BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Teknologi sediaan adalah cara memformulasi atau merancang suatu obat menjadi bentuk sediaan dengan menggunakan teknologi. Sediaan obat adalah bentuk sediaan mengandung zat aktif yang siap digunakan (dikonsumsi). Perkembangan teknologi menyebabkan obat tidak lagi dikonsumsi dalam bentuk zat murninya. Studi preformulasi adalah langkah awal dalam memformulasi yang mengkaji dan mengumpulkan keterangan-keterangan dasar tentang sifat kimia fisika dari zat aktif bila dikombinasikan dengan zat atau bahan tumbuhan menjadi suatu bentuk sediaan farmasi yang stabil, efektif dan aman. Studi ini mengharuskan seorang formulator harus mengetahui apakah zat aktif tersebut cocok atau tidak incomp (tidak bercampuran) dengan zat aktif Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar. Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat diklasifikasikan menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan. Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan sejati, suspensi, dan emulsi), bentuk sediaan semipadat (krim, lotion, salep, gel, supositoria), dan bentuk sediaan solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan serbuk). Perkembangan dalam bidang industri farmasi telah membawa banyak kemajuan khususnya dalam formulasi suatu sediaan, salah satunya adalah bentuk sediaan liquid. Dalam hal ini khususnya sediaan suspensi. Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi secara halus disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum (Ansel, 2008). Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
1
Formulasi obat dalam sediaan suspensi memiliki keuntungan yaitu rasanya yang lebih enak juga dapat meningkatkan absorpsi obat sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas dari obat (Hussein et al., 2009). Selain itu, ada beberapa alasan lain pembuatan suspensi oral untuk banyak pasien yaitu bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), mudahnya menelan cairan, mudah diberikan untuk anak-anak juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak (Ansel, 2008). Kesulitan dalam formulasi suspensi adalah pembasahan fase padat oleh medium suspensi, yang artinya, suspensi merupakan suatu sistem yang tidak dapat bercampur (Lachman, et al., 1994). Kestabilan fisik dari suspensi sendiri bisa didefinisikan sebagai keadaan dimana partikel tidak menggumpal dan tetap terdistribusi merata di seluruh sistem dispersi. Karena keadaan yang ideal jarang menjadi kenyataan, maka perlu untuk menambah pernyataan bahwa jika partikelpartikel tersebut mengendap, maka partikel-partikel tersebut harus dengan mudah disupensi kembali dengan sedikit pengocokan saja (Martin, et al., 1993). Dalam studi formulasi ini menggunakan Ibuprofen sebagai zat aktif yang tergolong dalam kelompok obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS atau nonsteroidal antiinflammatory drug) yang diindikasikan sebagai analgesik (pengurang rasa nyeri) dan antipiretik (penurun panas). Secara umum, obat ini digunakan untuk mengurangi sakit otot, nyeri haid, selesma, flu dan sakit selepas pembedahan. Nama kimia ibuprofen ialah asam 2-(4-isobutil-fenil)-propionat. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam. Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan kesadaran. Analgetik-antipiretik adalah kelompok non narkotika, artinya obat ini tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang (Djamhuri,1990). Analgetik non narkotika sering pula disebut analgetik-antipiretik atau non steroid anti-inflamantory Druds (NSAID). Analgetik non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem syaraf pusat. Obat golongan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai anti radang untuk pengobatan rematik.
2
Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan simplomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Antipiretik non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi dan pembuluh darah perifer dan mobilisasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil. (Siswandono, 2000). Aktivitas analgesik (penahan rasa sakit), Ibuprofen bekerja dengan cara menghentikan enzim siklooksigenase yang berimbas pada terhambatnya pula sintesis prostaglandin yaitu suatu zat yang bekerja pada ujung-ujung saraf yang sakit. Aktivitas antipiretik (penurun panas), ibuprofen bekerja di hipotalamus dengan meningkatkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan aliran darah piretik. Ibuprofen merupakan salah satu obat golongan analgetik-antipertik yang digunakan sangat luas di kalangan masyarakat Indonesia, selain karena harganya yang cukup terjangkau, juga memiliki aktivitas yang mampu menekan fungsi sistem syaraf pusat secara selektif dan relatif aman dengan penggunaan dosis terapi. Ibuprofen yang ada dipasaran tersedia dalam berbagai bentuk sediaan antara lain bentuk tablet, kaplet, rectal, maupun suspensi. Adapun pada formulasi kali ini, kami membuat sediaan Ibuprofen suspensi.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa saja yang termasuk komponen suspensi? 1.2.2 Apa saja alat dan bahan yang digunakan untuk membuat sediaan suspensi? 1.2.3 Bagaimana cara membuat suspensi yang baik?
