MAKALAH Peranan Sekolah Dasar Sebagai Sistem Sosial Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mata Kuliah Pendidikan Multikultural Dosen Pengampu : Dra. Sri Sami Asih, M.Kes
Anggota Kelompok 10: 1. Enie Vita Sari
(1401416018)
2. Ismi Zakiyah
(1401416038)
Rombongan Belajar 06
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan oleh individuindividu dalam masyarakat sebagai organisasi. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Dalam struktur sosial masyarakat kita mengenal adanya sistem sosial. Apablla kita lihat dari artinya sistem sosial merupakan suatu kesatuan orang-orang dalam masyarakat yang disusun oleh karakteristik dari suatu pola hubungan dan dikoordinasikan secara berkelanjutan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk dapat menciptakan suatu perilaku yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang memiliki keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi. Maka harus adanya sebuah lembaga untuk membentuk sikap dan mempersiapkan siswa sebelum siswa benar-benar berinteraksi dengan masyarakat yaitu sekolah. Sekolah merupakan suatu tempat kegiatan di waktu luang untuk anak-anak dan remaja. Kegiatan yang dilakukan pada waktu luang tersebut dimanfaatkan untuk belajar berhitung, membaca dan menulis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Padil, M (2007, hlm.145) bahwa “sekolah adalah sebuah lembaga pendidikan formal sebagai tempat belajar siswa atau disebut gedung tempat belajar”. Sekolah sebagai suatu lembaga tidak terlepas dari adanya interaksi yang terjadi di sekolah tersebut.
sekolah dengan indi idu-indi idu yang ada di dalamnya, serta
kelompok-kelompok yang semuanya berfungsi sebagai suatu kesatuan membentuk suatu interaksi. $engacu pada latar belakang di atas, tulisan ini bermaksud untuk mengkaji tentang perana sekolah sebagai suatu sistem sosial. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan sistem sekolah? 2. Apakah yang dimaksud dengan sekolah sebagai sistem sosial? 3. Bagaimanakah peranan sekolah dasar sebagai sistem sosial? 4. Bagaimanakah gambaran peranan sekolah dasar sebagai sistem sosial? C. Tujuan 1. Mampu menjelaskan pengertian sistem sekolah. 2
2. Mampu menjelaskan pengertian sistem sekolah sebagai sistem sosial. 3. Mengetahui peranan sekolah dasar sebagai sistem sekolah. 4. Mampu memberikan gambaran peranan aekolah dasar sebagai sistem sosial.
3
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Sistem Sekolah Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut. Sedangkan menurut Garna (1994),“sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons (1951), “Sistem sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku sosial”. B. Sekolah sebagai Sistem Sosial Sebagai suatu sistem, sekolah memiliki beberapa komponen yang terdiri dari : input, raw input, proses, output, dan outcome. Komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan dan menentukan. Perubahan satu komponen saja akan berpengaruh terhadap komponenkomponen lainnya. Input sekolah adalah segala masukan yang dibutuhkan sekolah untuk terjadinya pemprosesan guna mendapatkan output yang diharapkan. Input merupakan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat suatu generasi yang disebut sebagai manusia seutuhnya. Input sekolah antara lain manusia (man), uang (money), material/bahan-bahan (materials), metode-metode (methods), dan mesin-mesin (mechine).
