MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA “FORMULASI TABLET IBUPROFEN DENGAN METODE GRANULASI KERING”
Kelompok 6 1. M.Ilham Abi 2. Mahida Rina Susanti 3. Maya Trisandi 4. Mega Aulia
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nahdatul Wathan Mataram DIII Farmasi T.A 2018/2019
I.
Tujuan 1. Mengetahui cara pembuatan tablet ibuprofen dengan metode granulasi kering. 2. Melakukan uji Quality Control (QC) terhadap tablet.
II. Teori Dasar Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Depkes RI, 1979). Tablet dibuat terutama dengan cara mengempa massa kempa yang mengalir dari corong ke sisi pengisi lalu ke lubang kempa kemudian dikempa menjadi massa yang kompak atau secara singkat dapat dikatakan bahwa tablet yang dibuat secara kempa (kompresi), menggunakan mesin yang mampu menekan bahan bentuk serbuk atau granul dengan menggunakan berbagai bentuk atau ukuran punch dan die (Lachman, 1989). Komponen formulasi tablet terdiri dari bahan berkhasiat dan bahan pembantu (eksipien). Bahan tambahan (eksipien) yang digunakan dalam mendesain formulasi tablet dapat dikelompokan berdasarkan fungsionalitas eksipien sebagai berikut: 1. Zat Aktif Idealnya zat aktif yang akan diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: kemurniannya tinggi, stabil, kompatibel dengan semua eksipien, bentuk partikel sferis, ukuran dan distribusi ukuran partikelnya baik, mempunyai sifat alir yang baik, tidak mempunyai muatan pada permukaan (absence of static charge on surface) dan mempunyai sifat organoleptis yang baik. 2. Zat tambahan (eksipien) Eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi. Bahan tambahan bukan merupakan bahan aktif, namun secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada kualitas atau mutu tablet yang dihasilkan. Beberapa kriteria umum yang esensial untuk eksipien, yaitu netral secara fosiologis, stabil secara fisika dan kimia, memenuhi peraturan perundangan, tidak
mempengaruhi bioavaiabilitas obat, bebas dari mikroba patogen dan tersedia dalam jumlah yang cukup dan murah (Sulaiman, 2007). Eksipien yang umumnya digunakan dalam formulasi sediaan tablet : a. Zat pengisi (diluents) dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan Saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phosphas, Calcii Carbonas dan zat lain yang cocok. b. Zat pengikat (binder) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilago Gummi Arabici 10-20% (solution Methylcellulosum 5%) c. Zat penghancur (desintegrant) dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan adalah Amylum Manihot kering, Gelatinum, Agar-agar, dan Natrium Alginate. d.
Zat pelicin (lubricant) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matrys). Biasanya digunakan talkum 5%, Magnesii Stearas, Acidum Stearicum (Anief, 2005). Pada umumnya metode pembuatan tablet dengan cara granulasi. Granulasi merupakan
suatu proses membesarkan ukuran partikel-partikel kecil serbuk yang terikat satu sama lain menjadi besar yang dapat mengalir bebas. Tujuan granulasi adalah membuat, massa mengalir bebas,
memadatkan
campuran
bahan,
membuat
campuran
seragam
yang
tidak
memisah,memperbaiki karakteristik kompresibilitas dari zat aktif, mengendalikan kecepatan pelepasan zat aktif dari sediaan, mengurangi debu dan meningkatkan penampilan tablet (Lachman, 1989). Granulasi dibagi menjadi dua metode, yaitu metode granulasi basah dan granulasi kering. Selain metode granulasi, tablet juga dapat dibuat dengan metode kompresi langsung (Kloe, 2010). Granula adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil. Umumnya terbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran biasanya berkisar antara ayakan no.4-12, walaupun demikian granula dari macam-macam ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat bergantung pada tujuan pemakaiannya (Ansel, 1989).
Granulasi kering disebut juga slugging, yaitu memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula (granul). Prinsip dari metode ini adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan pelarut, ikatannya didapat melalui gaya. Teknik ini yang cukup baik, digunakan untuk zat aktif yang memiliki dosis efektif yang terlalu tinggi untuk dikempa langsung atau zat aktif yang sensitif terhadap pemanasan dan kelembaban (Andayana, 2009). Pada proses ini komponen–komponen tablet dikompakan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan ke dalam die dan dikompakkan dengan punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug, prosesnya disebut slugging.Pada proses selanjutnya slug kemudian diayak dan diaduk untuk mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal, bila slug yang didapat belum memuaskan maka proses diatas dapat diulang (Kloe, 2010). Dalam jumlah besar granulasi kering dapat juga dilakukan pada mesin khusus yang disebut roller compactor yang memiliki kemampuan memuat bahan sekitar 500 kg, roller compactor memakai dua penggiling yang putarannya saling berlawanan satu dengan yang lainnya, dan dengan bantuan teknik hidrolik pada salah satu penggiling mesin ini mampu menghasilkan tekanan tertentu pada bahan serbuk yang mengalir diantara penggiling (Andayana, 2009). Metode ini digunakan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut :
Kandungan zat aktif dalam tablet tinggi
Zat aktif susah mengalir
Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab (Lachman, 1989). Keuntungan cara granulasi kering adalah:
Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu
Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab
Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat (Lachman, 1989).