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk mengetahui komponen dalam sediaan suspensi. 1.3.2 Untuk mengetahui alat dan bahan yang digunakan untuk membuat sediaan suspensi 1.3.3 Untuk mengetahui cara membuat sediaan suspensi yang baik
3
1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Dapat mengetahui komponen sediaan suspensi 1.4.2 Dapat mengetahui alat dan bahan yang digunakan untuk membuat sediaan suspensi 1.4.3 Dapat mengetahui cara pembuatan sediaan suspensi yang baik.
4
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Suspensi Suspensi adalah yang mengandung bahan obat padat dan bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (FI III hal: 32). Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut yang terdispersi dalam fase cair (FI IV hal : 17) Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk sangat halus, dengan atau tampa zat tambahan yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang di tetapkan (Formularium Nasional hal : 3) Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (IMO hal : 149). Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase. fase kontinue atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semi padat dan fase terdispersi atau fase dalam terbuat dari partikel” kecil, yang pada dasarnya tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu zat yang tidak larut bisa dimaksudkan untuk diabsorpsi fisiologis atau untuk fungsi pelapisan dalam dan luar (Lachman hal : 985) Suspensi oral adalah sediaan cair yang menfandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat dalam bentuk halus yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai, segera sebelum digunakan. (Syamsuni, 2006)
5
2.2 Sifat Sediaan Suspensi Sifat - sifat sediaan suspensi antara lain, 1. Suatu suspensi harus tetap homogen pada suatu periode, paling tidak pada periode antara pengocokkan dan penuangan sesuai dosis yang dikehendaki. 2. Pengendapan yang terjadi selama penyimpanan harus dapat didispersikan kembali pada saat pengocokkan. 3. Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat penuangan dari wadah. 4. Pertikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil yang baik dan tidak kasar.
2.3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Suspensi 2.3.1 Keuntungan 1. Cocok untuk orang yang sulit mengkonsumsi tablet, pil, dan kapsul. 2. Memiliki homogenitas tinggi. 3. Lebih mudah terabsorbsi dibanding tablet. 4. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air. 2.3.2 Kerugian 1. Memiliki kestabilan rendah. 2. Jika terbentuk caking maka akan sulit terdispersi kembali, homogenitasnya menjadi buruk. 3. Bila terlalu kental sediaan sulit dituang. 4. Ketepatan dosis lebih rendah dibanding larutan. 5. Suspensi harus dilakukan pengocokan sebelum digunakan. 6. Dalam penyimpanan, perubahan sistem dispersi akan meningkat saat terjadi perubahan temperatur.
