Makalah Kmb Tyas.docx

  • Uploaded by: jamilah 0309
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kmb Tyas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,815
  • Pages: 20
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT ADDISON

Pembimbing : Puteri Indah Dwipayanti S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh : Kurnia Mukti Ayu Ningtyas (0117050)

PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA MOJOKERTO 2018/2019

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ADDISON” yang dibuat sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II prodi S1 Keperawatan Stikes Dian Husada Mojokerto. Dalam pembuatan makalah ini, kami banyak mendapatkan referensi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Puteri Indah Dwipayanti S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. 2. Seluruh pihak yang telah membantu menyusun makalah ini. Makalah ini adalah hasil karya kami. Oleh sebab itu, kami bertanggung jawab atas ini makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat.

Mojokerto, 21 Februari 2019

penyusun

2

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang dikumpulkan hilang atau rusak

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang membuatkan makalah ini untuk kami.

Jika di kemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik,

kami

bersedia

mendapatkan

sangsi

sesuai

peraturan yang berlaku.

Mojokerto, 21 Februari 2019 NAMA

NIM

Kurnia Mukti Ayu Ningtyas

0117050

TANDA TANGAN

3

DAFTAR ISI Kata Pengantar ......................................................................................................................2 Lembar Pernyataan................................................................................................................3 Daftar Isi................................................................................................................................4 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang............................................................................................................5 2. Rumusan Masalah.......................................................................................................5 3. Tujuan..........................................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN Konsep medis penyakit Addison.............................................................................................6 Asuhan Keperawatan pada penyakit Addison...................................................................9

BAB III PENUTUP Kesimpulan...............................................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20

4

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyakit Addison pertama kali dipaparkan oleh Dr. Thomas Addison dari Inggris pada tahun 1855 dan ditandai dengan berat badan yang turun, kelemahan otot, kelelahan, kulit yang gelap/hiperpigmentasi kulit menjadi gelap di bagian yang tertutup pakaian maupun terbuka. Lipatan tangan, bagian dalam mulit, siku, puting, aksila dilaporkan mengalami hiperpigmentasi. Menurut (Soumya Brata Sarkar, dkk., 2013) Dasar dari penyakit Addison telah berubah dari yang disebabkan infeksi menjadi patologi autoimun. Akan tetapi, tuberculosis masih menjadi penyebab utama penyakit Addison di negara berkembang Penyakit Addison ini sangat jarang terjadi terutama pada anak-anak. Penyakit Addison dapat terjadi baik pada pria maupun wanita di semua usia. Frekuensi penyakit Addison pada populasi manusia diperkirakan 1 dari 100.000. Diagnosis penyakit Addison dapat dibuat melalui gambaran klinis dan keluhan penderita, pemeriksaan kadar hormon kortisol serta pemeriksaan radiologis seperti CT Scan dan MRI dapat membantu menganalisa kelenjar adrenal dan kelenjar hipofisis sehingga dapat diketahui penyebab insufisiensi kortisol yang terjadi pada penderita.

2. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana konsep medis pada penyakit Addison ? 2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan addison ?

3. TUJUAN Pembuatan makalah ini memiliki beberapa tujuan yaitu : 1. Agar mengerti dan paham konsep medis pada penyakit Addison. 2. Agar menanti dan paham asuhan keperawatan pada pasien dengan addison.

5

BAB II PEMBAHASAN 1. KONSEP MEDIS PENYAKIT ADDISON. A. ANATOMI Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masingmasing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar. B. FISIOLOGIS Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis.

6

C. PATHWAY

D. TANDA KLINIS 1. Kelemahan dan mudah lelah. 2. Bagian kulit tertentu menjadi gelap didaerah kulit yang terpajan matahari yaitu ketiak, puting, lipatan tangan, bagian dalam mulut, parut baru, daerah tekanan seperti siku. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormon yang mempengaruhi sel pigmen kulit. 3. Tekanan darah rendah dan turun pada saat berdiri mengakibatkan pusing, dehidrasi, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, mual dan muntah sepanjang waktu, nyeri abdomen hilang timbul, diare atau konstipasi yang hilang timbul, kram dan nyeri otot, sangat ingin makan garam, makanan asin, atau banyak minum. 4. Gangguan mood termasuk depresi, iritabilitas, dan konsentrasi menurun. 5. Laju produksi kortisol yang rendah dan tingginya kadar hormon adrenokortikotropik (ACTH) di plasma. E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Tes awal untuk insufisiensi adrenal adalah pengukuran kadar kortisol serum dari sampel darah yang diperoleh di pagi hari, meskipun beberapa lebih memilih untuk memeriksa tingkat kortikotropin. Ini merupakan tes skrining sensitif. Karena variasi dalam tingkat kortisol karena ritme sirkadian, darah harus diambil 7

