Makalah Kesalahan Analisa Data Klinik Kel 1, Si-viia.docx

  • Uploaded by: Sulas Tri Arsad
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kesalahan Analisa Data Klinik Kel 1, Si-viia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,980
  • Pages: 29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia kerja laboratorium tidak hanya satu jenis saja melainkan banyak jenisnya. Contohnya laboratorium klinik dan kesehatan. Adanya perbedaan jenis laboratorium maka sumber daya manusia pun memilki klasifikasi masing-masing. Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat. Sekumpulan pemeriksaan laboratorium yang dirancang, untuk tujuan tetrtentu misalnya untuk mendeteksi penyakit, menentukan resiko, memantau perkembangan penyakit, memantau perkembangan pengobatan, dan lalin-lain. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak di jumpai dan potensial membahayakan. Pemeriksaan yang juga merupakan proses General medical check up (GMC) meliputi : Hematologi Rutin, Urine Rutin, Faeces Rutin, Bilirubin Total, Bilirubin Direk, GOT, GPT, Fotafase Alkali, Gamma GT, Protein Elektroforesis, Glukosa Puasa, Urea N, Kreatinin, Asam Urat, Cholesterol Total, Trigliserida, Cholesterol HDL, Cholesterol LDL-Direk. Tes atau pemeriksaan dapat secara kimia klinik, hematologi, imunologi, serologi, mikrobiologi klinik, dan parasitologi klinik.

Metode

pemeriksaan pemeriksaan terus berkembang dari kualitatif, semi kuantitatif, dan dilaksanakan dengan cara manual, semiotomatik, otomatik, sampai robotik. Hal ini berarti peralatanpun berkembang dari yang sederhana sampai yang canggih dan mahal hingga biaya tespun dapat meningkat. Oleh karena itu hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa dari suatu penyakit atau keluhan pasien.

1

1.2.Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari interpretasi data klinik ? 2. Apa definisi dari pemeriksaan laboratorium? 3. Apa tujuan dari pemeriksaan laboratorium? 4. Apa tujuan dari intrepretasi data klinik bagi apoteker? 5. Apa saja jenis hasil data klinik? 6. Apa hasil performa analitis laboratorium? 7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hasil data laboratorium? 8. Apa saja sumber kesalahan dari analisa data klinik?

1.3. Tujuan Penulisan 1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dari intrepretasi data klinik, pemeriksaan laboratorium maupun tujuannya bagi apoteker serta mengetahui sumber kesalahan-kesalahan dalam menganalisa data klinik. 2. Agar mahasiswa mampu memilih dan menerapkan terapi yang tepat bagi pasien sesuai dengan penyakit yang dideritanya dan hasil dari pemeriksaan laboratoriumnya.

1.4. Manfaat Penulisan 1. Agar mahasiswa dan pembaca memahami bagaimana pemeriksaan laboratorium, intrepretasi data klinik serta bagaimana terjadinya kesalahan dalam menganalisa data klinik. 2. Agar mahasiswa dan pembaca mendapatkan wawasan yang luas perihal sumber-sumber kesalahan dalam menganalisa data klinik.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Interpretasi Data Klinik Interpretasi Data Klinik adalah kumpulan informasi pasien berupa info personal dan keluarga, data medis yang di dokumentasikan. Laboratorium

Klinik

adalah

laboratorium

kesehatan

yang

melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Selain itu, laboratorium klinik dan kesehatan pun memilki

klasifikasi tertentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing laboratorium (Uliyah,2006).

2.2. Fungsi Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk berbagai tujuan (Widman, 1989): 1.

Skrining/uji saring adanya penyakit subklinis

2.

Konfirmasi pasti diagnosis

3.

Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis

4.

Membantu pemantauan pengobatan

5.

Menyediakan informasi prognostic atau perjalan penyakit

6.

Memantau perkembangan penyakit

7.

Mengetahui ada tidaknya kelainan/penyakit yang banyak dijumpai dan potensial membahayakan

8.

Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati penyakit

3

Interprestasi hasil pemeriksaan laboratoriun oleh apoteker bertujuan untuk: 1. Menilai kesesuaian terapi. Misal: indikasi obat, ketepatan pemilihan obat, kontraindikasi obat 2. Menilai efektivitas terapi. Misal: efektivitas pemberian kalium diketahui melalui kadar kalium dalam darah 3. Mendeteksi dan mencegah reaksi obat yang tidak dikehendaki. Misal: Penurunan dosis ciprofloxacin hingga 50% pada kondisi klirens kreatin < 30ml/menit 4. Menilai kepatuhan penggunaan obat. Misal: Kepatuhan pasien dalam menggunakan antidiabetik oral diketahui dari nilai HbA1c 5. Mencegah interprestasi yang salah terhadap hasil pemeriksaan