6
2.4 Stabilitas Sediaan Suspensi Faktor – faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah (Syamsuni, 2006) 1. Ukuran Partikel Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk mengendap sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel 2. Kekentalan (Viskositas) Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran cairan tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tetapi kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. 3. Jumlah Partikel (Konsentrasi) Jika di dalam ruangan terdapat partikel dalam jumlah yang besar, maka partikel akan sulit melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Oleh benturan ini akan menyebabkan terbentuknya endapan zat tersebut, oleh karena itu semakin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam waktu yang singkat. 4. Sifat dan Muatan Partikel Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian, ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan
7
tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan alam, kita tidak dapat mempengaruhinya. Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdispersi merata. Jika partikel itu mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokkan ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregasi dan selanjutnya membentuk compacted cake, atau disebut caking. Jika dilihat dari faktor – faktor di atas, maka faktor konsentrasi dan sifat partikel tersebut merupakan faktor yang tetap (tidak dapat diubah) karena konsentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis sesuai resep dan sifat partikel merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel dan viskositas. Ukuran partikel dapat diperkecil menggunakan mixer, homogenizer, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase external dapat dinaikkan dengan menambahkan zat pengental (suspensing agent) yang larut ke dalam cairan tersebut yang umumnya bersifat mengembang dalam air (hidrokoloid)
2.5 Komponen Sediaan Suspensi Komponen sediaan suspensi terdiri dari : (Syamsuni, 2006) 1. Zat Aktif Yaitu zat yang berkhasiat dalam suspensi 2. Pensuspensi (Suspending agent) Merupakan bahan yang dapat meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga pengendapan dapar diperlambat. Bahan pensuspensi dapat dikelompokkan menjadi : a. Bahan Pensuspensi Alam Bahan pensuspensi alam dibedakan menjadi golongan Gom dan golongan bukan Gom 1) Golongan Gom
8
Gom dpat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk musilago atau lendir. Dengan terbentuknya musilago, viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensu. Kekentalan musilago sangat dipengaruhi oleh temperatur, pH, dan proses fermentasi bakteri Contoh bahan golongan Gom: Akasia (Pulvis Gummi Arabic), Chondrus, Tragacanth, Algin 2) Bahan Pensuspensi Alam Bukan Gom Yang termasuk golongan ini adalah tanah liat. Jika tanah liat dimasukkan ke dalam air, mereka akan mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan pengocokkan. Bahan tanah liat bersifat tidak larut dalam air sehingga penambahannya ke dalam suspensi adalah dengan menaburkan pada campuran tersebut. Keuntungan menggunakan bahan suspensi dari tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh suhu dan fermentasi dari bakteri, karena merupakan senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat. Contoh golongan bukan Gom : Bentonit, Hectorit dan Veegum b. Bahan Pensuspensi Sintetis 1) Derivat Selulosa Golongan ini tidak diabsorpsi oleh usus halus dan tidak beracuns sehingga banyak digunakan dalam produksi makanan. Selain digunakan sebagai pensuspensi, dapat digunakan juga sebagai laxansia dan bahan penghancur dalam pembuatan tablet Contoh derivat selulosa : Metil selulosa (methosol, tylose), karboksimetilselulosa (CMC), hidroksimetilselulosa. 2) Golongan Organik Polimer Organik polimer berupa serbuk putih , bereaksi asam, sedikit larut air, tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit, serta sedikit konsentrasi penggunaannya sehingga banyak digunakan sebagai suspending agent.
9
Contoh golongan organik polimer Carbomer (carboksi vinyl polymer), colloidal silicon dioxide. 3. Pembasah Bahan pembasah berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan
bahan
dengan air dan meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut. Biasanya digunakan surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak antara partikel at padat dan cairan pendispersi sehingga lebih mudah dibasahi. Contoh : Alkohol, Polietilen glikol, gliserin, dan propilen glikol 4. Zat tambahan lain a) Pengawet Kriteria pengawet yang ideal antara lain : 1) Pengawet harus efektif terhadap mikroorganisme spektrum luas. 2) Pengawet harus stabil fisika kimia dan mikribiologi selama masa berlaku produk tersebut. 3) Pengawet harus tidak toksis, mensesitasi, larut dengan memadai, dapat bercampur dengm komponen-komponen formulasi lain dan dapat diterima dilihat dari rasa dan bau pada konsentrasi yang digunakan Contoh bahan pengawet : Asam benzoat 0,1%, Natrium benzoat 0,1%, atau kombinasi dari metilparaben (0,05%) dan propilparaben (0,03) b) Zat Penambah Rasa Ada empat rasa sensasi dasar yaitu: asin, pahit, manis dan asam. Suatu kombinasi zat pemberi rasa biasanya diperlukan untuk menutupi sensasi rasa ini secara efektif. Menthol kloroform dan berbagai garam sering kali digunakan sebagai zat pembantu pemberi rasa (Patel dkk, 1994). Menurut Aulton (1989), ada tiga tipe penambahan rasa yaitu: 1) Zat pemanis, contohnya: sorbitol, saccharin dan invert syrup. 2) Syrup Berasa, contohnya: blackcurant, rasoberry dan chererry.