ketika tingkat tertinggi, biasanya 6:00-8:00 Pagi. Pada pagi hari kadar kortisol lebih besar dari 19 mcg / dL (referensi kisaran, 5-25 mcg / dL) dianggap normal, dan tidak ada pemeriksaan lebih lanjut diperlukan. Nilai kurang dari 3 mcg / dL adalah diagnostik penyakit Addison. Nilai dalam kisaran 3-19 mcg / dL yang tak tentu, dan pemeriksaan lebih lanjut diperlukan. Hipotalamus-hipofisis axis dapat dievaluasi dengan menggunakan 3 tes: dengan rangsangan kortikotropin (Cortrosyn), uji toleransi insulin, dan tes metyrapone. Sintetis adrenocorticotropin 1-24 dengan dosis 250 mcg bekerja sebagai uji dinamis. Peningkatan kadar renin dan adrenocorticotropin memverifikasi keberadaan penyakit. Cortrosyn adalah kortikotropin sintetis, melalui jalur intravena dengan dosis 350 mg. Kadar kortisol serum diukur dari sampel darah diambil setelah 30 dan 60 menit. Puncak tingkat kortisol serum lebih dari 18 mcg / dL mengecualikan diagnosis insufisiensi adrenal karena respon terhadap rangsangan dianggap memadai pada tingkat ini. Kortisol tingkat 13-17 mcg / dL yang tak tentu.Kadar kortisol kurang dari 13 mcg / dL menunjukkan insufisiensi adrenal. Tes toleransi insulin adalah sensitif untuk insufisiensi adrenal. Tes ini melibatkan stres hipoglikemik untuk menginduksi produksi kortisol. Tes memerlukan pemantauan ketat pasien dan merupakan kontraindikasi pada pasien dengan riwayat kejang atau penyakit kardiovaskular. Tanggapan kortisol serum diukur puncak setelah tantangan insulin 0,1-0,15 U / kg. Tingkat kortisol kurang dari 18 mcg / dL dan tingkat glukosa serum kurang dari 40 mg / dL menunjukkan insufisiensi adrenal. Tes metyrapone melibatkan gangguan jalur produksi kortisol dengan menghambat 11 hidroksilase B-, enzim yang mengkonversi 11-deoxycortisol (11s) untuk kortisol. Metyrapone (30 mg / kg) disuntikkan intravena pada tengah malam, dan kortisol dan 11-s tingkat diukur 8 jam sesudahnya. Sebuah respon normal adalah peningkatan dalam serum 11-s tingkatan untuk lebih dari 7 mg / dL. Tingkat 11-s yang kurang dari 7 mg / dL adalah diagnostik dari ketidakcukupan adrenal. Setelah diagnosis insufisiensi adrenal dikonfirmasi, bagian dari defek dalam hipotalamus-hipofisis axis harus ditentukan dengan menggunakan sampel kortikotropin, melalui pemeriksaan yang disebut corticotropin provocation testing, atau corticotrophin-releasing hormone (CRH) provocative test (Gardner DG et all 2007). Tingkat kortikotropin serum lebih besar dari 100 pg / mL merupakan diagnostik dari insufisiensi adrenal primer. Setelah insufisiensi adrenal didiagnosa dan defek pada hipotalamushipofisis-adrenal axis diidentifikasi, penyebab insufisiensi adrenal dapat dievaluasi. Karena insufisiensi adrenal primer telah menyebabkan banyak, pemeriksaan harus diarahkan pada temuan klinis. Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan berkurangnya glandula adrenal pada pasien dengan kerusakan autoimun dan pembesaran glandula adrenal pada pasien dengan infeksi. CT memadai menunjukkan kalsifikasi yang terjadi pada kegagalan adrenal disebabkan 8

oleh tuberkulosis. Kalsifikasi dapat terlihat dalam fase akut infeksi, tetapi biasanya diakui dalam fase kronis infeksi. CT dan MRI mengungkapkan perdarahan adrenal. MRI lebih unggul CT dalam membedakan massa adrenal, tetapi MRI tidak dapat membedakan tumor dari proses inflamasi. 2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYAKIT ADDISON 1. Pengkajian a. Identitas Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis adrenal b. Keluhan Utama Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah. c. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru, payudara dan limpoma d. Riwayat Penyakit Sekarang Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg) e. Riwayat Penyakit Keluarga Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain. 2. Pemeriksaan Fisik ( Body Of System) a. Sistem Pernapasan  Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung  Perkusi : Terdapat pergesekan dada tinggi  Palpasi : Resonan  Auskultasi : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi b. Sistem Cardiovaskuler  Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak  Perkusi : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra  Palpasi : Redup  Auskultasi : Suara jantung melemah

9

c. Sistem Pencernaan  Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering  Abdomen : Inspeksi : Bentuk simetris Auskultasi: Bising usus meningkat Palpasi : Nyeri tekan karena ada kram abdomen Perkusi : Timpani d. Sistem muskuluskeletal dan integumen  Ekstremitas atas : terdapat nyeri  Ekstremitas bawah : terdapat nyeri  Penurunan tonus otot e. Sistem Endokrin  Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH meningkat  Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin, cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran mukosa f. Sistem Eliminasi Uri  Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin  Eliminasi Alvi  Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen g. Sistem Neurosensori  Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis) h. Nyeri / kenyamanan Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas i. Keamanan Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang diikuti hipotermi (keadaan krisis) j. Aktivitas / Istirahat Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi. k. Seksualitas Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder (berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido

10

l. Integritas Ego Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil. 3. Diagnosa Keperawatan a. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron) b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa d. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh e. Anxietas b/d kurangnya pengetahuan f. Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot g. Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus 4. Rencana Keperawatan a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output Kriteria hasil :  Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)  TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37oC TD : 120/80 mmHg  Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik  Turgor kulit elastis  Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik  Membran mukosa lembab  Warna kulit tidak pucat  Rasa haus tidak ada  BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H Hasil lab  Ht : W = 37 – 47 %  L = 42 – 52 %  Ureum = 15 – 40 mg/dl  Natrium = 135 – 145 mEq/L  Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L  Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl Intervensi 1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer  Rasional: Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol

11

2. Ukur dan timbang BB klien  Rasional: Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois 3. Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya  Rasional: mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti 4. Periksa adanya status mental dan sensori  Rasional: deihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak 5. Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan diare  Rasional: kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi 6. Berikan perawatan mulut secara teratur  Rasional: membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa 7. Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan kemampuan klien  Rasional: adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral Kolaborasi 8. Berikan cairan, antara lain : 1. Cairan Na Cl 0,9 %  Rasional: mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi 2. Larutan glukosa  Rasional: dapat menghilangkan hipovolemia 9. Berikan obat sesuai dosis 1. Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam  Rasional: dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung 2. Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr per oral

12



Rasional: di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit 10. Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi  Rasional: dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah 11. Pantau hasil laboratorium 1. Hematokrit ( Ht)  Rasional:peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh 2. Ureum / kreatinin  Rasional: peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung 3. Natrium  Rasional: hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal 4. Kalium  Rasional: penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid Kriteria Hasil

– Tidak ada mual mutah – BB ideal (TB-100)-10%(TB-100) – Hb : W : 12 – 14 gr/dl L : 13 – 16 gr/dl Ht : W : 37 – 47 % L : 42 – 52 % Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl Bising Usus : 5 – 12 x/menit

– Nyeri kepala – Kesadaran kompos mentis – TTV dalam batas normal (S : 36 – 372 oC) (RR : 16 – 20 x/menit)

13

Intervensi: 1. Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah  Rasional: Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan 2. Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, sempoyongan  Rasional: Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad 3. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari  Rasional: anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi 4. Berikan atau bantu perawatan mulut  Rasional: mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan 5. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak sedap, tidak terlalu ramai  Rasional: Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan 6. Pertahankan status puasa sesuai indikasi  Rasional: mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak 7. Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid  Rasional: memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen 8. Pantau hasil lab seperti Hb, Hi 

Rasional: anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid. c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa Kriteria hasil :  menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan  TTV N : 80 – 100 x/menit 14

 

RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg

Intervensi: 1. Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien  Rasional: pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium kalium 2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas  Rasional: kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang 3. Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan aktivitas  Rasional: mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung 4. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada berdiri selama melakukan aktivitas  Rasional: pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan d. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen Kriteria hasil :  Klien mengatakan nyeri berkurang  Klien tidak menyeringai kesakitan  TTV dalam batas normal S : 36 – 372 oC N : 80 – 100 x/menit RR: 16 – 20 x/menit Intervensi : 1. Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit  Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan 2. Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya 15



Rasional: Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektifitas terapi 3. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal musik yang lembut, relaksasi  Rasional: Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif Kolaborasi 4. Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan kebutuhannya.  Rasional: menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat. e. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh Kriteria hasil :  Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya  Dapat beradaptasi dengan orang lain  Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya. Intervensi 1. Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal: perubahan penampilan dan peran  Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien 2. Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal : Teknik relaksasi, Visualisasi, Imaginasi  Rasional: Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping. 3. Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri  Rasional: dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri 4. Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan pigmentasi kulit  Rasional: ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri pasien 16

5. Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang  Rasional: dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan 6. Kolaborasi Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukubg  Rasional: pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku pasien. f. Cemas b/d kurangnya pengetahuan Kriteria hasil :  Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya percaya diri  Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan ke dokter  Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan terjadinya masalah Intervensi 1. Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode stres, diskusi teknik relaksasi 

Rasional: Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf simatis, sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi 2. Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat  Rasional: Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan mengevaluasi keefektifan 3. Kaji skala anxietas  Rasional: Mengetahui derajad kecemasan klien 4. Sarankan klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan latihan 

Rasional: Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk emmahami bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormon 5. Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang kehidupan Px.  Rasional: Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup 17

6. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam g. Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi Kriteria hasil :  Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar Intervensi 1. Anjurkan pada Klien agar diet tinggi garam  Rasional: menambah retensi Na+ 2. Anjurkan pada klien untuk minum banyak  Rasional: melancarkan aliran kencing lancar 3. Pemasangan kateter  Rasional: Agar klien dapat BAK dengan lancar 4. Obs. Input dan output  Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan 5. Kolaborasi pemberian diuretik  Rasional: meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK

18

BAB III PENUTUP Kesimpulan: Penyakit Addison adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh ketidakmampuan korteks adrenal memproduksi hormon kortisol dan aldosteron. Keadaan tersebut dapat disebabkan insufisiensi adrenal primer dan sekunder. Penyakit Addison sangat jarang terutama pada anak-anak. Penyakit Addison dapat terjadi baik pada pria maupun wanita di semua usia. Frekuensi penyakit Addison pada populasi manusia diperkirakan 1 dari 100.000. Diagnosis penyakit Addison dapat dibuat melalui gambaran klinis dan keluhan penderita, pemeriksaan kadar hormon kortisol serta pemeriksaan radiologis seperti CT Scan dan MRI dapat membantu menganalisa kelenjar adrenal dan kelenjar hipofisis sehingga dapat diketahui penyebab insufisiensi kortisol yang terjadi pada penderita. Terapi penyakit Addison yaitu penggantian atau substitusi hormon kortisol memperbaiki defisiensi glukokortikoid. Defisiensi aldosteron dapat digantikan dengan mineralokortikoid. Prognosis penderita penyakit Addison pada umumnya baik selama mendapat kontrol dan perawatan yang teratur dan efektif.

19

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2011. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 12. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Doenges Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : ECG

20

Related Documents


More Documents from "Adam Prayogi"

Bab I1_1_1.docx
May 2020 13
Makalah Kmb Tyas.docx
May 2020 15
Attachment.docx
May 2020 11
Kel 1.docx
November 2019 19
Helvoni.docx
November 2019 18
Ppt Pi.pptx
November 2019 20