2.3. Hasil Pemeriksaan Data Klinik Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan sebagai angka kuantitatif, kualitatif atau semi kuantitatif. Hasil kuantitatif berupa angka pasti atau rentang nilai, sebagai contoh nilai hemoglobin pada wanita adalah 12-16g/dL. Hasil kualitatif dinyatakan sebagai nilai positif atau negatif tanpa menyebut derajat positif atau negatif tanpa menyebutkan angka pasti. Misal 1+, 2+, 3+. Nilai kritis dari suatu hasil pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan kelainan/gangguan yang mengancam jiwa, memerlukan perhatian atau tindakan. Nilai abnormal suatu hasil pemeriksaan tidak selalu bermakna secara klinik. Sebaliknya, nilai normal dapat dianggap tidak normal pada kondisi klinik tertentu. Oleh karena itu perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai kondisi khusus pasien (Widman, 1989). 2.4. Performa Analitis Laboratorium Ada sejumlah istilah untuk menggambarkan hasil uji biokimia, yaitu (Allan Gaw, 2011): • Ketelitian dan kekuratan • Sensitivitas dan spesifisitas

4

• Jaminan mutu • Kisaran rujukan

1. Ketelitian dan keakuratan Ketelitian merujuk pada reprodusibilitas sebuah metode analisis, sementara keakuratan menunjukkan seberapa dekat nilai yang terukur dengan nilai sesungguhnya. 2. Sensitivitas dan spesifitas analitis Sensitivitas analitis sebuah metode uji merupakan ukuran penentu jumlah minimum analit yang masih terdeteksi oleh metode tersebut, sementara spesifitas analitis terkait dengan kemampuan uji untuk membedakan antara analit yang hendak diukur dan zat-zat yang cenderung mengganggu. 3. Jaminan mutu Staf laboratorium memantau performa uji menggunakan sampel pengawas mutu, untuk menjamin kelayakan metode yang dipakai pada analisis spesimen pasien. Sampel pengawas mutu internal ini diperiksa secara berkala. Lewat sampel tersebut, nilai yang diharapkan dapat diketahui dan hasil aktual yang diperoleh dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya guna memantau performa uji. Dalam program jaminan mutu eksternal, sampel-sampel yang identik didistribusikan ke berbagai laboratorium, kemudian hasilnya dibandingkan. 4. Kisaran rujukan Variasi analitis tidak sebanyak variasi biologis. Hasil uji biokimia biasanya dibandingkan dengan sebuah kisaran rujukan yang mencakup 95% nilai uji pada sejumlah sukarelawan sehat yang dipilih secara acak. Berarti, berdasarkan definisi ini, sebnayak 5% individu dalam setiap populasi akan memperlihatkan hasil uji di luar kisaran rujukan tersebut. Pada praktiknya, tidak ada batasan tetap yang memisahkan populasi sakit dari popuasi sehat, namun, makin jauh nilai uji dari batas-batas kisaran rujukan, makin jelas menandakan adanya kelainan. Pada beberapa situasi

5

perlu pula ditetapkan batas aksi yang mengisyaratkan kapan intervensi harus dilakukan untuk menyikapi sebuah hasil uji biokimia contohnya, kadar kolesterol plasma. Pada umumnya ada sedikit tumpang tindih antara keadaan sakit dan nilai normal. Nilai abnormal yang dijumpai pada pasien yang kemudia terbukti tidak mengidap penyakit tersebut dinamakan positif palsu. Sebaliknya hasil nilai normal ditemukan pada pasien yang diketahui mengidap penyakit itu dinamakan negatif palsu.

2.5. Faktor yang mempengaruhi interpretasi data klinik a. Faktor Diet Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil beberapa jenis pemeriksaan laboratorium baik langsung maupun tidak langsung, misalnya pemeriksaan glukosa darah dan trigliserida. Pemeriksaan ini dipengaruhi secara langsung oleh makanan dan minuman. Karena pengaruhnya yang sangat besar, maka pada pemeriksaan glukosa darah, pasien perlu dipuasakan 10 – 12 jam dan untuk pemeriksaan trigliserida, pasien dipuasakan sekurangkurangnya 12 jam sebelum pengambilan darah. b. Obat-obatan Obat-obatan yang diberikan baik secara oral maupun cara lainnya akan menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Disamping itu pemberian obat secara intra muskular akan menimbulkan jejas pada otot, sehingga menyebabkan enzim yang dikandung dalam otot tersebut akan masuk ke dalam darah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil beberapa pemeriksaan. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium misalnya : 

Diuretik, cafein menyebabkan hampir seluruh pemeriksaan substrat dan enzim dalam darah akan meningkat karena terjadi hemokonsentrasi, terutama pemeriksaan hemoglobin, hitung jenis lekosit, hematokrit, elektrolit. Pada urine akan terjadi pengenceran.



Tiazid mempengaruhi hasil tes glukosa, ureum

6



Kontrasepsi oral dapat mempengaruhi hasil tes hormon, LED



Morfin dapat mempengaruhi hasil tes enzim hati (AST, ALT)

c. Merokok Merokok dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar zat tertentu yang diperiksa. Perubahan dapat terjadi dengan cepat hanya dalam 1 jam dengan merokok 1 – 5 batang dan akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan kadar asam lemak, epinefrin, gliserol bebas, aldosteron dan kortisol. Perubahan lambat terjadi pada hitung lekosit, lipoprotein, aktifitas beberapa enzim, hormon, vitamin, petanda tumor dan logam berat. d. Alkohol Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar analit. Perubahan cepat dapat terjadi dalam waktu 2 – 4 jam setelah konsumsi alkohol dan akibat yang terjadi adalah peningkatan kadar glukosa, laktat, asam urat dan terjadinya asidosis metabolik. Perubahan lambat berupa peningkatan aktifitas gamma glutamyl transferase (gammaGT), GOT, GPT, trigliserida, kortisol, dan MCV. e. Aktifitas fisik Aktifitas fisik dapat menyebabkan shift volume antara kompartemen di dalam pembuluh darah dan interstitial, kehilangan cairan karena berkeringat, dan perubahan kadar hormon. Akibatnya akan terjadi perbedaan besar antara kadar glukosa darah di arteri dan vena, serta terjadi perubahan konsentrasi gas darah, asam urat, kreatinin, creatin kinase, GOT, LDH, KED, hemoglobin, hitung sel darah, dan produksi urine. f. Demam Pada waktu demam akan terjadi : 

Peningkatan glukosa darah pada tahap permulaan, dengan akibat terjadi peningkatan kadar insulin yang akan menyebabkan penurunan glukosa darah pada tahap lebih lanjut.



Penurunan kadar kolesterol dan trigliserida pada awal demam akibat terjadinya peningkatan metabolisme lemak, dan terjadi peningkatan asam

7

lemak bebas dan benda-benda keton karena penggunaan lemak yang meningkat pada demam yang sudah lama. 

Meningkatkan kemungkinan deteksi malaria dalam darah.



Meningkatkan kemungkinan hasil biakan positif (pada kasus infeksi).



Terjadi reaksi anamnestik yang akan menyebabkan kenaikan titer Widal.

g. Trauma Trauma dengan luka perdarahan akan menyebabkan antara lain penurunan kadar substrat maupun aktifitas enzim, termasuk juga hemoglobin, hematokrit dan produksi urine. Hal ini terjadi karena terjadi pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh darah yang menyebabkan pengenceran darah. Pada tingkat lanjut akan terjadi peningkatan ureum dan kreatinin serta enzim-enzim yang berasal dari otot. h. Variasi Circadian Rhythms Dalam tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dari waktu ke waktu yang disebut variasi circadian rhythms. Perubahan kadar zat yang dipengaruhi oleh waktu dapat bersifat linear (garis lurus) seperti umur, dan dapat bersifat siklus seperti siklus harian (variasi diurnal), siklus bulanan (menstruasi) dan musiman. i. Variasi diurnal yang terjadi antara lain : 

Besi serum. Besi serum yang diambil pada sore hari akan lebih tinggi kadarnya daripada pagi hari.



Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari, sehingga apabila tes toleransi glukosa dilakukan pada siang hari, maka hasilnya akan lebih tinggi daripada bila dilakukan pada pagi hari.



Enzim. Aktifitas enzim yang diukur akan berfluktuasi disebabkan oleh kadar hormon yang berbeda dari waktu ke waktu.



Eosinofil. Jumlah eosinofil menunjukkan variasi diurnal, jumlahnya akan lebih rendah pada malam hari sampai pagi hari daripada siang hari.



Kortisol, kadarnya akan lebih tinggi pada pagi hari daripada pada malam hari

8



Kalium. Kalium darah akan lebih tinggi pada pagi hari daripada siang hari. Selain yang sifatnya harian, dapat terjadi fluktuasi kadar zat dalam tubuh yang bersifat bulanan.



Variasi siklus bulanan umumnya terjadi pada wanita karena terjadi menstruasi dan ovulasi setiap bulan. Pada masa sesudah menstruasi akan terjadi penurunan kadar besi, protein dan fosfat dalam darah disamping perubahan kadar hormon seks. Demikian juga, pada saat ovulasi terjadi peningkatan aldosteron dan renin serta penurunan kadar kolesterol darah.

j. Umur Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktifitas zat dalam darah. Hitung eritrosit dan kadar hemoglobin jauh lebih tinggi pada neonatus dari pada dewasa. Fosfatase alkali, kolesterol total dan kolesterol - LDL akan berubah dengan pola tertentu sesuai dengan pertambahan umur. k. Ras Jumlah lekosit pada orang kulit hitam Amerika lebih rendah daripada orang kulit putihnya. Demikian juga pada aktifitas creatin kinase. Keadaan serupa juga dijumpai pada ras bangsa lain, seperti perbedaan aktifitas amylase, kadar vitamin B12 dan lipoprotein. l. Jenis Kelamin Berbagai kadar dan aktifitas zat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kadar besi serum dan hemoglobin berbeda pada wanita dan pria dewasa. Perbedaan ini akan menjadi tidak bermakna lagi setelah umur lebih dari 65 tahun. Perbedaan lain berdasarkan jenis kelamin adalah aktifitas CK dan kreatinin. Perbedaan ini lebih disebabkan karena massa otot pria relatif lebih besar daripada wanita. Sebaliknya, kadar hormon seks wanita, prolaktin, dan kolesterol-HDL akan dijumpai lebih tinggi pada wanita. m. Kehamilan Bila pemeriksaan dilakukan pada wanita hamil, pada saat interpretasi hasil perlu mempertimbangkan masa kehamilan wanita tersebut. Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah) yang dimulai pada

9

minggu ke-10 kehamilan dan terus meningkat sampai minggu ke-35 kehamilan. Volume urine akan meningkat 25% pada trimester ke-3. Selama kehamilan akan terjadi perubahan kadar hormon kelenjar tiroid, elektrolit, besi, ferritin, protein total, albumin, lemak, aktifitas fosfatase alkali, faktor koagulasi dan kecepatan endap darah. Perubahan tersebut dapat disebabkan karena induksi oleh kehamilan, peningkatan protein transport, hemodilusi, peningkatan volume tubuh, defisiensi relative karena peningkatan kebutuhan atau peningkatan protein fase akut.

2.6. Sumber Kesalahan Analisa Data Klinik Pengertian pemeriksaan laboratorium mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai sebelum proses pemeriksaan itu sendiri dilaksanakan yaitu dimulai dari tahap pra analitik yang mencakup persiapan pasien, pemberian identitas spesimen, pengambilan dan penampungan spesimen, pengolahan dan penyimpanan spesimen serta transport spesimen, hingga kegiatan pada tahap analitik dan kegiatan pada tahap pasca analitik (Gandasoebrata, 2007). Kesalahan pada pemeriksaan dapat berupa : 1. Kesalahan teknik Sifat kesalahan disini sudah melekat, selalu ada pada setiap pemeriksaan dan seakan-akan tidak mungkin dapat dihindarkan. Usaha perbaikan jenis kesalahan ini hanya dapat memperkecil kesalahan tetapi tidak mungkin menghilangkannya sama sekali. Kesalahan teknik ini ada 2 macam yaitu : a. Kesalahan acak (Random error) Kesalahan jenis ini menunjukkan tingkat ketelitian (presisi) pemeriksaan. Kesalahan ini akan tampak pada pemeriksaan yang dilakukan berulang pada spesimen yang sama dan hasilnya bervariasi, kadang-kadang lebih besar, kadang-kadang lebih kecil dari nilai seharusnya.

10

b. Kesalahan sistematik (Systematic error) Kesalahan jenis ini menunjukkan tingkat ketepatan (akurasi) pemeriksaan. Sifat kesalahan ini menjurus ke satu arah. Hasil pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari nilai seharusnya. 2. Kesalahan non teknik Kesalahan yang terjadi di luar tahap analitik pemeriksaan. Kesalahan jenis ini dijumpai pada tahap pra analitik atau pasca analitik. Kesalahan ini terbagi atas: a. Kesalahan pengambilan sampel (sampling error) 

Persiapan pasien



Pemberian identitas spesimen



Pengambilan dan penampungan spesimen



Pengolahan dan penyimpanan spesimen



Transport spesimen

b. Kesalahan penghitungan dan penulisan (Clerical error) Selain itu juga, Kesalahan terkait hasil laboratorium tergantung pada sensitifitas

(kepekaan

tes),

spesifitas

(kemampuan

membedakan

penyakit/gangguan fungsi organ dan akurasi (ukuran ketepatan pemeriksaan). Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen. Dalam pemeriksaan kesalahan pemeriksaan mungkin saja terjadi, sehingga akan mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu (Ronald & Richard, 2002): 1. Faktor Pra instrumentasi / Pra Analitik : Sebelum dilakukan pemeriksaan Pra instrumentasi /Pra Analitik terdiri dari :

11



Persiapan Penderita/ Pasien



Pengambilan Bahan



Penanganan Sampel



Pengiriman Sampel

2. Faktor Instrumentasi / Analitik : Saat pemeriksaan (analisa) sample, yang terdiri dari pemeriksaan laboratorium penilaian hasil 3. Faktor Pasca Instrumentasi/ Pasca Analitik : Saat penulisan hasil pemeriksaan Pasca Instrumentasi/ Pasca Analitik terdiri dari : 

Pencatatan Hasil



Pelaporan Hasil



Pengiriman Hasil

 Kesalahan Tahap Pra Instrumentasi/ Pra Analitik A. Persiapan Pasien Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik. Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama

12

mencakup variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian. Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme biologis pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel (Wirawan, 1996). B. Persiapan pengumpulan spesimen Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut : 

Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan



Volume mencukupi



Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)



Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat



Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat



Identitas benar sesuai dengan data pasien Sebelum

pengambilan

spesimen,

periksa

form

permintaan

laboratorium. Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas telah ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen. Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa. Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok, dsb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil laboratorium. 1. Peralatan Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Allan Gaw, 2011) : 

Bersih, kering

13



Tidak mengandung deterjen atau bahan kimia



Terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen



Sekali pakai buang (disposable)



Steril (terutama untuk kultur kuman)



Tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume spesimen

2. Antikoagulan Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat. 3. Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang diperlukan, seperti (Wirawan, 1996). : a. Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic, atau vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula b. Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha). c. Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah atau jari manis tangan bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki pada bayi. Tempat yang dipilih untuk pengambilan tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah seperti sianosis atau pucat. d. Spesimen untuk pemeriksaan biakan kuman diambil dari tempat yang sedang mengalami infeksi, kecuali darah dan cairan otak. 4. Waktu Pengambilan a. Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan. b. Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal) c. Spesimen untuk kultur kuman diambil sebelum pemberian antibiotik d. Spesimen untuk pemeriksaan GO diambil 2 jam setelah buang air yang terakhir

14

e. Spesimen untuk malaria diambil pada waktu demam f. Spesimen untuk mikrofilaria diambil pada tengah malam g. Spesimen dahak untuk pemeriksaan BTA diambil pagi hari setelah bangun tidur h. Spesimen darah untuk pemeriksaan profil besi diambil pada pagi hari dan setelah puasa 10-12 jam  Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah : 1. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada. 2. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung. o

Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.

o

Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah spesimen tumpah.

o

Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan halhal seperti berikut : 

Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.



Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahanlahan agar tidak terjadi hemolisis.



Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media dilakukan dengan cara aseptik



Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru.



Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung keraskeras agar tidak hemolisis.

o

Menampung spesimen urin 

Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar

15



Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mulamula keluar sebelum mengumpulkan urine untuk diperiksa.



Untuk mendapatkan specimen clean catch diperlukan cara pembersihan lebih sempurna : 1.

Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan kemudian membilasnya sampai bersih.

2.

Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan labia minora, lalu harus merenggangkannya pada waktu kencing.



Perempuan yang sedang menstruasi atau yang mengeluarkan banyak secret vagina, sebaiknya memasukkan tampon sebelum mengumpulkan specimen.



Bagian luar wadah urine harus dibilas dan dikeringkan setelah spesimen didapat dan keterangan tentang pemeriksaan harus jelas dicantumkan.

o

Menampung spesimen tinja 

Sampel tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat diperlukan, sampel tinja juga dapat diperoleh dari pemeriksaan colok dubur.



Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, dapat ditutup rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar.

o

Menampung spesimen dahak penting untuk mendapatkan sekret bronkial dan bukan ludah atau sekret hidung. 

Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar. Untuk

pewarnaan

BTA,

jangan

gunakan

wadah

yang

mengandung bercak lilin atau minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai bintik-bintik tahan asam dan dapat menyulitkan penafsiran.

16



Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta berkumur dengan air, bila mungkin gosok gigi terlebih dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu.



Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak atau duduk tegak



Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 – 3 kali kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang kuat dan berulang kali sampai dahak keluar.



Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah dengan cara mendekatkan wadah ke mulut.



Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat pemeriksaan akan tampak kental purulen dengan volume cukup ( 3 – 5 ml )



Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi dari udara dan secepatnya dikirim ke laboratorium.

 Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah : 1. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan : o

Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat

o

pH menurun, hemokonsentrasi

o

PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi darah

2. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan pH menurun 3. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan : o

trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang

o

kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat

4. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan : o

natrium meningkat pada infus saline

o

kalium meningkat pada infus KCl

o

glukosa meningkat pada infus dextrose

17

o

PPT, APTT memanjang pada infus heparine.

o

kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis infus

5. Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah. 6. Hemolisis

dapat

menyebabkan

peningkatan

K+,

Mg2+,

fosfat,

aminotransferase, LDH, fosfatase asam total  Kesalahan-kesalahan lazim dalam cara memperoleh darah (Gandasoebrata, 2007) 1. Darah Kapiler 

Mengambil darah dari tempat yang menyatakan adanya gangguan peredaran seperti vasokontriksi (pucat), vasodilatasi (oleh radang, trauma, dsb), kongesti atau syanosis setempat.



Tusukkan yang kurang dalam, darah harus diperas-peras keluar



Kulit yang ditusuk masih basah alkohol. Bukan itu saja darah itu diencerkan saja, tetapi darah juga akan melebar diatas kulit sehingga sukar diisap kedalam pipet



Tetes darah pertama dipakai untuk pemeriksaan



Terjadi bekuan dalam tetes darah karena terlalu lambat bekerja

2. Darah Vena 

Menggunakan semprit dan jarum yang basah



Mengenakan ikatan pembendung terlalu lama atau terlalau keras, akibatnya ialah hemokonsentrasi



Terjadinya bekuan dalam semprit karena lambatnya bekerja



Terjadinya bekuan dalam botol karena tidak dicampur semestinya dengan oxalat kering atau antikoagulan lain

C. Identifikasi spesimen Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium

18

dan pemberian label pada wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan. Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan. Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus pada label dan formulir permintaan laboratorium. D. Pengiriman Spesimen Ke Laboratorium Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium. 1. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan. 2. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang. 3. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama. 4. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan, seperti : o

Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa darah, angka lekosit, angka trombosit.

o

Perubahan morfologi sel darah pada pemeriksaan mikroskopik

o

PPT / APTT memanjang.

o

Peningkatan kadar kalium ( K+ ), phosphate, LDH, SGPT.

o

Lisisnya sel pada sample LCS, transudat, eksudat.

o

Perkembangbiakan bakteri

o

Penundaan pengiriman sampel urine : 

Unsur-unsur yang berbentuk dalam urine (sediment), terutama selsel eritrosit, lekosit, sel epitel dan silinder mulai rusak dalam waktu 2 jam.

19



Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan pemeriksaan mikroskopik atas unsur-unsur lain.



Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari.



Bakteri-bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan terganggunya pemeriksaan bakteriologis dan pH.



Jamur akan berkembang biak



Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat menghilang.Apabila akan ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama spesimen harus disimpan dalam refrigerator/almari es pada suhu 2 – 8 oC paling lama 8 jam.

5. Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas khusus yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styrofoam) yang dapat ditutup rapat dan mudah dibawa. E. Penanganan Spesimen 1. Identifikasi dan registrasi spesimen 2. Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius 3. Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar 4. Gunakan sentrifus yang terkalibrasi 5. Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli label 6. Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan F. Penyimpanan Spesimen 1. Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan dikirim ke laboratorium lain 2. Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya 3. Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator 4. Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali dan terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa.

20

5. Simpan

sampel

untuk

keperluan

pemeriksaan

konfirmasi

/

pengulangan 6. Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -20ºC, -70ºC atau -120ºC jangan sampai terjadi beku ulang. 7. Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum, maka plasma atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan. 8. Memberi bahan pengawet pada spesimen 9. Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri  Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan : 1. Kimia klinik : 1 minggu dalam referigerator 2. Imunologi : 1 minggu dalam referigerator 3. Hematologi : 2 hari pada suhu kamar 4. Koagulasi : 1 hari dalam referigerator 5. Toksikologi : 6 minggu dalam referigerator 6. Blood grouping : 1 minggu dalam referigerator

 Kesalahan Tahap Analitis Kebanyakan masalah analitis disebabkan oleh kesalahan operator, tidak terkait dengan teknologi uji. Ada banyak jenis uji yang di rancang untuk penggunaan diluar laboratorium, tetapi keakuratannya tidak terjamin. Sebagian besar operator bukan teknisi laboratorium terlatih, melainkan pasien, perawat atau klinisi. Agar bisa mengerjakan uji dengan benar, operator harus terampil menggunakan alatnya. Seorang operator mungkin perlu mempelajari petunjuk pemakaiannya terlebih dahulu (misalnya, pada uji kehamilan mandiri) atau mengikuti sebuah kursus singkat tentang penggunaan alat tertentu (misalnya, alat penganalisis gas darah yang biasa dipakai bangsal). Masalah analitis paling sering terjadi akibat kesalahan (Allan Gaw, 2011) :

21

1. Kalibrasi alat 2. Cara membersihkan alat 3. Penggunaan bahan pengawas mutu 4. Cara penyimpanan reagen atau kertas uji Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 

Bersih, kering



Tidak mengandung deterjen atau bahan kimia



Terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen



Sekali pakai buang (disposable)



Steril (terutama untuk kultur kuman)



Tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume spesimen

 Kesalahan Tahap Pasca Instrumentasi/ Pasca Analitik Pada waktu bekerja di laboratorium yang harus diperhatikan adalah ketelitian (presisi) dan ketepatan (akurasi) dari suatu pemeriksaan. Ketelitian diartikan kesesuaian hasil pemeriksaan laboratorium yang diperoleh apabila pemeriksaan dilakukan berulang. Ketepatan diartikan kesesuaian hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai yang seharusnya (Ronald & Richard, 2002).

1. Ketelitian Suatu pemeriksaan umumnya lebih mudah dilihat ketidaktelitian (impresisi) daripada ketelitian (presisi). Impresisi dapat dinyatakan dengan besarnya SD (Standard Deviasi) atau CV (Koefisien variasi). Makin besar SD dan CV makin tidak teliti. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketelitian yaitu : alat, metode pemeriksaan, volume/kadar bahan yang diperiksa, waktu pengulangan dan tenaga pemeriksa. 2. Ketepatan Pada suatu

pemeriksaan

umumnya

dinyatakan ketidaktepatan

(inakurasi) dari pada ketepatan (akurasi). Inakurasi adalah perbedaan antara

22

nilai yang diperoleh dengan nilai sebenarnya (true value). Ketepatan pemeriksaan terutama dipengaruhi oleh spesifisitas metode pemeriksaan dan kualitas larutan standar. Agar pemeriksaan hasilnya tepat, maka harus dipilih metode pemeriksaan yang memiliki spesifisitas analitis yang tinggi. 3. Uji Ketelitian Hasil

laboratorium

digunakan

untuk

menentukan

diagnosis,

pemantauan pengobatan dan meramalkan prognosis, maka amatlah perlu untuk selalu menjaga mutu hasil pemeriksaan, dalam arti mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam melaksanakan uji ketelitian ini dapat digunakan bahan kontrol assayed atau unassayed. Kegiatan yang harus dilakukan adalam pengujian ini adalah : a. Periode pendahuluan Pada periode ini ditentukan nilai dasar yang merupakan nilai rujukan untuk pemeriksaan selanjutnya. Periode ini umumnya dilakukan baik untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologi, imunoserologi maupun kimia lingkungan. Cara : 1. Periksalah bahan kontrol bersamaan dengan pemeriksaan spesimen setiap hari kerja atau pada hari parameter yang bersangkutan diperiksa sampai mencapai 25 hari kerja. 2. Catat setiap nilai yang diperoleh tiap hari kerja tersebut dalam formulir periode pendahuluan pada kolom x. 3. Setelah diperoleh 25 nilai pemeriksaan, hitung nilai rata-ratanya (mean), standar deviasi (SD). Koefisien variasi (CV), batas peringatan (mean SD) dan batas kontrol (mean

2

3 SD).

4. Teliti kembali apakah ada nilai yang melebihi batas mean

3 SD. Bila

ada, maka nilai tersebut dihilangkan. Hitung kembali nilai mean, SD, CV, mean

2 SD dan mean

3 SD.

5. Nilai mean dan S yang diperoleh ini dipakai sebagai nilai rujukan Periode kontrol.

23

b. Periode kontrol Merupakan periode untuk menentukan ketelitian pemeriksaan pada hari tersebut. Prosedur pada periode kontrol ini tergantung dari bidang pemeriksaannya. Untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologi dan kimia lingkungan cara dalah sebagai berikut : 1. Periksa bahan kontrol setiap hari kerja atau pada hari parameter yang bersangkutan diperiksa. 2. Catatlah nilai yang diperoleh pada formulir periode kontrol. 3. Hitung penyimpangannya terhadap nilai rujukan dalam satuan S (Standar Deviasi Index) dengan rumus : Xi - mean Satuan SD = --------------SD 4. Satuan S yang diperoleh di plot pada kertas grafik kontrol. Sumbu X dalam grafik kontrol menunjukkan hari/tanggal pemeriksaan sedangkan sumbu Y menunjukkan satuan S. c. Evaluasi hasil 1. 1 3S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol (out of control), apabila hasil pemeriksaan satu bahan kontrol melewati batas x

3 S.

2. 2 2S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila hasil pemeriksaan 2 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x + 2 S atau x – 2 S. 3. R 4S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila perbedaan antara 2 hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 S (satu kontrol diatas +2 S, lainnya dibawah -2 S) 4. 4 1S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 4 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama baik x + S maupun x – S.

24

5. 10 X : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10 kontrol berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah. Aturan ini mendeteksi gangguan ketelitian (kesalahan acak) yaitu 1 3S, R 4S atau gangguan ketepatan (kesalahan sistematik) yaitu 2 2S, 4 1S, 10 x, 1 3S. 4. Uji Ketepatan Pada uji ketepatan ini dipakai serum kontrol yang telah diketahui rentang nilai kontrolnya (assayed). Hasil pemeriksaan uji ketepatan ini dilihat apakah terletak di dalam atau di luar rentang nilai kontrol menurut metode pemeriksaan yang sama. Bila terletak di dalam rentang nilai kontrol, maka dianggap hasil pemeriksaan bahan kontrol masih tepat sehingga dapat dianggap hasil pemeriksaan terhadap spesimen juga tepat. Bila terletak di luar rentang nilai kontrol, dianggap hasil pemeriksaan bahan kontrol tidak tepat sehingga hasil pemeriksaan terhadap spesimen juga dianggap tidak tepat. 5. Aturan Wesgard Rule Systems. Menurut Kit Human Humatrol aturan Westgard Multirule System adalah sebagai berikut : a. 1 – 2 S Satu kontrol diluar nilai mean +/- 2 SD (tidak melampaui +/- 3 SD), merupakan “ketentuan peringatan.” b. 1 – 3 S Satu kontrol diluar nilai mean +/- 3 SD, merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan acak. c. 2 – 2 S Dua kontrol berturut-turut diluar nilai mean +/- 2 SD, atau dua kontrol (berbeda level) berada diluar nilai mean +/- 2 SD merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan sistematik. d. R – 4 S Satu kontrol diluar nilai mean + 2 SD dan satu kontrol lain diluar nilai mean – 2 SD atau dua kontrol berturut-turut + 2 SD kemudian – 2 SD, merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan acak.

25

e. 4 – 1 S Empat kontrol berturut diluar nilai mean + 1 SD atau mean – 1 SD, merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan acak dan sistematik. f. 10 (x) Sepuluh kontrol berturut pada 1 sisi diatas atau dibawah nilai mean, merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan sistematik. 6. Kesalahan Interpretasi data klinik Kesesuaian uji dengan faktor-faktor umum harus diperhatikan. Jika sebuah uji dikerjakan pada kelompok usia/ jenis kelamin yang tidak tepat atau pada waktu (hari, bulan) yang salah, hasilnya dapat tidak bermakna secara klinis. Karakteristik sampel yang dikumpulkan untuk analisis juga harus dipertimbangkan sewaktu menginterpretasikan hasil. Kalau hasil uji tampak bertentangan dengan situasi klinis, harus dipikirkan kemungkinan adanya kontaminasi penganggu (misalnya, detergen dalam wadah urin), atau reaktivitas silang uji dengan lebih dari satu analit (misalnya, hemoglobin dan mioglobin). Masalah-masalah potensial diatas selalu ada pada setiap uji biokimia. Namun, pada pengujian ekstra-laboratorium ini, ketepatan interpretasi hasil bukan lagi tanggung jawab pihak laboratorium, melainkan sang operator.

26

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan  Pemeriksaan laboratorium merupakan prosedur pemeriksaan khusus yang dilakukan pada pasien untuk membantu menegakan diagnosis.  Sekumpulan pemeriksaan laboratorium yang dirancang untuk tujuan tertentu misalnya untuk mendeteksi penyakit, menentukan risiko, memantau perkembangan penyakit, memantau pengobatan, dan lain-lain. Mengetahui ada tidaknya kelainan/penyakit yang banyak dijumpai dan potensial membahayakan.  Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil analisa data klinik yaitu: 1. Pra intrumentasi

: sebelum pemeriksaan

2. Instrumentasi

: saat pemeriksaan (analisa)

3. Pasca instrumentasi : saat menulis hasil pemeriksaan 

Tujuan dari pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut : a. Mendeteksi ada tidaknya penyakit b. Konfirmasi pasti diagnosis c. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis d. Memantau perkembangan penyakit e. Setiap pemeriksaan spesimen dalam pemeriksaan laboratorium harus dilakukan persiapan, prosedur, dan analisa yang tepat dan akurat.

3.2. Saran Intrepretasi data klinik sangatlah penting bagi apoteker sebagai penunjang dalam menentukan terapi yang tepat untuk pasien dengan kondisi tertentu dan dapat memonitoring terapi yang telah diberikan agar keamanan dari penggunaan obat meningkat bagi pasien. Namun, dalam menganalisa data sebaiknya berhati-hati sehingga tidak akan timbul kekeliruan ataupun

27

kesalahan yang nantinya akan merugikan pasien tersebut. Oleh karena itu, peningkatan dalam hal membaca hasil data klinik merupakan salah satu kewajiban apoteker untuk menetapkan terapi yang akan digunakan.

28

DAFTAR PUSTAKA Allan Gaw, dkk. 2011. Biokimia Klinis. EGC. Jakarta Ambarwati, Eny R., S.Si.T, Tri Sunarsih, S.ST. 2011. KDPK Kebidanan Teori & Aplikasi. Nuha Medika. Yogyakarta Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan 13. 2007. Dian Rakyat. Jakarta. Hidayat, Alimul A. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. ECG. Jakarta Sacher, Ronald A & Richard A Mcpherson. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. EGC. Jakarta Uliyah, Musrifatul, Alimul Hidayat Azis. 2006. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Salemba Medika. Jakarta Waterbury L, Buku Saku Hematologi, Alih Bahasa Sugi Suhandi, Edisi 3, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998. Widmann F. K, Clinical Interpreation of Laboratory Test, (Tinjauan Klinik Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium), Terjemahan R. Gandasoebrata, dkk, Edisi 9. 1989. Buku Kedokteran EGC. Jakarta Wirawan, Riadi dan Erwin Silman. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana, Edisi 2. 1996. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

29

Related Documents


More Documents from "mokoko"