4
Manusia yang dibutuhkan sebagai masukan bagi proses pendidikan adalah siswa sebagai bahan utama atau bahan mentah (raw input). Untuk menghasilkan manusia seutuhnya diperlukan input manusia yang memiliki potensi untuk dididik, dilatih, dibimbing, dan dikembangkan menjadi manusia seutuhnya. Input dapat dikategorikan menjadi dua yaitu input sumberdaya, dan input manajemen atau kepemimpinan. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya (kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya). Sedangkan sumber daya lainnya meliputi uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dan lain sebagainya. Sedangkan input manajemen adalah input potensial bagi pembentukan sistem yang efektif dan efisien. Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti proses pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajar, kepribadian siswa, dan sebagainya. Menurut Komariah & Triatna, 2005:5, proses penyelenggaraan sekolah adalah kiat manajemen sekolah dalam mengelola masukan-masukan agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan (output sekolah). Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses berlangsungnya sekolah pada intinya adalah berlangsungnya pembelajaran, yaitu terjadinya interaksi antara siswa dengan guru yang didukung oleh perangkat lain sebagai bagian dari proses pembelajaran. Sekolah sebagai suatu sistem, seharusnya menghasilkan output yang dapat dijamin kepastiannya. Output dari aktivitas sekolah adalah segala sesuatu yang kita pelajari di sekolah, yaitu seberapa banyak yang dipelajari dan seberapa baik kita mempelajarinya. Apa yang kita pelajari bisa berupa pengetahuan kognitif, ketrampilan dan sikap-sikap. Output sekolah yaitu berupa kelulisan siswa. Output sekolah berfokus pada siswa, tetapi siswa yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Jika ditinjau dari sudut lulusan, output sekolah adalah lulusan yang berguna bagi kehidupan, yaitu lulusan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya. Artinya, lulusan semacam ini mencakup outcome, hasil dari investasi pendidikan yang selama ini dijalani siswa untuk menjadi sesuatu yang bermanfaat. Outcome pada pendidikan dasar dan 5
menengah adalah siswa dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan jika ia tidak melanjutkan maka dalam kehidupannya dapat mencari nafkah dengan bekerja kepada orang lain atau mandiri, hidup layak, dapat bersosialisasi, dan bermasyarakat. Komariah & Triatna (2004:75) menyebutkan sekolah efektif sebagai sekolah yang menetapkan keberhasilan pada input, proses, output dan outcome yang ditandai dengan berkualitasnya komponen-komponen sistem tersebut. Salah satu konsep perbaikan input, proses, dan output adalah TQM (Total Quality Manajemen). TQM diartikan sebagai manajemen kualitas secara total dimana merupakan suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis bagi penyelenggaraan pendidikan yang mengutamakan kepuasan pelanggan yang bertujuan meningkatkan mutu (Sallis, 1993:35 dalam Komariah & Triatna, 2004:29) Lebih dari itu, sekolah merupakan suatu sistem sosial yang di dalamnya terdapat seperangkat hubungan mapan, interaksi, konfrontasi, konflik, akomodasi, maupun integrasi yang menentukan dinamika para warganya di sekolah. Oleh sebab itu, di dalam sekolah akan selalu mengandung unsur-unsur dan proses-proses sosial yang kompleks seperti halnya dinamika sosial masyarakat umum . C. Peranan Sekolah Dasar Sebagai Sistem Sosial Lingkungan sekolah secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang terdiri dari sejumlah variabel dan faktor utama yang dapat diidentifikasi sebagai budaya sekolah, kebijakan dan politik sekolah, dan kurikulum formal dan bidang studi. Salah satu dari faktor ini mungkin menjadi fokus dari reformasi sekolah pada awalnya, namun perubahan itu harus tepat pada masing-masing variabel dalam membantu menciptakan dan mendukung lingkungan sekolah multi budaya yang efektif. Variabel dan faktor sekolah sebagai sistem sosial itu antara lain : 1. Kebijakan dan politik sekolah Dengan era KTSP sekarang ini kebijakan dan politik sekolah sangat menentukan ke arah mana anak didik akan dikembangkan potensinya. Kebijakan dan politik sekolah yang bernuansa khas dan unggul dapat dikembangkan oleh sekolah itu secara terencana dan berkelanjutan. 2. Budaya sekolah dan kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum) 6
