Bayi Perempuan Usia 5 hari Mengalami Hiperbilirubinemia Suspect Et Causa Inkompabilitas ABO Vojelly 102015051 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Abstrak Ikterus merupakan masalah neonatus yang umum dan sering ditemukan pada bayi baru lahir. Peningkatan bilirubin yang disertai ikterus ini dapat merupakan proses fisiologis pada bayi baru lahir, namun dapat menunjukan suatu proses patologis. Ikterus patologik apabila ikterus dengan dasar patologik atau kadar bilirubin mencapai hiperbilirubinemia yaitu bila peningkatan konsentrasi bilirubin ≥ 5 mg/dl lebih setiap 24 jam. Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu penyebab penyakit hemolitik pada bayi baru lahir yang merupakan faktor resiko tersering kejadian hiperbilirubinemia. Ibu yang golongan darah O secara alamiah mempunyai antibodi anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Inkompatibilitas ABO kira-kira 2% seluruh kehamilan terlihat dalam ketidakselarasan golongan darah ABO dari 75% dari jumlah ini terdiri dari ibu golongan darah O dan janin golongan darah A atau B. Mayoritas inkompatibilitas ABO 40% diderita oleh anak pertama dan anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Kata kunci: Inkompatibilitas ABO, golongan darah, hiperbilirubinemia
Abstract Jaundice is a common and common neonatal problem in newborns. Increased bilirubin accompanied by jaundice may be a physiological process in the newborn, but may indicate a pathological process. Pathologic jaundice if jaundice with pathological or bilirubin levels achieves hyperbilirubinemia ie when bilirubin concentration increases ≥ 5 mg / dl more every 24 hours. ABO incompatibility is one of the causes of hemolytic disease in newborns, which is the most common risk factor for hyperbilirubinemia. Mothers whose blood type O naturally have anti-A and anti-B antibodies in their circulation. ABO incompatibility of approximately 2% of all pregnancies seen in ABO blood group dissonance of 75% of this amount consisted of blood type O mother and fetal blood group A or B. The majority of ABO incompatibilities suffered by the first and the next child were increasingly older good condition. Keywords: ABO incompatibility, blood type, hyperbilirubinemia 1
Pendahuluan Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena khas yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang maka akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan demikian setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis.1 Anamnesis Pada kasus ini anamnesis dilakukan secara alloanamnesis. Dalam anamnesis yang perlu ditanyakan kepada ibu sang bayi: o Identitas pasien o Warna kuningnya sejak kapan dan dimana? o Bagaimana keadaan bayi tersebut? (apakah keadaannya lemah atau aktif, apakah masih kuat menyusu atau tidak?) o Adakah keluhan lain yang dialami oleh bayi tersebut? o Berapa minggu usia kehamilan ibu? o Bayi tersebut merupakan anak ke berapa? o Apakah ada riwayat inkompabilitas darah? o Adakah penyakit yang diderita ibu selama hamil? o Apakah selama masa kehamilan mengkonsumsi obat? Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan adalah tanda-tanda vital, antropometri, skor APGAR, penilaian ikterus menurut Kramer. Tanda-tanda vital terdiri dari nadi (normalnya 120-160x/menit), frekuensi pernafasan (normalnya 30-60x/menit), dan suhu(36,5-370c). Antropometri terdiri dari berat badan, panjang badan dan lingkar kepala. Klasifikasi menurut berat lahir yaitu bayi berat lahir rendah/BBLR (<2500 gram), bayi berat lahir cukup (≥2500 gram), bayi berat lahir lebih (>4000 gram). Klasifikasi menurut masa gestasi atas umur kehamilan yaitu bayi kurang bulan/BKB (< 37 minggu), bayi cukup bulan/BCB (37-42 minggu), bayi lebih bulan/BLB (> 42 minggu). Klasifikasi neonatus menurut masa gestasi 2
dan berat lahir yaitu neonatus cukup bulan (sesuai masa kehamilan, kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan), neonatus kurang bulan (sesuai masa kehamilan, kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan), neonatus lebih bulan (sesuai masa kehamilan, kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan).1,2
Gambar 1: Klasifikasi Neonatus Menurut Masa Gestasi dan Berat Lahir.2 Skor APGAR Tabel 1. Skor Apgar.2 Nilai 1
Kriteria
Nilai 0
Nilai 2
Denyut jantung
Tidak ada
< 100 x/menit
>100 x/menit
Pernapasan
Tidak ada
Lambat, irregular