Kekurangan cara granulasi kering adalah:
Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug
Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam
Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang (Lachman, 1989). Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang bersifat analgesik kuat, antipiretik,
dan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Ibuprofen relatif lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis sebagai
obat
generik
analgetik,
sehingga
ibuprofen
dijual
bebas dibeberapa negara antara lain Amerika Serikat dan Inggris
(Zubaidah, 2009). Ibuprofen berbentuk serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat. Ibuprofen hanya sangat sedikit larut dalam air. Kurang dari 1 mg ibuprofen larut dalam 1 ml air namun, jauh lebih mudah larut dalam alkohol atau campuran air (Zubaidah, 2009; Dewland, 2009). Ibuprofen
bekerja
dengan
menghambat
konversi asam arakidonat menjadi terganggu.
enzim
siklooksigenase sehingga
Ada dua jenis siklooksigenase, yang
dinamakan COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah, lambung, dan ginjal, sedangkan COX- 2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi oleh merupakan
sitokin dan
mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi dari
ibuprofen berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2, dan adapun efek samping seperti perdarahan saluran cerna dan kerusakan ginjal adalah disebabkan inhibisi COX-1. Ibuprofen menghambat COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan respon inflamasi (Ganiswara, 2003). Ibuprofen dosis rendah (200 mg dan 400 mg) banyak tersedia. Ibuprofen memiliki durasi tergantung dosis yaitu sekitar 4-8 jam, yang
lebih lama
dari
yang
disarankan
dari waktu paruh. Dosis yang dianjurkan bervariasi tergantung massa tubuh dan indikasi. Umumnya, dosis oral 200-400 mg (5-10 mg / kg BB pada anak-anak) setiap 4-6 jam, dapat ditambahkan sampai dosis harian
800-1200 mg. Jumlah maksimum ibuprofen untuk
orang dewasa adalah 800 miligram per dosis atau 3200 mg per hari (4 dosis maksimum) (Dewland, 2009).
Laktosa anhidrat berfungsi sebagai diluent (pengisi) agar dapat membuat tablet dengan ukuran yang sesuai dan memperbaiki daya kohesi sehinga dapat dicetak atau untuk memperbaiki aliran (Ansel,1989). Amprotab memiliki bentuk yang tidak berbau dan berasa, serbuk berwarna putih berupa granul- granul kecil berbentuk sferik atau oval dengan ukuran dan bentuk yang berbeda untuk setiap varietas tanaman.Kegunaan sebagai glidan, pengisi tablet dan kapsul, penghancur tablet dan kapsul, serta pengikat tablet. Kelarutan praktis tidak larut dalam etanol dingin (95%) dan air dingin. Amilum mengembang dalam air dengan konsentrasi 5-10% pada 37oC. Aplikasi dalam Teknologi Formulasi sebagai bahan tambahan untuk sediaan oral padat dengan kegunaannya sebagai pengikat, pengisi, dan penghancur. Pada formulasi tablet, pasta amilum segar dengan konsentrasi 50-25% b/b digunakan pada granulasi tablet sebagai pengikat. Sebagai penghancur, digunakan amilum dengan konsentrasi 3-15% b/b. Stabilitas pati kering dan tanpa pemanasan stabil jika dilindungi dari kelembaban yang tinggi. Jika digunakan sebagai penghancur pada tablet dibawah kondisi normal pati biasanya inert. Larutan pati panas atau pasta secara fisik tidak stabil dan mudah ditumbuhi mikroorganisme sehinggamenghasilkan turunan pati dan modifikasinya yang berbentuk unik (Wade and Weller, 1994). Magnesium stearat memiliki bentuk hablur sangat halus, berbau khas dan berasa. Aplikasi dalam teknologi formulasi digunakan untuk kosmetik, makanan, dan formulasi obat. Biasanya digunakan sebagai lubrikan pada pembuatan kapsul dan tablet dengan jumlah antara 0,25 – 5,0 % (Rowe et al., 2009). Talkum berbentuk serbuk sangat halus, putih sampai putih abu-abu, tidak berbau. Langsung melekat pada kulit, lembut disentuh. Aplikasi dalam teknologi formulasi digunakan untuk sediaan oral padat sebagai lubrikan dan pengisi. Pemakaian sebagai glidan dan lubrikan tablet : 1-10% dan sebagai pengisi tablet dan kapsul : 5-30% (Rowe et al., 2009). Natrium starch glycolate (primogel, explotab), pemakaian 1-20% dengan konsentrasi optimum 4% . Explotab tidak dapat sebagai penghancur dalam. Mekanisme sama dengan starch secara umum, merupakan starch termodifikasi sehingga mampu menyerap air 200300%. Waktu disintegrasi ditentukan pula oleh besarnya tekanan pengempaan. Perlu diperhatikan pada suhu dan kelembaban yang tinggi dapat memperlama waktu disintegrasi sehingga memperlambat waktu disolusi (Wade and Weller, 1994).
1. Ibuprofen
Pemerian : serbuk hablur , putih hingga hampir putih, bau khas lemah.
Nama kimia : -2-(p- isobutilfenil) asam propionat
Struktur kimia:
Rumus molekul dan bobot molekul : C13H18O2 dan 206,28
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air , sangat mudah larut dalam etanol, dalam aseton. Dalam methanol dan dalam kloroform ; sukar larut dalam etil asetat.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Konsentrasi : 400 mg
Fungsi : sebagai zat aktif (analgesik)
2. Starch
Pemerian : tidak berbau dan berasa halus, berwarna putih. Serbuk terdiri butiran bulat
Nama lain : Amido, amidon , amilo, amylum
Nama kimia : starch [9005- 25-8]
Struktur kimia :
Rumus molekul dan bobot molekul : (C6H10O5)n dan 50.000 – 160.000
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan ethanol (95%). Starch instan mengembang pada air sebanyak 5–10% at 378C.
