Makalah Kespro Ija-1.docx

  • Uploaded by: Esty Hzk
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kespro Ija-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,019
  • Pages: 40
MAKALAH PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI

Diajukan sebagai Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi dan KIA

OLEH: KELOMPOK II (DUA) ALIFIA RIZKY WARDANI

70200117020

ANITA MARIANI

70200117022

YUSI SAFITRI

70200117023

SITTI KHADIJAH

70200117024

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan kepada kita semua nikmat iman dan nikmat Islam, sehingga pada saat kali ini kita masih dapat menjalankan aktivitas untuk mengharapkan ridho Allah dan juga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai tugas kelompok pada mata kuliah Kesehatan Reproduksi dan KIA yang berjudul “Pelayanan Kesehatan REproduksi” dengan tepat waktu. Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari kehancuran dan dari jalan yang gelap gulita menuju jalan yang terang benderang yakni Agama Islam. Semoga atas tersusunnya makalah ini menjadi pembelajaran bagi kita semua dari segala hal yang terjadi di sekeliling kita. Mudah-mudahan makalah ini bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya, dapat mengambil pembelajaran bagi kita semua. Di samping itu penulis juga menyadari makalah ini tidak terlepas dari segala kekurangan, oleh karenanya segala bentuk kritikan dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Samata, 21 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1 C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3 A. Definisi Varicella ................................................................................. 3 B. Sejarah Varicella ................................................................................... 3 C. Klasifikasi Varicella.............................................................................. 4 D. Penyebab dan Mekanisme Terjadinya Varicella................................... 5 E. Gejala Klinis Varicella .......................................................................... 5 F. Cara Penularan Varicella ...................................................................... 7 G. Masa Inkubasi dan Diagnosis Varicella ............................................... 7 H. Manajemen dan Cara Penanganan Varicella ....................................... 8 BAB III PENUTUP ......................................................................................... 11 A. Kesimpulan ......................................................................................... 11 B. Saran .................................................................................................. 11 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan primer setiap orang ialah ”hidup sehat”. Oleh karena itu, manusia mempunyai hak untuk memperoleh layanan kesehatan. Dalam hal ini pihakpihak yang mempunyai kebijakan, dan para tenaga kesehatan masyarakat dituntut untuk memenuhi kebutuhan tersebut sehingga perlu merealisasikannya agar program kesehatan masyarakat tercapai. Suatu pelayanan yang baik tidak hanya dapat direalisasikan oleh para tenaga kesehatan saja melainkan adanya kerjasama antara para pengguna jasa kesehatan dan petugas kesehatan. Maka, apabila kerjasama dalam pelayanan kesehatan ini telah tercipta, masyarakat tidak akan merasa dirinya diatur oleh tenaga kesehatan melainkan butuh terhadap kesehatan tersebut. Begitupun sebaliknya, para tenaga kesehatan tidak akan merasa diserang apabila ada masyarakat yang mengeluh terhadap pelayanan kesehatan tetapi mengartikannya sebagai koreksi terhadap cara berfikir dan melayani kesehatan konsumen. Jadi, sistem ini dapat membuat hubungan saling ketergantungan antara pihak masyarakat dan pihak tenaga kesehatan. B. Rumusan Masalah Melihat dari latar belakang yang dipaparkan tersebut, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa pentingnya pelayanan Kesehatan Reproduksi? 2. Apa yang termasuk di dalam jenis-jenis pelayanan Kesehatan Reproduksi? 3. Apa sajakah hak-hak Kesehatan Reproduksi? 4. Apakah tujuan Kesehatan Reproduksi? 5. Apakah yang menjadi prioritas pelayanan Kesehatan Reproduksi? 6. Apa sajakah kebijakan umum Kesehatan Reproduksi? 7. Apa sajakah yang termasuk pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu 8. Apa sajakah yang termasuk dalam komponen KB dan KIA

9. Bagaimanakah pelayanan Kesehatan Reproduksi yang Efektif? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pentingnya pelayanan Kesehatan Reproduksi 2. Mengetahui jenis-jenis pelayanan Kesehatan Reproduksi 3. Mengetahui hak-hak Kesehatan Reproduksi 4. Mengetahui tujuan Kesehatan Reproduksi 5. Mengetahui prioritas pelayanan Kesehatan Reproduksi 6. Mengetahui kebijakan umum Kesehatan Reproduksi 7. Mengetahui pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu 8. Mengetahui komponen KB dan KIA 9. Mengetahui pelayanan Kesehatan Reproduksi yang Efektif

BAB II PEMBAHASAN A.

Pentingnya Pelayanan Kesehatan Reproduksi Kesehatan Reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya. Reproductive health is a state of complete physical, mental and social welling and not merely the absence of disease or infirmity, in all matters relating to reproductive system and to its funtctions processes (WHO). Definisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan (BKKBN, 2001) Salah satu butir kesepakatan ICPD Cairo 1994 adalah Hak reproduksi dan kesehatan reproduksi termasuk masalah KB dan kesehatan seksual. Masa reproduksi merupakan masa terpenting bagi wanita dan berlangsung kira-kira 33 tahun. Haid pada masa ini paling teratur dan siklus pada alat genital bermakna untuk memungkinkan kehamilan. Pada masa ini terjadi ovulasi kurang lebih 450 kali, dan selama ini wanita berdarah selama 1800 hari. Biarpun pada usia 40 tahun ke atas wanita masih mampu hamil, tetapi fertilitas menurun cepat sesudah usia tersebut.. Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus kesehatan wanita yaitu : 1. Genetik Merupakan modal utama atau dasar faktor bawaan yang normal, contoh : jenis kelamin, suku, bangsa. 2. Lingkungan Komponen biologis, misalnya : organ tubuh, gizi, perawatan kebersihan lingkungan, pendidikan, sosial budaya, tradisi, agama, adat, ekonomi, politik.

3. Perilaku Keadaan perilaku akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Perilaku yang tertanam pada masa anak akan terbawa dalam kehidupan selanjutnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi siklus kehidupan wanita pada masa dewasa yaitu : a. Perkembangan organ reproduksi b. Tanggapan seksual c. Kedewasaan psikologis. Adapun faktor yang mempengaruhi siklus kehidupan wanita pada usia lanjut yaitu : 1.

Faktor hormonal

2.

Kejiwaan

3.

Lingkungan

4.

Pola makan

5.

Aktifitas fisik (olah raga). Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap warga Negara yang wajib dipenuhi

oleh Negara. Amanah Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 171 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa pemerintah pusat harus mengalokasikan 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN (di luar gaji) dan pemerintah daerah harus mengalokasikan 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD (di luar gaji) untuk kesehatan. Pasal 171 Ayat (3) mempertegas bahwa 2/3 dari anggaran tersebut harus digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang memadai, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan kebijakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mendorong pemerintah daerah melakukan pelayanan publik yang tepat bagi masyarakat, dan sekaligus mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah di bidang pelayanan publik. Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

741/Menkes/Per/VII/2008

menjelaskan SPM untuk wilayah kabupaten/kota.Tujuannya agar standar yang dibuat daerah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta prioritas daerah masing-masing.

Secara umum indikator SPM mecakup Pelayanan kesehatan dasar, Pelayanan kesehatan rujukan, Penyelidikan Epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB), serta Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Sayangnya indikator yang dibangun hanya merupakan ukuran kuantitatif dengan membandingkan target tahunan atas kondisi capaian di lapangan. Selain itu, indikator yang dibuat belum memuat kebutuhan masyarakat secara umum.Dalam Pelayanan kesehatan dasar misalnya, pemerintah hanya memasukkan kunjungan pemeriksaan kehamilan, persalinan, bayi, siswa SD dan setingkat serta pelayanan untuk beberapa penyakit. Pelayanan kesehatan reproduksi yang menjadi kebutuhan masyarakat belum masuk ke dalam SPM sehingga pelaksanaan di fasilitas kesehatan belum dianggap sebagai prioritas. Dalam satu dekade ini kebutuhan akan informasi kesehatan reproduksi semakin menjadi kebutuhan bagi masyarakat dan mendesak untuk segara diberikan. Karena ada begitu banyak kerugian yang dapat ditimbulkan dengan minimnya pengetahuan akan kesehatan reproduksi. Dalam Pelayanan kesehatan dasar di SPM, pemerintah hanya memasukkan satu unsur kesehatan reproduksi, itu pun hanya sebatas penggunaan KB aktif. Kebutuhan untuk mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi tidak hanya pada pelayanan alat kontrasepsi semata, tetapi bagaimana masyarakat mengetahui beberapa penyakit atau infeksi menular seksual yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi mereka.Tidak heran jika angka penyakit yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi semakin meningkat, mengingat budaya di masyarakat masih menganggap tabu apabila membicarakan masalah kesehatan reproduksi. Lebih jauh lagi, pemerintah juga kurang memperhatikan kebutuhan remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi. Dalam Pelayanan Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, dikatakan target pemenuhannya hanyalah cakupan desa siaga aktif, padahal banyak kebutuhan promosi kesehatan yang menjadi kebutuhan masyarakat, khususnya remaja dalam mendapatkan pendidikan kesehatan. Promosi kesehatan yang menjadi salah satu pelayanan, misalnya Puskesmas belum memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja.

Padahal remaja sangat membutuhkan informasi sebanyak-banyaknya dalam menentukan pilihan hidup mereka masing-masing, termasuk kebutuhan informasi kesehatan reproduksi. Kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi berkait terhadap tingginya kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), baik oleh remaja maupun perempuan yang telah menikah. Ketidaktahuan ini berlanjut dengan proses pemulihan haid dengan cara yang tidak aman. Sebagai contoh mereka mengkonsumsi jamu, obat, atau minuman tradisional untuk pemulihan haid. Tidak sedikit yang menggunakan cara fisik seperti melompat dan sejenisnya untuk menggugurkan kandungan, sebagian bahkan memilih melakukan aborsi yang tidak aman untuk mengakhiri KTD. Belum adanya layanan aborsi yang aman dari pemerintah memunculkan banyak praktik aborsi tidak aman, disamping tidak adanya fasilitas bagi remaja atau ibu yang mengalami KTD yang ingin mendapatkan konseling.Stigma masyarakat, bahkan petugas kesehatan, justru memojokkan posisi dan kondisi perempuan yang mengalami KTD. Jika diteliti lebih dalam, praktik pemulihan haid dan aborsi yang tidak aman akan menimbulkan kerugian bagi kesehatan reproduksi perempuan, bahkan mereka bisa sampai mengalami kematian. Itulah sebabnya di Indonesia AKI masih cukup tinggi karena minimnya fasilitas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan. B.

Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan Reproduksi 1. Pelayanan kesehatan reproduksi pada wanita usia subur a. Pengertian WUS (Wanita Usia Subur) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Pada wanita usia subur ini berlangsung lebih cepat dari pada pria. Puncak kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an presentasenya menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40, kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah

usia 40 wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil. Masalah kesuburan alat reproduksi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui.Dimana dalam masa wanita subur ini harus menjaga dan merawat personal hygiene yaitu pemeliharaan keadaan alat kelaminya dengan rajin membersihkannya.Oleh karena itu WUS dianjurkan untuk merawat diri. Untuk mengetahui tanda-tanda wanita subur antara lain dengan melihat siklus haidnya. b. Siklus haid Wanita yang mempunyai siklus haid teratur setiap bulan biasanya subur.Satu putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum haid datang kembali, yang biasanya berlangsung selama 28-30 hari.Oleh karena itu siklus haid dapat dijadikan indikasi pertama untuk menandai seorang wanita subur atau tidak.Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon seks perempuan yaitu estrogen dan progesteron. Hormon-hormon ini menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh perempuan yang dapat dilihat melalui beberapa indikator klinis seperti, perubahan suhu basal tubuh, perubahan sekresi lendir leher rahim (serviks), perubahan pada serviks, panjangnya siklus menstruasi (metode kalender) dan indikator minor kesuburan seperti nyeri perut dan perubahan payudara. c. Pembekalan pengetahuan untuk menjaga kesehatan reproduksi wanita 1) Personal hygiene, misalnya : a) Mandi 2x sehari b) Ganti pakaian dalam setiap hari c) Hindari keadaan lembab di vagina d) Mamakai pembalut yang tidak mengandung zat berbahaya (berbahaya ditandai dengan mudah rusaknya pembalut jika terkena air) e) Ganti pembalut maksimal tiap 6 jam atau bila sudah penuh oleh darah haid f) Cebok dari arah depan ke belakang

g) Hindari penggunaan sabun/cairan pembersih vagina 2) Gizi a) Hindari 5 P (Pewarna, pengawet, penyedap, pengenyal, b) Konsumsi buah dan sayuran 3) Perilaku a) Hindari perilaku seks bebas diluar nikah. 2. Pelayanan kesehatan reproduksi pada ibu hamil a. Pengertian Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan bayi hidup dari suami yang mampu menghamilinya.Pasangan Infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologis yang tidak mampu menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup. Infertilitas Primer adalah jika istri belum berhasil hamil walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan pada kemuungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.Infertilitas Sekunder adalah jika istri pernah hamil akan tetapi tidak berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut. b. Etiologi Infertilitas dapat disebabkan oleh : 1)

Gangguan pada hubungan seksual

2)

Jumlah sperma dan transportasinya yang abnormal

3)

Gangguan ovulasi dan hormonal yang lain, termasuk gangguan pada tingkat reseptor hormon reproduksi.

4)

Kelainan tempat implantasi (endometrium) dan uterus

5)

Kelainan jalur transportasi (tuba fallopi)

6)

Gangguan peritoneum

7)

Gangguan imunologik

Gangguan hubungan seksual yang dapat menyebabkan infertilitas

1)

Kesalahan teknik senggama : penetrasi tidak sempurna ke vagina

2)

Gangguan psikososial : impotensi ejakulasi prekoks, vaginismus

3)

Ejakulasi abnormal : kegagalan ejakulasi akibat pengaruh obat, ejakulasi retrogard ke dalam vesika urinaria pasca prostatektomi

4)

Kelainan anatomi : hipospadia, epispadia, penyakit pyeroni.

c. Gangguan ovulasi Ovarium memiliki dua peran utama, yaitu : sebagai penghasil gamet, sebagai organ endokrin karena menghasilkan hormon seks (estrogen dan progesteron).Kegagalan ovulasi dapat berasal primer dari ovarium, misalnya penyakit ovarium polikistik atau kegagalan yang bersifat sekunder akibat kelainan pada poros hipotalamus hipofisis dan kelainan pada pusat opionid dan reseptor steroid di hipotalamus, atau tumor hipofisis serta hipofungsi hipofisis. d. Pemeriksaan pasangan infertile Sekitar 1 dari 5 pasangan akan hamil dalam 1 tahun pertama pernikahan dengan senggama yang normal dan teratur. 1) Riwayat penyakit dan pemeriksaan 2) Analisis sperma 3) Uji pasca senggama (UPS) 4) Pembasahan dan Pemantauan Ovulasi 5) Uji pakis 6) Suhu Basal Badan (SBB) 7) Sitologi vagina atau endoserviks 8) Biopsi Endometrium 9) Laparaskopi.

e. Penyakit menular seksual Cara penularan PMS termasuk HIV/AIDS, dapat melalui : 1) Hubungan seksual yang tidak terlindung, baik melalui vagina, anus, maupun oral. Cara ini merupakan cara paling utama (lebih dari 90%) 2) Penularan dari ibu ke janin selama kehamilan (HIV/AIDS, Herpes, Sifilis), pada persalinan (HIV/AIDS, Gonorhoe, Klamidia), sesudah bayi lahir (HIV/AIDS) 3) Melalui tranfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah (HIV/AIDS). Cara pencegahan PMS yaitu : 1) Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang setia 2) Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual 3) Bila terinfeksi PMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual 4) Menghindari hubungan seksual bila ada gejala PMS, misalnya borok pada alat kelamin, atau keluarnya duh (cairan nanah) dari tubuh. 3. Pelayanan kesehatan reproduksi Klimakterium dan Menopause a. Pelayanan kesehatan reproduksi pada klimakterium 1) Pengertian Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi sampai awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65 tahun. Masa-masa klimakterium yaitu : a) Pra menopause adalah kurun waktu 4-5 tahun sebelum menopause. b) Menopause adalah henti haid seorang wanita. c) Pasca menopause adalah kurun waktu 3-5 tahun setelah menopause 2) Etiologi Sebelum haid berhenti, sebenarnya pada seorang wanita terjadi berbagai perubahan dan penurunan fungsi pada ovarium seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks, penurunan sekresi estrogen, gangguan umpan balik pada hipofise.

3) Patofisologi Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin, sehingga terganggunya interaksi antara hipotalamus – hipofise. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi luteum .Kemudian turunnya fungsi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus.Keadaan ini meningkatkan produksi FSH dan LH.Dari kedua gonadoropin itu, ternyata yang paling mencolok peningkatannya adalah FSH. b. Pelayanan kesehatan reproduksi pada menopause 1) Pengertian menopause Kata menopause berasal dari bahasa yunani yang berarti ”bulan” dan ”penghentian sementara” (Wirakusumah,Emma.S, 2004). Menopause atau mati haid adalah masa dimana seorang perempuan mendapatkan haid atau datang bulan atau menstruasi terakhir secara alami dan tidak lagi haid selama 12 bulan berturut-turut (Departemen Kesehatan RI, 2005). Umumnya terjadi menopause mulai terjadi pada permpuan berusia sekitar 45-55 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2005). 2) Patofisiologi menopause Jumlah folikel yang mengalami atresia makin meningkat, sampai suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup, produksi estrogen pun berkurang dan tidak terjadi haid lagi yang berakhir dengan terjadi menopause. Oleh karena itu, menopause diartikan sebagai haid alami terakhir, hal ini tidak terjadi bila wanita menggunakan kontrasepsi hormonal pada usia perimenopause. Perdarahan terus terjadi selama wanita masih menggunakan pil kontrasepsi secara siklik dan wanita tersebut tidak mengalami keluhan klimakterik.Untuk menentukan diagnosis menopause, pil kontrasepsi harus segera dihentikan dan satu bulan kemudian dilakukan pemeriksaan FSH dan estradiol.

Bila pada usia menopause ditemukan kadar FSH dan estradiol bervariasi (tinggi atau rendah), maka setelah memasuki usia menopause akan selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>40 mlU/ml). Kadar estradiol pada awal menopause dijumpai rendah hanya pada sebagian wanita, sedangkan pada sebagian wanita lain, apalagi wanita gemuk, kadar estradiol dapat tinggi. Hal ini terjadi akibat proses aromatisasi androgen menjadi estrogen di dalam jaringan lemak. Diagnosis menopause merupakan diagnosis retropektif, bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan, dan dijumpai kadar FSH darah >40 mlU/ml dan kadar estradiol <30 pg/ml, telah dapat dikatakan wanita tersebut telah mengalami menopause (Baziad, 2003). 3) Gejala-gejala menopause a) Gejala jangka pendek Gejala ini sering dijumpai, menimbulkan distress dan menyebabkan banyak wanita yang sebelumnya sehat mencari anjuran medis.Gejalagejala sering salah diagnosis.Pada beberapa wanita, gejala-gejala menopause mungkin sangat mengganggu kualitas hidup dan sebaiknya tidak diabaikan dalam setiap pembahasan mengenai resiko dan manfaat FSH. 1. Gejala vasomotor a. Kulit memerah dan panas tiba-tiba b. Palpitasi c. Pening d. Rasa lemah dan ingin pingsan 2. Gejala psikologis a. Mood murung b. Ansietas c. Iritabilitas dan mood berubah-ubah d. Labilitas emosi e. Merasa tidak berdaya

f. Gangguan daya ingat g. Konsentrasi berkurang h. Sulit mengambil keputusan i. Merasa tidak bahagia. b) Gejala jangka menengah 1. Atrofi urogenital a. Kekeringan vagina menyebabkan dispareuni, yang kemudian akan menurunkan libido b. PH vagina meningkat dan vagina rentan mengalami infeksi oleh bakteri, karena terjadi penurunan kolonisasi oleh laktobasil c. Insiden disuria, frekuensi, urgensi, dan inkotinensia meningkat seiring bertambahnya usia, dan terjadi atrofi dan berkurangnya jaringan kolagen di sekitar leherkandung kemih. 2. Perubahan kulit a. Pada pasca menopause terjadi penyusutan generalisata kolagen dari lapisan dermis kulit b. Wanita sering mengeluh kulit yang tipis, dan kering disertai kerontokan rambut dan kerapuhan kuku. c. Sering terjadi keluhan nyeri sendi dan otot yang generalisata dan hal ini juga disebabkan oleh berkurangnya kolagen. c) Gejala jangka panjang 1. Osteoporosis 2. Penyakit Kardiovaskular 4)

Upaya-upaya dalam mengatasi gejala menopause a) Terapi non hormonal 1. Arus panas (hot flush) Dianjurkan untuk meningkatkan asupan vitamin B kompleks untuk menekan stress dengan menormalkan sistem saraf tubuh. Meningkatkan konsumsi makanan tinggi fitoestrogen seperti kacang-

kacangan terutama kedelai dan olahannya (tahu, tempe, susu kedelai), dan pepaya. Makan sumber vitamin E yang tidak saja dapat memperlancar oksigen tapi juga mencegah pengendapan kolesterol di arteri sehingga peredaran darah menjadi lancar. 2. Kulit kering dan keriput Makanlah makanan alami bersifat membangun dan tidak merusak, terutama buah-buahan dan sayuran.Tingkatkan asupan vitamin E yang terdapat di biji-bijian terutama biji-bijian yang sudah berkecambah.Vitamin

E

diyakini

dapat

menyerap

dan

menghancurkan pigmen tanda-tanda penuaan yang timbul pada kulit.Perbanyak minum air putih dan hindari merokok. 3. Pening atau sakit kepala Cobalah

untuk

bersantai,

beristirahat

atau

melakukan

meditasi.Hindari hal-hal yang menyebabkan ketegangan, depresi atau stress.Hindari alkohol dan kopi. 4. Pengerutan vagina Menggunakan krim estrogen atau gel khusus vagina, melakukan hubungan seks secara teratur. 5. Infeksi saluran kemih Banyak mengkonsumsi air putih. Jika kantung kemih dalam keadaan penuh, pembilasan akan sering terjadi sehingga bakteri akan terbawa keluar. Mencuci bersih alat kelamin setelah buang air kecil untuk mencegah masuknya bakteri. 6. Insomnia Menjalani gaya hidup yang positif dan hilangkan pikiran negatif. Melakukan aktivitas fisik di siang hari.Aktivitas fisik secara teratur dapat membuat tidur lebih nyenyak.Jangan membiarkan perut dalam kondisi kelaparan. 7. Gangguan psikis dan emosi

Memperbanyak makanan sumber fitoestrogen dan vitamin B6, misalnya kedelai dan produknya seperti tempe, tahu, dan susu kedelai. Vitamin B6 penting untuk memperlancar kerja sistem saraf dan menurunkan tingkat stress.Meningkatkan asupan kalsium menurut Gay Gaer Luce dapat mengurangi kesedihan dengan mempengaruhi fungsi sistem saraf. Perasaan

marah

dan

depresi

bisa

diakibatkan

oleh

ketidakseimbangan natrium dan kalium dalam cairan tubuh.Oleh karena itu kurangi garam dan tingkatkan asupan kalium, misalnya jeruk atau pisang. Menghargai dan mencintai diri sendiri dengan cara menerima apa adanya. 8. Osteoporosis Meningkatkan asupan kalsium bisa dari susu atau ikan, misalnya ikan teri. Meningkatkan asupan vitamin D dari susu dan paparan sinar matahari pagi (jam 08.00-09.00). Meningkatkan asupan estrogen alami (fitoestrogen) dengan banyak mengkonsumsi produk kedelai seperti susu kedelai, tempe dan tahu. Meningkatkan aktivitas fisik (Wirakusumah,Emma.S, 2004). b) Terapi hormonal Gejala-gejala menopause dan osteoporosis bisa dibantu dengan menggunakan terapi penyulihan atau penggantian hormon (HRT = Hormone Replacement Therapy) yang dilakukan dengan memasukkan hormon-hormon seksual di dalam tablet atau beberapa bentuk lainnya. HRT tidak sesuai bagi setiap perempuan dan adanya beberapa kondisi medis, seperti kanker payudara.HRT perlu waktu lama untuk persiapan sehingga bisa sesuai dengan setiap individu.Salah satu kerugian HRT adalah bahwa kebanyakan persiapan HRT menyebabkan sedikit perdarahan bulanan pada perempuan yang secara normal sudah berhenti menstruasi tetapi persiapan HRT sekarang tersedia bagi perempuan tua

dimana tidak ada perdarahan bulanan yang dialaminya (Nash Barbara, 2006). C.

Hak-Hak Kesehatan Reproduksi 1. Pegertian hak-hak reproduksi Hak reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu baik laki-laki maupun perempuanyang berkaitan dengan keadaan reproduksinya. 2. Macam-macam hak-hak reproduksi Berdasarkan Konferensi Internasional Kependudukan danPembangunan (ICPD) di Kairo 1994, ditentukan ada 12 hak-hak reproduksi. Namun demikian, hak reproduksi bagi remaja yang paling dominan dan secara sosial dan budayadapat diterima di Indonesia mencakup 11 hak, yaitu: a. Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan) Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan tersebut. Contoh: Pada saat melahirkan seorang perempuan mempunyai hak untuk mengambil keputusan bagi dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut berisiko untuk terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh menghalangi dengan berbagai alasan. b. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Hak ini terkait dengan adanya kebebasan berpikir danmenentukan sendiri kehidupan reproduksi yang dimilikioleh seseorang. Contoh: Dalam konteks adanya hak tersebut, maka seseorang harus dijamin keamanannya agar tidak terjadi “pemaksaaan” atau “pengucilan” atau munculnya ketakutan dalam diri individu karena memiliki hak kebebasan tersebut. c. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi.

Setiap orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi,keyakinan/agamanya dan kebangsaannya. Contoh: Orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas (bukan sekedar atau asal-asalan) yang tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian pula seseorang tidak boleh mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi hanya karena yang bersangkutan memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi. Misalnya seseorang tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan secara benar, hanya karena yang bersangkutan tidak ber-KB atau pernah menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda denganmasyarakat sekitar.Pelayanan juga tidak bolehmembedakan apakah seseorang tersebut perempuan atau laki-laki. Hal ini disebut dengan diskriminasi gender. d. Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya terkait dengan informasi pendidikan dan pelayanan. Setiap individu harus dijamin kerahasiaan kehidupan kesehatan reproduksinya terkait dengan informasi pendidikan dan pelayanan misalnya informasi tentangkehidupan seksual, masa menstruasi dan lain sebagainya.Contoh: Petugas atau seseorang yang memiliki informasi tentang kehidupan reproduksi seseorang tidak boleh “membocorkan” atau dengan sengaja memberikan informasi yang dimilikinya kepada orang lain. Jika informasi dibutuhkan sebagai data untuk penunjang pelaksanaan program, misalnya data tentang prosentase pemakaian alat kontrasepsi masih tetap dimungkinkan informasi tersebut dipublikasikan sepanjang tidak mencantumkan indentitas yang bersangkutan. e. Hak untuk kebebasan berfikir tentang kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang kehidupan yang diyakininya. Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat

saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut namun tidak dengan pemaksaan

akan

tetapi

dengan

melakukan

upaya

advokasi

dan

Komunikasi,Informasi dan Edukasi (KIE). Contoh: seseorang dapat saja mempunyai pikiran bahwa banyak anak menguntungkan bagi dirinya dan keluarganya. Bila ini terjadi maka orang tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi dalam pergaulan.Upaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh dilakukan sepanjang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan setelah mempertimbangkan berbagai hal sebagai dampak dari advokasi dan KIE yang dilakukan petugas. f. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi. Contohnya:seorang remaja harus mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi. g. Hak membangun dan merencanakan keluarga Setiap individu dijamin haknya: kapan, dimana, dengan siapa, serta bagaimana ia akan membangun keluarganya. Tentu saja kesemuanya ini tidak terlepas dari norma agama, sosial, dan budaya yang berlaku (ingat tentang adanya kewajiban yang menyertai adanya hak reproduksi). Contoh: Seseorang akan menikah dalam usia yang masih muda, maka petugas tidak bisa memaksa orang tersebut untuk membatalkan pernikahannya. Yang bisa diupayakan adalah memberitahu orang tersebut tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia terendah untuk menikah dan yang penting adalah memberitahu tentang dampak negative menikah dan hamil di usia muda. h. Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran Setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimilikinya serta jarak kelahiran yang diinginkan. Contoh: Dalam konteks program KB, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan tidak boleh melakukan pemaksaan jika seseorang ingin memiliki anak dalam jumlah besar. Yang harus dilakukan

adalah memberikan pemahaman sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya mengenai dampak negative dari memiliki anak jumlah besar dan dampak positif dari memiliki jumlah anak sedikit. Jikapun klien berkeputusan untuk memiliki anak sedikit, hal tersebut harus merupakan keputusan klien itu sendiri. i. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi. Setiap remaja memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan kehidupan reproduksinya termasuk perlindungan dari resiko kematian akibat proses reproduksi. Contoh: seorang remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan harus tetap mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik agar proses kehamilan dan kelahirannya dapat berjalan dengan baik. j. Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi Setiap remaja berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, serta mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya dan kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan informasi tentang Kesehatan Reproduksi Remaja. Contoh: Jika petugas mengetahui tentang Kesehatan Reproduksi Remaja, maka petugas berkewajiban untuk memberi informasi kepada remaja, karena mungkin pengetahuan tersebut adalah hal yang paling baru untuk remaja. k. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya baik melalui pernyataan pribadi atau pernyataan melalui suatu kelompok atau partai politik yang berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Contoh: seseorang berhak menyuarakan penentangan atau persetujuan terhadap aborsi baik sebagai individu maupun bersama dengan kelompok.Yang perlu diingatkan adalah dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi tersebut harus memperhatikan azas demokrasi dan dalam arti tidak boleh memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain serta taat kepada hukum dan peraturan

peraturan yang berlaku. l. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasaan, penyiksaan dan pelecehan seksual. Remaja laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan perlindungan dari kemungkinan berbagai perlakuan buruk di atas karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan reproduksi. Contoh: Perkosaan terhadap remaja putrid misalnya dapat berdampak pada munculnya kehamilan yang tidak diinginkan oleh yang bersangkutan maupun oleh keluarga dan lingkungannya. Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian dapat sajab erpengaruh pada kehidupan reproduksinya. Hak-hak reproduksi menurut Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan meliputi: Pasal 71 (1) Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. (2) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 1. Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan; 2. Pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan 3. Kesehatan sistem reproduksi. (3) Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pasal 72 Setiap orang berhak: 1. Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah.

2. Menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama. 3. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama. 4. Memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Hak-Hak Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI (2002) hak kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis, antara lain : 1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin keselamatan dan keamanan klien. 2. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah kesehatan reproduksi. 3. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang, efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tidak melawan hukum. 4. Setiap

perempuan

berhak

memperoleh

pelayanan

kesehatan

yang

dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat. 5. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari penghargaan. 6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.

7. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab. 8. Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. 9. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil langkah yang tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu yang menginginkan pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya terpenuhi. 10. Hukum dan kebijakan harus dibuat dan dijalankan untuk mencegah diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan yang berhubungan dengan sekualitas dan masalah reproduksi 11. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui haknya, mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta membangun dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan dan advokasi. 12. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak perempuan ini diambil dari hasil kerja International Women’s Health Advocates Worldwide. D.

Tujuan Kesehatan Reproduksi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksi yang menjamin setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman dan dapat dipertanggung jawabkan, dimana peraturan ini juga menjamin kesehatan perempuan dalam usia reproduksi sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat, berkualitas yang nantinya berdampak pada penurunan Angka Kematian Ibu. Didalam memberikan pelayanan Kesehatan Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu tujuan utama dan tujuan khusus. 1.

Tujuan Utama Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan sehingga dapat meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi dan

proses reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada peningkatan kualitas kehidupannya. 2.

Tujuan Khusus a. Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya. b. Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan. c. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak anaknya. Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan

dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal. Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan No. 23/1992, bab II pasal 3 yang menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam Bab III Pasal 4 “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

E. Kebijakan Umum Kesehatan Reproduksi Pada bulan September 1994 di Kairo, 184 negara berkumpul untuk merencanakan suatu kesetaraan antara kehidupan manusia dan sumber daya yang ada. Untuk

pertama

kalinya,

perjanjian

internasional

mengenai

kependudukan

memfokuskan kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan sebagai tema sentral. Konferensi Internasional ini menyetujui bahwa secara umum akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi harus dapat diwujudkan sampai tahun 2015. Tantangan yang dihadapi para pembuat kebijakan, pelaksana-pelaksana program serta para advokator adalah mengajak pemerintah, lembaga donor dan kelompok-kelompok perempuan serta organisasi nonpemerintah lainnya untuk menjamin bahwa perjanjian yang telah dibuat tersebut di Kairo secara penuh dapat diterapkan di masing-masing negara. Konvensi Internasional lain yang memuat tentang kesehatan reproduksi serta diadopsi oleh banyak negara di dunia di antaranya adalah Tujuan Pembangunan Milenium / Milenium Development Goals. MDGs ini memuat pada tujuan ketiga (goal 3) adalah kesepakatan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan termasuk upaya tentang peningkatan kesehatan reproduksi. Pada tujuan keenam (goal 6) diuraikan bahwa salah satu kesepakatan indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dengan mengukur tingkat pengetahuan yang komprehensif tentang HIV pada wanita berusia 15 – 24 tahun. Selain itu jenis kontrasepsi yang dipakai wanita menikah pada usia 15 – 49 tahun juga merupakan salah satu indikatornya. UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mencantumkan tentang Kesehatan Reproduksi pada Bagian Keenam pasal 71 sampai dengan pasal 77. Pada pasal 71 ayat 3

mengamanatkan

bahwa

kesehatan

reproduksi

dilaksanakan

melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Setiap orang (termasuk remaja) berhak memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan (pasal 72). Oleh sebab itu Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan

kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana (pasal 73). Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan (pasal 74). Setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali yang memenuhi syarat tertentu (pasal 75 dan 76). Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 77) Banyak pula kebijakan regional yang memperhatikan upaya kesehatan reproduksi remaja terutama kesehatan reproduksi wanita seperti Pendidikan Kesehatan seksual dan reproduksi (Sri Lanka), Young Inspirers (India), Youth Advisory Centre (Malaysia),

Development

and

Family

Life

Education

for

Youth

(Filipina). Implementasi di Indonesia tentang kebijakan dan peraturan perundang – undangan yang ada dapat dilihat pada tulisan di dalam website ini. F. Prioritas Pelayanan Kesehatan Reproduksi Menurut Depkes RI (2001) ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hingga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan. Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi, yaitu : 1.

Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

2.

Keluarga Berencana

3.

Kesehatan Reproduksi Remaja

4.

Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS.

Secara lebih luas, ruang lingkup kespro meliputi : 1.

Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

2.

Keluarga Berencana

3.

Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV / AIDS

4.

Pencegahan dan penangulangan komplikasi aborsi

5.

Kesehatan Reproduksi Remaja

6.

Pencegahan dan Penanganan Infertilitas

7.

Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis

8.

Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi genetalia, fistula dll. Dalam penerapanya di pelayanan kesehatan, komponen kesehatan reproduksi

yang masih menjadi masalah di Indonesia adalah ( PKRE) Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial, terdiri dari : 1.

Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

2.

Keluarga Berencana

3.

Kesehatan Reproduksi Remaja

4.

Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV / AIDS

5.

Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut.

F. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu (PKRT), dilaksanakan secara terpadu (integrative) dan diselenggaran dalam bentuk “one stop service“ dimana klien dapat menerima semua pelayanan yang dibutuhkan. Pelayanan PKRT harus diberikan secara terpadu dan berkualitas yang memenuhi aspek Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan memperhatikan hak reproduksi individu/perorangan dan pelayanan terpadu tersebut harus berorientasi pada kebutuhan klien. Dalam memenuhi prinsip penyelenggarakaan PKRT, untuk memberi pelayanan yang baik maka setiap kabupaten

diharapkan mempunyai minimal 4 (empat) Puskesmas yang memberikan pelayanan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu. Pada PKRT prioritas pelayanan diberikan kepada empat komponen kesehatan reproduksi yang menjadi masalah pokok di Indonesia, yaitu: Kesehatan Ibu dan Anak meliputi : 1.

Pelayanan antenatal, persalinan dan nifas memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS serta melakukan motivasi klien untuk pelayanan KB dan memberikan pelayanan KB postpartum. Dalam pertolongan persalinan dan penanganan bayi baru lahir perlu diperhatikan pencegahan umum terhadap infeksi.

2.

Pelayanan pasca abortus memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS serta konseling KB pasca-abortus.

3.

Penggunaan Buku KIA sejak ibu hamil sampai anak umur 5 tahun.

4.

Pelaksanaan kunjungan neonatal.

5.

Pelayanan kesehatan neonatal esensial yang meliputi perawatan neonatal dasar dan tata-laksana neonatal sakit.

6.

Pendekatan MTBS bagi balita sakit.

7.

Pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang anak.

PKRT terdiri dari dua macam pelayanan kesehatan reproduksi yaitu : 1.

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) a. Keluarga Berencana Pelayanan

KB

memasukkan

unsur

pelayanan

pencegahan

dan

penanggulangan IMS, termasuk HIV/AIDS. Pelayanan KB difokuskan selain kepada sasaran muda usia paritas rendah (mupar) yang lebih mengarah kepada kepentingan pengendalian populasi, juga diarahkan untuk sasaran dengan penggarapan “4 terlalu” (terlalu muda,terlalu banyak, terlalu sering dan terlalu tua untuk hamil). 1) Kesehatan Reproduksi Remaja

Pelayanan kesehatan reproduksi remaja terfokus pada pelayanan KIE/konseling dengan memasukan materi-materi family life education. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja memperhatikan aspek fisik agar remaja, khususnya remaja putri, untuk menjadi calon ibu yang sehat. Pelayanan KRR secara khusus bagi kasus remaja bermasalah dengan memberikan pelayanan sesuai denga kebutuhan dan masalahnya. 2) Pelayanan KB memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk HIV/AIDS. 3) Pelayanan KB difokuskan selain kepada sasaran muda usia paritas rendah (mupar) yang lebih mengarah kepada kepentingan pengendalian populasi, juga diarahkan untuk sasaran dengan penggarapan “4 terlalu” (terlalu muda,terlalu banyak, terlalu sering dan terlalu tua untuk hamil). Pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk HIV/AIDS dimasukkan ke dalam setiap komponen pelayanan kesehatan reproduksi.

2.

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) PKRK adalah pelayanan yang diberikan sama dengan PKRE namun ditambah dengan Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut. a. Skrining dan Promosi Kesehatan Reproduksi Pengertian skrining berdasarkan definisinya usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas, dengan menggunakan tes atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang yang terlihat sehat, atau benar-benar sehat tapi sesungguhnya menderita kelainan. Adapun tujuan dari skrining adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dri penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus – kasus yang ditentukan. Test skrining dapat dilakukan dengan pertanyaan atau quesioner, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, X-ray, USG atupun MRI. Jenis penyakit yang tepat untuk dilakukan skrining adalah merupakan penyakit yang serius, pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untuk dibandingkan dengan setelah gejala muncul, dan prevalensi penyakit preklinik harus tinggi pada populasi yang diskrining. 1) Masa Bayi Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP (kuesioner pra skrining perkembangan) adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. 2) Masa kanak-kanak Pada periode ini juga merupakan masa kritis dimana anak memerlukan ransangan atau stimulasi untuk mengembangkan otak kanan dan otak kirinya. Bentuk skrining terhadap tumbuh kembang anak dapat dilakukan dengan menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test), sehingga bisa diketahui atau dinilai perkembangan anak sesuai usia nya. 3) Masa pubertas Adapun skrining yang di lakukan pada masa pubertas yaitu: Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) Penelitian menunjukan

bahwa 95% wanita yang terdiagnosis pada tahap awal kanker payudara dapat bertahan hidup lebih dari lima tahun setelah terdiagnosis sehingga banyak dokter yang merekomendasikan agar para wanita menjalani ‘sadari’ (periksa payudara sendiri – saat menstruasi – pada hari ke 7 sampai dengan hari ke 10 setelah hari pertama haid). 4) Masa Reproduksi Bentuk screening pada masa ini bisa diawali saat ibu melakukan kunjungan awal antenatal care. Pada saat ini bidan melakukan pemeriksaan terhadap ibu, dari hasil pemeriksaan dapat diperoleh hasil yang akan menentukan keadaan ibu dan janin. Bidan dapat melakukan screening terhadap ibu hamil yang mempunyai resiko. 5) Pap smear Pemeriksaan ''Pap Smear'' ini cara terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap Smear adalah suatu pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. 6) Test IVA Test IVA menyerupai tes pap smear, namanya yaitu tes IVA (Inspeksi Visual

dengan

Asam

Asetat).

Tujuanya

sama

Pemeriksaan

penapisan/skrining terhadap kelainan prakanker di mulut rahim. Perbedaanya terletak pada metode yang lebih sederhana dan keakuratannya. Pemeriksaan IVA bisa dilakukan kapan saja. 7) Masa menopause/klimakterium Masa klimakterium adalah suatu masa peralihan antara masa reproduksi dengan masa senium (pasca menopause) Skrining Kanker Ovarium.

G. Komponen KB dan KIA 1.

Komponen Keluarga Berencana

KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan jalan

memberikan

nasehat

perkawinan,pengobatan

kemandulan

dan

penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). KB merupakan tindakan membantu individu atau pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kelahiran (Hartanto, 2004; 27). KB adalah proses yang disadari oleh pasangan untuk memutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78). Tujuan Keluarga Berencana meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Di samping itu KB diharapkan dapat menghasilkan penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sasaran dari program KB, meliputi sasaran langsung, yaitu pasangan usia subur yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan, dan sasaran tidak langsung yang terdiri dari pelaksana dan pengelola KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2010; 29). Komponen ini penting karena Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Indonesia diprediksi akan mendapat “bonus demografi“ yaitu bonus yang dinikmati oleh suatu Negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang 15–64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang akan dialami dan diperkirakan terjadi pada tahun 2020–2030. Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya masalah tersebut pemerintah mempersiapkan kondisi ini dengan Program Keluarga Berencana yang ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu dan kesejahteraan keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan hidup berkeluarga atas dasar cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa depan yang baik bagi kehidupan suami istri dan anak-anak mereka dikemudian hari. Keluarga berencana bukan hanya sebagai upaya/strategi kependudukan dalam menekan

pertumbuhan penduduk agar sesuai dengan daya dukung lingkungan tetapi juga merupakan strategi bidang kesehatan dalam upaya meningkatan kesehatan ibu melalui pengaturan kapan ingin mempunyai anak, mengatur jarak anak dan merencanakan jumlah kelahiran nantinya. Sehingga seorang ibu mempunyai kesempatan

untuk

memelihara

dan

meningkatkan

kesehatan

serta

kesejahteraan dirinya. Pelayanan yang berkualitas juga perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan pandangan klien terhadap pelayanan kesehatan yang ada. Secara garis besar beberapa komponen dalam pelayanan KB yang dapat diberikan sebagai berikut : 1. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE) 2. Konseling 3. Pelayanan kontrasepsi 4. Pendidikan seks 5. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan 6. Konsultasi genetic 7. Tes Keganasan Peningkatan dan perluasan pelayanan KB merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang semakin tinggi akibat kehamilan yang dialami wanita. Akseptor KB adalah proses yang disadari oleh pasangan untuk memutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran (Barbara R.Stright, 2004;78). Adapun jenis - jenis akseptor KB, yaitu: 1. Akseptor Aktif Akseptor aktif adalah kseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara / alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. 2. Akseptor aktif kembali Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang telah menggunakan kontrasepsi selama 3 (tiga) bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan

cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti / istirahat kurang lebih 3 (tiga) bulan berturut–turut dan bukan karena hamil. 3. Akseptor KB Baru Akseptor KB baru adalah akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat / obat kontrasepsi atau pasangan usia subur yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus. 4. Akseptor KB dini Akseptor KB dini merupakan para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus. 5. Akseptor KB langsung Akseptor KB langsung merupakan para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus. 6. Akseptor KB dropout Akseptor KB dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007). Adapun akseptor KB menurut sasarannya, meliputi: 1. Fase Menunda Kehamilan Masa menunda kehamilan pertama sebaiknya dilakukan oleh pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun.Karena usia di bawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya menunda untuk mempunyai anak dengan berbagai alasan.Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena pada masa ini pasangan belum mempunyai anak, serta efektifitas yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan yang disarankan adalah pil KB, AKDR. 2. Fase Mengatur/Menjarangkan Kehamilan Periode usia istri antara 20 - 30 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 – 4 tahun.Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya

anak lagi.Kontrasepsi dapat dipakai 3-4 tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan. 3. Fase Mengakhiri Kesuburan Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih dari 30 tahun tidak hamil. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan akseptor tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah metode kontap, AKDR, implan, suntik KB dan pil KB (Pinem, 2009). Akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana yang bermutu merupakan suatu unsur penting dala upaya mencapai pelayanan Kesehatan Reproduksi sebagaimana tercantum dalam program aksi dari International Conference on Population and Development, Kairo 1994. Secara khusus dalam hal ini termasuk hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan akses terhadap berbagai metode kontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau, dan akseptabel. Sementara itu, peran dan tanggung jawab pria dalam Keluarga Berencana perlu ditingkatkan, agar dapat mendukung kontrasepsi oleh istrinya, meningkatkan komunikasi di antara suami istri, meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi pria, meningkatkan upaya pencegahan IMS, dan lain-lain. Pelayanan Keluarga Berencana yang bermutu meliputi hal-hal antara lain: 1. Pelayanan perlu disesuaikan dengan kebutuhan klien 2. Klien harus dilayani secara profesional dan memenuhi standar pelayanan 3. Kerahasiaan dan privasi perlu dipertahankan 4. Upayakan agar klien tidak menunggu terlalu lama untuk dilayani 5. Petugas harus memberi informasi tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia 6. Petugas harus menjelaskan kepada klien tentang kemampuan fasilitas kesehatan dalam melayani berbagai pilihan kontrasepsi 7. Fasilitas pelayanan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan 8. Fasilitas pelayanan tersedia pada waktu yang ditentukan dan nyaman bagi klien

9. Bahan dan alat kontrasepsi tersedia dalam jumlah yang cukup 10. Terdapat mekanisme supervisi yang dinamis dalam rangka membantu menyelesaikan masalah yang mungkin timbul dalam pelayanan. 11. Ada mekanisme umpan balik yang relatif dari klien Dalam upaya meningkatkan keberhasilan program Keluarga Berencana diperlukan petugas terlatih yang: 1. Mampu memberikan informasi kepada klien dengan sabar, penuh pengertian, dan peka 2. Mempunyai pengetahuan, sikap positif, dan ketrampilan teknis untuk member pelayanan dalam bidang kesehatan reproduksi 3. Memenuhi standar pelayanan yang sudah ditentukan 4. Mempunyai kemampuan mengenal masalah 5. Mempunyai kemampuan mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut, termasuk kapan dan kemana merujuk jika diperlukan 6. Mempunyai kemampuan penilaian klinis yang baik 7. Mempunyai kemampuan memberi saran-saran untuk perbaikan program 8. Mempunyai pemantauan dan supervisi berkala 9. Pelayanan program Keluarga Berencana yang bermutu membutuhkan 10. Pelatihan staf dalam bidang konseling, pemberian informasi dan ketrampilan teknis 11. Informasi yang lengkap dan akurat untuk klien agar mereka dapat memilih sendiri metode kontrasepsi yang akan digunakan 12. Suasana lingkungan kerja di fasilitas kesehatan berpengaruh terhadap kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang bermutu, khususnya dalam kemampuan teknis dan interaksi interpersonal antara petugas dan klien 13. Petugas dan klien mempunyai visi yang sama tentang pelayanan yang bermutu 2.

Komponen Kesehatan Ibu dan Anak

Kesehatan Ibu dan Anak adalah suatu program yang meliputi pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi dan balita, remaja, dan lansia. Peristiwa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan kurun kehidupan wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat membawa kematian, makna kematian seorang ibu bukan hanya satu anggota keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah tangga, ibu dari anak-anak yang dilahirkan, istri dari suami, anak bagi seorang ibu yang melahirkan, ataupun tulang punggung bagi sebuah keluarga, semua sulit untuk digantikan. Tindakan untuk mengurangi terjadinya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan, harus dilakukan pemantauan sejak dini agar dapat mengambil tindakan yang cepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan darurat. Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal, pelayanan persalinan dan masa nifas. Upaya intervensi tersebut merupakan dimensi pertama dari paradigma baru pendekatan secara Continuum of Care yaitu sejak kehamilan, persalinan, nifas, hari-hari dan tahun-tahun kehidupan perempuan. Dimensi kedua adalah tempat yaitu menghubungkan berbagai tingkat pelayanan di rumah, masyarakat dan kesehatan. Informasi akurat perlu diberikan atas ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan mengakibatkan kehamilan, dan bahwa tanpa menggunakan kontrasepsi kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi, bila jalan keluar yang ditempuh dengan melakukan pengguguran maka hal ini akan mengancam jiwa ibu tersebut. H. Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang Efektif

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran Untuk itu wawasan dan pengetahuan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk bisa dikuasai dan dimiliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah tangga, supaya kesejahtaraan dan kesehatan bisa tercapai dengan sempurna. Oleh kerana itu penulis memberi saran kepada para pihak yang terkait khususnya pemerintah, Dinas Kesehatan untuk bisa memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut kepada khalayak masyarakat dengan cara sosialisasi, kegiatan tersebut mudah-mudahan kesehatan reproduksi masyarakat bisa tercapai dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.

Related Documents

Kespro
June 2020 20
Sap Kespro
June 2020 14
Kespro Caten.xlsx
October 2019 26
Kespro Ok.ppt
November 2019 19
Kespro Iwa.docx
June 2020 16

More Documents from "ferry"