10
3) Minyak Beraroma / Aromatic Oils, contohnya: anisi, cinnamon lemon dan pepermint. 4) Penambahan Rasa Sintetik, contohnya: kloroform, vanillin, benzaldehid, dan berbagai senyawa organik lain (alkohol, aldehid, ester dan keton). c) Zat Penambah Warna Ada beberapa alasan mengapa farmasi perlu ditambahkan zat pewarna yaitu menutupi penampilan yang tidak enak dan untuk menambah daya tarik pasien. Zat pewarna harus aman, tidak berbahaya dan tidak memiliki efek farmakologi. Selain itu tidak bereaksi dengan zat aktif dan dapat larut baik dalam sediaan (Ansel, 1989). Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa misalnya merah untuk strawbery dan warna kuning untuk rasa jeruk (Ansel, 1989). Beberapa contoh yang bisa digunakan yaitu Tartazin (kuning), amaranth (merah), dan patent blue V (biru). Clorofil (hijau) (Aulton, 1989). d) Zat Penambah Bau Tujuan penambahan bau adalah untuk dapat menutupi bau yang tidak enak yang ditimbulkan oleh zat aktif atau obat. Bau sangat mempengauhi rasa dari suatu preparat pada bahan makan (Ansel, 1989). Dapat digunakan penambah bau berupa essense dari buah-buahan yang disesuaikan dengan rasa dan warna sediaan yang akan dibuat. e) Zat Pembawa Zat pembawa yang bisa digunakan dalam pembuatan suspensi oral adalah air murni (Ansel, 1989).
2.6 Metode Pembuatan Sediaan Suspensi Menurut Syamsuni (2006) ada 2 metode pembuatan sediaan suspensi 1. Metode Dispersi Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Kadang – kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam pembawa. Hal
11
tersebut karena adanya udara, lemak atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang halus mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk dibasahi tergantung pada besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah. 2. Metode Presipitasi Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut pada pelarut organik, kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Contoh pelarut organik adalah ethanol, propilen glikol, dan PEG
2.7 Sistem Pembentukan Suspensi 1. Sistem Flokulasi Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah cepat mengenap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sistem flokulasi biasanya mencegah pemisahan yang sungguh– sungguh tergantung pada kadar partikel padat dan derajat flokulasinya pada suatu waktu sisitem flokulasi kelihatan kasar akibat terjadinya flokul. 2. Sistem Deflokulasi Pada sistem deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengenap perlahan – lahan dan akhirnya membentuk sedimen dan terjadi agregrasi dan selanjutnya cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali. Dalam sistem deflokulasi, partikel terdispersi baik dan mengendap sendirian, tapi lebih lambat dari pada sistem flokulasi tapi partikel deflokulasi berkehendak membentuk sedimen atau cake yang sukar terdispersi kembali
2.8 Pengemasan dan Penyimpanan Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang menandai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang.
12
Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas berlebihan dan cahaya. Suspensi perlu dikocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam (Ansel, 1989).
13
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Bahan Obat Nama Bahan
: Ibuprofen
Sinonim
: Benzeneacetic acid (USP)
Struktur Kimia
:
Nama kimia
: (±)-2-(p-Isobutilfenil)asam propionat [15687-27-1]
BM
: 206,28
Kemurnian
: mengadung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% 𝐶13 𝐻18 𝑂2 dihitung terhadap zat anhidrat
Efek terapeutik
: Analgetik, Antipiretik, Antiinflamasi
Tinjauan Farmakologi Obat Dosis
: Awal 1.2 – 1.8 gram sehari dalam 3 – 4 dosis
Sehingga Dosis
: 1 x = 300 – 600 mg
Farmakodinamik : Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat antiinflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan
enzim
siklo-oksigenase
pada
biosintesis
prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2 terganggu. Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi, analgesia dan demam. Dengan demikian maka ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi dan analgetik-antipiretik. Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin) dengan efek samping yang lebih ringan terhadap lambung.