Bagus, menangis
Tonus otot
Lemah
Sedikit fleksi pada ekstremitas
Gerakan aktif
Kepekaan refleks (respons terhadap stimulasi)
Tidak ada
Meringis
Batuk, bersin, menangis
Warna
Biru atau pucat
Badan merah muda, ekstresmitas biru
Merah muda
Skor Apgar digunakan untuk menggambarkan kondisi bayi selama beberapa menit pertama kehidupan. Skor ini dinilai pada menit pertama dan kelima kehidupan. Jika skor masih dibawah 7 atau bayi memerlukan resusitasi maka penilaian ini diteruskan setiap 5 menit sampai normal atau sampai 20 menit. Nilai pada menit ke-1 yaitu jika nilai 7-10 (adaptasi baik), nilai 4-6 (asfiksia ringan sampai sedang), nilai 0-3 (asfiksia berat).2
3
Penilaian ikterus menurut Kramer
Gambar 3: Penilaian Ikterus menurut Kramer.4 Tabel 2. Penilaian Ikterus Menurut Kramer.4 Daerah
Luas ikterus
Kadar bilirubin (mg%)
1
Kepala dan leher
5
2
Daerah 1 (+) badan bagian atas
9
3
Daerah1,2 (+) badan bagian bawah dan tungkai
11
4
Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki dibawah dengkul
12
5
Daerah 1,2,3,4 (+) tangan dan kaki
16
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kadar bilirubin darah: total dan direk, hitung darah lengkap, hitung retikulosit dan apusan untuk morfologi darah tepi, albumin serum, golongan darah, uji Coombs.2 Uji Coombs menggunakan anti-human globulin (AHG) untuk mendeteksi adanya antibodi tidak lengkap. Dikenal dua jenis uji Coombs direk (langsung) dan uji Coombs indirek (tidak langsung). Tes Cooms direk (langsung) bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi tidak lengkap atau komplemen yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Bila sel yang telah diliputi zat anti tidak lengkap (mengalami sensitisasi) ditambahkan serum Coombs (serum antiglobulin) makan akan terjadi aglutinasi. Hasil tes Coombs direk positif pada Hemolytic Disease of the Newborn (HDN), anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik imun karena obat dan rekasi hemolitik.Tes Coombs indirek (tidak langsung) bertujuan untuk mencari adanya antibodi tidak lengkap yang terdapat dalam serum/plasma. 4
Bila ke dalam serum/plasma yang mengandung zat anti tidak lengkap ditambahkan sel darah merah golongan O Rhesus positif, maka sel akan diliputi zat anti tidak lengkap (sensitisasi). Selanjutnya dengan penambahan serum Coombs (serum antiglobulin) akan terjadi aglutinasi.5 Pada penyakit Hemolytic Disease of The Newborn (HDN) yaitu ketidakcocokan sistem Rhesus dan ABO dimana uji Coombs langsung akan negatif dan uji Coombs tidak langsung akan positif pada ibu sedangkan uji Coombs langsung dan tidak langsung akan positif pada anak.5 Pembahasan Working Diagnosis Inkompabilitas ABO Inkompabilitas ABO adalah ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan bayi. Sensitisasi maternal pada ibu dengan golongan darah O oleh antigen A atau B janin akan memproduksi anti-A dan anti-B berupa IgG, yang dapat menembus plasenta, masuk ke sirkulasi janin dan menimbulkan hemolisis. Ibu dengan golongan darah A atau B memiliki anti A atau anti B berupa IgM, yang tidak dapat menembus plasenta.1 Ikterus biasanya timbul dalam waktu 24 jam sesudah lahir, tidak pucat oleh karena tidak terdapat anemia atau hanya didapatkan anemia ringan saja. Jarang sekali menyebabkan hidrops fetalis atau lahir mati serta hepatosplenomegali. Kira-kira 40-50% mengenai anak pertama, sedangkan anak-anak berikutnya mungkin terkena dan mungkin tidak. Bila terkena tidak tampak gejala yang berat seperti inkompabilitas rhesus. Test antiglobulin direk hanya positif lemah. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan apusan darah tepi, didapatkan mikrosferosit.6 Different Diagnosis Inkompabilitas Rhesus Pewarisan tipe Rh paling baik dipahami berkenaan dengan tata nama CDE Fischer dan Race. Sistem golongan darah Rh tersusun dari tiga set antigen alelik, C dan c, D dan d, E dan e, seseorang dapat homozigot atau heterozigot untuk masing-masing (misalnya DD, Dd, dd) antigen D belum dikenali; d digunakan untuk menandai tidak adanya D. Antigen D paling sering merupakan penyebab penyakit. Menurut perjanjian, adanya antigen D membuat orang Rh positif, dan tidak adanya menyebabkan Rh negatif, tanpa memandang keadaan tempat antigen lain.7 Pada populasi kulit putih sekitar 15% adalah Rh negatif dan 85% Rh positif. Bila ibu Rh negatif (dd) dan ayahnya homozigot (DD), semua janin akan Rh positif (Dd); tetapi jika ayah heterozigot, hanya setengahnya akan menjadi Dd. Sejumlah kecil eritorsit janin 5
