Makalah Pajak Kel 4.docx

  • Uploaded by: Askha Channel
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pajak Kel 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,563
  • Pages: 20
MAKALAH MANAJEMEN PERPAJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPn) dan PPNBM

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 4 1. AMIRULLAH 2. ELI ERNAWATI 3. AHMAD RAMDANI 4. NILAWATI 5. NURHAYAS DOSEN PEMBIMBING : WIDYA PRATIWI, SE. Msi. Ak. CA

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI SETIH SETIO MUARA BUNGO 2018

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “PPN & PPnBM” Makalah ini berisikan tentang informasi tentang PPN dan PPnBM, agar memahami secara mendalam tentang semua hal yang berkaitan dengan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Selain itu, tidak hanya sekedar mengetahui secara teori, tetapi juga dapat mengaplikasikan dikehidupan sehari-hari. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................................................. ii BAB I PEMBAHASAN............................................................................................................................ 1 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPn) dan PPNBM ...................................................................... 1 A. PENGERTIAN ......................................................................................................................... 1 B. DASAR HUKUM PPn DAN PPnBM ...................................................................................... 1 C.

BARANG KENA PAJAK .......................................................................................................... 2

D. JASA KENA PAJAK ................................................................................................................. 3 E.

PENGUSAHA KENA PAJAK................................................................................................... 7

F.

PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK ............................................................................... 8

G. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.............................................................................. 11 H. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH .................................................................. 12 I.

DASAR PENGENAAN PAJAK .............................................................................................. 13

J.

TARIF PPN dan PPNBM ..................................................................................................... 13

K. MEKANISME PENGENAAN PPN ........................................................................................ 14 L.

CARA PERHITUNGAN ......................................................................................................... 15

M. PERBEDAAN PPN DAN PPNBM ........................................................................................ 16 BAB II PENUTUP................................................................................................................................. 17 KESIMPULAN .................................................................................................................................. 17 SARAN .............................................................................................................................................. 17

ii

BAB I PEMBAHASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPn) dan PPNBM A. PENGERTIAN PPN merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai yang muncul karena pemakaian faktor-faktor produksi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyiapkan, menghasilkan dan memperdagangkan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Sementara, PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang masuk golongan barang mewah. Pengenaan PPnBM dibebankan pada produsen atau PKP yang menghasilkan atau mengimpor barang mewah.

B. DASAR HUKUM PPn DAN PPnBM a.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.

c.

Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

d.

Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.

e.

Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang

1

Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003. f.

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.

C. BARANG KENA PAJAK Barang Tidak Kena Pajak Pertambahan Nilai A. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya: 

Minyak mentah (crude oil);



Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti eloiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;



Panas bumi;



Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomite, felspar, (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat) talk, tanah serap (fuller earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum, tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit);



Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan



Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.

B. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak: 

beras;



gabah;



jagung;



sagu;



kedelai;



garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;



daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikulitti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak

2

dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; 

telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;



susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak megandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;



buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, dosortir, dikupas, dipotong, diiris, degradinig, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;



sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

C. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda karena sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah. D. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

D. JASA KENA PAJAK Berdasarkan Pasal 4A Ayat 3 UU No. 8 PPN Th. 1983 Juncto Pasal 5 PP No. 144 Th. 2000 jenis jasa yang tidak kena PPN adalah: 

Jasa di bidang pelayan kesehatan medik;



Jasa di bidang pelayanan sosial;



Jasa di bidang pengiriman surdat dengan perangko;



Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;



Jasa di bidang keagaman;



Jasa di bidang pendidikan;



Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;



Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;



Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;



Jasa di bidang tenaga kerja;

3



Jasa di bidang perhotelan;



Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

Rincian jenis jasa yang tidak dikenakan PPN diatur dalam Pasal 5 PP No. 44 Th. 2000 adalah jasa dibidang pelayanan kesehatan medik, jasa dibidang pelayanan sosial, jasa dibidang pengiriman surat dengan perangko, jasa bidang perbankan, jasa di bidang keagamaan, jasa dibidang pendidikan, jasa di bidang kesenian dan hiburan, jasa dibidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, jasa di bidang angkutan umum, jasa dibidang tenaga kerja, jasa dibidang perhotelan, dan jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum. 1.

