MAKALAH BAHAN PAKAN DAN PEMBERIAN RANSUM BAHAN PAKAN SUMBER MINERAL “Dedak, Molases, Onggok”
Disusun oleh: Kelas E Kelompok 10 ALFARRO ALFI FARUQI
200110170273
DENA AYU YULIAR
200110170108
DHANI SANDI I. S.
200110170168
DITY ASA PRIYASTOMO
200110170289
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Bahan Pakan dan Pemberian Ransum. Adapun judul dari makalah ini ialah “Bahan Pakan Sumber Mineral : Dedak, Onggok, Molases”. Makalah ini berisikan pembahasan mengenai beberapa bahan pakan mineral yang biasa digunakan. Makalah ini dibuat dengan bersumber kepada literatur dan sumber-sumber terpercaya lainnya. Sehingga diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karna itu, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Sumedang, Maret 2019
Penyusun
II PEMBAHASAN 2.1
Dedak
2.1.1 Ketersediaan dan Potensi Produksi Dedak padi merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras dan kualitasnya bermacam-macam tergantung dari varietas padi. Dedak padi digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya tidak bersaing dengan manusia. Menurut (Schalbroeck, 2001), produksi dedak padi di Indonesia cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4 juta ton dan setiap kuwintal padi dapat menghasilkan 18-20 gram dedak, sedangkan menurut Yudono et al. (1996) proses penggilingan padi dapat menghasilkan beras giling sebanyak 65% dan limbah hasil gilingan sebanyak 35%, yang terdiri dari sekam 23%, dedak dan bekatul sebanyak 10%. Dedak padi merupakan bahan pakan yang telah digunakan secara luas oleh sebagian peternak di Indonesia. Sebagian bahan pakan yang berasal dari limbah agroindustri. Dedak mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pakan sumber energi bagi ternak (Scott et al., 1982). 2.1.2 Processing Perolehan Bahan dari Asal Usul Bahan Dedak merupakan hasil ikutan padi, jumlahnya sekitar 10% dari jumlah padi yang digiling menjadi beras. Bahan ini biasa digunakan sebagai sumber energi bagi pakan layer, yang mana penggunaanya rata-rata mencapai 10-20% di usis produksi. Menurut NRC 1994, energi yang terkandung dalam dedak padi bisa mencapai 2980 kcal/kg. Namun nilai ini bukan harga mati, karena jumlah energi yang bisa dihasilkan dari nutrient yang ada pada dedak tergantung dari jumlah serat kasar, dan kualitas lemak yang ada didalamnya. Semakin tinggi serat kasar maka semakin rendah pula jumlah energinya. Indikator tingginya serat kasar bisa di lihat dari jumlah hull/sekam nya dengan cara menaganalisa dengan phloroglucinol . Bau dari
dedak padi juga harus fresh, karena jika baunya sudah tengik berarti telah terjadi reaksi kimia Dedak merupakan limbah proses pengolahan gabah, dan tidak dikonsumsi manusia, sehingga tidak bersaing dalam penggunaannya. Dedak mengandung bagian luar beras yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian penutup beras itu. Hal ini mempengaruhi tinggi-rendahnya kandungan serat kasar dedak. Bahan dedak padi ada 2, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar. Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses penyosohan beras, dengan kandungan gizi: Protein = 11,35%, Lemak = 12,15%, Karbohidrat = 28,62%, Abu = 10,5%, Serat kasar = 24,46% dan Air = 10,15%. 2.1.3 Kandungan Nutrient dan Energy Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dala proses penyosohan beras. Proses pengolahan gabah menjadi beras dapat menghasilkan dedak kurang lebih sebanyak 10%, pecahan beras sebanyak 17%, tepung beras 3%, sekam 20%, dan beras 50%. Persentase tersebut bervariasi sesuai dengan varietas dan umur padi, penggilingan serta penyosohan(Grist,1972). Menurut National Research Council(1994) dedak padi mengandung energy metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P 0,22%, Mg 0,95% serta kadar air 9% (Dewan Standarisasi Nasional, 2001). 2.1.4 Hasil Penelitian yang Menggunakan Bahan yang Dipelajari Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan kultur khamir Saccharomyces spp kompleks sebagai inokulan fermentasi dedak padi terhadap kualitas dedak padi sebagai pakan itik. Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga macam perlakuan dan enam kali ulangan. Ketiga perlakuan yang dicobakan, yaitu dedak padi tanpa terfermentasi sebagai kontrol (A); dedak padi terfermentasi dengan