melewati plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi ibu selama trimester kedua dan ketiga. Transfusi fetomaternal yang lebih besar terdapat pada saat persalinan.7 Hemolisis biasanya terjadi bila ibu mempunyai rhesus negatif dan janin rhesus positif. Bila sel darah janin masuk ke peredaran darah ibu, maka ibu akan dirangsang oleh antigen Rh sehingga membentuk antibodi terhadap Rh. Zat antibodi Rh ini dapat melalui plasenta dan masuk ke dalam peredaran darah janin dan selanjutnya menyebabkan penghancuran sel darah merah janin (hemolisis). Hemolisis ini terjadi dalam kandungan dan akibatnya ialah pembentukkan sel darah merah dilakukan oleh tubuh bayi secara berlebihan, sehingga akan didapatkan sel darah merah berinti yang banyak. Oleh karena itu pula keadaan ini disebut eritoblastosis fetalis. Pengaruh kelainan ini biasanya tidak terlihat pada anak pertama, akan tetapi menjadi makin nyata pada anak yang dilahirkan selanjutnya. Bila ibu sebelum mengandung anak pertama pernah mendapatkan transfusi darah yang inkompatibel atau ibu mengalami keguguran dengan janin yang mempunyai rhesus positif, pengaruh kelainan inkompabilitas rhesus ini akan terlihat pada bayi yang dilahirkan kemudian. Bayi yang lahir mungkin mati atau berupa hidrops fetalis yang hanya dapat hidup beberapa jam dengan gejala edema yang berat, asites, anemia dan hepatosplenomegali. Biasanya bayi seperti ini mempunyai plasenta yang besar, bayi tampak pucat dan cairan amnionnya berwarna kuning emas. Eritroblastosis fetalis pada saat lahir tampak normal, tetapi
beberapa
jam
kemudian
timbul
ikterus
yang makin
lama
makin
berat
(hiperbilirubinemia) yang dapat mengakibatkan kernikterus, hepatosplenomegali dan pada pemeriksaan darah tepi akan didapatkan anemia, retikulositosis, jumlah normoblas dan eritoblas lebih banyak dari pada biasa, banyak sel darah muda. Kadar bilirubin direk dan indirek meninggi, juga terdapat bilirubin dalam urin dan tinja.6 Epidemiologi Inkompatibilitas ABO merupakan penyebab tersering penyakit hemolitik pada neonatus. Inkompatibilitas ABO paling sering terjadi pada kehamilan pertama dan terjadi pada kira-kira 12% kehamilan, dengan 3% neonatus mengalami gejala klinis. Kurang dari 1% kehamilan berkaitan dengan hemolisis signifikan. Angka kejadian inkompatibilitas ABO menurut stastitik kira-kira 2-% dari seluruh kehamilan terlihat dalam ketidakselarasan golongan darah ABO. 75% dari jumlah ini terdiri dari ibu golongan darah O dan janin golongan darah A atau B. Mayoritas inkompatibilitas ABO 40% diderita oleh anak pertama, dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Lebih sering terjadi pada bayi
6
golongan B daripada A dan lebih sering pada bayi kulit hitam dari pada bayi kulit putih dengan golongan A atau B. Etiologi Inkompabilitas ABO disebabkan karena produksi bilirubin yang berlebihan, lebih dari pada kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan transportasi serta gangguan dalam ekskresi. Kasus hemolitik akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh ketidakcocokan dari golongan darah ibu dengan golongan darah janin, dimana umumnya ibu bergolongan darah O dan janinnya bergolongan darah A, atau B, atau AB. Dikarenakan dalam kelompok golongan darah ini, terdapat antibodi anti-A dan anti-B yang muncul secara natural, dan dapat melewati sawar plasenta. Situasi ini dapat disebabkan oleh karena robekan pada membran plasenta yang memisahkan darah maternal dengan darah fetal, sama halnya seperti pada previa plasenta, abruptio placenta, trauma, dan amniosentesis.8 Patofisiologi Metabolisme bilirubin:
Pembentukkan bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang dieksresikan kedalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara tepat akan diubah menjadi bilirubin melalui rekasi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh
akan
mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin. Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg bilirubin dan sisanya (25%) disebut early labeled bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritopoesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase) dan heme bebas. Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir 7
disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).
