Makalah Iut Pak Saahrul Fix.docx

  • Uploaded by: ridwan
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Iut Pak Saahrul Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,821
  • Pages: 29
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN BAB II KAJIAN TEORI A. PENGUKURAN BEDA TINGGI a) Fungsi b) Pengenalan alat ukur c) Penentuan profil d) Cara mengoprasikan alat ukur e) Membaca hasil pembidikan f) Cara penentuan beda tinggi g) Rumus B. PENGUKURAN JARAK DAN SUDUT a) Definisi b) Pengenalan alat ukur c) Pengukuran d) Rumus BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Ilmu ukur tanah merupakan ilmu terapan yang mempelajari dan menganalisis bentuk topografi permukaan bumi beserta obyek-obyek di atasnya untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan konstruksi. Dalam kegiatan pengajaran ini, semua pekerjaan teknik sipil tidak lepas dari kegiatan pengukuran pekerjaan konstruksi seperti pembuatan jalan raya, saluran drainase, jembatan, pelabuhan, jalur rel kereta api dan sebagainya memerlukan data hasil pengukuran agar konstruksi yang dibagun dapat dipertanggungjawabkan dan terhindar dari kesalahan konstruksi. Ilmu Ukur tanah dianggap sebagai disiplin ilmu, teknik dan seni yang meliputi semua metoda untuk pengumpulan dan pemrosesan informasi tentang permukaan bumi dan lingkungan fisik bumi yang menganggap bumi sebagai bidang datar, sehingga dapat ditentukan posisi titik-titik di permukaan bumi. Dari titik yang telah didapatkan tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta. Untuk memperoleh hasil yang baik tentu saja mahasiswa harus mendapatkan pengukuran yang baik dan berkualitas sehingga diperlukan metode pengukuran yang tepat serta peralatan ukur yang tepat pula. Pengukuran-pengukuran yang akan dilakukan antara lain pengukuran jarak, sudut, dan beda tinggi yang menggunakan menggunakan waterpass dan theodolit.

B. Tujuan Membantu mahasiswa agar dapat mengetahui cara menghitung jarak, sudut dan beda tinggi. Serta untuk dapat mengetahui prosedur dan bagaimana cara mengoprasikan alat ukur (Theodolit dan Waterpass).

2

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengukuran Beda Tinggi Dalam pembuatan jalan maupun pembangunan diperlukan suatu pengukuran beda tinggi agar dapat diketahui perbedaan tinggi yang ada dipermukaan tanah. Sipat datar (levelling) adalah suatu operasi untuk menentukan beda tinggi antara dua titik di permukaan tanah. Sebuah bidang datar acuan, atau datum, ditetapkan dan elevasi diukur terhadap bidang tersebut. Beda elevasi yang ditentukan dikurangkan dari atau ditambah dengan nilai yag ditetapkan tersebut, dan hasilnya adalah elevasi titik-titik tadi.

a) Fungsi Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain : 

Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-saluran yang mempunyai garis gradien paling sesuai dengan topografi yang ada.



Merencanakan proyek-proyek konsruksi menurut evaluasi terencana.



Menghitung volume pekerjaan tanah.



Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.



Mengembangkan peta-peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.



Digunakan untuk menentukan ketinggian titik-titik yang menyebar dengan kerapatan tertentu untuk membuat garis-garis ketinggian (kontur).

b) Pengenalan Alat Ukur (Waterpass)

3

Waterpass hanya bisa bergerak horizontal. Teropong selalu pada posisi tegak lurus dengan sumbu vertikalnya. Kelemahan dari alat ini yaitu pembacaan sudut horizontal ketelitiannya rendah.

Peralatan untuk pengukuran:

BA

Waktu pengukuran, gelembung nivoharus di tengah!

