Makalah Bagianku Sipp.docx

  • Uploaded by: Mahwestie Pwarnasoekma
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Bagianku Sipp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,510
  • Pages: 22
HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN DAN KESEHATAN Makalah Projek Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Dasar-Dasar Lingkungan Yang dibina oleh Bapak Drs. I Wayan Sumberartha, M.Sc

Disusun oleh : Kelompok 8 Offering C 2017

1. 2. 3.

Andita Miftakhul Ilmi Mahesti Puspa Parnasukma Rizky Ilchlashul Amilia H.H

(170341615003) (170341615091) (170341615102)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI 2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak penyakit menular yang telah mampu diatasi bahkan ada yang telah dapat dibasmi berkat kemajuan teknologi dalam mengatasi masalah lingkungan biologis yang erat hubungannya dengan penyakit menular. Akan tetapi masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh sebahagian besar penduduk negara sedang berkembang, disamping munculnya masalah baru pada negara yang sudah maju. Penguasaan teknologi terhadap pengaruh lingkungan biologi yang erat hubungannya dengan penyakit menular maka penguasaan terhadap lingkungan fisik sedang dikembangkan di berbagai negara saat ini yang sejalan dengan penguasaan terhadap lingkungan biologis (Noor, 2000). Emerging disease adalah suatu penyakit yang meningkat cepat kejadian dan penyebarannya. Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi baru yang merupakan akibat dari perubahan organisme, penyebaran infeksi yang lama ke daerah atau populasi yang baru. Terjadinya gangguan terhadap ekosistem telah menyebabkan perubahan komposisi ekosistem dan fungsinya. Perubahan komposisi dan fungsi ekosistem mengakibatkan berubahnya keseimbangan alam khususnya predator, serta patogen dan vektornya. Beberapa perubahan ekosistem akibat aktivitas manusia yang mengganggu secara langsung ataupun tidak langsung terhadap ekosistem antara lain : perkembangan pertanian, manajemen sumberdaya air, deforestasi atau pertambangan. Re-emerging disease atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah penyakit menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam insiden dimasa lampau. Lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai relung hidup dan berkembangnya suatu organisme, termasuk manusia, sangat diperlukan bagi kehidupan secara keseluruhan. Lingkungan hidup merupakan lingkungan yang baik dan sehat apabila organisme yang ada didalamnya mampu hidup dan berkembang secara normal oleh kondisi dan sumber daya pendukungnya (Soerjani, 1987).

B. Rumusan masalah 1) Apa pengertian kesehatan dan penyakit ? 2) Bagaimana hubungan antara lingkungan dengan penyakit? 3) Bagaimana timbulnya emerging disease dan re-emerging disease dan apa penyebabnya ? C. Manfaat penulisan Makalah ini bermanfaat untuk mengetahui pengertian kesehatan dan penyakit itu sendiri. Selain itu, juga bisa menjelaskan bagaimana hubungan antara lingkungan dengan penyakit serta menjelaskan bagaimana timbulnya emerging disease dan re-emerging disease dan juga penyebabnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENGERTIAN KESEHATAN DAN PENYAKIT Pengertian Kesehatan Secara Umum Pengertian Kesehatan menurut wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan” Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik. Pengertian sehat tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut: Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial. Pengertian Kesehatan Menurut Undang – Undang Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Menurut UU No.23 tahun 1992 Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pengertian Kesehatan Menurut Para Ahli 1. Perkins (1938) Sehat adalah keadaan yang seimbang dan dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang memengaruhinya. 2. WHO (1947) Sehat adalah keadaan yang sempurna dari fisik, mental, dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. 3. White (1977) Sehat adalah keadaan dimana seseorang pada waktu diperikas tidak mempunyai keluhan apapun ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan. 4. Paune (1983)

Sehat adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri( self care resources) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri (self care action) merupakan pengetahuan ketrampilan dan sikap. Self care action merupakan perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh , mempertahankan, dan meningkatkan fungsi psikososial dan spiritual. 5. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 Kesehatan sebagai ketahanan ‘jasmaniah, ruhaniyah, dan sosial’ yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara serta mengembangkannya. 6. Neuman (1982) Sehat adalah suatu keseimbangan biopsiko – sosio – cultural dan spiritual pada tiga garis pertahanan klien yaitu fleksibel, normal dan resisten. Definisi dan Pengertian Penyakit Menurut Para Ahli Berikut ini adalah beberapa pengertian penyakit yang disampaikan menurut para ahli : 1. Wahyudin Rajab, M. Epid Menurut Wahyudin Rajab, M. Epid, penyakit adalah keadaan yang bersifat objektif dan rasa sakit bersifat subjektif. 2. DR. Eko Dudiarto Menurut DR. Eko Dudiarto, penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh. 3. Thomas Timmreck Menurut Thomas Timmreck, penyakit adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal. 4. Kathleen Meehan Arias Menurut Kathleen Meehan Arias, penyakit adalah suatu kesakitan yang biasanya memiliki sedikitnya dua sifat dari kriteria ini: agen atiologik telah diketahui, kelompok tanda serta gejala yang dapat diidentifikasi, atau perubahan anatomi yang konsisten. 5. DR. Beate Jacob Menurut DR. Beate Jacob, penyakit adalah suatu penyimpangan dari keadaan tubuh yang normal atau ketidakharmonisan jiwa.

B. HUBUNGAN LINGKUNGAN DAN PENYAKIT Lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai relung hidup dan berkembangnya suatu organisme, termasuk manusia, sangat diperlukan bagi kehidupan secara keseluruhan. Lingkungan hidup merupakan lingkungan yang baik dan sehat apabila organisme yang ada didalamnya mampu hidup dan berkembang secara normal oleh kondisi dan sumber daya pendukungnya (Soerjani, 1987). Dengan demikian secara intuitif dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi perubahan terhadap sumber daya sebagai pendukung kehidupan organisme pada batas tertentu yang tidak dapat ditoleransi oleh organisme untuk hidup secara normal, maka akan mendorong organisme beradaptasi pada kondisi yang tidak normal”atau “lingkungan yang tidak baik dan tidak sehat”. Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Udara, air, makanan, sandang, papan dan seluruh kebutuhan manusia harus diamil dari lingkungan hidupnya. Akan tetapi, dalam proses interaksi manusia dengan lingkungannya ini tidak selalu didapatkan keuntungan, kadang-kadang manusia bahkan ini tidak selalu didapatkan keuntungan, kadang-kadang manusia bahkan mendapatkan kerugian. Hal ini merupakan akibat hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan lingkungannya. Jadi, didalam lingkungan terdapat faktor-faktor yang dapat menguntungkan manusia (eugenic), adapula yang merugikan manusia (disgenic). Usaha-usaha di bidang kesehatan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan daya guna faktor eugenic dan mengurangi peran atau mengendalikan faktor disgenic. Secara naluriah manusia memang tidak dapat menerima kehadiran faktor disgenic di dalam lingkungan hidupnya, oleh karenanya ia selalu berusaha untuk selalu memperbaiki keadaan sekitarnya sesuai dengan kemampuannya (Slamet, 2004). Ada beberapa faktor epidemiologi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, diantaranya faktor cuaca, vektor, reservior (hewan yang menyimpan kuman patogen sementara hewan itu sendiri tidak terkena penyakit), geografis, dan faktor perilaku masyarakat. Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya infeksi. Agen penyakit tertentu ditemukan terbatas pada daerah geografis tertentu, juga karena membutuhkan reservior dan vektor untuk kelangsungan hidupnya. Iklim dan variasi musim dapat mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservior, dan vektor. Selain itu perilaku manusia juga dapt meningkatkan transmisi atau menyebabkan kerentanan terhadap penyakit infeksi. Untuk menjelaskan interaksi antara faktor lingkungan, agen penyakit, dan penjamu (host) khsusunya manusia, dapat dipergunakan model dari John Gordon. Menurut John Gordon, proses terjadinya penyakit pada manusia dapat dianalogikan dengan model keseimbangan mekanis pada sebuah timbangan. Pada model ini faktor Lingkungan (L) digambarkan sebagai titik tumpu, sedangkan Agen (A) penyakit (agent) dan Penjamu (P) atau

populasi beresiko tinggi (Host) digambarkan sebagai beban pada kedua sisi timbangan tersebut.

Secara ideal, terdapat keseimbangan antara Agen (A) dan Penjamu (P) yang bertumpu pada Lingkungan (L), yang diartikan sebagai kondisi sehat. Namun kondisi kesetimbangan ini tidak selalu terjadi. Adakalanya terjadi empat kondisi lain yang dapat dikatakan bahwa seseorang menjadi sakit karena berbagai kondisi. Kondisi pertama, terjadi keseimbangan antara A dan P yang bertumpu pada L, pada kondisi ini ekosistem lingkungan mendukung interaksi yang seimbang antara A dan P dikatakan seseorang sehat (Gambar 4.a). Kondisi kedua, beban A memberatkan keseimbangan, sehingga batang pengungkit condong ke arah A. Pada kondisi ini dikatakan A memperoleh kemudahan untuk menyebabkan sakit pada P, misal munculnya virus dan P belum memiliki zat kekebalannya (Gambar 4.b). Kondisi ketiga, terjadi apabila P memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit condong ke arah P. Kondisi seperti ini dapat terjadi jika P menjadi lebih rentan terhadap suatu penyakit (Gambar 4.c). Kondisi keempat ketidakseimbangan terjadi akibat bergesernya titik tumpu pada faktor L kearah A. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi L sedemikian buruk, sehingga mempengaruhi A, dan menjadikannya lebih ganas atau lebih mudah masuk ke dalam tubuh manusia (Gambar 4.d). Kondisi kelima, ketidakseimbangan terjadi akibat bergesernya titik tumpu pada faktor L ke arah P. Hal ini menggambarkanbahwa kondisi L sedemikian buruk, sehingga mempengaruhi P, dan menyebabkan P menjadi leih peka terhadap kondisi lingkungan tertentu (Gambar 4.e).

C. TIMBULNYA EMERGING DISEASE DAN REEMERGING DISEASE, PENYEBAB EMERGING DISEASE DAN REEMERGING DISEASE Emerging Disease Emerging disease adalah penyakit baru, masalah baru dan ancaman baru. Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir.

Emerging disease adalah suatu penyakit yang meningkat cepat kejadian dan penyebarannya. Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi baru yang merupakan akibat dari perubahan organisme, penyebaran infeksi yang lama ke daerah atau populasi yang baru. Terjadinya gangguan terhadap ekosistem telah menyebabkan perubahan komposisi ekosistem dan fungsinya. Perubahan komposisi dan fungsi ekosistem mengakibatkan berubahnya keseimbangan alam khususnya predator, serta patogen dan vektornya. Beberapa perubahan ekosistem akibat aktivitas manusia yang mengganggu secara langsung ataupun tidak langsung terhadap ekosistem antara lain : perkembangan pertanian, manajemen sumberdaya air, deforestasi atau pertambangan. Menurut National Institute of Health, penyakit infeksius yang tergolong dalam emerging disease adalah penyakit yang: 1. Tidak pernah muncul pada manusia sebelumnya, atau 2. Pernah menginfeksi sangat sedikit orang dan hanya terjadi di tempat yang terisolir (contoh: AIDS dan Ebola), 3. Pernah muncul di sejarah manusia yang lampau tapi baru diketahui agen infeksius penyebabnya sekarang (contoh: Lyme disease dan gastic ulcer). Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Emerging Disease Meskipun kemajuan luar biasa dalam penelitian medis dan perawatan selama abad 20, penyakit menular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia karena tiga alasan: (1) munculnya penyakit infeksi baru (emerging disease); (2) munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease), dan (3)intractable infectious disease. Penanggulangan Terhadap Kasus Emerging Disease WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan dini (early warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistemsurveillance untuk emerging dan re-emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik. Sistem surveillance merujuk kepada pengumpulan, analisis dan intrepretasi dari hasil data secara sistemik yang akan digunakan sebagai rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas kesehatan(Center for Disease Control and Prevention/CDC). Contoh sistem surveillance ini seperti dalam kasus severe acute respiratory syndrome (SARS), di mana salah satu aktivitas di bawah ini direkomendasikan untuk harus dilaksanakan yaitu: 1. Komprehensif atau surveillance berbasis hospital (sentinel) untuk setiap individual dengan gejala acute respiratory ilness ketika masuk dalam rumah sakit. 2. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di dalam komunitas. 3. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di lingkup rumah sakit.

4. Memonitor distribusi penggunaan obat antiviral untuk influenza A , obat antrimicrobial dan obat lain yang biasa digunakan untuk menangani kasus acute respiratory illness Re-emerging disease Re-emerging disease atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah penyakit menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam insiden dimasa lampau. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua permasalahan ini selalu muncul hampir disetiap tahunnya,yaitu : 1. Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi 2. Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter) 3. Perubahan iklim dan lingkungan 4. Perubahan prilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat antimikrobial yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan vaksin. 5. Pekembangan industri dan ekonomi 6. Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel diseases) 7. Perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis.

Berikut ini merupakan emerging re-emerging disease yang ada di Asia Tenggara menurut WHO : Emerging Disease : 1 Virus Ebola Menjadi Emerging Disease Ebola Virus Disease (EVD) adalah salah satu dari banyak penyakit demam berdarah virus. lni adalah penyakit yang sering beraklbat fatal pada manusla dan primata (seperti monyet, gorlla, dan simpanse). EVD disebabkan oleh infeksi dengan virus dari genus Ebolavirus. Ketika infeksi terjadi, gejala biasanya muncul secara tiba-tiba. Spesies Ebolavirus pertama ditemukan pada tahun 1976 di tempat yang sekarang dikenal sebagai Republik Demokratik Kongo dekat Sungal Ebola. Sejak itu, wabah terus muncul secara sporadls (Ksiazek et al., 1999).Virus ini ditemukan pada tahun 1967 (Marburg virus) dan tahun 1976 (Ebola) kedua virus ini termasuk pada famili Filoviridae, dan merupakan virus yang berasal dari Afrika. Virus Ebola terbatas distribusinya di daerah dataran rendah hutan tropis evergreen di Afrika (Congo Basin, dan daerah sekitar perbatasan Liberia-Ivory Cost). Sedangkan Marburg virus terbatas pada daerah agak humid hutan tropis di bagian timur dan selatan Afrika. Namun karena berasosiasi dengan vektor maka virus ini sering ditemukan di luar daerah geografinya. Seperti contoh Marburg virus di temukan di Marburg (Jerman) tahun 1967 dan Johannesburg (Afrika Selatan) tahun 1975. Sedangkan Ebola ditemukan di Virginia, Texas dan Filipina sekitar tahun 1990an. Penyebaran keluar ini dimungkinkan oleh adanya vektor seperti primata yang membawa virus ini (WHO, 2013). Re-emerging disease :

Difteri Difteri adalah infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa. Menurut World Health Organization (WHO), tercatat ada 7.097 kasus difteri yang dilaporkan di seluruh dunia pada tahun 2016. Di antara angka tersebut, Indonesia turut menyumbang 342 kasus. Sejak tahun 2011, kejadian luar biasa (KLB) untuk kasus difteri menjadi masalah di Indonesia. Tercatat 3.353 kasus difteri dilaporkan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 dan angka ini menempatkan Indonesia menjadi urutan ke-2 setelah India dengan jumlah kasus difteri terbanyak. Dari 3.353 orang yang menderita difteri, dan 110 di antaranya meninggal dunia. Hampir 90% dari orang yang terinfeksi, tidak memiliki riwayat imunisasi difteri yang lengkap. Difteri termasuk salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan imunisasi terhadap difteri termasuk ke dalam program imunisasi wajib pemerintah Indonesia. Imunisasi difteri yang dikombinasikan dengan pertusis (batuk rejan) dan tetanus ini disebut dengan imunisasi DTP. Sebelum usia 1 tahun, anak diwajibkan mendapat 3 kali imunisasi DTP. Cakupan anak-anak yang mendapat imunisasi DTP sampai dengan 3 kali di Indonesia, pada tahun 2016, sebesar 84%. Jumlahnya menurun jika dibandingkan dengan cakupan DTP yang pertama, yaitu 90%. Penyebab Difteri Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri. Ada sejumlah cara penularan yang perlu diwaspadai, seperti: a. Terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini merupakan cara penularan difteri yang paling umum. b. Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau handuk. c. Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga. d. Bakteri difteri akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf. e. Terkadang, difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun sehingga penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi. Apabila tidak menjalani pengobatan dengan tepat, mereka berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya, terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi.

Gejala Difteri Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala dari penyakit ini meliputi: a. Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel. b. Demam dan menggigil. c. Sakit tenggorokan dan suara serak. d. Sulit bernapas atau napas yang cepat. e. Pembengkakan kelenjar limfe pada leher. f. Lemas dan lelah. g. Pilek. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang bercampur darah. h. Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan luka seperti borok (ulkus). Ulkus tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit. i. Segera periksakan diri ke dokter jika Anda atau anak Anda menunjukkan gejalagejala di atas. Penyakit ini harus diobati secepatnya untuk mencegah komplikasi. Diagnosis dan Pengobatan Difteri Untuk menegakkan diagnosis difteri, awalnya dokter akan menanyakan beberapa hal seputar gejala yang dialami pasien. Dokter juga dapat mengambil sampel dari lendir di tenggorokan, hidung, atau ulkus di kulit untuk diperiksa di laboratorium. Apabila seseorang diduga kuat tertular difteri, dokter akan segera memulai pengobatan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan 2 jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin. Antibiotik akan diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri. Sebagian besar penderita dapat keluar dari ruang isolasi setelah mengonsumsi antibiotik selama 2 hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan konsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama 2 minggu. Penderita kemudian akan menjalani pemeriksaan laboratorium untuk melihat ada tidaknya bakteri difteri dalam aliran darah. Jika bakteri difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien, dokter akan melanjutkan penggunaan antibiotik selama 10 hari. Sementara itu, pemberian antitoksin berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang menyebar dalam tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter akan mengecek

apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak. Apabila terjadi reaksi alergi, dokter akan memberikan antitoksin dengan dosis rendah dan perlahan-lahan meningkatkannya sambil melihat perkembangan kondisi pasien. Bagi penderita yang mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abuabu dalam tenggorokan, dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran. Sedangkan penderita difteri dengan gejala ulkus pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul dengan sabun dan air secara seksama. Selain penderita, orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya, keluarga yang tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri. Dokter akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik. Terkadang vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini. Komplikasi Difteri Pengobatan difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus komplikasi yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan 1 dari 5 penderita balita dan lansia di atas 40 tahun meninggal dunia akibat komplikasi difteri. Jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, toksin dari bakteri difteri dapat memicu beberapa komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa. Beberapa di antaranya meliputi: a. Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan. Partikelpartikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi memicu reaksi peradangan pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan menyebabkan gagal napas. b. Kerusakan jantung. Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan menyebabkan peradangan otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung, dan kematian mendadak. c. Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta pembengkakan saraf tangan dan kaki. Paralisis pada diafragma akan membuat pasien tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau respirator. Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala atau berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita difteri anak-anak yang mengalami komplikasi umumnya dianjurkan untuk tetap di rumah sakit hingga 1,5 bulan. d. Difteri hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah. Selain gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu pendarahan yang parah dan gagal ginjal.

Pencegahan Difteri dengan Vaksinasi Langkah pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan difteri tergabung dalam vaksin DTP. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis atau batuk rejan. Vaksin DTP termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster dengan vaksin sejenis (Tdap/Td) pada usia 10 tahun dan 18 tahun. Vaksin Td dapat diulangi setiap 10 tahun untuk memberikan perlindungan yang optimal. Apabila imunisasi DTP terlambat diberikan, imunisasi kejaran yang diberikan tidak akan mengulang dari awal. Bagi anak di bawah usia 7 tahun yang belum melakukan imunisasi DTP atau melakukan imunisasi yang tidak lengkap, masih dapat diberikan imunisasi kejaran dengan jadwal sesuai anjuran dokter anak Anda. Namun bagi mereka yang sudah berusia 7 tahun dan belum lengkap melakukan vaksin DTP, terdapat vaksin sejenis yang bernama Tdap untuk diberikan. Plague Plague merupakan penyakit yang ditularkan diantara hewan pengerat oleh lalat dan dapat ditularkan ke manusia ketika lalat tersebut menggigit manusia. Terdapat tiga bentuk utama plague, yaitu bubonic, septikemik dan pneumonik. Bubonic plague merupakan manifestasi gigitan insect di mana plague bacillus bergerak melalui sistem limfatik menuju ke limfa nodus terdekat dan menimbulkan kebengkakan (biasanya di daerah ketiak, leher dan pangkal paha). Bentuk septikemik terjadi ketika bacillus berada di dalam aliran darah, sementara bentuk pneumonik plague merupakan infeksi paru-paru karena bacillus plague. Kala-azar : Kala-azar merupakan bentuk lain dari penyakit yang disebabkan oleh parasit Leishmaniayang ditularkan dari reservoir hewan liar (rodensia kecil dan anjing) oleh gigitan lalat gurun phlebotomine betina. Terdapat sekitar 500.000 kasus di dunia dengan angka kematian mencapai 23.000 jiwa yang berasal dari India. Gejala dari penyakit ini adalah luka di kulit, demam, hepatosplenomegaly, berat badan menurun dan anemia. Hypopigmentasi (hilangnya atau berkurangnya warna) di kulit terlihat pada penderita di India disebut Kala-Azar (black fever) yang kemudian menjadi sebutan dari penyakit yang ditularkan oleh Leishmania.

BAB III METODE Analisis Kritis Artikel Jurnal Identitas Artikel PENGARUH LINGKUNGAN SEHAT, DAN PERILAKU HIDUP SEHAT TERHADAP STATUS KESEHATAN Dwi Hapsari, Puti Sari dan Julianty Pradono Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan Jakarta

Pendahulan Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan ha1 penting dalam pembangunan suatu bangsa dan mutunya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan latihan, kesehatan dan gizi, lingkungan hidup mereka tinggal, serta kemampuan ekonomi keluarga. Penduduk yang sehat akan mampu untuk bekerja produktif yang dapat berdampak meningkatkan pendapatan keluarga. Faktor kesehatan bukanlah sekadar pelayanan pada saat seseorang jatuh sakit tetapi dipandang pula sebagai modal pembangunan. Kesehatan merupakan faktor pertama dan utama yang mempengaruhi kualitas SDM dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Dalam pencapaian penting kesehatan bukan hanya tanggungjawab atau kebijakan dari Departemen Kesehatan, tetapi merupakan pengintegrasian dari berbagai departemen di institusi serta dukungan dari masyarakat untuk meningkatkan kesehatannya. Status kesehatan seseorang atau suatu komunitas masyarakat, merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal manusia maupun faktor eksternal manusia (H.L. Blum). Faktor internal ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor seperti sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonorni, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu lingkungan, gaya hidup perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik keturunan. Faktor lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan mempengaruhi sebanyak 45 persen, faktor perilaku 30 persen, faktor pelayanan kesehatan 20 persen, dan falktor genetik hanya berpengaruh 5 persen terhadap status kesehatan. Status kesehatan merupakan kesatuan dari kondisi kesehatan fisilk, kesehatan mental, dan kesehatan sosial seseorang atau masyarakat. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak rnerasa sakit dan memang secara klinis tidak menunjukkan gejala sakit. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 koomponen, yakni: pikiran, emosional, dan spiritual. Sedangkan Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang

mampu berhubungan dengan orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda - bedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik dan sebagainya Status kesehatan masyarakat dapat dinilai berdasarkan pencapaian umur harapan hidup, angka kesakitan, angka kecacatan, angka kematian, pencapaian keikutsertaan dalam pelayanan kesehatan, pencapaian kepuasan internal, kepuasan eksternal, partisipasi dalam kehidupan sosial, dan lingkungan. Dalam suatu komunitas, keempat faktor pendukung tersebut mempunyai hubungan erat dengan sumber daya dan, jumlah penduduk, sistem budaya, kepuasan manusia, dan keseimbangan lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari 1 ) lingkungan sosial-budaya yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kebudayaan, dan agama; 2) lingkungan fisik dan biologi baik yang merupakan sumber daya alam maupun rekayasa manusia.Termasuk didalammya sumber air, sanitasi lingkungan, pencemaran, sumber vektor dan lainnya; Faktor gaya hidup meliputi sikap dan perilaku. Faktor genetik meliputi sistem immunitas individu, dan penyakit yang diturunkan; sedangkan faktor pelayanan kesehatan meliputi pencegahan, pengobatan, perawatan dan rehabilitasi. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap status kesehatan? 2. Bagaimana pengaruh perilaku hidup sehat terhadap status kesehatan? Tujuan 1. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap status kesehatan 2. Untuk megetahui perilaku hidup sehat terhadap status kesehatan Kerangka Pikir Berdasarkan faktor-faktor yang telah diuraikan, tidak semua variabel dapat penulis analisis dan merupakan keterbatasan dalam penulisan ini. Variabel dependen status kesehatan adalah variabel komposit angka kesakitan dalam satu bulan terakhir. Sedangkan variabel independen yang dianalisis adalah: (1) Faktor lingkungan yaitu lingkungan sosial budaya dan pengetahuan tentang kesehatan linkungan. Variabel sosial budaya adalah tingkat pendidikan dan variabel pengetahuan tentang kesehatan lingkungan meliputi pengetahuan tentang lingkungan fisik perumahan, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pembuangan kotoran, pengelolaan air limbah; (2) Faktor perilaku, yaitu variabel konsumsi makanan berserat, kebiasaan merokok, kebiasaan aktivitas fisik. Tujuan mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, status ekonomi, perilaku hidup sehat, dan lingkungan sehat terhadap status kesehatan.

Metode a. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Jenis penelitian ini berusaha mempelajari dinamika hubungan hubungan atau korelasi antara faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya. Faktor risiko dan dampak atau efeknya diobservasi pada saat yang sama, artinya setiap subyek penelitian diobservasi hanya satu kali saja dan faktor risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada saat observasi. Angka rasio prevalensi memberi gambaran tentang prevalensi suatu penyakit di dalam populasi yang berkaitan dengan faktor risiko yang dipelajari atau yang timbul akibat faktorfaktor risiko tertentu. b. Sampel dan Populasi Sumber data adalah Riskesdas 2007 dan Kor Susenas 2007. Sampel Riskesdas menggunakan kerangka sampel Susenas Kor 2007. Sampel Riskesdas meliputi seluruh kelompok umur tetapi pada analisis ini hanya menggunakan sampel seluruh responden berumur 15 tahun ke atas yang berhasil dikunjungi oleh Riskesdas 2007 dan berhasil dilakukan penggabungan data dengan Susenas 2007. c. Teknik Sampling Teknik sampling menggunakan cara purposive sampling. Purpose sampling adalah cara mengambil subjek didasarkan pada tujuan tertentu. d.