Ph larutan dan Ph stabilita : 5,5 – 6,5
Stabilitas : stabil bila dihindarkan dari kelembapan yang tinggi.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Konsentrasi : Disintegran 3-25% ; Binder 3-20%
Fungsi : Glidant; tablet and capsule diluent; tablet and capsule
disintegrant; tablet binder.
3. Talk
Pemerian : serbuk hablur, sangat halus, putih, atau putih kelabu.Berkilat mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran.
Nama lain : magnesium silikat hidrat, talcum.
Nama kimia : Talc [14807-96-6]
Rumus molekul dan bobot molekul : Mg6(Si2O5)4(OH)4 dan -
Kelarutan : larut dalam asam tidak lebih dari 2,0 %
Ph larutan dan Ph stabilita : 7 -10
Stabilitas : talk adalah bahan yang stabil.
Inkompatibilitas : Incompatible with quaternary ammonium compounds.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup
Konsentrasi : Glidant 1–10 %
Fungsi : Glidant
4. Magnesium Stearat
Pemerian : magnesium stearat stabil, putih mengkilat,mengendap, serbuk dengan densitas yang rendah. Serbukberminyak jika disentuh dan mudah melekat pada kulit.
Nama lain : Magnesium octadecanoate; octadecanoicacid, magnesium salt; stearic acid, magnesium salt.
Nama kimia : Octadecanoic acid magnesium salt [557-04-0]
Struktur kimia : [CH3(CH2)16COO]2Mg
Rumus molekul dan bobot molekul : C36H70MgO4 dan 591.34
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol, etanol (95%), eterdan air, sedikit larut dalam benzene dan etanol panas.
Stabilitas : stabil pada berbagai kondisi
Inkompatibilitas : Incompatible dengan asam kuat, basa, dangaram besi. Hindari campuran dengan bahan pengoksidasikuat. Magnesium stearat tidak dapat digunakan dalam produkyang mengandung aspirin, beberapa vitamin dan beberapagaram alkaloid.
Wadah dan penyimpanan : disimpan dalam wadah tertutup rapat dalamtempat yang dingin dan kering.
Konsentrasi : Lubricant 0,25 – 5%
Fungsi : Lubricant
5. Laktosa
Pemerian : Serbuk hablur, tidak berbau, rasa agak manis
Nama lain : Anhydrous Lactose NF 60M; Anhydrous Lactose NF Direct
Tableting; Lactopress Anhydrous; lactosum; lattioso; milk
sugar; Pharmatose DCL 21; Pharmatose DCL 22; saccharum
lactis; Super-Tab Anhydrous.
Nama kimia : O-b-D-galactopyranosyl-(1!4)-b-D-glucopyranose [63-42-3]
Struktur kimia :
Rumus molekul dan bobot molekul : C12H22O11 dan 342.30
Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air mendidih, sukar larut dalam ethanol (95%) P, Praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P
Ph larutan dan Ph stabilita : 4,0 – 6,0 larutan 10%
Inkompatibilitas : : inkompatibel dengan oksidator kuat
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup
Fungsi : Pemanis dan Diluent
6. Amprotab
Pemerian : Serbuk atau massa, keras ,putih, atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil diudara tetapi mudah menyerap bau (Depkes RI,1995)
Kelarutan : Mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter ( Depkes RI,1995)
Stabilitas : Dalam keadaan kering stabil terhadap bahan kimia lain dan oleh mikroorganisme dalam bentuk pasta/basah mudah rusak terhadap mikroba.
Inkompatibilitas : : Dengan pengoksida kuat
Fungsi : Penghancur
III. Formula Teoritis
No.