Budaya yang berlangsung di sekolah dan kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum) sangat menentukan kepribadian yang dikembangkan pada lingkungan sekolah. Keunikan budaya sekolah dapat dibaca sebagai keunggulan komparatif. Misalnya di sekolah dasar tertentu dibudayakan untuk setiap hari guru atau kepala sekolah menyambut kedatangan siswa di depan pagar secara bergiliran untuk bersalaman untuk mengajarkan nilai keakraban, kekeluargaan, rasa saling hormat dan kasih sayang. 3. Gaya belajar dan sekolah Gaya belajar dan sekolah ikut mewarnai pembelajaran yang berlangsung di sekolah itu. Gaya belajar siswa hendaknya diperhitungkan oleh sekolah dalam pembuatan kebijakan dan dalam menciptakan gaya (style) sekolah itu dalam menciptkan kondisi belajar yang nyaman dan akrab dengan kondisi siswa. Tentu tidak sama gaya sekolah perkotaan dengan segala fasilitasnya dengan gaya sekolah pedesaan. 4. Bahasa dan dialek sekolah Bahasa dan dialek sekolah di sini berkaitan dengan bahasa dan dialek yang digunakan di sekolah di mana sekolah itu berada. Sekolah yang ada di Madura tentunya, disadari atau tidak, akan mempengaruhi budaya anak didiknya karena dalam keseharian guru dan siswa itu akan berkomunikasi lewat bahasa Madura atau minimal logat dialek Madura yang kental. Sekalipun menggunakan bahasa Indonesia, kita akan dengan mudah mengenali budaya anak didik dengan mengenal bahasa dan dialek yang digunakan siswanya. Sekolah dasar di Jawa, khususnya Jawa Tengah atau sebagian Jawa Timur yang banyak menggunakan bahasa dan dialek Jawa dapat membuat program mingguan misalnya. Hari Sabtu untuk menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil pada waktu istirahat. Kegiatan ini untuk menumbuh sikap hormat dan kesantunan pada anak didik lewat penggunaan bahasa dan dialek yang dibudayakan di sekolah. 5. Partisipasi dan input masyarakat Partisipasi dan input sekolah ikut menentukan arah kebijakan dan iklim sekolah yang akan dikembangkan. Peranan Komite Sekolah sangat bervariasi di tiap-tiap sekolah dasar. Bila kesadaran masyarakat akan pendidikan tinggi dan komite sekolah dipimpin oleh orang yang memiliki wawasan pendidikan yang baik maka sekolah itu akan banyak mendapat bantuan dari masyarakat, 7
baik dana maupun pemantauan ke arah pengembangan sekolah ke depan. Untuk itu Komite Sekolah perlu dipimpin oleh orang yang bukan saja dikenal, disegani dan berpengaruh di masyarakat, tetapi juga orang yang memiliki komitemen yang tinggi terhadap kemajuan pendidikan putra-putrinya. 6. Program penyuluhan/konseling Program bimbingan dan penyuluhan/konseling akan berperanan dalam membantu mengatasi kesulitan belajar pada anak, baik itu anak yang mengalami kelambatan belajar maupun anak yang memiliki bakat khusus. Petugas penyuluhan dapat memberikan masukan pada kepala sekolah tentang bakat terpendam dari siswa asuhannya. Kemungkinan ada anak yang lemah dalam mata pelajaran tertentu ternyata dia memiliki bakat yang besar dalam menari dan menyanyi yang membutuhkan penyaluran bakat yang memadai. 7. Prosedur asesmen dan pengujian Memang saat ini, kita masih belum boleh melakukan prosedur asesmen dan pengujian sendiri untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UAN (Ujian Akhir Nasional), namun kita bisa mengembangkan pada mata pelajaran yang bukan termasuk dalam UAN. Asesmen dan pengujian tidak identik dengan duduk di kelas dan mengerjakan soal dalam bentuk paperpencil test. Asesmen bersifat holistik yang menggambarkan kemampuan aktual keseharian anak. Anak akan dinilai secara beda dalam arti dikurangi skornya bila dia terlibat dalam tindakan yang kurang bermoral misalnya mencuri, sering membolos, kurang sopan, merokok Handout di sekolah dan sebagainya, walaupun dalam ujian di kelas nilainya bagus. Atau sebaliknya, siswa yang menunjukkan penampilan dan sikap yang baik akan mendapat skor tambahan yang dapat membantu mengangkat nilainya saat ujian di kelas. 8. Materi pembelajaran Materi pelajaran pada semua bidang studi atau bidang yang paling cocok dapat memasukkan materi budaya itu dalam pembelajaran. Penggunaan sempoa pada matapelajaran matematika, materi bacaan pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Pengetahuan Sosial, permainan tradisional dalam pelajaran olah raga dan sebagainya. Kurikulum formal dan bidang studi Kurikulum formal dan bidang studi perlu memasukkan Pendidikan Multikultural itu sebagai bidang studi tersendiri.