14
Farmakokinetika : Untuk antipiretik, konsentrasi serum 10 mg/L (48µmol/L). konsentrasi serum diatas 200 mg/L (971 µmol/L) setelah pemberian menimbulkan toksisitas berat seperti apnea, asidosis metabolic, dan koma. Nasib obat, dengan cepat diabsorbsi dari GI dan bioavaibilitasnya lebih dari 80%. Konsentrasi puncak pada anak-anak 17-42 mg/L (121-257 µmol/L) setelah pemberian dosis 10 mg/kgBB dicapai pada 1,1 ± 0,3 jam. Lebih dari 99% berikatan dengan protein plasma, dan dimetabolisme paling tidak menjadi 2 metabolit tidak aktif. Volume distribusi 0.15 ± 0.02 L/kg, meningkat pada cystic fibrosis. Klirens 0.045 ± 0.012 L/jam/kg, meningkat pada cystic fibrosis. Kurang dari 1% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Waktu paruh 2 ± 0.5 jam. Indikasi
: meringankan gejala arthritis rematoid, osteoarthritis, nyeri yang sedang sampai berat, dismenorhea primer, dan menurunkan demam. Tidak digunakan untuk : pengobatan arthritis rematoid pada anak-anak, terbakar sinar matahari, resisten agne vulgaris.
Efek Samping
: Jarang terjadi : dapat timbul efek samping seperti gangguan saluran
pencernaan,
termasuk
mual,
muntah,
gangguan
percernaan, diare, konstipasi dan nyeri lambung. Juga pernah dilaporkan
terjadi
ruam
kulit,
penyempitan
bronchus
(bronchospasme), thrombositopenia (penurunan sel pembeku darah). Organoleptis bahan Aktif (FI IV hal 449) Warna
: putih hingga hampir putih
Rasa
: tidak berasa
Bau
: khas lemah
Bentuk
: serbuk hablur
15
Karakteristik Fisika Kimia Kelarutan
: praktis tidak larut dalam air (21 mg/L pada 25º C); sangat mudah larut dalam ethanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform; sukar larut dalam etil asetat
Titik lebur
: 75.0 – 77.5ºC
BJ
:
pKa
: 4.91
Stabilitas
: stabil
3.2 Rancangan Takaran Bahan Aktif Senyawa aktif Ibuprofen
Efek/Khasiat Analgetik, Antipiretik, Antiinflamasi
Efek Samping Jarang terjadi - Ggn sal pencernaan (mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri lambung) - Ruam kulit, bronchospasme, trombositopenia
Karakteristik fisika - Praktis tidak larut dalam air - Kelarutan : sangat mudah larut dalam ethanol, metanol, aseton dan kloroform, sukar larut dlm etil asetat
Bahan aktif terpilih
: Ibuprofen
Dosis sediaan
: 100 mg/5 mL
Alasan
: mempunyai efek yang luas yaitu antipiretik, analgesik dan antiinflamasi. Absorpsi baik pada saluran pencernaan dan bioavailabilitasnya lebih dari 80%.
Bentuk Sediaan terpilih
: Oral suspensi
Alasan
: Ibuprofen praktis tidak larut dalam air.
16
Dosis dan jumlah per kemasan : awal 1.2 – 1.8 gram dalam 3 – 4 dosis
Dewasa
1 x = 300 – 600 mg Konsumen yang dituju
: anak usia 2 – 12 tahun
Pemakaian Dosis 1x Usia
Perhitungan Dosis 1x
Rentang dosis (mg)
Pemakaian 1 x (sendok takar)
Cek Dosis 1x
2
2/14 x (300-600) mg
42.9 - 87.5
½
50/87.5 = 0.58 ≠ OD
3
3/15 x (300-600) mg
60 – 120
1
100/120 = 0.83 ≠ OD
4
4/16 x (300-600) mg
75 – 150
1
100/150 = 0.66 ≠ OD
5
5/17 x (300-600) mg
88.2 – 176.5
1½
150/176.5 = 0.85 ≠ OD
6
6/18 x (300-600) mg
100 – 200
1½
150/200 = 0.75 ≠ OD
7
7/19 x (300-600) mg
110.5 – 221
1½
150/221 = 0.68 ≠ OD
8
8/20 x (300-600) mg
120 – 240
2
200/240 = 0.83 ≠ OD
9
9/20 x (300-600) mg
135 – 270
2
200/270 = 0.74 ≠ OD
10
10/20 x (300-600) mg
150 – 300
2½
250/300 = 0.83 ≠ OD
11
11/20 x (300-600) mg
165 – 330
3
300/330 = 0.91 ≠ OD
12
12/20 x (300-600) mg
180 – 360
3
300/360 = 0.83 ≠ OD
Rentang dosis (g)
Pemakaian 1 hari (cth)
Cek Dosis 1hari
Pemakaian dosis 1 hari Usia
Perhitungan Dosis 1 hari
2
2/14 x (1.2 – 1.8) g
0.17 – 0.26
3-4 x ½
0.15/0.26 = 0.58 ≠ OD
3
3/15 x (1.2 – 1.8) g
0.24 – 0.36
3-4 x 1
0.3/0.36 = 0.83 ≠ OD
4
4/16 x (1.2 – 1.8) g
0.3 – 0.45
3-4 x 1
0.3/0.45 = 0.66 ≠ OD
5
5/17 x (1.2 – 1.8) g
0.35 – 0.5
3-4 x 1½
0.45/0.5 = 0.9 ≠ OD
6
6/18 x (1.2 – 1.8) g
0.4 – 0.6
3-4 x1½
0.45/0.6 = 0.75 ≠ OD
7
7/19 x (1.2 – 1.8) g
0.44 – 0.66
3-4 x 1½
0.45/0.66 = 0.66 ≠ OD
17
Usia
Perhitungan Dosis 1 hari
Rentang dosis (g)
Pemakaian 1 hari (cth)
Cek Dosis 1hari
8
8/20 x (1.2 – 1.8) g
0.48 – 0.72
3-4 x 2
0.6/0.72 = 0.83 ≠ OD
9
9/20 x (1.2 – 1.8) g
0.54 – 0.81
3-4 x 2
0.6/0.81 = 0.74 ≠ OD
10
10/20 x (1.2 – 1.8) g
0.6 – 0.9
3-4 x 2½
0.75/0.9 = 0.83 ≠ OD
11
11/20 x (1.2 – 1.8) g
0.66 – 0.99
3-4 x 3
0.9/0.99 = 0.91 ≠ OD
12
12/20 x (1.2 – 1.8) g
0.72 – 1.08
3-4 x 3
0.9/1.08 = 0.83 ≠ OD
Volume kemasan terkecil Lama pengobatan
: 3 hari
a. 2 tahun = 3 – 4 x 2.5 mL 1 hari = 7.5 mL – 10 mL 3 hari = 22.5 mL – 30 mL b. 3 – 4 tahun = 3 – 4 x 5 mL 1 hari = 15 mL – 20 mL 3 hari = 45 – 60 mL c. 5 – 7 tahun = 3 – 4 x 7.5 mL 1 hari = 22.5 mL – 30 mL 3 hari = 67.5 mL – 90 mL d. 8 – 9 tahun = 3 – 4 x 10 mL 1 hari = 30 mL – 40 mL 3 hari = 90 mL – 120 mL e. 10 tahun = 3 – 4 x 12.5 mL 1 hari = 37.5 mL – 50 mL 3 hari = 112.5 mL – 150 mL f. 11 – 12 tahun = 3 – 4 x 15 mL 1 hari = 45 mL – 60 mL 3 hari = 135 mL – 180 mL
18
3.3 Rencana Spesifikasi Bentuk sediaan
: suspensi oral
Kadar bahan aktif : 100 mg/5 ml pH sediaan
: 6,0 ± 0,5
Warna
: orange
Bau
: jeruk
Rasa
: manis jeruk
Viskositas
:-
Kemasan terkecil : 60 mL
3.4 Bahan Tambahan Fungsi Bahan
Karakteristik bahan
Suspending agent
CMC Na (HPE 6th ed, hal 118) - Bentuk Serbuk berwarna putih atau hampir putih, tidak berbau, tidak berasa, dan berbentuk butiran. Higroskopis setelah pengeringan - Kelarutan Praktis tak larut dlm aseton, ethanol, ether, dan toluene. Mudah terdispersi dengan air dlm berbagai temperatur membentuk suspensi koloid jernih - Keamanan Non toksik dan non iritan. Stabil pd pH 4-10 dan optimal pada pH netral. - Penggunaan : 0.1 % - 1.0 % untuk larutan oral
Bahan terpilih - CMC Na
Akasia (HoPE 6th ed, hal 1) - Bentuk Bubuk serpihan tipis putih atau kekuningan putih, tidak berbau dan tak berasa. - Kelarutan Larut 20 bagian glycerin, 20 bagian propylene glycol, 2.7 bagian air; praktis tak larut dalam ethanol (95%). Viskositas optimal pada pH 5-9 - Keamanan
19
Fungsi Bahan
Karakteristik bahan
Bahan terpilih
Tak beracun, hipersensitivitas setelah inhalasi atau menelan. Mudah ditumbuhi mikroba. - Penggunaan 5 – 10% sebagai suspending agent Pembasah
Glyserin (HoPE 6th ed, hal 283) - Bentuk Cairan jernih, tidak berbau, tidak bewarna, kental, higroskopik, rasa manis 0.6 kali sukrosa - Kelarutan - Sedikit larut dalam aseton, larut dalam etanol 95%, metanol, air, tidak larut dalam benzena, kloroform minyak, larut 1 : 500 dengan eter dan 1 : 1 dengan etil asetat - Keamanan Tidak beracun dan tak berbahaya, tetapi memiliki efek pencahar dalam dosis oral - Penggunaan ≤ 30%
- Propilen glikol
Propilen Glikol (HoPE 6th ed hal 592) - Bentuk Cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, rasa manis, sedikit pahit - Kelarutan Campur dengan aseton, kloroform, eter, etanol 95%, glyserin, air, larut dalam 6 bag eter, tidak larut dengan minyak mineral PEG. Memiliki kelarutan yg lebih baik dari glicerin. - Keamanan non toksik jika dibandingkan dengan golongan glicol yg lain. Mudah diserap di saluran pencernaan - Penggunaan 10 – 25% untuk preparasi oral Pemanis
Glyserin (HoPE 6th ed, hal 283) - Bentuk
- Sirupus simplex
20
Fungsi Bahan
Karakteristik bahan
Bahan terpilih
Cairan jernih, tidak berbau, tidak bewarna, kental, higroskopik, rasa manis 0.6 kali sukrosa - Kelarutan - Sedikit larut dalam aseton, larut dalam etanol 95%, metanol, air, tidak larut dalam benzena, kloroform minyak, larut 1 : 500 dengan eter dan 1 : 1 dengan etil asetat Propilen Glikol (HoPE 6th ed hal 592) - Bentuk Cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau, rasa manis, sedikit pahit - Kelarutan Campur dengan aseton, kloroform, eter, etanol 95%, glyserin, air, larut dalam 6 bag eter, tidak larut dengan minyak mineral PEG. Memiliki kelarutan yg lebih baik dari glicerin. Sirupus Simplex (FI III, hal 567) - Bentuk Larutan jernih tak berwarna - Pemerian Mengandung 65 - 67 bagian sakarosa Pengawet
Natrium Benzoat (HPE 6th ed hal 627) - Bentuk Granul putih/kristalin, sedikit higroskopik, tidak berbau, tidak berwana, tidak manis dan asin - Kelarutan Pada suhu 20°C kelarutan dalam Etanol 95% 1:75 Etanol 90% 1:50, Air 1:1.8, Air 100% 1:1 - Penggunaan 0.02 – 0.5 %
- Nipagin
Nipagin (Metil Paraben) (HoPE 6th ed hal 441) - Bentuk Kristal tidak berwarna atau serbuk kristalin, berwarna putih, tidak berbau atau berbau lemah, rasa sedikit membakar
21
Fungsi Bahan
Karakteristik bahan
Bahan terpilih
- Kelarutan Pada suhu 25°C larut dalam : Etanol 95% 1:3 Etanol 50% 1:6 Eter 1:50 Glyserin 1: 60 - Penggunaan 0.015 – 0.2% Pelarut/pembawa
Aquadestilata (FI III hal 96) - Bentuk Cairan jernih, tidak berwarna, tak berbau, tak berasa
Aquades
3.5 Skema Ibuprofen Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Praktis tidak larut dalam air,
Bau khas lemah
Tidak berasa
Penambahan suspending agent dan pembasah untuk mendispersikan zat aktif
Ditambahkan corigen odoris untuk menutupi bau
Ditambahkan pemanis/perasa untuk menarik perhatian pasien
CMC Na
Essens jeruk
Sirupus simplek
22
3.6 Rancangan Formula Bahan
Fungsi
Rentang
Kadar
Ibuprofen
Zat aktif Analgetik, antipiretik
1.2 gram
CMC Na
Suspending agent
0.1% - 1.0%
300 mg
Propilen glikol
Pembasah, pengawet
10% - 15%
6 mL
Sirupus simplek