Prosedur Kerja

Variabel Dependen Status kesehatan Dinilai dengan menanyakan kondisi kesehatan dalam 1 atau 12 bulan terakhir. Status kesehatan "baik" apabila responden menyatakan tidak ada keluhan atau tidak ada diagnosa penyakit oleh tenaga kesehatan selama 1 atau 12 bulan terakhir, sedangkan "buruk" apabila mempunyai salah satu keluhan kesehatan selama 1 atau 12 bulan terakhir Variabel Independen Pendidikan Pendidikan terakhir yang ditamatkan sampai memperoleh ijasah. Dalam analisis pendidikan dibagi 3 yaitu tidak lulus SD dan tidak sekolah, telah memiliki ijasah SD atau memiliki ijasah SMP, SMA atau lebih. Perilaku sehat Meliputi komponen-komponen:

a. Perilaku merokok Kegiatan merokok selama 1 bulan terakhir,dibagi menjadi tidak merokok atau mantan perokok, merokok tiap hari atau kadang-kadang b. Aktivitas fisik Cukup Melakukan aktivitas fisik sehari minimal 10 menit dilakukan terus-menerus dan minimal 150 menit dilakukan minimal 5 hari dalam seminggu. Selain itu kurang aktivitas fisik c. Konsumsi Buah Sayur Cukup makan buah dan sayur minimal sebanyak 5 porsi selama 7 hari. Selain itu, termasuk kelompok kurang d. Lingkungan Sehat Lingkungan yang sehat jika ada penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pembuangan tinja, dan pengolahan air limbah. Selain itu merupakan kelompok lingkungan tidak sehat. e. Wilayah Tempat Tinggal Klasifikasi wilayah tempat tinggal responden yang terdiri dari perkotaan dan perdesaan f. Status Ekonomi Pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan dan non makanan yang dibagi menjadi 5 bagian dengan jumlah persentase yang sama kemudian di kelompokkan menjadi 2 bagian. Kelompok 1 adalah kuintil 4 dan 5 (kaya dan terkaya), kelompok 2 adalah kuintil 1 sampai dengan 3 (sangat miskin, miskin, dan menengah)

Hasil dan Analisis Data Hasil Dari total sampel penelitian penduduk usia 15 tahun ke atas yang berhasil dikunjungi ulang oleh Riskesdas 2007 sebesar 6 12.641 responden yang dapat digabung dengan variabel dalam Susenas 2007. Jika dikelompokkan menurut status keesehatan, ditemukan sebanyak 49 persen responden masuk dalain kategori sehat. Status kesehatan menurut karakteristik responden, persentase responden yang berstatus kesehatan baik di perkotaan lebih besar (51%) dibandingkan di perdesaan (47%). Sementara persentase responden yang memiliki status kesehatan baik lebih banyak ditemukan tinggal di lingkungan sehat yaitu sebesar 56 persen dibandingkan dengan yang tinggal di lingkungan tidak sehat Pola yang sedikit berbeda ditemukan pada konsumsi serat (buah dan sayur) dimana tidak terdapat perbedaan persentase status kesehatan antara responden yang mengkonsumsi cukup serat (49%) dibandingkan dengan yang tidak cukup mengonsumsi serat (49%). Sebaliknya untuk aktivitas fisik, persentase responden yang berstatus kesehatan baik lebih kecil pada mereka yang cukup berakivitas (47%) daripada yang kurang beraktivitas (51%). Jika status kesehatan dilihat menurut tingkat pendidikan, maka persentase responden yang berpendidikan SMA ke atas memiliki status kesehatan berkategori baik yang paling besar (55%) dibandingkan dengan responden yang memiliki jenjang pendidikan SD-SMP (49%), dan tidak lulus SD (41%). Persentase responden tidak merokok dan memiliki status kesehatan baik lebih tinggi (50%) dibandingkan dengan responden yang merokok (46%). Demikian pula, presentase responden yang status ekonominya berada pada kuintil 4 dan 5 ternyata lebih banyak yang masuk kategori baik untuk status kesehatannya (50%) daripada responden yang berada pada kuintil 1 sampai dengan 3 (48%).

Pada Tabel 1 diketahui bahwa variabel-variabel yang memiliki hubungan dengan status kesehatan (p value < 0,05) dan kandidat model (p<0,25) adalah klasifikasi daerah, lingkungan sehat, konsumsi buah sayur, aktivitas fisik, perilaku sehat, tingkat pendidikan, kategori merokok dan status ekonomi. Ke 8 variabel tersebut kemudian diikutkan dalam model multivariat dengan menggunakan regresi logistik. Setelah mencoba dengan berbagai model, akhirnya ditemukan model yang dianggap telah cukup dapat mewakili secara tepat hubungan yang dimaksud antara variabel independen dan variabel dependen (status kesehatan). Model tersebut merniliki presentasi klasifikasi benar sebesar 54,8 persen dianggap sudah dapat mewakili asumsi hubungan antara dua variabel pokok yaitu variabel independen dan dependen. Adapun variabel tersebut adalah lingkungan sehat, klasifikasi daerah, aktivitas fisik, perilaku sehat, tingkat pendidikan, perilaku merokok dan status ekonomi.

Secara lengkap dapat disirnak hasil uji multivariat seperti tergambar pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat digambarkan sebagai berikut : Setelah dilakukan analisis secara bersamasama antara faktor lingkungan sehat, daerah tempat tinggal, aktifitas fisik, pendidikan, perilaku merokok, dan status ekonomi menunjukkan bahwa kelompok yang tinggal di lingkungan tidak sehat berpeluang 1,l kali berstatus kesehatan buruk dibandingkan dengan kelompok yang tinggal di ling-kungan sehat. Kelompok yang tinggal di perdesaan berpeluang 1,0 kali berstatus kesehatan buruk dibandingkan dengan kelompok yang tinggal di perkotaan. Pada faktor aktifitas fisiko terjadi risiko yang bersifat protektif atau terbalik, dimana kelompok yang kurang melakukan aktivitas fisik berpeluang 1,l kali berstatus kesehatan baik dibandingkan dengan kelompok yang kurang melakukan aktivitas fisik. Kelompok dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD (rendah) berpeluang 1,7 kali berstatus kesehatan

buruk dibandingkan dengan kelompok berpendidikan SMA ke atas. Kelompok dengan tingkat pendidikan. SD-SMP (sedang) berpeluang 1,2 kali berstatus kesehatan buruk dibandingkan dengan kelompok berpendidikan SMA ke atas. Kelompok yang merokok berpeluang 1,l kali berstatus kesehatan buruk dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok. Kelompok dengan status ekonomi berada pada kuintil 1-3 (kurang mampu) berpeluang 1,1 kali berstatus kesehatan baik dibandingkan dengan kelompok dengan status ekonomi berada pada kuintil 4-5 (mampu).

BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Kesehatan pada dasarnya berasal dari kata sehat yang artinya terbebas dari segala gangguan atau pun penyakit baik penyakit fisik maupun psikis. Jika diartikan dari kata dasarnya, maka kesehatan merupakan kondisi atau pun keadaan yang menggambarkan tubuh yang terbebas dari segala penyakit atau pun gangguan fisik atau pun psikis. Sedangkan, penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa berkonsultasi dengan seorang dokter. B. SARAN Lingkungan mempengaruhi kondisi kesehatan. Perubahan komposisi dan fungsi ekosistem mengakibatkan berubahnya keseimbangan alam khususnya predator, serta patogen dan vektornya. Saat ini manusia di berbagai belahan dunia sedang berusaha mencari solusi untuk mengontrol Emerging Disease dan re-emerging disease pada manusia dan hewan dikarenakan kerugian moral dan materiil yang ditimbulkan penyakit-penyakit tersebut cukup besar hingga mengancam hidup manusia. Emerging Disease didefinisikan sebagai infeksi yang baru muncul dalam sebuah populasi atau pernah ada sebelumnya dan meningkat secara cepat dalam sebuah wilayah geografis. Sedangkan, Re-emerging disease adalah infeksi yang muncul kembali setelah terjadi penurunan yang signifikan atau infeksi yang pernah ada sebelumnya dan sekarang muncul kembali dengan peningkatan yang cepat.

DAFTAR RUJUKAN

Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis Hepatitis. Jakarta. Noor, 2000, Dasar Epidemiologi, rineka cipta, Jakarta. Prasad, J. 2010. Emerging and Re-emerging Parasitic Diseases. JIMSA January-March 2010. Vol. 23 No 1. New Delhi. Soerjani, Moh,dkk. Lingkungan Sumber Daya Alam Dan Kependudukan Dalam Pembangunana. 1987. Jakarta: UI-PRESS Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran”, VisiMedia WHO. 1998. Control of epidemic meningococcal disease. WHO practical guidelines. 2nd edition. WHO Emerging and other Communicable Diseases, Surveillance and Control. UK. WHO. 2000. WHO Report on Global Surveillance of Epidemic Prone Infectious Diseases. WHO Department of Communicable Disease Surveillance and Response. UK. World Health Organization. Definisi Sehat WHO: WHO; 1947 [cited 2016 20 February]. Available from: www.who.int

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62

More Documents from ""