Transportasi bilirubin Pembentukkan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obatobatan yang bersifat asam seperti penisilin atau sulfonamide. Obat-obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda yaitu (1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum. (2) bilirubin bebas. (3) bilirubin terkonjugasi (terutama monoglukuronida dan diglukuronida) yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal atau sistem bilier. (4) bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum.
Asupan bilirubin atau bilirubin intake Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin
terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y). Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de novo, resirkulasi enetrohepatik, perpindahan bilirubin antara jaringan, pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.
Konjugasi bilirubin Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucuronosyl transferase (UDPD-T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Substrat
yang
digunakan
untuk
transglukoronidase
8
kanalikuler
adalah
bilirubin
monoglukoronida. Enzim ini akan memindahkan satu molekul asam glukuronida dari satu molekul bilirubin monoglukuronida ke yang lain dan menghasilkan pembentukan satu molekul bilirubin diglukuronida. Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikuli empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Ekskresi bilirubin Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam kandung
empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan dieksresikan melalui feses. Proses ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik. Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa yaitu pada mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim beta glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin terkonjugasi tidak dapat dirubah menjadi strekobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi). Pada bayi baru lahir, kekurangan relatif flora bakteri untuk mengurangi bilirubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin usus dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas beta glukuronidase mukosa yang tinggi dan ekskresi monoglukuronida terkonjugasi.1 Inkompatibilitas ABO terjadi ketika sistem imun Ibu menghasilkan antibodi melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). 9
Ibu yang golongan O secara alamiah mempunyai antibodi anti A dan anti-B pada sirkulasi darahnya. Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritoblastosis dapat terjadi. Sebagian besar, secara alamiah membentuk anti-A dan anti-B berupa antibodi IgM, yang tidak melewati plasenta dan melisiskan eritrosis janin. Oleh karena itu, meskipun dapat menyebabkan anemia penyakit hemolitik pada neonatus, namus isoimunisasi ABO tidak dapat menyebabkan hidrops fetalis dan lebih merupakan penyakit pediatrik dari pada obstetris. Beberapa ibu juga relatif mempunyai kadar IgG anti-A atau anti-B yang tinggi, yang potensial menyebabkan eritoblastosis, karena IgG melewati plasenta. Ibu golongan O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi dari pada ibu golongan B dan kadar IgG-anti B lebih tinggi dari pada ibu golongan A. Dengan demikian, penyakit hampir selalu terjadi pada ibu golongan darah O. Penyakit jarang terjadi bila ibu golongan A dan bayi golongan B. Sekitar seperti tiga bayi golongan A atau B dari ibu O akan mempunyai antibodi ibu yang dapat didekteksi pada eritrositnya. Akibat terjadi anemia yang berlebihan dalam tubuh bayi maka tubuh mengkompensasi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan. Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Hemolisis yang terkait oleh karena inkompatibilitas ABO secara eksklusif terjadi pada ibu dengan golongan darah O, dengan fetus yang memiliki tipe golongan darah A atau B. Pada ibu dengan golongan darah A atau B, terdapat antibodi alami yang terbentuk dengan jenis antibodi kelas IgM dan tidak dapat melewati plasenta, dimana pada 1% ibu dengan golongan darah O, memiliki titer antibodi IgG yang tinggi melawan baik A maupun B. Antibodi ini akan melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis pada fetus. Manifestasi Klinis keadaan yang