Bahan Baku
Jumlah Per
Jumlah yang Diperluka
Tablet
nuntuk 400 tab
1
Ibuprofen
200 mg
80 gram
2
Laktosa anhidrat
200 mg
80 gram
3
Amprotab
265 mg
106 gram
4
Na-starch glycolat
50 mg
20 gram
5
Talkum
4 mg
0,8 gram
6
Mg Stearat
1 mg
0,4 gram
IV. Pre-Formulasi untuk 7000 tablet Kadar Ibuprofen : 300 mg Bobot per tablet 700 mg/tab akan dibuat menjadi 7000 tablet R/
Ibuprofen 300 mg Amprotab 10 %
Fase Dalam = 0,92 x 700 = 644
Laktosa Anhidrat qs Na-starch glycolat 10 % Mg stearat 1 % Talc 2 %
Fase luar 8%
Amprotab 5 %
Harga Bahan Ibuprofen 300 mg Rp 3.000/strip 1 strip isi 10 tablet jadi 700 strip dikali Rp 3.000 adalah Rp 2.100.000 Amprotab 10 % Laktosa Anhidrat qs Na-starch glycolat 10 % Mg stearat 1 % Talc 2 % Amprotab 5 %
V. Perhitungan Fase dalam ( 92% ) 1 Tablet = 0.92 x 700 = 644 mg 7000 Tablet = 644 x 7000 = 4.508.000 mg atau 4,5 kg Fase luar ( 8% )
1. Tablet = 0,08 x 700 = 56 mg 7000 Tablet = 56 x 7000 = 392.000 mg atau 0,4 kg Fase Dalam Ibuprofen
: 300 mg
Amprotab 10% x 700 mg
: 70 mg
Na-starch glycolat 10 % x 700
: 70 mg + 440
Laktosa anhidrat 644 – 440
: 204 mg +
Total Fase dalam
: 644
Sebagaimana halnya dalam proses pencetakan tablet, pengempaan pada proses sluging juga membutuhkan pelincir. Untuk memenuhi kebutuhan ini separuh pelincir ini dimasukkan kedalam fase dalam. Mg stearat 0,5 % x 700
: 3,5 mg
Talc 1 % x 700
: 7 mg + 654,4
93,5 %
Fase Luar Mg stearat 0,5 % Talc 1 %
6,5 %
Amprotab 5% Formulasi tiap tablet : 1 batch 7000 tablet Ibuprofen
: 300 mg x 7000
= 2100 g
Laktosa Anhidrat
: 204 mg x 7000
= 1428 g
Amprotab
: 70 mg x 7000
= 490 g
Na-starch glycolat
: 70 mg x 7000
= 490 g
Mg stearat
: 3,5 mg x 7000
= 24,5 g
Talkum
: 7 mg x 7000
= 49 g
VI. Prosedur Pada prosedur pembuatan tablet dengan metode granulasi kering, yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan beberapa hal terkait dengan persiapan kerja yaitu kelengkapan dokumen, kebersihan kondisi ruangan, ketidak bercampuran dengan produksi lain, kelayakan mesin, identitas bahan serta kebersihan wadah penampung. Kondisi ruangan yang digunakan bersih dengan suhu ruangan 220C, alat – alat yang digunakan seperti ayakan mesh no. 10,dan baskom ukuran diameter 29,2 cm. Setelah pemeriksaan kondisi alat, proses selanjutnya dilakukan penimbangan bahan – bahan yang akan digunakan yaitu : ibuprofen sebanyak 1400 gram sebagai zat aktif sekaligus fasa dalam laktosa anhidrat 2128 gram amprotab 490 gram sebagai fasa dalam, Talcum 49 gram dan Magnesium stearat sebanyak 24,5 gram sebagai fasa luar. Selanjutnya dilakukan pencampuran fase dalam yaitu Ibuprofen, Laktosa Anhidrat dan Amprotab. Pencampuran dilakukan di dalam baskom hingga campuran serbuk tersebut menjadi homogen. Hasil pencampuran kemudian dipadatkan dengan menggunakan mesin tablet yang ”heavy duty” atau ”compactor” sehingga terbentuk ”slugs” atau lempeng agregat besar. Proses ini disebut “slugging” dimana massa serbuk ditekan pada tekanan tinggi sehingga menjadi tablet besar yang terbentuk seperti pellet. Kemudian dipecah menjadi granul dan digranulasi kering, sehingga memiliki sifat mudah mengalir dengan ukuran partikel granul yang lebih kecil. Proses ini dinamakan “milling”. Kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Ukuran granul diperkecil dengan cara melewatkan pada ayakan dengan porositas yang lebih kecil dari yang sebelumnya, proses tersebut dinamakan “sieving”. Setelah itu granul yang sebelumnya terbentuk dengan ukuran yang lebih kecil dihomogenkan dengan fase luar. Fase luar terdiri dari Na Starch Glycolat, Talkum, dan Mg Stearat. Campuran yang telah homogen dengan fase luar tersebut kemudian dicetak dengan menggunakan metode kempa langsung, yaitu pengempaan massa cetak berupa granul menjadi tablet. Tablet yang terbentuk harus melewati beberapa uji evaluasi, yaitu sebanyak 40 tablet diambil untuk uji keseragaman bobot dan diameter, 20 tablet diambil untuk uji kekerasan, 10
tablet untuk uji waktu hancur serta 15 tablet untuk uji friabilitas. Tablet yang dihasilkan dalam bentuk yang baik dikemas. VII. Evaluasi Formulasi Tablet
1. Daya alir dan sudut istirahat Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi massa tablet adalah pemeriksaan laju alirnya. Massa tablet dimasukkan sampai penuh kedalam corong alat uji waktu alir dan diratakan. Waktu yang diperlukan seluruh massa untuk melalui corong dan berat massa tersebut dicatatt. Laju alir dinyatakan sebagai jumlah gram massa tablet yang melalui corong perdetik (Lachman,1994) Daya alir minimal 10 gram per detik dan sudut istirahat minimal 250 (Lachman,1994) 2. Sudut Istirahat Metode sudut istirahat untuk metode granulasi kering dilakukan bertujuan untuk mengukur mampu alir serbuk karena hubungannya dengan kohesi antarpartikel. Metode ini dilakukan dengan menggunakan corong. Dimana serbuk dilewatkan melalui corong dan jatuh ke atas sehelai kertas grafik tan ɵ = h/r 3. Kadar Kelembapan Menggunakan parameter % LOD kurang dari 5% dimana timbangan awal seberat 2 gram dan timbangan akhir seberat 1,918 gram. Dan Kadar kelembapannya adalah 4,10% dan memenuhi syarat kelembapan. 4. Uji Kompebilitas Kompresibilitas (%)
Sifat Aliran
5-12
Sangat Baik
12-18
Baik
18-23
Cukup
23-33
Kurang
33-38
Sangat Kurang
>38
Sangat Buruk
Carr’s Index
:
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑐𝑎𝑖𝑟 =
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 − 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 𝑥 100% 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
= 22.99% Dilakukan dimana granul dimasukkan kedalam gelas ukur kemudian diketuk ketukkan dan setelah itu kami menghitung kompresibilitasnya 5. Organoleptik Tujuan : Mengetahui Warna,bau,rasa dari tablet Prosedur : Tablet diamati secara visual 6. Keseragaman ukuran Prosedur : Diambil 20 tablet secara acak, diukur diameter dan tebalnya menggunakan jangka sorong. Penafsiran Hasil : Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet 7. Keseragaman bobot Prosedur : Diambil 20 tablet secara acak. Ditimbang masing-masing tablet. Dihitung bobot rata-rata dan penyimpangan terhadap bobot rata-rata. 8. Friabilitas Prosedur : Diambil 10 tablet atau 20 tablet secara acak. Dibersihkan tablet satu persatu dengan sikat halus. Ditimbang. Dimasukkan semua tablet ke dalam friabilitas. Diputar sebanyak 100 putaran. Dibersihkan kembali masing-masing tablet. Ditimbang kembali. Ditentukan friabilitasnya
9. Keseragaman kandungan Prosedur : Diambil 20 tablet secara acak. Ditentukan kadar dari 10 tablet,satu persatu dengan metode yang sesuai. Ditentukan 20 tablet sisanya. Dibandingkan dengan syarat atau ketentuan keseragaman tablet 10. Waktu hancur Prosedur : lima tablet dimasukkan ke dalam keranjang dan diturun naikkan secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur, jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen dari zat penyalut. Bila tidak dinyatakan waktu untuk menghancurkan kelima tablet tidaklebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula atau selaput. Jika tidak memenuhi syarat, pengujian diulang dengan menggunakan tablet satu per satu, kemudian diulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram tertentu dan tablet harus memenuhi syarat di atas. 11. Uji disolusi Prosedur : Pembuatan medium disolusi. Pembuata larutan zat aktif. Ditentukan lamda menggunakan spektrofotometri. Pembuatan kurva baku. Diuji dengan metode paddle
VIII. Hasil dan Pembahasan Menurut Pharmaceutical Manufacturing Book Production and Processes (2008), tablet merupakan sediaan solid yang secara luas digunakan di seluruh belahan dunia. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Pada bacth ini, akan dibuat sediaan solid yang berupa tablet Ibuprofen dengan metode granulasi kering yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa evaluasi sebagai uji Quality Control terhadap tablet yang telah dicetak. Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam kelompok antiperadangan non-steroid (Non-Streoidal Anti Inflammatory Drug) dan digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat artritis. Ibuprofen juga tergolong dalam kelompok analgesik dan antipiretik. Zat aktif yang akan diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet idealnya harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: kemurniannya tinggi, stabil, kompatibel dengan semua eksipien, ukuran dan distribusi ukuran partikelnya baik, mempunyai sifat alir yang baik, tidak
mempunyai muatan pada permukaan (absence of static charge on surface) dan mempunyai sifat organoleptis yang baik. Metode granulasi kering dipilih karena zat aktif yang digunakan, yaitu Ibuprofen, memiliki sifat mudah teroksidasi dan waktu hancurnya buruk jika dalam keadaannya basah namun mempunyai daya alir yang baik. Keuntungan dari metode granulasi kering adalah peralatan yang diperlukansedikit, tidak menggunakan larutan pengikat sehingga tidak diperlukan mesin pengaduk yang berat, tidak ada proses pengeringan sehingga tidak perlu waktu dan biaya yang banyak, baik untuk zat yang peka lembab dan panas dan mempercepat waktu hancur karena partikel tidak terikat oleh pengikat yang kuat. Tahap yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan semua bahan yang akan digunakan, yang terdiri dari Ibuprofen, Natrium pati glikolat, Amprotab, Laktosa anhidrat, Talkum, dan Magnesium stearat. Bahan-bahan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu fasa dalam dan fasa luar. Zat-zat fase dalam adalah Ibuprofen, Natrium pati glikolat, Amprotab dan Laktosa Anhidrat. Kemudian fasa luarnya adalah Magnesium stearat dan Talkum. Natrium pati glikolat banyak digunakan dalam oral farmasetik sebagai bahan penghancur dalam formulasi sediaan tablet. Konsentrasi yang sering digunakan dalam formulasiadalah antara 28% dengan konsentrasi optimum adalah 4 % untuk tabletkonvensional dan lebih dari 10% untuk tablet fast disintegrating. Amprotab digunakan pada pembuatan tablet sebagai penghancur. Amprotab digunakan sebagai penghancur yang umum pada pembuatan tablet. Biasanya sebagai penghancur amprotab digunakan pada kosentrasi 3-25% b/b atau kosentrasi optimal 15%. Laktosa merupakan zat pengisi tablet yang dapat membentuk massa yang kompak dan pas untuk dicetak dengan ukuran tertentu. Talkum biasanya berfungsi sebagai lubricant, glidant dan diluent. Namun dalam formulasi praktikum ini, talkum hanya berfungsi sebagai glidant dan lubricant karena konsentrasinya hanya berada pada rentang 1-10%, sesuai aturan dalam Handbook of Pharmaceutical
Excipient6th
Edition.