Jasa di Bidang Pelayanan Kesehatan Medik



Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;



Jasa dokter hewan;



Jasa ahli kesehatan, seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, fisioterapi, dan sejenisnya;



Jasa kebidanan, dukun bayi, dan sejenisnya;



Jasa paramedis, perawat, dan sejenisnya.

2.

Jasa di Bidang Pelayanan Sosial

 Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;  Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersil;  Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;  Jasa lembaga rehabilitasi; 

Jasa pemakaman termasuk crematorium;



Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial;

3.

Jasa di Bidang Pengiriman Surat dengan Perangko Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT Pos

Indonesia yang tidak dikenakan PPN adalah berupa tugas PT Pos Indonesia (persero) dalam rangka melaksanakan penyelengaraan pos oleh negara yang terdiri dari kegiatan menerima, membawa, menyampaikan surat yang atas pengerahan jasanya dikenakan tarif jasa pos dengan perangko atau pengganti perangko. Pengertian “perangko” 4

didefinisikan sebagai benda pos berupa tanda pelunasan tarif pelayanan pos yang mengandung ciri-ciri citra budaya bangsa, sedangkan sebagai “pengganti pos” adalah cetakan perangko pada sampul, warkat pos pada kartu pos formulir terbitan PT Pos Indonesia, perangko pungut, dan bukti pengeposan dengan membayar bea. 4.

Jasa di Bidang Perbankan, Asuransi, dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi

 Jasa penghimpunan dana (giro, deposito, dan tabungan);  Jasa penyaluran dana (pengkreditan);  Jasa di Bidang lalu lintas keuangan giral dan kartak;  Jasa consumer credit, credit card dan debit card.  Jasa di bidang asuransi semua tidak kena PPN kecuali kurir asuransi dan sewa guna usaha dengan hak opsi tidak kena PPN, kecuali jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi kena PPN. 5.

Jasa di Bidang Keagamaan Tidak Kena PPN



Jasa pelayanan rumah ibadah;



Jasa pemberian khotbah atau dakwah;



Jasa lainnya di bidang keagamaan

6.

Jasa di Bidang Pendidikan Tidak Kena PPN Jasa di bidang pendidikan tidak kena PPN terdiri dari pendidikan sekolah maupun

penyelenggara pendidikan luar sekolah, seperti kursus bahasa Inggris, kursus komputer dan kursus lainnya. 7.

Jasa di Bidang Kesenian dan Hiburan yang Telah Dikenakan Pajak Tontonan Tidak Kena PPN Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan tidak kena

PPN, yaitu bagian daripada pajak daerah. Jadi, pada prinsipnya setiap kegiatan sepanjang telah dikenakan pajak daerah maka legiatan tersebut tidak lagi dikenakan PPN, satu dan lain hal adalah untuk menghindari pengenaan pajak berganda. Contoh, jasa di bidang kesenian kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian yang di selenggarakan secara cuma-Cuma, seperti sendratari Ramayana dan lain sebagainya.

5

8.

Jasa di Bidang Penyiaran yang Bukan Bersifat Iklan Jasa di Bidang Penyiaran yang Bukan Bersifat Iklan, terdiri dari jasa penyiaran radio

dan telivisi yang diselenggarakan pemerintah maupun oleh pihak swasta, yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor bertujuan komersial. Kalau bersifat iklan dikenakan PPN, tetapi kalau iklannya bersifat PPN dapat dikreditkan kalau iklannya bersifat iklan berita dukacita, PPNnya tidak dapat dikreditkan. 9.

Jasa di Bidang Angkutan Umum di Darat dan di Air Jasa di bidang angkutan umum di darat dan dia air melalui Pasal 13 PP No. 144 Th.

2000 menegaskan bahwa angkutan umum di darat yang tidak dikenakan PPN adalah naik bus kota, taksi kereta api kecuali naik kereta api selaigus sewa gerbong khusus mengangkut barang dagangan kena PPN, sedangkan jasa angkutan umum di laut, di danau, di suangai dan penyebranagan antar pulau tidak dikenakan PPN kecuali jasa angkutan umum di udara dalam negeri dikenakan PPN. 10. Jasa di Bidang Tenaga Kerja Tidak Dikenakan PPN 

Jasa tenaga kerja;



Jasa pencaharian dan penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga yang bersangkutan;



Jasa penyelenggara latihan tenaga kerja.

11. Jasa di Bidang Perhotelan Tidak Kena PPN 

Jasa penyewaan kamar di hotel, penginapan, losmen, hotel, serta fasilitas terkait kegiatan yang dipersiapkan oleh hotel;



Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan atau pertemuan hotel, penginapan, losmen, hotel, maupun motel.

12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam Rangka Menjalankan Pemerintahan Secara Umum Tidak Kena PPN Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum tidak kena PPN adalah kegiatan pemberian Kartu Tanda Penduduk, surat ijin mengemudi dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan surat-surat lainnya.

6

E. PENGUSAHA KENA PAJAK Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Orang Pribadi atau Badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya: 

menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP)



mengimpor Barang Kena Pajak (BKP)



mengekspor Barang Kena Pajak (BKP)



melakukan usaha perdagangan.



memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean



melakukan usaha Jasa Kena Pajak (JKP)



memanfaatkan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean. Untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Orang Pribadi atau Badan harus

mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) ke Kantor Pelayanan Pajak dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Setiap Orang Pribadi atau Badan harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila Peredaran usaha atau Omzet dalam 1 (satu) tahun lebih dari Rp.4.800.000.000,-. 2. Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha atau Omzet dalam 1 (satu) tahun tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,-. dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan disebut Pengusaha Kecil Kena Pajak. 3. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Apabila Wajib Pajak sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak, maka mempunyai beberapa kewajiban dalam bidang perpajakan, yaitu antara lain : 

Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak

7



Menyetorkan PPN yang kurang bayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat pada akhir bulan berikut sebelum melaporkan SPT Masa PPN



Melaporkan Transaksi Penyerahan Barang Kena Pajak, Barang Tidak Kena Pajak, Jasa Kena Pajak dan Jasa Tidak Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN paling lambat pada akhir bulan berikut.

F. PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK Berdasarkan Pasal 1A Undang-undang PPN Tahun 1984 termasuk Penyerahan adalah sebagai berikut: a) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian seperti jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. b) Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing. Pengalihan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dngan Hak Opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran Harga Jual Barang Kena Pajak tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena penguasaan atas Barang Kena Pajak telah berpindah dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka undangundang ini menentukan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian telah ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan secara nyata atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian. c) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. Pedagang perantara ialah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaanya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk

8

tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau bala jasa tertentu, misalnya Komisioner atau yang ditunjuk oleh pemerintah. d) Penyerahan pemakaian sendiri. Pemakaian sendiri mengandung pengertian bahwa Barang Kena Pajak yang merupakan barang dagangan atau hasil produksi digunakan untuk kepentingan Pengusaha Kena Pajak atau digunakan untuk kepentingan pengurus atau karyawannya. Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak atau untuk pengurus dan karyawannya, terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar harga jual Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk laba kotor. Dilihat dari tujuan pemakaian sendiri atas hasil produksi sendiri, dibedakan dalam pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif dan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif. 

Contoh Pemakaian Sendiri untuk Tujuan Konsumtif. Pabrik minimum ringan menggunakan sebagian dari hasil produksinya untuk konsumsi karyawan. Atas pemakaian sendiri oleh PKP untuk tujuan konsumtif yang berasal dari produksinya sendiri tentang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh pengusaha yang bersangkutan. PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.



Contoh

Pemakaian

Sendiri

untuk

Tujuan

Produktif.