8
Perlu ada bidang studi Pendidikan Multikultural tersendiri di sekolah dasar untuk lebih mengenalkan budaya secara lebih terencana, terorganisir dan matang, bukan sekedar dititipkan pada materi yang ada pada bidang studi yang lain. Sekarang ini sudah ada sekolah dasar yang secara tegas memunculkan bidang studi Pendidikan Multikultural di sekolah dasar. Diharapkan hal ini akan diikuti oleh sekolah dasar yang lain. 9. Gaya dan strategi mengajar Gaya dan strategi mengajar guru akan turut menentukan pendidikan anak didiknya. Mengapa? Guru yang sedang mengajar anak didiknya tentunya sarat dengan nilai budaya. Guru memiliki ideologi dan nilai-nilai budaya yang diperoleh sepanjang hidupnya. Hal itu tentunya sangat mewarnai gaya dan strategi mengajar yang digunakan di sekolah. 10. Sikap, persepsi, kepercayaan dan perilaku staf sekolah Sikap, persepsi, kepercayaan dan perilaku staf sekolah juga mempengaruhi kinerja sekolah. Seluruh staf yang mendukung pembelajaran akan sangat membantu menciptakan kondisi pembelajaran yang diinginkan dan begitu juga sebaliknya. Bila staf sekolah biasa berbicara dengan tatakrama yang baik dan sopan maka anak didik juga akan dibiasakan menggunakan itu di sekolah dan pada gilirannya menggunakannya di rumah dan di masyarakat. Hal ini berarti staf sekolah perlu dipilih dan diangkat dari orang yang mengerti Handout dan mendapat bekal pendidikan yang sesuai. Staf sekolah bukan sekedar berurusan dengan benda mati seperti kertas, penggaris, alat tulis atau tanaman yang ada di sekolah, namun bergaul dengan seluruh komponen sekolah. Sikap sinis dan tidak peduli dari staf sekolah akan sangat mempengaruhi kinerja sekolah. Untuk itu perlulah memilih orang yang benarbenar cocok untuk profesi itu. C. Gambaran Peranan Sistem Sekolah 1. Kedudukan dalam Sekolah Sekolah, seperti sistem sosial lainnya dapat dipelajari berdasarkan kedudukan anggota dalam lingkungannya. Setiap orang di dalam sekolah memiliki persepsi dan ekspektasi sosial terhadap kedudukan atau status yang melekat pada diri warga sekolah. Di sana kita memiliki pandangan tentang kedudukan kepala sekolah, guruguru, staf administrasi, pesuruh, murid-murid serta asumsi-asumsi hubungan ideal antarbermacam kedudukan tersebut.