Pemanis
Nipagin
Pengawet
Essens Jeruk
Pewangi, perasa
2 tetes
Aquadest
Pelarut/pembawa
Ad 60 mL
5 mL 0.015% – 0.2%
9 mg
3.7 Alat Mortir dan stamper Wadah sediaan (botol kaca) Beker glas Neraca gram/miligram balance Batang pengaduk
3.8 Prosedur Kerja Kalibrasi botol 60 mL ↓ Ditimbang CMC Na sebanyak 300 mg kembangkan dengan air panas di dalam mortir panas (campuran 1) ↓ Ditimbang Ibuprofen, ditambahkan ke dalam propilen glikol, aduk ad homogen ↓
23
Ditimbang Nipagin dan Saccarin Na, ditambahkan ke dalam larutan Ibuprofen + Propilen glikol, aduk ad homogen (campuran 2) ↓ Masukkan campuran 2 kr dalam campuran 1 ↓ Diaduk ad homogen, tambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai suspensi bisa dituang di botol ↓ Tambahkan aqua sampai batas 60 mL sesuai kalibrasi
24
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan Suspensi merupakan sediaan liquid yang terdiri dari zat aktif yang memiliki kelarutan yang buruk dalam air/pelarut sehingga memerlukan beberapa bahan tambahan seperti suspending agent, pembasah, pengawet, perasa, pemanis, dan lain – lainnya. Suspensi oral memiliki keuntungan yaitu cocok untuk orang yang sulit mengkonsumsi tablet, pil, dan kapsul, memiliki homogenitas tinggi, lebih mudah terabsorbsi dibanding tablet, mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air. Selain itu dalam suspensi oral dapat pula mengubah dosis zat aktif sesuai kebutuhan. Dalam sediaan suspensi harus diperhatikan pula pemilihan bahan tambahan dalam formulasi dan metode pembuatannya. Karena dapat mempengaruhi stabilitas dan efektifitas kerja zat aktif.
4.2 Saran Dalam merencanakan suatu formulasi sediaan baik liquid, solid maupun semi solid sebaiknya memperhatikan karakteristik zat aktif terlebih dahulu. Sehingga didapatkan bahan tambahan yang cocok yang diperlukan dengan memperhatikan juga karakteristik masing – masing bahan tambahan. Melalui tugas ini diharapkan mahasiswa mampu untuk merencanakan dan menyusun suatu formulasi sediaan yang baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Edisi IV) Penerjemah : Parida Ibrahim. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1979) Farmakope Indonesia (Edisi III). Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995) Farmakope Indonesia (Edisi IV). Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Djamhuri, A., 1990 Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Keperawatan, 37 – 40, Hipokrates, Jakarta Hussein, W., Waqar, S., Khalid, S., & Naveed, S. (2009). Importance of bioavailability of drug with reference to dosage form and formulation. Journal of Pharmaceutics and Cosmetology. 2 (7), 39-44 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia. (Edisi V). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Lachman, L., Lieberman, H. A., & Kanig, J. L. (1994). Teori dan praktek farmasi industri I (Edisi 3). Penerjemah: Siti Suyatmi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Quinn, M.E. (2009). Handbook of pharmaceutical excipients, (6th ed). Washington D.C : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association Siswandono dan Soekardjo, B., 1995 Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga University Press, Surabaya Syamsuni, H. A. Drs., Apt., 2006 Ilmu Resep. Jakarta : EGC (Penerbit Buku Kedokteran)
26