Pabrik

mobil/truk

mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk kegiatan usaha mengangkut bahan baku spare parts dari satu tempat ke pabriknya. Atas pemakaian sendiri ini terutang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri oleh pengusaha yang bersangkutan. PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. e) Penyerahan pemberian cuma-cuma. Pemberian cuma-cuma: sebagai pemberian Barang Kena pajak oleh PKP yang diberi tanpa pembayaran baik dari hasil produksi sendiri, maupun bukan produksi sendiri antara lain pemberian contoh barang dagangan untuk kegiatan promosi kepada relasi atau calon pembeli, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. 9

Atas pemberian cuma-cuma Baarang Kena Pajak oleh pengusaha Kena Pajak terutang PPN dan harus dibuatakn Faktur Pajak dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar harga jual Barang Kena Pajak yang diberikan. f) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antarcabang. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerhan BKP antarcabang dikenakan pajak. Karena menganut prinsip desentralisasi Pengusaha Kena pajak, maka baik kantor pusat maupun kantor cabang dengan nama dan bentuk apa pun masing-masing dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak oleh KKP setempat. Akhirnya penyerahan BKP dari kantor pusat ke kantor cabang atau sebaliknya dan penyerahan antarcabang dikenakan pajak. g) Penyerahan BKP secaara konsinyasi. Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Petambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersbut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengambilan Barang Kena Pajak (retur). Penyerahan BKP kepada pedagang perantara terutang PPN. Yang dimaksud pedagang perantara adalah pengusaha dengan nama atau bentuk apa pun yang melakukan usaha perdagangan perantara termasuk pedagangan dalam konsinyasi, kecuali makelar yang diangkat dan disumpah oleh Departemen Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran) harus dipungut oleh PKP tang bersangkutan pada saat penyerahan BKP kepada Pedagang Konsinyasi. h) Penyerahan persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan.

10

Berdasarkan ketentuan Pasal 1A UU PPN Tahun 1994 menetapkan pajak PPN dikenakan atas penyerahan persediaan BKP dan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semua tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakai sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan kena pajak. Khusus untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan tersebut, hanya dikenakan PPN apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Tidak termasuk dalam penyerahan Barang kena Pajak adalah : 1.

Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

2.

Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang.

3.

Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang, dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut telah memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang

4.

Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak.

5.

Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

G. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Objek pajak pertambahan nilai yang diakui oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dengan Pasal 4, Pasal 16 C, dan 16 D tentang Pajak Pertambahan Nilai adalah: 1.

Penyerahan barang kena pajak dalam daerah pabean oleh pengusaha.

2.

Impor barang kena pajak.

3.

Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

4.

Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

5.

Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

6.

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tatacaranya diatur dengan keputusan menteri keuangan. 11

7.

Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang pajak pertambahan nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

Subjek pajak pertambahan nilai diantaranya adalah: 1.

Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang menyerahkan BKP (Barang Kena Pajak) / JKP (Jasa Kena Pajak) yang dikenakan pajak menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM (tidak termasuk pengusaha kecil). Pengusaha kena pajak diakui sebagai WP (Wajib Pajak) dengan kriteria jumlah peredaran/penerimaan bruto lebih dari Rp. 600.000.000. Contoh PKP adalah importir, pedagang besar (distributor), pabrikan /agen utama dsb.

2.

Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

3.

Orang atau pribadi yang memanfaatkan BKP/JKP

H. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH 1. Pihak yang berkewajiban mengenakan PPn BM 

Pengusaha yang menghasilkan barang mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan



Pengusaha yang mengimpor barang kena pajak yang tergolong mewah.

2. Objek PPn BM PPn BM dikenakan terhadap: 1. penyerahan barang kena pajak tergolong mewah di dalam daerah pabean; 2. impor barang kena pajak tergolong mewah. 3. Penyetoran PPn BM terutang dan pelaporan PPn BM Penyetoran PPN BM oleh Pengusaha Kena harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) disampaikan. SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. 4. Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah.

12

Hal-hal yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak: Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah, yang paling sedikit memuat: 1.

nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan barang kena pajak yang tergolong mewah;

2.

nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli barang kena pajak yang tergolong mewah

3.

jenis barang mewah;

4.

jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

5.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

6.

kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

7.

nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Saat pembuatan Faktur Pajak: Faktur Pajak harus dibuat pada: 1.

saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah; atau

2.

saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah dan/atau sebelum penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah.

I. DASAR PENGENAAN PAJAK Landasan hukum pengenaan PPN adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 beserta dengan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

J. TARIF PPN dan PPNBM TARIF PPN 

Tarif PPN 0% berlaku untuk ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak.

13



Tarif PPN 10% berlaku untuk semua produk yang beredar di dalam negeri, termasuk di daerah Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang yang mengatur tentang kepabeanan.



Tarif PPN atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.



Khusus untuk barang dan jasa yang terkena tarif PPN 10%, besaran tarif tersebut masih dapat diubah menjadi paling rendah 5% hingga paling tinggi 20% mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku. Tarif PPN yang dikenakan kepada pembeli akan tertulis jelas pada setiap bukti

transaksi jual beli. Artinya, harga yang nantinya dibayar akan ditambah dengan jumlah PPN. Namun, jika kita tidak menemukan keterangan PPN pada struk, artinya total harga yang tertera sudah termasuk PPN. TARIF PPN BM 

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) paling rendah sebesar 10% dan paling tinggi sebesar 200%. Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud di atas diatur dengan Peraturan Pemerintah.



Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0%. Ketentuan mengenai jenis Barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar 0% diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

K. MEKANISME PENGENAAN PPN Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak. 2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.

14

3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas Negara. 4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berkutnya. 5. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).

L. CARA PERHITUNGAN PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

Contoh : 1. Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai BKP kepada Pengusaha Kena Pajak “B” dengan harga jual Rp. 25.000.000,00. PPN yang terutang : PPN = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak “B”, PPN tersebut merupakan pajak Masukan. PPn BM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

Contoh : 1. PKP “ABC” sebagai pabrikan menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga jual Rp. 10.000.000,00. Barang tersebut merupakan BKP yang tergolong mewah dengan tarif PPn BM sebesar 40%. Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai berikut : PPN = 10% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00 PPn BM = 40% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00

15

M. PERBEDAAN PPN DAN PPNBM Berdasarkan masing-masing karakteristiknya, secara garis besar terdapat tiga poin perbedaan PPN dan PPnBM, yakni: 1. Jenis pungutan. Pada PPN, jenis pungutan yang dibebankan adalah pungutan atas nilai tambah barang. Sementara, PPnBM merupakan pungutan tambahan yang dikenakan selain PPN kepada barang yang sifatnya mewah. 2. Pengenaan Pajak. PPN dikenakan di setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi, mulai dari tingkat pabrikan, tingkat pedagang besar hingga tingkat pedagang pengecer. Sementara, PPnBM hanya dikenakan satu kali, yakni saat impor atau saat penyerahan BKP di dalam negeri oleh pabrikan yang menghasilkannya. 3. Pengkreditan. PPN dapat dikreditkan melalui mekanisme pajak masukan dan pajak keluaran. Sementara, PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM lainnya. Mekanisme Pelaporan PPN dan PPnBM Dalam hal pelaporan, PPN dan PPnBM menggunakan SPT Masa PPN atau bisa disebut juga SPT Masa PPN 1111, yang merupakan form yang digunakan PKP untuk melaporkan hitungan besaran pajak PPN dan PPnBM yang terutang. PKP yang memungut PPN dan/atau PPnBM wajib menerbitkan faktur pajak sebagai bukti telah dipungutnya PPN dan/atau PPnBM. Dalam prosesnya penerbit faktur pajak harus memiliki sertifikat elektronik dan membuat e-Faktur. Sejak hadirnya e-Filing, PKP yang ingin melaporkan pajak, baik PPN maupun PPnBM tidak perlu lagi menyampaikan SPT secara manual. Hal ini bahkan ditetapkan melalui Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2015. Nah, bagi wajib pajak PPN dan PPnBM yang ingin membuat e-Faktur dan melaporkan kewajiban perpajakannya melalui e-Filing, saat ini telah tersedia aplikasi e-Faktur OnlinePajak. Aplikasi ini memungkinkan wajib pajak untuk membuat e-Faktur, membayar dan melaporkan pajaknya secara online melalui satu aplikasi saja.

16

BAB II PENUTUP KESIMPULAN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.

SARAN Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang didapatkan dari materi ini.

17

Related Documents


More Documents from "Dhani Sandi"