menandakan
kemungkinan
hiperbilirubinemia
membutuhkan pemeriksaan lanjut:
Awitan ikterus sebelum usia 24 jam
Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi
Peningkatan bilirubin serum >5mg/dl/24jam
Kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dl 10
non-fisiologis
Bayi menujukan tanda sakit ( muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan berat badan, apnea, takipnu, instabilitas suhu.9 Sebagian besar kasus bersifat ringan, dengan ikterus menjadi manifestas klinis satu-
satunya. Bayi tidak terlalu terpengaruh di saat kelahiran, pucatnya kulit juga tidak ada, dan hidrops fetalis sangatlah jarang terjadi. Ikterus baru terjadi selama 24 jam pertama. Namun, kasus ini dapat menjadi parah dan tanda-tanda dari kernicterus dapat terlihat, walaupun sangat jarang terjadi. Manifestasi klinis untuk penyakit hemolitik yang ringan biasanya asimtomatik disertai hepatomegali ringan dan peningkatan bilirubin minimal. Jika sedang sampai parah akan bermanifestasi sebagai tanda anemia berat. Hiperbilirubinemia dapat menyebabkan ikterus. Prognosis Prognosis pada bayi yang lahir kuning akibat inkompatibilitas ABO pada umumnya baik karena gejalanya tidaklah terlalu berat karena sebagian antigen A dan Antigen B yang belum sepenuhnya berkembang pada saat lahir dan karena netralisir sebagian antibody IgG ibu oleh antigen A dan B pada sel-sel lain yang terjadi dalam plasma dan cairan jaringan.2,3,5 Komplikasi Komplikasi yang terjadi bisa ringan sampai parah. Berikut ini adalah beberapa masalah yang dapat diakibatkan:
Selama kehamilan o Anemia hiperbilirubinemia, ringan, dan penyakit kuning. o Anemia berat dengan pembesaran hati dan limpa. o Hidrops fetalis
suatu keadaan dimana janin yang cacat keluar spontan pada
kehamilan 17 minggu. Hal ini terjadi sebagai organ bayi tidak mampu untuk menangani anemia. Jantung mulai gagal dan sejumlah besar cairan membangun pada jaringan bayi dan organ. Sebuah janin dengan hidrops berisiko besar yang lahir mati.
Setelah lahir o Hiperbilirubinemia berat dan ikterus o Kernicterus Kernicterus adalah bentuk yang paling parah hiperbilirubinemia dan hasil dari penumpukan bilirubin dalam otak. Hal ini dapat menyebabkan kejang, kerusakan otak, ketulian, dan kematian.6
11
Tatalaksana Terapi Sinar Teknik Alat1 o Hangatkan ruangan sehingga suhu dibawah lampu 28○C-30○C. o Nyalakan tombol alat dan periksa apakah seluruh lampu fluoresens menyala dengan baik. o Ganti lampu fluoresens bila terbakar atau mulai berkedip-kedip: o Catat tanggal kapan lampu mulai dipasang dan hitung total durasi penggunaan lampu. o Ganti lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan, walaupun lampu masih nyala. o Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator, letakan tirai putih mengelilingi sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.
Bayi o Bila berat bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan telanjang dibox bayi. Bayi yang lebih kecil diletakkan dalam inkubator. o Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak menutupi lubang hidung. Jangan gunakan plester untuk memfiksasi penutup.
Pemberian terapi sinar1 o Letakkan bayi di bawah lampu terapi sinar dengan jarak 45-50 cm. o Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk atau manual dari pabrik pembuat alat. o Ubah posisi tiap 3 jam. o Pastikan bayi terpenuhi kebutuhan cairannya. o Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam. o Periksa kadar bilirubin serum tiap 6-12 jam pada bayi dengan kadar bilirubin yang cepat meningkat, bayi kurang bulan atau bayi sakit. Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang setelah 12-24 jam terapi sinar dihentikan. o Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun dibawah batas untuk dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk dilakukan transfusi tukar.
12
Transfusi Tukar Jumlah darah yang dibutuhkan Double vulome. Darah yang ditransfusi tukar sebanyak dua kali lipat volume darah bayi. Bayi cukup bulan mempunyai volume darah 80ml/kgBB, sedangkan bayi prematur 95ml/kgBB. Jumlah ini dikali dua, menjadi jumlah darah yang harus ditransfusi tukar. Teknik tranfusi tukar o Simple double volume (push pull method), untuk keluar masuk darah hanya diperlukan satu jalur transfusi (biasanya dari vena besar, seperti vena umbilikal). Teknik
ini
digunakan
untuk
hiperbilirubinemia
tanpa
komplikasi
(seperti
anemia,sepsis dll). Waktu rata-rata perkali untuk keluar masuk kira-kira 3-5 menit, sehingga total tranfusi akan berlangsung selama 90-120 menit. o Isovolumetric double volume. Pada teknik ini dilakukan pemasangan 2 jalur, bisa arteri dan vena (pada umbilikal ataupun perifer) ataupun vena dan vena, dibutuhkan dua operator untuk memasukan dan mengeluarkan darah. Jika dipakai jalur arteri dan vena, darah dimasukkan dari vena serta di keluarkan melalui arteri. Keuntungan dari metode ini adalah proses masuk dan keluar darah bisa dilakukan pada waktu bersamaan sehingga gangguan hemodinamik minimal, disamping itu waktu pelaksanaan tranfusi tukar juga lebih singkat (45-60menit). Waktu pelaksanaan bisa di perpanjang sampai 4 jam untuk memungkinkan ekuilibrasi di darah dan jaringan, hal ini akan meningkatkan kadar bilirubin yang bisa dihilangkan. Pada kasus hydrops fetalis berat, teknik ini merupakan pilihan, karena fluktuasi volume minimal, sehingga gangguan miokardium juga minimal. Pelaksanaan o Jelaskan tentang prosedur dan minta informed consent kepada orang tua. o Puaskan bayi selama 3-4 jam sebelum transfusi tukar dimulai. Pasang OGT untuk mengosongkan lambung dan alirkan (buka tutupnya) selama prosedur.Tindakan ini berguna untuk dekompresi, mencegah regurgitasi serta aspirasi cairan lambung. o Tidurkan bayi terlentang dan tahan posisinya dengan baik (tahan dengan erat, tetapi tidak ketat, dengan bantuan bantal pasir ataupun plester ke tempat tidur). Jangan lupa memasang urine collector. o Lakukan teknik transfusi tukar. Komplikasi1 o Infeksi dari prosedur ataupun dari darah yang ditransfusikan seperti bakteremia, hepatitis, infeksi CMV, malaria dan AIDS. 13
o Komplikasi vaskuler, seperti bekuan atau emboli, spasme arteri, thrombosis. o Gangguan faktor pembekuan (koagulopati), disebabkan oleh trombositopenia atau menurunnya kadar faktor pembekuan. o Gangguan elekrolit, asisdosis metabolik, alkalosis metabolik. Kesimpulan Bayi perempuan berusia 5 hari yang dibawa ke puskesmas karena tampak kuning sejak 10 jam setelah lahir mengalami hiperbilirubinemia suspect et causa Inkompatibilitas ABO hipotesis diterima. Daftar Pustaka 1. Kosim, MS, Yunanto A, Dewi R, et al. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI; 2008.h.12-3, 147-68, 203, 406-16. 2. Lissauer T, Fanaroff AA. At a glance neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009.h.20, 33, 96-9. 3. Berhman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Edisi ke-4. Jakarta:EGC; 2010.h.223-6, 246-7. 4. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, et al. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Edisi ke-1. Cetakan ke-5. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.h.381-3. 5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, et al. Hematologi. Cetakan ke-3. Jakarta: UKRIDA; 2009.h.191-2, 210-1. 6. Kliegman RM, Nelson WE. Nelson textbook of pediatrics. Edition 19th . Philadelphia: Elsevier; 2011.p.603-6, 615-9. 7. Rudolph AM, Hoffman JI, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Volume ke-2. Edisi ke-20. Jakarta: EGC;2006.h.1313, 1339. 8. Madara B, Avery CT, Denino VP. Obstetric and pediatric pathophysiology. Canada: Jones and Bartlett Publishers; 2008.p.108-10. 9. Pudjladi AH, Hegar B. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.h. 115-6
14