9
Hal ini selaras dengan pendapat Weber (dalam Robinson, 1981) tentang konsep tindakan sosial, dimana setiap orang memiliki ideal tipe untuk mengukur dan menentukan parameter mendasar tentang sebuah realitas. Realitas sosial yang tersebar dalam status sosial menjadi titik tolak kesadaran seorang individu untuk menentukan sikap, pandangan dan tindakan dalam lingkup social tertentu. Harapan ideal “kepala sekolah” merupakan kesadaran awal yang mempengaruhi sikap individu seorang pejabat kepala sekolah. Meskipun pada proses selanjutnya harus terkombinasi dengan pembawaan individu, prasangka terhadap status lain, hubungan-hubungan antarstatus serta kaitannya dengan konstruksi total dari susunan status di sekolah.1 Dalam mempelajari struktur sosial sekolah kita analisis berbagai anggota menurut kedudukannya dalam sistem persekolahan. Beberapa kedudukan di bentuk dan dibangun berdasarkan sistem klasifikasi sosial di antaranya adalah : a. Kedudukan berdasarkan jenis kelamin, akan mengidentifikasi pelakunya pada perbedaan seks atau kelamin bu guru, pak guru, murid putri, siswa lelaki, pak kepala sekolah dan lain sebagainya. Secara sosial kedudukan berdasarkan seks merupakan pembedaan ruang orientasi atas dasar perbedaan fisik. Pembedaan tersebut merupakan dampak kultural dari masyarakat yang lebih luas, dimana perbedaan kelamin masih mengkisahkan pembagian kerja, hak, serta ruang gerak yang berbeda pula. Namun secara struktural pembedaan jenis kelamin tidak begitu mempengaruhi kualitas penerapan ketentuan formal sebuah lembaga. Seorang kepala sekolah wanita tetap saja memiliki otoritas atau kewenangan kekuasaan terhadap para guru lelaki maupun wakasek laki-laki. b. Kedudukan berdasarkan struktur formal di lembaga, misalnya kepala sekolah, guru, staf administrasi, pesuruh, siswa dan lain sebagainya. Kategori kedudukan ini dilandasi oleh ketentuan- ketentuan formal yang melembagakan serangkaian peran dan pemetaan kewenangan struktural berdasarkan pembagian wilayah kekuasaan yang bersifat hierarkis. Sesuai dengan formasi struktur lembaga sekolah maka masing-masing posisi menggambarkan tingkat kekuasaan yang bertingkat-tingkat. Posisi teratas menggambarkan puncak
10
pengakuan otoritas tertinggi lalu secara gradual makin berkurang pada posisiposisi di bawahnya. c. Kedudukan berdasarkan usia. Pengakuan terhadap kategori sosial ini didasarkan konstruksi sosial sekolah sebagai lembaga pendidikan. Berangkat dari pengertian tentang pengajaran sebagai sumber dari keberadaan sekolah dan segala aktivitas kelembagaannya. Sementara proses pengajaran tidak lepas dari hubungan antara pengajar dengan yang belajar. Maka bias ditangkap indikasi kecenderungan dalam lembaga sekolah untuk mengutamakan sistem nilai berdasarkan usia. Mereka yang tua dikontruksikan sebagai pengajar, teladan, sumber nilai kebaikan, pengontrol moral, berkemampuan tinggi dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, pengakuan kedudukan berdasarkan usia sangat kental sekali melekat dalam orientasi warga sekolah. d. Kedudukan berdasarkan lahan garap di sekolah. Pada dasarnya tiap-tiap status di sekolah akan membentuk wilayah-wilayah sektoral sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan. Dikelas jenis status yang paling dominan berperan adalah status guru dan murid. Sementara di wilayah birokrasi akan memperlihatkan kontak sosial antara pengurus administrasi baik itu kepala bagian, sekretaris, bendahara sekolah serta stafstafnya. Di tingkat pelayanan administrasi akan melibatkan pegawai administrasi dengan para siswa, guru-guru dan lain sebagainya. 