BT

BA

Alat ukur waterpass secara umum memiliki bagian-bagian sebagai berikut: a. Pesawat Penyipat Datar

4

b. Statif (Kaki Tiga) Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak pada gambar dibawah ini :

c. Unting – Unting Unting-unting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, unting-unting ini berfungsi sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di atas patok.

5

d. Rambu Ukur Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang berukuran ± 3–4 cm, lebar ± 10 cm, panjang ± 300 cm, bahkan ada yang panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan ukuran milimeter dan diberi tanda pada bagian-bagiannya dengan cat yang mencolok. Bak ukur diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih, maksudnya bila dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama secara detail.

e. Kompas Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam pengukuran sehingga dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut sudut azimut.

6

f.

Nivo Di dalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang menyinggung permukaan atas tepat ditengah. Selain itu, dalam tabung nivo terdapat gelembung yang berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah tepat berada ditengah.

c) Penentuan Profil Profil Memanjang  Pemasangan patok dilakukan pada jarak tertentu. Dalam hal ini sesuai dengan keinginan anda. Namun demikian, terlebih dahulu tentukan arah utara dengan menggunakan kompas. Kemudian menolkan nilai dari waterpass, dimana arah utara merupakan patokan utama. Waterpass diletakkan di tengah-tengah antara kedua patok.  Waterpass diseimbangkan dengan melihat kedudukan nivo sambil memutar sekrup penyetel hingga gelembung yang berada di dalamnya dalam kedudukan yang seimbang (di tengah-tengah).  Pada pengukuran profil memanjang ini digunakan metode “Double Standing”, yaitu suatu metode dimana pengukuran pergi dan pengukuran pulang dilakukan serempak hanya dengan menggunakan kedudukan pesawat, misalnya pada pengukuran pergi, P0 sebagai pembacaan belakang dan P1 sebagai pembacaan muka, begitu pula sebaliknya.  Bak ukur diletakkan di atas patok dengan kedudukan vertikal dari segala arah.

7

 Waterpass diarahkan ke patok pertama (P0) selanjutnya disebut pembacaan belakang. Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, benang tengah dan bawah. Setelah itu waterpass diarahkan ke patok kedua (P1).  Selanjutnya dengan mengubah letak pesawat (waterpass) kita mengadakan pengukuran pulang dengan mengarahkan ke P1 (pembacaan belakang). Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, tengah dan bawah.  Pengamatan selanjutnya dilakukan secara teratur dengan cara seperti di atas sampai pada patok terakhir.  Pembacaan hasil pengukuran dicatat pada tabel yang tersedia. Profil Melintang  Waterpass diletakkan pada patok utama dan diseimbangkan kembali kedudukan nivo nya seperti pada pengukuran profil memanjang.  Pada jarak yang memungkinkan diletakkan bak ukur. Titik yang diukur disebelah kanan waterpass diberi simbol a, b dan disebelah kiri diberi simbol c dan d.  Pengukuran dilakukan secara teliti mulai dari patok pertama sampai pada patok terakhir.  Semua data yang diperoleh dicatat pada tabel yang tersedia

d) Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass Ada 3 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu: 1. Memasang alat di atas kaki tiga Alat ukur waterpass tergolong kedalam Tripod Levels, yaitu dalam penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan pertama yang harus dikuasai adalah memasang alat ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini jangan dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di kaki tiga ke lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus diperhatikan juga antara lain :

8

-

Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus pas, sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga.

-

Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena itu sebaikny tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi tiga tersebut.

-

Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung kaki tiga dan alat terlepas.

2. Mendirikan Alat ( Set up ) Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah memenuhi persyaratan berikut: -

Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan gelembung nivo kotak ada di tengah.

-

Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelembung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.

3. Membidikan Alat Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan terakhir menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan.

e) Membaca Hasil Pembidikan Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca, yaitu : Pembacaan Benang atau Pembacaan Rambu Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah (BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan yang tepat dengan

9

benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara benang diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka : BA – BT = BT – BB atau BT = ½ ( BA – BB) Persamaan ini biasa digunakan untuk mengecek benar atau salahnya pembacaan. Kegunaan pembacaan benang ini adalah : -

Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara rambu-rambu ukur yang dibidik.

-

Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik.Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan tegak dan ada yang terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan dalam satuan meter (m) atau centimeter (cm).

f) Cara Penentuan Beda Tinggi Dalam praktikum ini, alat yang digunakan adalah alat untuk penyipat datar (waterpass). Penentuan beda tinggi dengan menggunakan alat ukur waterpass dapat dilakukan dengan tiga cara tergantung keadaan di lapangan : a. Menempatkan alat ukur penyipat datar pada salah satu titik. Misalnya pesawat di letakkan di titik B. Tinggi A (garis bidik) atau titik tengah teropong di atas titik B di ukur dengan mistar. Dengan gelembung di tengah–tengah lingkaran, garis bidik diarahkan ke mistar (bak) ukur yang diletakkan di titik A. Besarnya pembacaan benang tengah pada bak ukur dinamakan J, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah:

10

b. Alat ukur penyipat datar ditempatkan diantara titik A dan B. Jarak alat ukur penyipat datar antara kedua bak ukur diambil kira-kira sama. Diusahakan agar pesawat tetap berada ditengah – tengah. Pada kedua titik tersebut diletakkan bak ukur. Arahkan pesawat ke bak ukur A (pembacaan belakang) dan hasil pembacaannya dinamakan R. Lalu pesawat diputar searah jarum jam untuk melakukan pembacaan benang tengah pada bak ukur B (pembacaan muka) dan hasil pembacaannya dinamakan V. Maka beda tinggi antara titik A dan B:

11

c. Menempatkan alat ukur di luar titik A dan titik B, hal ini dilakukan dilakukan bila keadaan terpaksa, mungkin karena adanya penghalang seperti sungai, selokan atau saluran-saluran air lainnya antara kedua titik tersebut. Pada gambar dibawah ini, pesawat ditempatkan di sebelah kanan titik B selanjutnya dilakukan pembacaan benang tengah dan hasil pembacaan bak ukur B disebut V, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :

Dari ketiga cara tersebut, yang paling teliti adalah dengan cara menempatkan alat ukur tersebut di antara dua titik yang akan diukur beda tingginya karena dengan mengubah arahnya sesuai dengan arah jarum jam maka kesalahannya negatif, juga kesalahan atmopsferiknya saling berbagi.

g) Rumus Rumus Perhitungan Profil Memanjang  Perhitungan Jarak Optis patok utama D = ( Ba – Bb ) x 100 Dimana: D

= Jarak Optis (m)

Ba

= Benang atas (mm)

Bb

= Benang bawah (mm) 12

 Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama ∆H

= Bt blkn – Bt muka

Dimana: ∆H

= Beda Tinggi (m)

Bt blkn = Benang Tengah (mm) Bt muka = Benang Tengah (mm)  Perhitungan Koreksi Kesalahan Perhitungan Kesalahan Keseluruhan Z

=∑ ∆H ± ∆H

Dimana: Z

= Kesalahan

∑ ∆H = Jumlah Total Beda Tinggi Pengukuran ∆H

= Jumlah Beda Tinggi Pengukuran per patok

Perhitungan Kesalahan Perpatok K = - (Z / ( n – 1 )) Dimana: K

= Nilai Koreksi

Z

= Kesalahan

N

= Banyaknya Patok

 Perhitungan Tinggi Titik Patok Utama Pn = Pn-1 ± ∆H n-1 ± K Dimana: Pn

= Tinggi Titik Utama

Pn-1 = Tinggi Titik Utama sebelum Pn 13

∆H

= Beda tinggi

K

= Koreksi

 Perhitungan Kemiringan Patok Utama / Tn = (∆H/ D ) / 100 % Dimana: / Tn = Kemiringan Titik Yang ditinjau ∆H

= Jarak Optis Rata-Rata Tiap Patok Utama

Rumus Perhitungan Profil Melintang  Perhitungan Jarak Optis Detail D = ( Ba – Bb ) x 100 Dimana: D

= Jarak Optis

Ba

= Benang Atas

Bb

= Benang Bawah

 Perhitungan Beda Tinggi Detail ∆H = Tinggi Pesawat – Bt Detail Dimana: ∆H = Beda Tinggi Bt

= Benang Tengah

 Perhitungan Tinggi Titik Detail T = Pn ± ∆H

14

Dimana: T

= Tinggi Titik Detai Yang ditinjau

Pn

= Tinggi Titik Patok Utama

 Perhitungan Kemiringan Detail / T det = ( ∆H Detail / D det ) * 100 % Dimana: / T det

= Kemiringan detail

∆H Detail = Beda tinggi detail D det

= Jarak Optis detail

B. Pengukuran Jarak dan Sudut Yang dimaksud dengan pengukuran jarak adalah pengukuran panjang antara dua buah titik baik secara langsung maupun tidak langsung, dan bisa dilaksanakan bertahap atau menjadi beberapa bagian ataupun tidak. Pengukuran jarak langsung biasanya menggunakan instrument atau alat ukur seperti pita ukur, langkah alat ukur jarak elektronik, distance meter (EDM) yang disebutkan dengan EDM (Elektronic Distance Meter) yaitu alat ukur jarak yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik sebagai unsur jarang yang diukur. Sedangkan jarak tidak langsung, pada umumnya menggunakan instrument ukur jarak yang mendasarkan pada metode techimetri, metode optik, dsb.

Sudut adalah selisih dua buah arah dari dan buah target di titik pengamatan pada pekerjaan ini diukur arah dan dua titik atau lebih yang dibidik dari

15

satu titik control. Dasar untuk menyatakan besarnya sudut ialah lingkaran yang dalam empat bagian yang dinamakan kuadran.

a) Definisi Sudut Horizontal 1) Sudut horizontal antara dua jurusan di suatu titik (sudut belok) Diawali dari titik awal kemudian diputar searah jarum jam ke titik akhir akhir

awal

akhir

awal

S S

2) Sudut azimuth Diawali dari arah Utara, searah jarum jam ke titik yang dituju Utara

B

Y

Utara

αab αxy A

X

Sudut Vertikal 1) Sudut Zenith Diawali dari arah vertikal ke atas Kondisi biasa jika sudut 90° adalah posisi horizontal Kondisi luar biasa jika posisi horizontal sudutnya 270°

16

Vertikal

Vertikal

ke atas

ke atas

90°

Teropong horizontal

Teropong horizontal

270° LUAR BIASA

BIASA

2) Sudut Heling Diawali dari arah datar Kondisi biasa jika sudut 0° adalah posisi horizontal Kondisi luar biasa jika posisi horizontal sudutnya 180°

0° Horizontal

Teropong

Teropong

horizontal

horizontal

BIASA

180° Horizontal

LUAR BIASA

Jarak 1) Jarak Miring/ Jarak Langsung Jarak antara dua titik yang diukur secara langsung Jarak yang diperoleh langsung dari pengukuran Dipakai dalam perhitungan untuk mendapatkan jarak datar dan elevasi titik

17

2) Jarak Datar Jarak antara dua titik yang diukur dari bidang datar Jarak yang digunakan dalam penggambaran peta B

A Jarak Datar (dAB)

b) Pengenalan Alat Ukur (Theodolit) Theodolit merupakan alat ukur tanah yang universal. Selain digunakan untuk mengukur sudut harisontal dan sudut vertikal, theodolit juga dapat digunakan untuk mengukur jarak secara optis, membuat garis lurus dan sipat datar orde rendah.