0,20% kultur khamir Saccharomyces spp kompleks (B), dan dedak padi terfermentasi dengan 0,40% kultur khamir Saccharomyces spp kompleks (C). Prosedur fermentasi dedak padi sebagai berikut: 1) dedak padi dikukus selama 45 menit dihitung sejak air kukusan mendidih, kemudian didinginkan; 2) Setelah dingin, selanjutnya ditambahkan kultur Saccharomyces spp terpilih sebanyak 0,20% dari berat dedak padi yang akan difermentasi, kemudian disemprot dengan larutan gula 4% sambil diaduk secara merata, 3) selanjutnya dedak padi tersebut dimasukkan kedalam kantung polyetilene yang telah dilubangi dibeberapa tempat untuk mendapatkan kondisi aerob, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari, selama inkubasi substrat dikondisikan pada ketebalan 2 cm; dan 4) setelah masa inkubasi selesai, produk dikeringkan selama 24 jam pada suhu kamar, setelah kering kemudian digemburkan kembali dan siap dicampurkan dengan bahan pakan lainnya (Suprapti et al., 2008). Pengaruh penggunaan kultur khamir Saccharomyces spp kompleks sebagai inokulan fermentasi terhadap kandungan zat makanan dan kecernaan zat makanan dedak padi (% bahan kering). __________________________________________________________________ ______ Variable
Dedak Padi
_____________
______________________ Komposisi Zat Kimia :
A
B
C
SEM2)
Bahan kering (%)
88,97a3)
88,62a
88,51a
0.508
Bahan organik (%)
89,85a
90,39a
90,52a
0,579
Protein kasar (%)
10,93b
13,01a
13,27a
0.305
Serat Kasar (%)
15.07b
17,15a
17,23a
0,417
Gross Energi (Kkal/kg)
3275,37a
3312,05a 3326,38a
Koe sien Cerna (%):
75,902
Koefsien cerna bahan kering (%) 34,72b
40,06a
40,37a
0,903
Koefsien cerna bahan organik (%)
36,39b
42,71a
42,84a
1,072
Koefsien cerna protein kasar (%)
45,84b
52,95a
53,01a
2,152
Koefsien cerna serat kasar (%)
20,27b
24,79a
24,83a
1,170
Energi termetabolis (Kkal/kg)
2017,35b
2248,36a 2257,09a
50,835
2.1.5 Rekomendasi Penggunaan Untuk Berbagai Ternak Dedak dipakai keternak apa saja. Jenis yang satu ini sudah lama digunakan oleh para peternak ayam. Dikenal juga dengan nama katul separator dan berasal dari limbah penggilingan beras berwarna putih, bekatul memiliki warna cenderung putih dengan beberapa kandungan nutrisi seperti protein, natrium, dan lemak. Cenderung sangat murah sehingga banyak dipakai sebagai pakan untuk ayam. Jika Anda memilih dedak sebagai pakan ayam di peternakan, jangan lupa untuk menyelingi dengan pakan jenis lain yang dapat melengkapi nilai gizi dan nutrisi dari dedak halus alias bekatul ini. Jenis yang satu ini sudah lama digunakan oleh para peternak ayam. Dikenal juga dengan nama katul separator dan berasal dari limbah penggilingan beras berwarna putih, bekatul memiliki warna cenderung putih dengan beberapa kandungan nutrisi seperti protein, natrium, dan lemak. Harganya cenderung sangat murah sehingga banyak dipakai sebagai pakan untuk ayam. Jika Anda memilih dedak sebagai pakan ayam di peternakan, jangan lupa untuk menyelingi dengan pakan jenis lain yang dapat melengkapi nilai gizi dan nutrisi dari dedak halus alias bekatul ini. 2.2
Onggok
2.2.1 Potensi Produksi dan Ketersediaan Bahan Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubikayu. Karena kandungan proteinnya rendah (kurang dari 5%), limbah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Namun dengan teknik fermentasi, kandungan proteinnya dapat ditingkatkan.sehingga ongggok yang terfermentasi, dapat
digunakan sebagai bahan baku pakan unggas (Kompiang, dkk 1994). Ketersediaannya terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin luas areal penanaman dan produksi ubikayu. Luas areal tanaman meningkat dari 1,3 juta hektar dengan produksi13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,8 juta hektar dengan produksi 19,4 juta ton pada tahun 1995(Anonim, 1996). Setiap ton ubikayu akan dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 onggok (Enie, 1989). Sementara itu, produksi singkong dunia berdasarkan data FAO (1995) dalam Nurwidyarini dkk (2008) meningkat dari 75 ton pada tahun 1961-1965 menjadi 153 ton pada tahun 1991. Selanjutnya dikatakan bahwa berdasarkan FAO (2007) produksi singkong pada tahun 2007 diperkirakan meningkat menjadi 212 ton. 2.2.2 Prosesing Perolehan Bahan dari Asal Usul Bahan Onggok adalah limbah padat berupa ampas dari pengolahan ubikayu menjadi tapioka, apabila didiamkan dalam beberapa hari akan menimbulkan bau asam dan busuk serta bersifat mencemari lingkungan. Sebagai negara tropis, Indonesia kaya dengan tanaman ubikayu sebagai sumber pati. Produksi ubikayu Indonesia menempati urutan ke 4 terbesar setelah Nigeria, Brazil dan Thailand. Produksi ubi kayu Indonesia pada tahun 2002 mencapai 16,9 juta ton dengan luas area 1,27 juta ha. Sebagian besar produksi ubikayu diserap industri tapioka, sehingga setiap tahun dihasilkan lebih dari 1,2 juta ton onggok (Mulyono, dkk., 2011). Onggok adalah hasil samping pengolahan singkong menjadi tapioka yang berupa limbah padat utama setelah proses pengepresan. Limbah padat industri tapioka berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubi kayu dan dari proses pengepresan berupa ampas ubi kayu. Limbah padat dari industri tapioka yaitu kulit yang berasal dari pengupasan ubi kayu, sisa-sisa potongan ubi kayu yang tidak
terparut berasal dari proses pemarutan, ampas onggok merupakan sisa dari proses ekstraksi pati, terdiri atas sisa-sisa pati dan serat-serat (Antika, 2013). Onggok selama ini dikenal sebagai limbah dari industri tepung tapioka yang memiliki jumlah energi tinggi nilai ekonomis yang cukup rendah. Banyak onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka berkisar 5-10% bahan baku dengan kadar air 20% (Sukma, 2009). 2.2.3 Kandungan Nutrient dan Energy Onggok atau ampas singkong adalah merupakan produk samping dari industri pengolahan singkong seperti tepung tapioka/kanji, dan lain-lain. Industri Tapioka menghasilkan limbah padatan berupa ampas yang masih memiliki nutrisi cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti sapi, kampibing, unggas, bahkan dapat diolah sebagai campuran industri makanan. Namun, kandungan nutrien pada onggok relatif rendah dengan rincian protein kasar 2,2 %, serat kasar 10,8%, Abu 2,4% serta karbohidrat 51,8%, sehingga perlu upaya meningkatkan kandungan nutriennya terutama protein. Dengan memanfaatkan bioteknologi menggunakan Aspergillus niger onggok singkong dapat meningkat kandungan proteinnya menjadi kurang lebih 18%. Onggok sendiri memiliki energy metabolis sebesar 2960 kkal/kg (Devendra, 1997). 2.2.4 Hasil Laporan Penelitian yang Menggunakan Bahan yang Dipelajari potensi onggok untuk dijadikan sebagai pakan alternatif bagi unggas. Kandungan serat yang tinggi menyebabkan onggok hanya digunakan sebagai sumber energi. Salah satu teknologi alternatif untuk meningkatkan kualitas onggok sebagai bahan baku pakan ternak yaitu melalui proses fermentasi. Teknologi Fermentasi dengan kapang pada Limbah Tapioka Salah satu teknologi altematif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan baku pakan ternak adalah dengan cara mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yaitu melalui proses fermentasi. Proses tersebut dapat dilakukan secara semi padat dengan
menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum, ditambah campuran urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik bagi kapang untuk proses sintesis sel tubuhnya (Kompiang dkk,1994).
Parameter (%)
Onggok
Onggok terfermentasi
Protein kasar
2,2
25,6
Protein sejati
2,2
18,4
Abu
2,4
2,6
Serat kasar
31,6
30,8
Karbohidrat
51,8
36,2
2.2.5 Rekomendasi Penggunaan Untuk Berbagai Ternak Onggok dipakai untuk ternak apa saja. Onggok memiliki kandungan air cukup tinggi (81-85%), dan bisa menjadi sumber pencemaran atau polusi udar atau lingkungan, terutama di wilayah produksi apabila tidak ditangani dengan baik. Onggok sebenarnya memiliki potensi sangat besar sebagai bahan pakan. Tetapi mutu dan nutrisinya yg rendah (protein kasar(PK) sekitar 1,55% dan serat kasar (SK) 10,44% bahan kering), menjadi pembatas utama pemanfaatan onggok sebagai bahan pakan ternak, baik untuk ternak monogastrik seperti ayam dan bebek, maupun ternak ruminansia. Seperti sapi, kambing, dan domba. Untuk bisa digunakan sebagai bahan pakan ternak, maka mutu dan kualitas onggok perlu ditingkatkan dengan proses teknologi fermentasi. Manfaat untuk sapi perah Ransum sapi perah rakyat umumnya terdiri atas jerami atau rumput gajah, ampas tahu, dan pakan konsentrat masing-masing sebanyak 20 kg, 5 kg, dan 5 kg. Substitusi atau penggantian setiap kilogram konsentrat dengan onggok yang telah difermentasi dalam jumlah yang sama bisa meningkatkan rataan hasil produksi susu harian dari 10,56 liter menjadi 14,47 liter, kadar lemak air susu dari 3,90% menjadi 4,90%, serta total padatan dari 11,11% menjadi 12,14%.
Manfaat untuk ayam Ayam kampung petelur yang dipelihara secara kelompok maupun individu dan diberikan ransum onggok terfermentasi 10%, meningkat produksinya masingmasing 9,7% dan 30,9%. Bobot telur juga meningkat pada ayam yang memperoleh ransum onggok terfermentasi. 2.3
Molases
2.3.1 Potensi Produksi dan Ketersediaan Bahan Tetes tebu didapatkan dari hasil pemisahan dengan kristal gula pada pengolahan gula tebu. Proses pengolahan diawali dengan penggilingan tebu untuk mengeluarkan niramentah yang berbentuk jus, setelah itu nira mentah akan memasuki proses pemurnian untuk mendapatkan nira jernih dengan cara mengendapkan
nira
kotor,
selanjutnya
nira
jernih
memasuki
proses penguapan yang bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi sampai dengan tingkat jenuhnya. Sampai tahap ini nira kental hasil dari proses penguapan akan melalui proses pembentukan kristal gula melalui pemasakan, setelah kristal terbentuk dan melalui tahap pendinginan dilakukan pemisahan menggunakan alat pemusing dan penyaring sehingga didapatkan gula mentah dan tetes tebu. 2.3.2 Prosesing Perolehan Bahan dari Asal Usul Bahan Tetes tebu didapatkan dari hasil pemisahan dengan kristal gula pada pengolahan gula tebu.Proses pengolahan diawali dengan penggilingan tebu untuk mengeluarkan nira mentah yang berbentuk jus, setelah itu nira mentah akan memasuki proses pemurnian untuk mendapatkan nira jernih dengan cara mengendapkan
nira
kotor,
selanjutnya
nira
jernih
memasuki
proses penguapan yang bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi sampai dengan tingkat jenuhnya. Sampai tahap ini nira kental hasil dari proses penguapan akan melalui proses pembentukan kristal gula melalui pemasakan, setelah kristal terbentuk dan melalui tahap pendinginan dilakukan pemisahan menggunakan alat pemusing dan penyaring sehingga didapatkan gula mentah dan tetes tebu.
2.3.3 Kandungan Molases Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan wujud bentuk cair. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pond dkk., (1995) yang menyatakan bahwa molasses adalah limbah utama industri pemurnian gula. Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu, molasses telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak dengan kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik. Molasses memiliki kandungan protein kasar 3,1 %; serat kasar 0,6 %; BETN 83,5 %; lemak kasar 0,9 %; dan abu 11,9 %. Kadar air dalam cairan molasses yaitu 15 – 25 % dan cairan tersebut berwarna hitam serta berupa sirup manis. Molasses dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: (1) Cane-molasses,
merupakan molasses yang memiliki kandungan 25 – 40 % sukrosa dan 12 – 25 % gula pereduksi dengan total kadar gula 50 – 60 % atau lebih. Kadar protein kasar sekitar 3 % dan kadar abu sekitar 8 – 10 %, yang sebagian besar terbentuk dari K, Ca, Cl, dan garam sulfat; (2) Beet-molasses merupakan pakan pencahar yang normalnya diberikan pada ternak dalam jumlah kecil (Cheeke, 1999; McDonald dkk., 2001). 2.3.4 Hasil Laporan Penelitian yang Menggunakan Bahan Yang Dipelajari Meneliti berapa jumlah molases yang harus ditambahkan ke dalam gamal agar mendapatkan silase dengan kualitas terbaik yang ditunjukan dengan nilai pH, persentase asam laktat dan kadar ammonia. Perlakuan yang diberikan adalah adalah dosis molases dalam silase daun gamal adalah sebagai berikut: P1 = Daun gamal + 1% molases P2 = Daun gamal + 2% molases P3 = Daun gamal + 3% molases P4 = Daun gamal + 4% molases
P5 = Daun gamal + 5% molasses
Hasil Uji Pengaruh Perlakuan terhadap pH Perlakuan
Rataan
P1
4.60 a
P2
4.53 a
P3
4.28 b
P4
4.18 b
P5
4.00 c
Hasil Uji Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Asam Laktat Perlakuan
Rataan
P5
1.265 a
P4
1.143 b
P3
1.025 c
P2
0.704 d
P1
0.562 e
Hasil Uji Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Amonia Perlakuan
Rataan
P3
6.450 a
P2
6.165 b
P4
6.060 b
P5
5.670 c
P1
5.640 c
2.3.5 Rekomendasi Penggunaan Untuk Berbagai Ternak Molasses diberi untuk ternak apa saja. Mollases dapat diberikan pada ternak ayam, babi, sapi dan kuda. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian mollases pada ransum ternak ruminansia adalah sebanyak 5 % yang terdiri dari jagung, dedak padi, tepung ikan, rumput gajah secara nyata dapat meningkatkan bobot badan.
Akan tetapi penggunaan lebih dari 5 % akan berdampak negatif, yaitu berkurangnya peningkatan bobot badan karena energi pakan yang dihasilkan terlalu tinggi.
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Terbak membutuhkan kandungan nutrisi yang lengkap berupa protein,
energi, vitamin, mineral dan air. Untuk menunjang kebutuhan hidup pokok dan berproduksi. Semua ini dibutuhkan dalam jumlah yang seimbang dan tepat dalam makana berupa ransum. Salah satu kandungan nutrisi yaitu energi. Energi berasal dari karbohidrat dan lemak yang berada dalam makanan yang di makan oleh ternak, dan protein pun bila diperlukan dapat dirombak menjadi energi. Tanpa energi memang sulit bagi hewan untuk melakukan segala aktivitas dan bergerak. Dengan alas an tersebut, maka kehidupan ternak banyak tergantung pada energi. Jika di dalam tubuh ternak kekurangan energi, maka tubuh akan menggunakan cadangan energi yang tersimpan dalam bentuk lemak bi beberapa bagian tubuh. Apabila cadangan dalam bentuk lemak tidak mencukupi karena cadangan berupa lemak habis, maka protein pun akan dirombak menjadi energi. Jika kondisi semacam ini terjadi secara berkepanjangan, maka ternak akan menderita sakit dan bahkan bisa berujung kematian. Pakan sumber energi merupakan semua bahan pakan ternak yang mengandung serat kasar di bawah 18% dan protein kurang dari 20%.
1.2
Rumusan Masalah (1) Bagaimana potensi bahan pakan sumber energi di Indonesia. (2) Bagaimana cara untuk mendapatkan bahan pakan sumber energi. (3) Bagaimana kandungan nutrient dan energy dari bahan pakan tersebut.
1.3
Maksud dan Tujuan
(1)
Mengetahui potensi bahan pakan sumber mineral di Indonesia.
(2)
Mengetahui cara untuk mendapatkan bahan pakan sumber energi.
(3)
Mengetahui kandungan nutrient dan energy dari bahan pakan tersebut.
III PENUTUP Kesimpulan yang didapat dari makalah ini sebagai berikut : (1)
Potensi bahan pakan berupa dedak, onggok, dan molases masih cukup banyak di temukan di Indonesia.
(2)
Proses untuk mendapatkan pakan sumber energi adalah dengan cara pengeringan dan fermentasi.
(3)
Kandungan dari setiap bahan pakan tersebut mengandung energi yang cukup untuk ternak. Pakan sumber energi merupakan semua bahan pakan ternak yang mengandung serat kasar di bawah 18% dan protein kurang dari 20%.
DAFTAR PUSTAKA Antika, R., 2013. Penggunaan tepung onggok singkong yang difermentasi rhizopus sp sebagai bahan baku pakan ikan nila merah (Oreochromis niloticus). Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Bandar Lampung.
Cheeke, 1999; McDonald dkk., 2001.Cane-Beet Molasses. Mole. Biol. Revis. 49 vol (3) :347 – 495. Devendra, C., 1977. Cassava as a feed source for ruminants. In Cassava as animal feed. Proc. of Cassava as Animal Feed Workshop, Eds B. Nestel and M. Graham, 18-20 April 1977, University of Guelph, Ontario, Canada. IDRC: Ottawa, 107-119 Devendra, C. 1977. Cassava as a Feed Source for Ruminants. In: Nestle B. And Graham, M. Cassava as Animal Feed. IDRC. Canada Dewan Standarisasi Nasional. 2001. Dedak padi/ Bahan Baku Pangan ENIE, A.B. 1989. Teknologi pengolahan singkong. Pros.Seminar Nasional Peningkatan Nilai Tambah Singkong. Fakultas Pertnian UNPAD. Ervi Herawati, Mega Royani. 2017. Kualitas Silase Daun Gamal dengan Penambahan Molases Sebagai Zat Aditif. Husbandry Program, Faculty of Agriculture, Universitas Garut. Kompiang I. P., A.P. Sinurat, S. Kompiang, T. Purwadaria and J. Darma. 1994. Nutritional value of protein enriched cassava-cassapro. Ilmu dan Peternakan. Khaerani Kiramang. 2011. Potensi Dan Pemanfaatan Onggok Dalam Ransum Unggas. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Makassar. Mulyono, A. M. W., Sariri, A. K., dan Yakin, E. A., 2011 penggantian sebagian jagung menggunakan onggok dan onggok-terfermentasi terhadap kecernaan
nutrien ayam petelur. Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Sukma, A., 2009. Pemanfaatan onggok yang diperkaya dengan protein telur dalam pembuatan rasi instan bergizi. Program Universitas Andalas. Padang.
tepung
Pascasarjana