2. Interaksi di Sekolah Menurut Horton dan Hunt (1999) sistem interaksi di sekolah dapat ditinjau dengan menggunakan tiga perspektif yang berbeda, yakni: a. Hubungan antara warga sekolah dengan masyarakat luar b. Hubungan di internal sekolah lintas kedudukan dan peranannya. c. Hubungan antarindividu pengemban status atau kedudukan yang sama. Dalam kategori pertama, hubungan interaktif antara orang dalam dengan orang luar mencerminkan keberadaan sekolah sebagai bagian masyarakat. Para guru, murid dan seluruh warga di sekolah juga pengemban status-status lain di masyarakat. Sehingga interaksi di sekolah merupakan kombinasi berbagai nilai dari masyarakat yang dibawa oleh para warga sekolah. Para guru, kepala sekolah, murid-murid juga bagian dari masyarakat mereka. Mereka membawa sikap dan perilaku ke sekolah, sebagai hasil dari hubungan dengan tetangga, teman, gereja, partai politik dan berbagai ragam kelompok kepentingan. 11
Sementara itu secara formal, sekolah memiliki pihak-pihak yang bertanggung jawab mengadakan hubungan antara masyarakat dengan pihak sekolah. Dalam hal ini, pihak yang paling berkepentingan mengadakan hubungan dengan masyarakat adalah pengawas sekolah. Pengawas sekolah bertanggung jawab menjamin kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai dengan kebuuhan masyarakat. Sementara di tingkat internal pengawas sekolah juga berkewajiban memberikan perlindungan atas orientasi masyarakat sekolah dari tuntutan-tuntutan luar yang kurang masuk akal. Sebagai pengamat atau evaluator pengawas sekolah juga memiliki tugas memelihara keharmonisan hubungan antara kelompok-kelompok yang berbeda di sekolah. 3. Hubungan antar status juga seringkali menimbulkan konflik antar peran. Di dalam sekolah, tanggung jawab penjaga sekolah menyangkut kebersihan bertentangan dengan keinginan warga sekolah untuk menggunakan fasilitas sekolah semaksimal mungkin. Kebebasan profesional guru juga bertentangan dengan kepentingan pengawas sekolah dalam menciptakan kelancaran pengajaran di tiaptiap kelas. Keinginan kepala sekolah untuk menerapkan inovasi baru harus berhadapan dengan keengganan guru dan murid untuk menerima perubahan. Salah satu konflik yang cukup krusial saat ini adalah konflik keinginan pengawas sekolah untuk mencapai hasil pengajaran yang terbaik sesuai dengan anggaran biaya yang tersedia berhadapan dengan tuntutan organisasi persatuan guru untuk memperoleh jaminan pekerjaan dan gaji yang memadai. Namun selain menimbulkan konflik, hubungan antar status merupakan bagian dari orientasi lembaga sekolah. Secara fungsional untuk mencapai tujuan yang diharapkan sekolah membutuhkan peran dan kiprah dari berbagai status dan kedudukan. Sehingga kerja timbal balik antarstatus diprioritaskan untuk melancarkan proses pencapaian tujuan organisasi. Sekolah membutuhkan hubungan yang harmonis antarguru dan murid agar tujuan pengajaran di kelas dapat tercapai secara maksimal. Sekolah membutuhkan kerja sama antarberbagai pihak agar roda organisasi dapat berjalan dengan lancar. Hubungan antarindividu atau kelompok dalam jenis status yang sama juga tidak lepas dari bagian interaksi di sekolah. Para guru selain memiliki persamaan peran sesuai statusnya juga menggambarkan berbagai perilaku guru yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan perbedaan karakter, sikap dan pengalaman individu dalam melancarkan aktivitas di sekolah. Kita ketahui bersama untuk status siswa pun juga 12