Talkum
berfungsi
sebagai
diluent
ketika
konsentrasinya berada pada rentang 5-30%. Magnesium stearat berfungsi sebagai pengikat tablet dalam metode granulasi kering. Selain itu, magnesium stearat juga berperan sebagai bahan pelicin yang mempengaruhi sifat fisik campuran bahan baku dan tablet. Magnesium stearat berfungsi sebagai lubricant pada konsentrasi 0,25-5,0%. Lubrikan berfungsi untuk mengurangi gesekan antara permukaan tablet dengan dinding lubang kempa selama proses pengempaan dan pengeluaran tablet dari lubang kempa. Magnesium stearat mempunyai sifat hidrofobik dan bisa mempengaruhi sifat-
sifat tablet, seperti keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. Magnesium stearat dapat membentuk lapisan tipis yang menyelubungi partikel padat selama pencampuran. Lapisan tipis ini dapat mempengaruhi sifat ikatan dari partikel padat tersebut karena peran dari magnesium stearat sebagai penghalang. Lubrikanyang bersifat hidrofobik dapat menyebabkan semakin lamanya waktu hancur dan penurunan kecepatan pelarutan. Semakin lama waktu pencampuran magnesium stearat akan menyebabkan waktu alir granul semakin cepat, sudut diam semakin kecil, penurunan kekerasan, peningkatan kerapuhan dan semakin lamanya waktu hancur Sebelum memulai pencampuran zat aktif dengan zat eksipien, tahap awal proses granulasi kering adalah pengecilan ukuran partikel-partikel dengan proses pengayakan. Masing-masing zat diayak terlebih dahulu agar didapatkan ukuran partikel yang seragam sehingga saat pencetakan tablet tidak ada partikel yang dapat menghambat proses pencetakan. Hal ini dilakukan karena distribusi ukuran partikel mempengaruhi sifat fisik dan sifat kimia serbuk yang kemudian akan berpengaruh terhadap kestabilan obat. Ukuran juga berperan penting pada homogenitas tablet akhir. Bila terdapat perbedaan ukuran partikel yang besar antara zat aktif dan eksipien, maka akan terjadi kesulitan pencampuran. Setelah diayak, dilakukan penimbangan terhadap bahan-bahan yang digunakan sesuai perhitungan pada preformulasi. Selanjutnya, tahap pembuatan slug (tablet berukuran besar). Pertama yang dilakukan adalah mencampurkan seluruh bahan dari formulasi. Tahap pencampuran ini dilakukan hingga homogen di dalam baskom berukuran sedang dengan diameter 29.2 cm.Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah proses slugging. Pada proses inikomponen–komponen tablet dikompakan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan kedalam die dan dikompakan dengan punch sehingga diperoleh massa yang disebut slug, prosesnya disebut slugging. Pada proses selanjutnya slug kemudian di masukan kedalam alat mild untuk dijadikan granul yang sifat alirnya lebih baik dari campuran awal. Kemudian fase luar ditambahkan dengan hasil mild tadi yang sudah menjadi granul didalam baskom, diaduk sampai homogen. Tahap berikutnya dilakukan uji evaluasi granul, yang pertama dilakukan adalah uji laju alir.Uji ini dimulai dari ditimbangnya granul sebanyak 20 gram dan dimasukkan kedalam hopper, dan disiapkan stopwatch untuk dihitungkan waktu jatuhnya serbuk. Laju alir dapat ditentukan pula dengan menggunakan metode corong. Melalui metode corong, ditentukan pula sudut istirahat dari serbuk. Sudut istirahat merupakan sudut yang dibentuk oleh
tumpukan serbuk terhadap bidang datar setelah serbuk tersebut mengalir secara bebas melalui suatu celah sempit dalam hal ini adalah corong. Sebanyak 20 gram serbuk dimasukkan ke dalam corong yang ditutup, kemudian tutup tersebut dibuka dan dihitung waktu alir serta tinggi dan diameter dari tumpukan serbuk yang dihasilkan. Sudut istirahat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: tan θ =
ℎ 𝑟
Dari hasil uji tersebut diperoleh sudut istirahat serbuk sebesar 49.80o dengan waktu alir selama 5detik. Waktu alir adalah waktu yang diperlukan untuk mengalir dari sejumlah serbuk melalui lubang corong yang diukur dalam suatu waktu tertentu. Persyaratan untuk serbuk sebanyak 100 gram adalah waktu alirnya tidak boleh lebih dari 10 detik. Sifat laju alir serbuk yang baik pada umumnya dikatakan mengalir baik (free flowing) apabila sudut diamnya lebih kecil dari 30o sehingga serbuk dapat dicetak menghasilkan tablet yang homogen. Berdasarkan hasil uji, nilai sudut istirahat serbuk yang dibuat memiliki kriteria yang baik. Setelah nilai waktu alir diperoleh, dilakukan pengujian daya alir atau laju alir dengan rumus sebagai berikut: 𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑙𝑖𝑟 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟
Perhitungan daya alir yang digunakan mengikuti aliran Hoppler, di mana aliran bahan yang keluar dari Hoppler ke dalam alat timbangan dipantau terus-menerus. Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai daya alir sebesar 10gram/detik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya alir dari suatu serbuk, antara lain: a. Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel Ukuran partikel mempengaruhi gaya yang bekerja, partikel halus dengan ukuran kecil dari 100 µm dipengaruhi oleh gaya listrik dan gaya kohesi. Sedangkan ukuran yang besar dari 1000 µm dipengaruhi gaya gravitasi. Partikel dengan ukuran kecil, laju aliran mungkin tertahan akibat gaya kohesi antar partikel. Jika ukuran partikel diperbesar, gaya gravitasi besar sehingga serbuk mudah mengalir. b. Bentuk dan morfologi permukaan Semakin tidak teratur bentuk partikel maka daya alirnya semakin buruk.