Theodolith

Total Station

18

Macam-macam bentuk benang silang (diapragma)

Pengelompokan Theodolit:  Konstruksinya Theodolit Repetisi Lingkaran skala mendatar dapat diatur mengelilingi sumbu tegak. Bila skrup pengunci lingkaran skala mendatar dibuka, maka tidak dapat dilakukan pengukuran sudut. Besarnya sudut yang dibentuk oleh garis bidik yang diarahkan ke dua buah target hanya dapat diukur kalau skrup pengunci lingkaran skala mendatarnya terkunci. Sebeb bila sekrup pengunci skala lingkaran mendatar tidak dikunci, maka pada saat diputar, piringan skala mendatar ikut berputar bersama-sama dengan indek pembaca lingkaran mendatar. Keuntungannya adalah dimungkinkannya mengubah bacaan pada suatu arah garis bidik tertentu. o

Misal pada suatu arah garis bidik di A bacaan skala mendatarnya dibuat 0 , kemudian garis bidik diarahkan ke B, maka bacaan skala mendatar di B juga merupakan sudut APB.

19

Theodolit Reiterasi Lingkaran skala mendatar theodolit menyatu dengan tribrach, sehingga lingkaran mendatar tidak dapat diputar. Akibatnya bacaan lingkaran mendatarnya untuk suatu target merupakan suatu bacaan arah. Jadi sudut yang dibentuk oleh garis bidik yang diarahkan kedua target adalah bacaan arah kedua dikurangi bacaan arah pertama.  Sistem Pembacaan -

Sistem dengan indeks garis

-

Sistem dengan nonius

-

Sistem dengan micrometer

-

Sistem koinsidensi

-

Sistem digital

Pembacaan sudut dengan cara koinsidensi

20

 Ketelitian -

Teodolit presisi/teliti, misal Wild tipeT-3

-

Teodolit satu sekon, misal Wild tipe T2

-

Teodolit puluhan sekon , misal Shokisa tipe TM-20

-

Teodolit satu menit, misal Wild tipe T0

c) Pengukuran Syarat Sebelum Mengukur Sudut i.

Sumbu tegak (sumbu-I) harus benar-benar tegak Bila sumbu tegak miring maka lingkaran skala mendatar tidak lagi mendatar. Hal ini berarti sudut yang diukur bukan merupakan sudut mendatar. Gelembung nivo yang terdapat pada lingkaran skala mendatar ditengah dan gelembung nivo akan tetap berada ditengah meskipun theodolit diputar mengelilingi sumbu tegak. Bila pada saat theodolit diputar mendatar dan gelembung nivo berubah posisi tidak ditengah lagi, maka berarti sumbu-I tidak vertical, ini disebabkan oleh kesalahan sistim sumbu yang tidak benar, atau dapat juga disebabkan oleh posisi nivo yang tidak benar.

ii.

Sumbu mendatar (sumbu-II) harus benar-benar mendatar

iii.

Garis bidik harus tegak lurus sumbu mendatar Untuk memenuhi syarat kedua dan ketiga lakukan langkah-lankah sebagai berikut: 

Gantungkan unting-unting pada dinding. Benang diusahakan agar tergantung bebas (tidak menyentuh dinding atau lantai)



Setelah sumbu tegak diatur sehingga benar-benar tegak, garis bidik diarahkan ke bagian atas benang. Kunci skrup pengunci sumbu tegak dan lingkaran skala mendatar.



Gerakkan garis bidik perlahan-lahan ke bawah



Bila sumbu mendatar tegak lurus dengan sumbu tegak dan garis bidik tegak lurus dengan sumbu mendatar maka garis bidik akan bergerak

21

sepanjang benang unting-unting ( tidak menyimpang dari bidikan benang). iv.

Tidak ada salah indeks pada skala lingkaran tegak 

Setelah syarat pertama, kedua dan ketiga dipenuhi maka arahkan garis bidik ketitik yang agak jauh.



Ketengahkan gelembung nivo lingkaran skala tegak



Baca lingkaran skala tegak, missal didapat bacaan sudut zenith z.



Putar teropong 180 kemudian dikembalikan garis bidik ke titik yang

0

sama. 

Periksa gelembung nivo lingkaran skala tegak, ketengahkan bila belum terletak di tengah



Baca lingkaran skala tegak, missal z’. Bila bacaan z’ = 360-z, maka salah indeks adalah 0

Apabila keempat syarat tidak terpenuhi maka diadakan pengaturan. Untuk mendapatkan sudut horizontal yang benar maka syarat pertama kedua dan ketiga harus benar-benar dipenuhi, sedangkan syarat keempat dipenuhi untuk mendapatkan sudut vertical yang benar.

Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal 1) Menyiapkan peralatan yang digunakan, check seluruh peralatan. Hal ini perlu karena siapa tahu ada salah satu alat yang rusak. 2) Mengambil statif dan tinggikan secukupnya. Usahakan letaknya mendatar atau rata. 3) Pasang alat ukur Theodolite dan kecangkan, hal ini dilakukan agar titik as alat tepat berada diatas titik pada patok. 4) Stabilkan alat dengan cara meyetel Nivo. Apabila tidak tepat berada diatas titik paku, geser alat sedikit kearah titik patok, alat kembali distabilkan karena akibat pergeseran ini akan terjadi perpindahan Nivo. 5) Arahkan teropong ke rambu ukur belakang. Baca angka yang tertera di rambu ukur dengan menggunakan benang silang (ba,bb,bt).

22

Untuk mencari jarak

(d) = (ba - bb) x 100

Untuk mencari benang tengah

(ba + bb) / 2

6) Baca sudutnya. Catat pada buku ukur. 7) Kemudian alat diarahkan ke titik berikutnya (rambu muka). Kemudian lakukan metode 5 dan 6 seperti diatas. 8) Untuk mencari besaran sudutnya dengan cara diselisihkan antara bacaan sudut kedua titik tersebut. 9) Begitu juga untuk titik detail yang lain. 10) Apabila pekerjaan di titik selesai, pindahkan alat ukur tersebut ke titik lainnya. Lakukan pekerjan / metode diatas sampai titik terakhir.

Pengukuran Situasi Detail dengan Metode Tachimetri 1) Theodolite dipasang pada Sta. A. Kemudian dicatat tinggi alat diatas Station. 2) Teropong diatur sehingga terbaca sudut miringnya dan garis bidik jatuh pada titik C di rambu yang terletak di station B. Catat bacaannya. 3) Kendurkan scrup pengunci lingkaran tegak dan bidik titik kedua D pada rambu. Catat bacaan rambu dan sudut tegaknya. 4) Hitung perbedaan antara bacaan kedua titik pada rambu. Harga ini dinamakan “selisih benang” dan biasa notasinya huruf S.

d) Rumus  Perhitungan Sudut Jurusan β = Sudut muka – Sudut belakang ± 360˚ Dimana: β

= Sudut Jurusan (Sudut Patok Utama)

muka

= Sudut Muka 23

belakang

= Sudut Belakang

 Perhitungan Koreksi Sudut Horisontal ( ƒβ ) ƒβ = (n + 2) . 180˚ - ∑β  Perhitungan Sudut Horisontal Setelah Koreksi β’ = βρ ± κβ  Perhitungan Sudut Horisontal Patok Detail βd = L detail – LBlk Patok Utama ± 360˚ Dimana: βd = Sudut Patok Detail  Perhitungan Azimut Benar Patok Utama αβ = α diketahui + β - 180˚ ± 360˚ Dimana: β = Sudut Patok Utama α = Azimut diketahui αβ = Azimut Benar Patok Utama

 Perhitungan Azimut Benar Patok Detail α detail = αβ – θd - 180˚ ± 360˚ Dimana: α detail = Azimut Benar Patok Detail αβ

= Azimut Benar Patok Utama

θd

= Sudut detail

 Perhitungan Jarak Proyeksi Patok Utama DP = (BA – BB) x 100 Cos²

24

Dimana: DP = Jarak Proyeksi Patok Utama D = (BA – BB) x 100 / Jarak Optik = Sudut Lereng Patok Utama  Perhitungan Jarak Proyeksi Patok Detail Dd = Dd Cos²

d

Dimana: Dd = Jarak Proyeksi Patok Detail D = Jarak Ptik (BA – BB) x 100 d = Sudut Lereng Detail  Perhitungan Titik Absis dan Ordinat Patok Utama Fx = Dp Sin . αβ Fy = Dp Cos . αβ Dimana: Fx = Absis Fy = Ordinat Dp = Jarak Proyeksi αβ = Sudut Azimut Benar Patok Utama  Perhitungan Koordinat Patok Utama x = xdik ± Fx ± Kx  Perhitungan Selisih Absis Detail X = Dd Sin αd Dimana: X = Selisih Absis Detail Dd = Jarak Proyeksi Detail αd = Azimut Benar Detail 25

 Perhitungan Selisih Ordinat Detail Y = Dd Cos αd Dimana: Y = Selisih Ordinat Detail Dd = Jarak Proyeksi Detail αd = Azimut Benar Detail  Perhitungan Koordinat Detail Xdetail = Xpatok utama ± Xdetail Ydetail = Ypatok utama ± Ydetail Dimana: Xdetail = Absis Detail Ydetail = Ordinat Detail  Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama ∆H = D ½ . Sin . 2θ + (TP – BT) Dimana: ∆H = Beda Tinggi D = Jarak Optis θ

= Sudut Lereng Patok Utama

 Perhitungan Jarak Optis D = ( BA – BB ) x 100 Dimana: D = Jarak Optis BA = Benang Atas BB = Benang Bawah  Perhitungan Jarak Optis Detail D detail = (BA – BB) detail x 100 26

Dimana: D detail = Jarak Optis Detail BA

= Benang Atas

BB

= Benang Bawah

 Perhitungan Jarak Optis Detail D detail = (BA – BB) detail x 100 Dimana: D detail = Jarak Optis Detail BA

= Benang Atas

BB

= Benang Bawah

 Perhitungan Tinggi Titik Patok Utama Hpu = Hdiketahui ± Bt – k Dimana: Hpu = Tinggi Titik Patok Utama Hdik = Tinggi Titik Diketahui Bt = Beda Tinggi k = Koreksi  Perhitungan Tinggi Titik Detail Hdetail = Hpu ± ∆Hdetail Dimana: Hdetail = Tinggi Titik Detail Hpu

= Tinggi Titik Patok Utama

∆Hdetail = Beda Tinggi Detail

27

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan di bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan antara lain: 1. Dalam pelaksanaan praktikum Ilmu Ukur Tanah akan memerlukan pengukuran sudut, jarak, dan beda tinggi yang menggunakan alat penunjang berupa waterpass dan theodolit. 2. Pengukuran beda tinggi dapat dilakukan menggunakan waterpass dan juga theodolith. 3. Pengukuran jarak dan sudut (vertical dan horizontal) dapat dilakukan menggunakan theodolith.

B. Saran Perlu adanya kajian lebih lanjut dalam pembelajaran pembacaan alat ukur serta mengupayakan ketelitian dalam pengutaraan dan kalibrasi.

28

29

Related Documents

Makalah Pak Aman.docx
November 2019 31
Makalah Pak Idoy.docx
April 2020 23
Makalah Via Pak Soni.docx
December 2019 28
Makalah Pak Agung.docx
July 2020 20
Makalah Pak Hadi.docx
April 2020 22

More Documents from "Dandy Zwageri"