telah terbentuk aneka ragam karakter dan perilaku individu maupun kelompok yang berbeda-beda. Klik Antar Siswa Pengelompokan atau pembentukan klik mudah terjadi di sekolah. Suatu klik terbentuk bila dua orang atau lebih menjalin persahabatan sehingga dalam keseharian telah terikat pada kehidupan bersama baik di dalam maupun di luar sekolah. Mereka saling merasakan apa yang dialami salah satu anggota kelompoknya dan mampu mengungkap perasaan yang selama ini tersembunyi, seperti hubungan mereka dengan orang tua atau dengan jenis kelamin lain serta kesulitan pribadi-pribadi lainnya. Keanggotaan klik bersifat sukarela dan tak formal. Seorang diterima atau ditolak atas persetujuan bersama. Walaupun klik tidak mempunyai peraturan yang jelas, namun ada nilai-nilai yang dijadikan dasar untuk menerima anggota baru. Anggota klik merasa diri bersatu dan merasa diri kuat, penuh dengan kepercayaan berkat rasa persatuan dan kekompakan. Mereka mengutamakan kepentingan kelompok di atas kepentingan individual dan sikap ini dapat menimbulkan konflik dengan orang tua, sekolah, dan klik-klik lainnya. Bila klik ini mempunyai sikap anti sosial maka klik itu dapat menjadi “geng”. Orang luar, khususnya orang tua dan guru sering tidak dapat memahami makna klik bagi anggota-anggotanya. Akibatnya mereka justru makin kompak dengan kelompoknya sehingga memicu kesadaran bersama untuk sama-sama membebaskan diri dari kekuasaan dan pengawasan orang tua, sekolah dan lembaga-lembaga lainnya. Dari kelompoknya seorang anggota yakin mendapat bantuan penuh namun sebaliknya harus mampu menunjukkan loyalitas yang tinggi pada kelompok. Mereka yang tidak patuh akan mendapat klaim sebagai pengkhianat. Faktor yang paling penting dalam pembentukan klik adalah usia atau tingkat kelas. Suatu klik jarang beranggotakan anak yang berusia dua tahun lebih. Selain itu klik biasanya beranggotakan murid dari jenis kelamin yang sama. Tidak ada bukti yang menunjukkan pembentukan klik berdasarkan prestasi akademis atau intelegensi. Menurut pengamatan suatu klik merupakan kelompok minat atau kegemaran yang serupa, misalnya musik, olahraga dan sebagainya. Klik juga menggambarkan struktur sosial masyarakatnya. Klik menunjukkan stratifikasi sosial yang terdapat dalam masyarakat tempat sekolah itu berada. Murid-murid pada umumnya memilih teman dari golongan anak yang secara sosial ekonomi memiliki kedudukan sama.
13
Klik-klik yang muncul di sekolah beragam wujudnya, tergantung pada perbedaan murid. Ada kemungkinan terbentuknya kelompok berdasarkan kesukuan dari kalangan siswa satu daerah atau karena mereka merupakan mioritas. Ada kelompok “elite” yang terdiri atas anak-anak orang kaya atau menunjukkan prestasi akademis tinggi dan kepribadian tinggi. Adapula kelompok rendahan, yang berasal dari keluarga tidak berpendidikan.
14
BAB III Penutup A. Smpulan
15
DAFTAR PUSTAKA Aluya see. 2015. Sekolah Sebagai Sistem. Jakarta. Universitas Negeri Jakarta. Diambil tanggal 20
Oktober
2018
pukul
14.20
WIB
https://www.academia.edu/6718046/sekolah_sebagai_sistem_sosial Tim dosen. 2016. Pengertian dan Teori Peranan. UIN Jakarta. Diambil tanggal 20 Oktober 2018
pukul
14.20
WIB
di
Perananhttp://repository.uin-
suska.ac.id/4080/3/BAB%20II.pdf Munib,ahmad. (2006). Pengantar Ilmu Pendidikan.Semarang.UNNES Press. Nasutions,S. (2010). Sosiologi Pendidikan Jakarta. Bumi Aksara Drs.Sutardjo Atmowidjoyo, M.pd(dkk). (2003). Sosiologi Pendidikan. Bandung. Pustaka Pelajar. Ravik Karsidi. 2007. Sosiologi Pendidikan. Surakarta: LPP UNS & UNS Press Robinson, Philip.1986. Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan. Jakarta; Rajawal
.
16