c. Kelembaban Kelembaban akan mempengaruhi aliran serbuk secara signifikan yang dapat diamati dengan peningkatan daya rentang (tensile strength) serbuk melalui pembentukan jembatan cair. Kemampuan mengalir yang berporos dan kohesif tidak dipengaruhi kelembaban karena akan berpenetrasi kedalam partikel tersebut. d. Gaya kohesi Gaya kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel sejenis. Jika gaya kohesi besar, maka daya alir makin buruk. e. Suhu Penurunan suhu akan menyebabkan penurunan daya rentang dan peningkatan kecepatan alir. f. Penambahan glidant Untuk memperbaiki kemampuan alir serbuk, sering ditambahkan glidant dalam bentuk fine particle, seperti silika, dioksida koloidal, talkum, dan amilum. Evaluasi terhadap granul yang selanjutnya dilakukan adalah penentuan nilai kompresibilitas dari serbuk dengan menggunakan alat tap density. Sebelum dilakukan evaluasi, alat tap density dikalibrasi terlebih dahulu. Kemudian sebanyak 20 gram serbuk dimasukkan ke dalam gelas ukur yang tersedia pada alat dan dicatat volume awalnya. Selanjutnya alat dinyalakan selama 10 menit lalu volume akhirnya dicatat. Suatu serbuk yang baik memiliki nilai persen kompresibilitas atau Carr’s Index Value di bawah 20%. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, diperoleh nilai kerapatan longgar sebesar 0.67gram/mL, nilai kerapatan mampat (tapped density) sebesar 0.87gram/mL dan nilai persen kompresibilitas atau Carr’s Index Value dari serbuk sebesar 22.99%. Nilai ini menunjukan bahwa serbuk yang dihasilkan belum memenuhi kriteria nilai kompresibilitas yang baik. Carr’s Index Value dihitung menggunakan rumus: 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 =
(𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 − 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟) 𝑥 100% 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡
Selanjutnya, dilakukan penentuan kadar kelembaban atau Loss on Drying (LOD) untuk menentukan kadar air yang terkandung dalam serbuk. Alat yang digunakan pada uji ini
adalah moisture balance. Sebanyak 2 gram serbuk disimpan secara merata di atas piringan logam pada alat uji. Kemudian suhu diatur pada 70oC dan alat dinyalakan selama 10 menit. Loss on Drying dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑏𝑎𝑛 =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑥 100% 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
Dari hasil perhitungan, diperoleh persentase LOD atau kadar air yang terkandung dalam serbuk sebesar 4.10%. Pada uji susut pengeringan (Lost On Drying), semakin banyak air yang terkandung maka akan semakin buruk sediaan yang akan dibuat. Serbuk dapat dikategorikan baik apabila kadar air yang terkandung hanya sekitar 2-5% karena air yang terkandung dapat berfungsi sebagai pengikat sehingga terlalu rendahnya kadar air akan menyebabkan tablet yang akan dicetak lebih mudah hancur. Kadar air yang terlalu tinggi akan membuat sulit pencetakan walaupun dapat tercetak,kadar air yang tinggi pada tablet akan menyebabkan keretakan pada tablet apabiladisimpan pada suhu tinggi karena air dapat menguap dan menyisakan ruang kosong pada tablet tersebut. Setelah dilakukan uji evaluasi serbuk, maka serbuk dapat dicetak menjadi tablet. Serbuk dicetak menggunakan alat single punch tablet press. Terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan pada pembuatan tablet cetak langsung, yaitu pemilihan eksipien pengisipengikat, di mana eksipien yang dipilih harus sesuai dengan zat aktif, memiliki kemampuan kompresibilitas, daya alir dan kemampuan sebagai pelincir yang baik dan sesuai. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah homogenitas ukuran serbuk yang akan berpengaruh pada proses pencampuran. Selanjutnya dilakukan proses pencetakan granul menjadi tablet dengan punch 12. Digunakan punch 12, bukan 20 seperti pada pertama kalinya karena tablet yang akan dicetakan bukanlah lagi tablet besar tetapi tablet dengan ukuran normal. Setelah dilakukan pencetakan granul menjadi tablet, dilakukan beberapa evaluasi terhadap tablet-tablet tersebut. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah tablet yang dibuat sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam farmakope atau tidak. Evaluasi tablet meliputi uji waktu hancur, uji keseragaman bobot, uji keseragaman ukuran, uji kekerasan dan uji freabilitas.
