketika tidak ada sesuatu pun yang membujuk konsumen untuk bertindak dengan cara-cara yang akan disesalkan dan bahkan dipungkiri sesudah renungan yang lebih cermat. Pengaruh yang tidak tepat menimbulkan pelanggaran etika yang serius sehingga mengharuskan pembuatan undang-undang dan bentuk lain kegiatan perlindungan. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. 1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, atau orang lain maupun makhluk hidup lain. 3. Pelaku Usaha adalah setiap orang, perseorangan atau badan badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
baik
sendiri
maupun
bersama-sama
melalui
perjanian
menyelenggarakan kegiatan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. 18
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 6. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat adalah lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintahan yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. 7. Badan penyelesaian sengketa konsumen nasional adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan komsumen. 8. Badan perlindungan konsumen nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. Yang terdiri atas unsur: Pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademis, tenaga ahli.
19
BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan diatas maka kami menyimpulkan bahwa hingga saat ini perlindungan konsumen masih menjadi hal yang harus diperhatikan. Konsumen sering kali dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual. Pelanggaranpelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam skala kecil, namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini seharusnya pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus segera menangani masalah ini sebelum akhirnya semua konsumen harus menanggung kerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya perlindungan konsumen atau jaminan terhadap konsumen. Berdasarkan langkah yang mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah menurut pendapat kami adalah : •
Menetapkan undang-undang yang tegas dan jelas. Pemerintah memang sudah memiliki atau membuat beberapa undang-undang yang membahas masalah yang sama sebelumnya, Namun hingga saat ini undangundang tersebut belum berjalan dengan efektif. Maka, sebaiknya pemerintah kembali memperbaharui atau merevisi undang - undang tersebut.
•
Menetapkan sanksi yang tegas atas pelanggaran terhadap UU. Selama ini pun pemerintah sudah membuat sanksi atas pelanggaran terhadap UU mengenai undang-undang terhadap perlindungan konsumen namun hingga saat ini sanksi tersebut belum diterapkan secara nyata dan tegas sehingga belum mampu menyebabkan efek jera pada setiap pelanggaran UU tersebut.
•
Mengawasi secara langsung dalam proses produksi sebuah produk yang akan diproduksi dalam skala besar. Seperti kita ketahui beberapa produk seperti susu atau berbagai makanan dalam kemasan banyak dikonsumsi oleh masyarakat secara umum. Oleh karena itu ada baiknya jika selain pemerintah membuat UU, dan sanksi terhadap yang melanggarnya, pemerintah pun melakukan pengawasan secara langsung. Hal ini diharapkan akan mengurangi kemungkinan sebuah perusahaan melakukan kecurangan dalam produksi.
20
•
Melakukan pengawasan terhadap produk – produk yang dijual di pasaran Pelanggaran terhadap Undang-undang yang berkenaan dengan peelindungan konsumen juga dapat terjadi atau dilakukan oleh pihak penjual atau pengecer Dalam berbagai kasus, perlindungan konsumen dilanggar dengan cara menjual barang-barang
kadaluwarsa
yang
sudah
tidak
layak
dikonsumsi tanpa
sepengetahuan konsumen. Oleh karena itu pemerintah beserta badan hokum yang bertugas dan lebih mengerti masalah ini seharusnya lebih bisa mengamankan dan melindungi konsumen. •
Menyeleksi dengan teliti sebelum memberikan izin beredarnya sebuah produk. Pemerintah dan badan-badan hokum yang terkait seharusnya memeriksa dengan teliti mengenai kebenaran kandungan produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan atau instansi. Jangan sampai pemerintah maupun badan hokum setempat tidak ada atau tidak melakukan tindakan-tindakan seperti mengadakan pengawasan secara bertahap maupun rutin.
Menghimbau kebutuhan konsumen Kebutuhan (motif) adalah variable yang sangat penting bagi mereka yang tujuannya adalah mempengaruhi perilaku konsumen bila kebutuhan dapat diukur dan dimengerti adalah mungkin untuk menentukan posisi upaya pemasaran secara lebih efektif didalam konteks tujuan konsumen. Kebutuhan akan rasa aman sikap hati-hati kadang diabaikan bila kelangsungan hidup adalah persoalannya sesudah sejumlah pemenuhan kebutuhan, rasa aman dapat menjadi persoalan yang diprioritaskan siapa. Misalnya, yang menghitung kalori bila mereka tidak mempunyai cukup makanan untuk sementara waktu. Sebaliknya, melimpahnya makanan berkalori tinggi sekarang terbukti merupakan sebab terjadinya penyakit jantung dan penyakit lain. Dengan demikian tema “Health Not” dari iklan avokad. California kini mendapat kesempatan yang jauh lebih baik untuk mencetuskan tindakan dibandingkan pada era sebelumnya.
21
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Tugas : Hukum dalam Bisnis Dosen : Ibu Theresia Disusun Oleh : Kurniaty (200803158) Perniko (200803035) Wina Oktaviani (200803049) Yudi (200803050)
STIE BUDDHI Jl. Imam Bonjol No. 41, Telp. (021) Karawaci-Tangerang
22
KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “ Perlindungan Terhadap Konsumen “. Didalam pembuatan makalah ini, kami berusaha menguraikan dan menjelaskan tentang perlindungan terhadap konsumen. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati kami menyampaikan terima kasih kepada ibu Theresia selaku dosen Hukum dalam Bisnis. Yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Akhir kata kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya, oleh karena itu kami mengharapkan saran, kritik dan petunjuk dari berbagai pihak untuk pembuatan makalah ini menjadi lebih baik dikemudian hari. Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan informasi pada masa yang akan datang, khususnya bagi Mahasiswa/I Buddhi Tangerang. Terima kasih
Penulis,
i 23
DAFTAR ISI Kata Pengantar ...................................................................... ......................
i
Daftar Isi
...................................................................... ......................
ii
PENDAHULUAN.................................................. ....................
1
1.1 Latar Belakang.......................................................... ..........
1
LANDASAN TEORI............................................................. .....
3
2.1 Isi Undang-undang.......................................................... ....
3
2.2 Penjelasan atas Undang-undang.........................................
12
PEMBAHASAN................................................................. ........
16
3.1 Menganalisis Sikap Konsumen...........................................
16
3.2 Pendidikan untuk Melindungi Konsumen...........................
17
3.3 Pengaruh Konsumen Sah Secara Sosial..............................
18
KESIMPULAN...........................................................................
20
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
ii 24