Pertama, dilakukan uji keseragaman bobot dilakukan menimbang 20 tablet satu persatu menggunakan neraca digital, dicatat bobot masing-masing, kemudian dihitung bobot rata-ratanya. Uji keseragaman ukuran dilakukan dengan mengukur 20 tablet yang masing-masing diukur diameter dan ketebalannya dengan menggunakan alat jangka sorong. Pengukuran dilakukan dengan jangka sorong karena dinilai memiliki akurasi yang baik. Setelah diukur, didapat rata-rata dari diameter tablet sebesar 12,102 sedangkan rata-rata dari ketebalan tablet sebesar 4,2575. Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari empat per tiga tebal tablet (FI IV, 1995). Selanjutnya dilakukan uji kekerasan tablet. Uji ini dilakukan dengan dihitung kekerasan tablet satu per satu terhadap 20 tablet dengan menggunakan alat penguji kekerasan (Hardness Tester), kemudian dihitung rata-ratanya. Uji kekerasan tablet dilakukan untuk mengetahui kekerasannya, agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet sangat berhubungan dengan ketebalan tablet, bentuk dan waktu hancur tablet. Tablet diletakkan pada tempat yang telah disediakan untuk meletakkan tablet. Dudukan tablet kemudian dikencangkan hingga lampu STOP menyala. Setelah lampu STOP menyala, tombol RUN yang ditandaidengantanda “” ditekan. Setelah tablet pecah, dicatat jumlah tekanan dalam Newton yang diberikan pada tablet sebagai nilai kekerasan tablet. Setelah itu tombol “” ditekan agar nilai yang muncul di layar kembali menjadi 0. Semakin besar tekanan maka akan semakin keras tablet yang dihasilkan. Tablet baru diletakkan pada tempatnya kemudian diberi perlakuan yang sama seperti tablet pertama. Selanjutnya dilakukan uji friabilitas. Friabilitas merupakan salah satu parameter yang perlu ditetapkan dari sebuah tablet untuk mengetahui ketahanan tablet terhadap bantingan pada saat pengepakan maupun distribusi. Friabilitas diukur dengan menggunakan friability tester. Prinsip kerja alat ini yaitu memberikan bantingan terhadap sejumlah tablet selama 100 putaran (100 bantingan) atau yang setara dengan 4 menit. Jumlah tablet yang diuji bergantung pada bobot per tabletnya. Pada sebuah literatur (Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation Vol. 1) disebutkan, untuk tablet dengan bobot setara atau kurang dari 650 mg, jumlah tablet yang diuji mengacu pada berat totalnya yakni sekitar 6,5 g. Sedangkan untuk tablet dengan bobot lebih dari 650 mg, jumlah tablet yang diuji cukup 10 tablet.Alat dijalankan selama 4 menit dengan kecepatan putaran 25 putaran/menit. Setelah 4 menit, tablet
ditimbang kembali dan didapat bobotnya sebanyak 5,82 g, kemudian dihitung kehilangan bobotnya menggunakan rumus : Friabilitas tablet = W1 - W2 x 100% W1 Keterangan : W1 = Berat awal W2 = Berat akhir Uji waktu hancur dilakukan untuk mengetahui berapa lama tablet akan hancur dalam cairan tubuh. Waktu hancur yang dipersyaratkan dalam farmakope tidak lebih dari 15 menit. Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet. Satu buah tablet dimasukkan ke dalam masing-masing tabung dari keranjang. Masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat. Gunakan air bersuhu 37°C ± 2°C sebagai media. Alat dinyalakan dan dicatat waktu sampai tablet hancur tidak bersisa. Namun pada percobaan kali ini tablet yang diinginkan tidak dapat dibuat dikarenakan fase luar yang digunakan kurang optimal sehinggan tablet yang dihasilkan rapuh. Hal ini sesuai dengan evaluasi daya alir yang dilakukan juga menunjukkan hasilnya yang kurang baik, akibat penambahan talk pada sediaan tablet. Dimana, penambahan talk yang berfungsi sebagai zat pelincir (glidant)pada sediaan akan membuat daya alir kurang baik. Berdasarkan literatur, tablet dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih dari 1%. Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada tablet.
IX. Kesimpulan 1. Tablet ibuprofen tidak dapat dibuat dengan metode granulasi kering. Digunakan fase dalam yaitu Amprotab sebagai zat penghancur (disintergrant), Laktosa anhidrat, Ibuprofen, dan Na starch glycolat. Sedangkan, fase luar yang digunakan adalah Talkum sebagai zat pelincir (glidant) dan Mg stearat zat pelicin (lubricant). 2. Evaulasi sediaan granul dapat dilakukan dengan cara LOD, uji daya alir, dan uji kompresibilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Andayana, N. 2009. Pembuatan Tablet. Tersedia online di http://andayana-pembuatantablet.com[Diakses pada 28 April 2016]. Anief, M. 2005. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta: UGM Press. Ansel, C.H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Dirjen POM DepKes RI. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Dirjen POM DepKes RI. Dewland PM , Reader S , Berry P.
2009. Bioavailability of ibuprofen following oral
administration of standard ibuprofen, sodium ibuprofen or ibuprofen acid incorporating poloxamer in healthy volunteers. BMC Clin Pharmacol, 4(9) : 19. Gad, S. 2008. Pharmaceutical Manufacturing Book Production and Processes. NewJersey: John Wiley & Sons, Inc Ganiswarna SG. 2003. Farmakologi dan TerapiEdisi 4. Jakarta: FKUI. Kloe.
2010.
Metode
granulasi
kering.
Tersedia
online
di:
http://duniafarmasi.com/farmasetika/metode-granulasi-kering [Diakses 28 April 2016]. Lachman, L., Liebermann H.A., and Kanig J.L. 1989. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy Third Edition. Jakarta: UI Press. Rowe, Rayman C., et al. 2009 . Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th
Edition.
London : Pharmaceutical & American Pharmacist Association. Sulaiman, T. N. S. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet. Yogyakarta: Mitra Communications Indonesia. Wade, A and Weller PJ. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient
2nd
Edition.
Washington and London : American Pharmaceutical assosiation and Pharmaceutical Society of
Great Britain.
Zubaidah I. 2009. Perbandingan Mutu Fisik dan Profil Disolusi Tablet : Ibuprofen Merk Dagang dan Generik. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta