MAKALAH ASMA UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK II
Oleh : Kelompok 8 AFIF RIYANTO ( NIM. 180203109 ) AGUNG PERMANA ( NIM. 180203110 ) MUHAMMAD GALANG PRATAMA ( NIM. 180203126 )
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1 2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ ASMA ” tepat pada waktunya. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah berikutnya. Sekian penulis sampaikan, Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin. Purwokerto, 26 Maret 2019
Penulis
2
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………...
1
KATA PENGANTAR……………………………………………….
2
DAFTAR ISI…………………………………………………………
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………….
4
B. Rumusan Masalah……………………………………………
5
C. Tujuan Masalah………………………………………………
5
BAB II PEMBAHASAN A. Konsep dasar penyakit 1. Definisi asma ………………………………………………
6
2. Etiologi asma ………………………………………………
6
3. Anatomi fisiologi ………………………………………….
9
4. Patofisiologi ……………………………………………….
12
5. Pathway ……………………………………………………
18
6. Klasifikasi asma …………………………………………...
19
7. Tanda dan gejala …………………………………………..
19
8. Komplikasi ………………………………………………..
20
9. Pemeriksaan diagnosis …………………………………….
20
10. Penatalaksanaan …………………………………………
22
B. Konsep asuhan keperawatan 1. Pengkajian ………………………………………………..
25
2. Diagnose keperawatan ……………………………………
41
3. Perencanaan tindakan keperawatan ………………………
42
4. Implementasi ……………………………………………..
59
5. Evaluasi …………………………………………………..
60
BAB III PENUTUP ………………………………………………..
62
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..
63
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Dapat
disimpulkan
bahwa
pada
penderita
asma
saluran
pernapasannya memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap, debu, zat kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma menyengat (misalnya;parfum) dan olahraga. Selain itu terjadinya serangan asma sebagai akibat dampak penderita mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) baik flu ataupun sinisitis. Serangan penyakit asma juga bisa dialami oleh beberapa wanita dimasa siklus menstruasi, hal ini sangat jarang sekali. Angka peningkatan penderita asma dikaitkan dengan adanya faktor resiko yang mendukung seseorang menderita penyakit asma, misalnya faktor keturunan. Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation). Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma! Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale). Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca
4
dingin. Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit. Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan. Pada usia anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama serangan asma, rasa kecemasan yang berlebihan dari penderita dapat memperburuk keadaannya. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep teori dari asthma? 2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan asthma? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui
dan
memahami
bagaimana
membuat
asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan asthma 2. Tujuan Khusus 1) Mengetahui dan memahami definisi Asthma 2) Mengetahui dan memahami etiologi Asthma 3) Mengetahui dan memahami patofisiologi Asthma 4) Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan Asthma 5) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Asthma. 6) Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari asma
5
BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing (mengi) intermiten yang timbul sebagai respon akibat paparan terhadap suatu zat iritan atau alergan. (Margaret Varnell Clark, 2013) Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012) Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011) Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa asma bronkial adalah penyempitan sebagian dari otot halus pada bronkus dan bronkiolus yang bersifat reversible dan disebabkan oleh berbagai penyebab seperti infeksi, alergi dan lain-lain.
2. Etiologi Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah: 1. Faktor predisposisi a. Genetik
6
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi 1) Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin). c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk
tanaman
atau
bulu
binatang.
Alergen
ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma. 2. Olahraga Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan
7
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan. 3. Infeksi bakteri pada saluran napas Infeksi
bakteri
pada
saluran
napas
kecuali
sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial. 4. Stress Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 5. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
8
3. Anatomi Fisiologi Gambar 2.1 Perjalanan terjadinya asma
(sumber: Margaret varnell clark: 2013) Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus.Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme jaringan
tubuh
dan
mengeluarkan
karbondioksida
sebagai
sisa
metabolisme jaringan. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah
mempertahankan
keseimbangan
asam
basa
dalam
tubuh,
menghasilkan suara, memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar cairan dalam tubuh serta mempertahankan keseimbangan panas tubuh.
9
Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat proses yaitu: ventilasi (keluar masuknya udara pernafasan), difusi (pertukaran gas di paru-paru), transportasi (pengangkutan gas melalui sirkulasi) dan perfusi (pertukaran gas di jaringan).Adapun kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan normal, kondisi otot pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi (jantung), kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen. Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ pernafasan: 1. Hidung merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan
mengalami
proses
yaitu
penyaringan
(filtrasi),
penghangatan dan pelembaban (humidifikasi). Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Bagian belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut nasopharing. 2. Pharing Berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga bagian yaitu nasopharing, oropharing, dan laringopharing. Pharing merupakan saluran penghubung antara saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Bila makanan masuk melalui oropharing, epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi. 3. Laring Berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut sebagai kotak suara karena udara yang melewati daerah itu akan membentuk bunyi. Laring ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid (Adam Apple) yang khas pada
10
pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid yang berhubungan dengan trakea. 4. Trakea Terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian bawah krikoid kartilago laring dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 – 10 cincin kartilago. 5. Bronkus Dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan. Bronkus kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal dibanding dengan bronkus kiri. 6. Bronkiolus Merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam saluransaluran kecil yaitu bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi. Keduanya berdiameter ≤ 1 mm. Bronkiolus terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini. Sebagian kecil hanya terjadi pada bronkiolus respirasi. 7. Alveolus Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari bronkiolus respirasi. Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung ± 300 juta alveolus (luas permukaan ± 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah. Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid yang sangat penting dalam mempertahankan ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan ini berfungsi menurunkan ketegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan yang adekuat maka alveolus akan mengalami kolaps.
11
8. Paru-paru Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang langsung membungkus/ melapisi paru dan pleura parietal pada bagian luarnya. Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang berfungsi sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 10 – 15 cc. Lubrikasi dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi. Peredaran darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu arteri pulmonalis dan arteri bronkialis.
4. Patofisiologi Patofisiologi asma meliputi limitasi aliran udara dan inflamasi saluran nafas. Dengan memahami saluran nafas ini, dapat memberikan jalan untuk mengembangkan rencana terapi yang adekuat dan memperoleh atau mempertahankan kontrol asma.
Limitasi Aliran Udara/Penyempitan Jalan Nafas Etiologi pasti limitasi aliran udara pada asma masih belum diketahui, meskipun terdapat beberapa faktor yang telah dikaitkan dengan hal ini. Komponen yang sering menjadi penyebab adalah kontraksi otot polos bronkus yang didefinisikan sebagai kontraksi atau penyempitan cepat jalan nafas akibat mediator dan neurotransmiter bronkokonstriktor. Akibat penyempitan jalan nafas ini, maka aliran udara menjadi sempit dan menimbulkan bunyi “mengi” yang sering disebut sebagai asma. Brokokonstriksi bersifat reversible dengan pemberian brokodilator. Edema atau cairan
didalam
saluran nafas
disebabkan
oleh kebocoran
mikrovaskular akibat mediator inflamasi. Hal ini dapat diatasi dengan pemberiaan oabt-obatan antiinflamasi. Hipersekresi mucus adalah terminologi yang digunakan untuk menggambarkan peningkatan sekresi mucus dan eksudat inflamasi yang terjadi pada
12
plasma. Data menunjukan bahwa pada pasien asma terjadi peningkatan jumlah sel goblet di epitel saluran nafas dan pembesaran kelenjar submukosa. Sumbatan mucus dikatakan terjadi jika terdapat bagian saluran nafas yang tersumbat dan udara tidak dapat keluar dan masuk ke jalan nafas dibawahnya. Remodelling saluran nafas adalah perubahan struktural saluran nafas yang terjadi dalam jangka waktu lama. Seperti yang telah kita ketahui bahwa bahkan sebelum onset gejala asma muncul, banyak pasien asma yang telah mengalami remodelling pada saluran nafasnya sampai pada derajat tertentu. Fibrosis subefitel terjadi akibat pembentukan serat kolagen dan proteoglikan dibawah membran basalis. Substansi-substansi ini juga dapat terdeposit pada lapisan lain di saluran nafas dan menyebabkan terjadinya fibrosis pada daerah tersebut. Otot polos saluran nafas membesar akibat dua mekanisme primer: hipertropi dan hyperplasia. Hal ini mengakibatkan peningkatan ketebalan dinding saluran nafas. Telah kita ketahui bahwa mediator inflamasi berperan pada perubahanperubahan ini. Kita juga mengetahui bahwa terjadi peningkatan proliferasi pembuluh darah pada dinding saluran nafas yang dapat mengakibatkan dinding saluran nafas menjadi tebal. Data menunjukan bahwa perubahan-perubahan ini berkaitan dengan derajat keparahan pasien asma dan tidak sepenuhnya reversible dengan terapi yang ada saat ini. Hiperreaktivitas Saluran Nafas Adalah terminology yang digunakan untuk menggambarkan kecenderungan jalan nafas untuk menyempit akibat paparan terhadap berbagai macam stimulus. Hiperreaktivitas jalan nafas dinilai berdasarkan derajat respons kontraktil terhadap uji metakolin yang dapat membantu menentukan derajat tingkat keparahan asma seseorang.
13
Inflamasi Saluran Nafas Data menunjukan bahwa inflamasi saluran nafas muncul pada pasien asma meskipun gejalanya tidak muncul. Hal ini terjadi pada semua tipe asma. Meskipun biasanya disebut juga sebagai inflamasi salura nafas, namun hal ini terjadi pada seluruh system respirasi. Walaupun begitu, inflamasi sering banyak terjadi pada bronkus ukuran sedang. Inflamasi yang terjadi pada asma memiliki pola yang sama dengan inflamasi yang terjadi pada reaksi alergi. Imunoglobulin Adalah suatu molekul protein kecil yang dihasilkan oleh system imun untuk “berikatan” dengan permukaan antigen atau iritan. Dengan berikatan ke permukaan antigen, mereka berperan sebagai bendera untuk memanggil sel-sel dalam system imun yang lain untuk datang dan membantu menghadapi antigen tersebut. Terdapat serangkaian mekanisme yang kompleks yang akhirnya menghasilkan Ig. Ketika sebuah antigen masuk kedalam tubuh manusia, sel darah putih yang dikenal dengan limfosit T atau sel T datang dan berikatan dengan antigen tersebut. Sel T akan memanggil sel “helper”, dikenal juga sabagai sel TH untuk mengatur pelepasan sitokin yang dapat menstimulasi sel limfosit B. Sel limfosit B adalah sel yang memproduksi antibody Ig yang akan berikatan dengan antigen. Terminology proliferasi sel-B digunakan ketika suatu Ig telah berikatan dengan antigen dan memicu sel limfosit B untuk berproduksi dan membuat Ig lebih banyak. Sel TH juga dipercaya untuk selalu mengekspresikan protein CD4 yang ada dipermukaan sel, sehingga mereka juga dikenal sebagai sel T CD4+. Terdapat beberapa kelas antibody yang dihasilkan akibat reaksi alergi dan dikenal sebagai Imunoglobulin. Kelas antibody tersebut
14
yaitu IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE. Ketila secara spesifik kita mendiskusikan reaksi alergi, termasuk asma alergi, Imunoglobulin yang terlibat adalah IgE. Ketika tubuh bereaksi terhadap antigen dengan secara spesifik menghasilkan IgE, antigen disebut sebagai allergen dan individu yang mengalami reaksi alergi disebut memiliki riwayat atopi atau alergi. Pada individu tersebut, IgE bersirkulasi didalam darah bersamaan dengan sel-sel inflamasi yang disebut basophil yang berikatan dengan permukaan sel inflamasi didalam tubuh yang dikenal sebagai sel mast. Sel Mast dan Basofil Basofil banyak ditemukan di aliran darah. Sel mast terdapat hampir di seluruh jaringan dala tubuh terutama jaringan saluran nafas. Kedua sel inflamasi ini memiliki lebih dari 100.000 reseptor tempat berikatan dengan IgE. Ketika seorang individu terpapar dengan suatu allergen dan menghasilkan IgE yang berikatan dengan reseptor tersebut, sel mast dan basofil sudah “mengenali” allergen tersebut, sehingga bila di lain waktu individu tersebut terpapar dengan allergen yang sama, sel mast dan basofil akan melepaskan mediator-mediator kimia yang menyebabkan rekasi alergi. Para klinisi harus mengetahui bahwa sekali seorang individu tersentisisasi, maka sel mast dan basofil akan tetap mencetuskan reaksi alergi selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Mediator-Mediator Kimia Mediator kimia yang dihasilkan oleh sel mast dan paling kita ketahui adalah histamine. Histamine akan berikatan dengan reseptor histamine (H1) yang dapat dijumpai pada sebagian besar sel tubuh dan mencetuskan gejala alergi seperti pembengkakan, bersin-bersin dan gatal. Kelompok lain mediator kimia adalah golongan leukotrien sisteinil. Zat-zat ini biasanya dilepaskan antara
15
5 dan 30 mneit setelah aktivasi sel mast atau basofil. Zat golongan ini mempunyai efek yang sama seperti histamin, meskipun biasanya memiliki potensi yang lebih kuat. Secara spesifik, leukotrien D4 memiliki potensi 10 kali lebih kuat dibanding dengan histamin. Leukotriene sisteinil merupakan mediator yang satusatunya yang bila mediator ini dihambat, pasien akan menunjukan perbaikan gejala asma dan perbaikan fungsi paru. Golongan mediator lain yang berperan pada asma dikenal sebagai kemokin. Kemokin ini dihasilkan oleh sel epitel saluran nafas dan berfungsi untuk memanggil sel-sel inflamasi lainnya untuk datang ke saluran nafas. Eotaksin adalah sejenis kemokin yang relative selektif untuk memanggil eosinophil. Timus dan activation-regulated kemokin (TARK) dan makrofag. Turunan kemokin (MTK) telah ditemukan berfungsi untuk menarik sel Th2. Sitokin adalah protein pemberi sinyal yang berfungsi sebagai mediator komunikasi antar sel saat proses inflamasi pada asma. Pengukuran terhadap kadar sitokin ini dapat membantu kita untuk menentukan derajat berat ringannya proses inflamasi yang terjadi. Sitokin ini dapat dibagi menjadi empat kategori: limfokin adalah sitokin yang dihasilkan oleh sel limfosit T; sitokin proinflamasi yang berfungsi untuk mengamplifikasi dan mencetusaakn respon inflamasi; sitokin antiinflamasi yang berfungsi menghambat inflamasi; dan kemokin. Regulasi sitokin yang dikeluarkan oleh sel-sel yang terdapat di saluran nafas merupakan target utama terapi kortikosteroid dan imunosupresan sel-T pada asma. Nitrit oksida adalah vasodilator poten yang dihasilkan oleh sel epitel saluran nafas. NO mempunyai peran dalam pengaturan tonus vascular, respons terhadap trauma vascular dan hemostatis. NO merupakan neurotransmitter untuk saraf nonkolinergik dan juga memiliki aktivitas antimicrobial, imunologik dan proinflamasi. Saat
16
terjadi bronkospasme dan inflamasi, terjadi peningkatan NO yang dihasilkan saat ekspirasi. Oleh sebab itu, pengukuran kadar NO yang dikeluarkan saat ekspirasi merupakan uji noninvasif untuk evaluasi inflamasi terkait asma dan telah digunakan sebagai marker dalam menentukan efektifitas terapi asma. (Margaret Varnell Clark, 2013)
17
Pathway asma Bagan 2.1
(sumber: Corwin, Elizabeth J.: 2009) Bagan 2.2
(sumber:Corwin, Elizabeth J.: 2009)
18
5. Klasifikasi Jenis-jenis asma terdiri atas 3 macam, yaitu: a. Asma Alergik / Ekstrinsik Asma ini disebabkan oleh alergen (misal: serbuk sari, binatang, amarah, makanan dan jamur), kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman.Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik. b. Asma Idiopatik / Non alergik Asma ini tidak berhubungan dengan alergi spesifik. Serangan asma ini di cetuskan oleh beberapa faktor common cold, infeksi traktus, respiratorius, latihan, emosi. Beberapa agen farmakologi seperti aspirin dan agen anti inflamasi non steroid lain, pewarna rambut, antagonis beta–adrenergik dan agen sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi faktor.Serangan asma idiopatik/ non alergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlakunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis akut dan emfisema. c. Asma Gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dan bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau non alergik. (Brunner and Suddarth, 2001; 534)
6. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang muncul pada asma, antara lain: a. Sukar bernafas yang timbul intermitten b. Terdengar “wheezing” pada waktu ekspirasi c. Batuk dengan sputum yang kental d. Ekspirasi memanjang dengan hiperinflasi nada e. Pernafasan cuping hidung f. Sianosis pada permukaan kuku (Susan Martin Tucker, et.al, 1998; 2257)
19
7. Komplikasi Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma, yaitu: a. Atelektasis b. Emfisema dengan hiperinflasi kronis c. Pneumothoraks d. Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis e. Bronkhitis f. Aspergilosis bronkopulmoner alergik g. Fraktur iga (Soeparman, dkk, 1999; 34)
8. Pemeriksaan Diagnosis a. Pemeriksaan laboratorium -
Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal
charcot
leyden
yang
merupakan
degranulasi dari kristal eosinophil
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug
-
Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
20
Pencetusnya allergen, olahraga, cuaca, emosi (imun respon menjadi aktif, Pelepasan mediator humoral), histamine, SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema mukosa, sekresi meningkat, inflamasi (penghambat kortikosteroid)
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
-
Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
Bila
terdapat
komplikasi
empisema
(COPD),
maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru
-
Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma
-
Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu: 21
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block)
Tanda-tanda
hipoksemia,
yakni
terdapatnya
sinus
tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative -
Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
-
Spirometri Untuk
menunjukkan
adanya
obstruksi
jalan
nafas
reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
Banyak
penderita
tanpa
keluhan
tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.(Dudut Tanjung., Skp, 2007)
9. Penatalaksanaan Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah: a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera b. Mengenal
dan
menghindari
faktor-faktor
yang
dapat
mencetuskan serangan asma
22
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya. Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu: a. Pengobatan non farmakologik: - Memberikan penyuluhan - Menghindari faktor pencetus - Pemberian cairan - Fisiotherapy - Beri O2 bila perlu b. Pengobatan farmakologik: 1. Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan: - Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), Terbutalin (bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup 2. Santin (teofilin) Nama
obat:Aminofilin
(Amicam
supp),
Aminofilin
(Euphilin Retard), Teofilin (Amilex).Efek dari teofilin sama
23
dengan obat golongansimpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian: Bentuk suntikan teofillin/aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahanlahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). 3. Kromalin Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan. 4. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.(Dudut Tanjung., Skp, 2007)
B. Konsep Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau memelihara klien sampai ke taraf optimal melalui pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu kebutuhan klien. (Nursalam, 2005)
24
Dalam
asuhan
keperawatan
pasien
dengan
asma
bronkial,
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari 5 tahap, yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen dari proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data tentang suatu kesehatan seseorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan harus selalu dirancang sesuai kebutuhan klien. Apabila pada kondisi klien perawat dihadapkan pada klien yang menderita penyakit akut, perawat perlu membekali diri tentang kondisi gejala yang berhubungan dan perawat boleh memilih untuk hanya mengkaji sistem tubuh yang terlibat. Pengkajian keperawatan yang komprehensif biasanya akan dilakukan pada klien dalam kondisi lebih sehat, kemudian perawat mempelajari status kesehatan total pasien. (Muttaqin, 2010: 2) Pengkajian yang biasa dilakukan pada pasien dengan asma, meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Pengumpulan data 1.
Identitas klien/biodata a) Identitas anak yang meliputi nama anak, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis, tanggal masuk RS dan tanggal pengkajian b) Identitas orang tua/penanggung jawab meliputi nama, usia, pendidikan, pekerjaan,
alamat,
hubungan dengan pasien 25
2.
Keluhan utama Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya batuk dengan atau tanpa produksi mucus; sering bertambah berat saat malam hari atau dini hari sehingga membuat anak sulit tidur. Jika asmanya berat maka gejala yang akan muncul yaitu perubahan kesadaran seperti mengantuk, bingung, saat serangan asma, kesulitan bernafas yang hebat, takikardia, kegelisahan hebat akibat kesulitan bernafas, berkeringat. (Margaret Varnell Clark, 2013)
3.
Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan pada anak dengan asma meliputi hal-hal sebagai berikut: a)
Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang biasa ditemukan menggunakan pendekatan PQRST, dimana P atau paliatif/provokative merupakan hal atau faktor yang mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau meperingan, Q atau qualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan, R atau region adalah daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan, S atau severity adalah derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut, T atau time adalah waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan lamanya atau kekerapan
26
b) Riwayat kesehatan yang lalu Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui sebelumnya, karena mungkin ada kaitannya dengan penyakit sekarang. Riwayat kesehatan
menjelaskan
tentang
riwayat
perawatan di RS, alergi, penyakit kronis dan riwayat operasi. Selain itu juga menjelaskan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang seperti riwayat panas, batuk, filek, atau penyakit serupa pengobatan yang dilakukan c) Riwayat kesehatan keluarga Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang berhubungan dengan asma pada anak, riwayat penyakit keturunan atau bawaan seperti asma, diabetes melitus, dan lain-lain. d) Genogram Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan gambaran pola asuh klien e) Riwayat kehamilan dan persalinan Merupakan informasi kesehatan anak dan ibu mulai dari pre natal, natal, dan post natal. - Prenatal Apakah ibu pasien terdapat kelainan atau keluhan yang dapat memperberat keadaan ibu dan anak saat proses persalinan, serta jumlah
pemeriksaan
kehamilan
yang
dilakukan ibu pasien - Intra natal Proses persalinan ditolong oleh siapa, apakah persalinan secara normal atau memerlukan
27
bantuan alat operasi dan bagaimana keadaan bayi saat di lahirkan (langsung menangis atau tidak) - Post natal Bagaimana keadaan saat setelah lahir, apakah mendapat ASI sesuai kebutuhan atau PASI serta bagaimana refleks menghisap atau menelan f) Riwayat imunisasi dan pemberian makan - Riwayat imunisasi Pada usia 9 bulan imunisasi harus sudah lengkap meliputi BCG, Hepatitis, Polio, DPT, Campak, Thypoid. Bila anak belum mendapat imunisasi tanyakan dan catat imunisasi apa saja yang sudah dan belum didapat serta tanyakan alasannya.
28
Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi Yang Dianjurkan Bulan Jenis vaksin
Lhr
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1
2
3 5 6 7 8 9 1 1 1
2 5 8
4
0 2 8
BCG
1
Hepatitis B
1
Polio
0
DPT
2
3 1
2
3
1
2
3
Campak
4 4
6 5
1
Hib
1
2
3
PCV
1
2
3
Rotavirus
1
2
3
Influenza
2 4 4
Diberikan setiap tahun
Varisela
Di berikan 1x
MMR
1
Thypoid
2 Ulangan tiap 3 tahun
Hepatitis A
2x, interval 6-12 bulan
HPV
3 x Sumber: (http://jadwalimunisasi.blogspot.com. Dibuka 26 Maret 2019)
29
-
Riwayat pemberian makan Catat pada pertama kali anak dan pada umur berapa diberikan makanan tambahan. Selain ASI, baik berupa jenis, porsi dan frekuensi yang diberikan dan tanyakan makanan apa yang lebih disukai oleh anak.
4.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Pengkajian
riwayat
pertumbuhan
meliputi
diantarnya meliputi: a.
Berat badan sebelum sakit sampai saat sakit rata-rata berat badan pada bayi bertambah 8.900-7.100 gram, dan tinggi badan rata-rata bayi bertambah 2 cm. - Pengkajian perkembangan meliputi: Personal sosial: Dada dengan tangan, tepuk tangan Motorik
halus:
Menaruh
kubus
dalam
cangkir, membentuk 2 kubus, memegang icik-icik Motorik kasar: Duduk, merangkak, berdiri berpegangan Bahasa: Mengoceh, menirukan kata-kata, menoleh kearah suara
30
Bagan 2.3 Denver II
(Sumber: Hidayat: 2008)
5. Pola kebiasaan Pola kebiasaan meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Pola nutrisi Nafsu makan anak pada umumnya berkurang atau hilang. Pemberian ASI dari bayi lahir sampai usia 9 bulan
31
b.
Pola istirahat/aktivitas Gejala:
Keletihan,
kelelahan,
malaise,
Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari
karena
sulit
bernafas,
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau latihan Tanda:
Keletihan,
Gelisah,
insomnia,
Kelemahan umum/kehilangan massa otot c.
Pola personal hygiene Orang
tua
kadang
merasa
takut
untuk
memandikan anak yang sedang sakit, sehingga perlu dikaji kebutuhan personal hygiene bayi
6.
Pemeriksaan fisik a.
Keadaan umum Biasanya keadaan umum pasien dengan asma adalah kelemahan fisik akibat kurangnya nafsu makan, gelisah, kesulitan bernafas, kesulitan tidur, berkeringat, takikardia.
b.
Tanda-tanda vital Akan ditemukan tanda-tanda vital yang berubah dari ukuran normal
c.
Antropometri Dikaji untuk mengetahui status gizi, dapat ditemukan penurunan berat badan dari normal.
d.
Pemeriksaan fisik - Kepala Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan kepala pasien, lingkar kepala.
32
Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat dilakukan pemeriksaan kepala. - Mata Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil, amati kelopak mata terhadap penetapan yang tepat, periksa alis mata terhadap kesimetrisan dan pertumbuhan rambutnya, amati distribusi dan kondisi bulu matanya, bentuk serta amati ukuran iris apakah ada peradangan atau tidak, kaji adanya oedema pada mata. Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat dilakukan pemeriksaan mata. - Hidung Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas cuping hidung - Mulut Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban, pembengkakan, lesi, periksa gusi
lidah,
dan
palatum
terhadap
kelembaban, keutuhan dan perdarahan, amati adanya bau, periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk, periksa gigi terhadap jumlah, jenis keadaan, inspeksi faring menggunakan spatel lidah. Biasanya ditemukan pada mulut terdapat nafas barbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan
33
- Telinga Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan atau pendataran telinga, periksa struktur telinga luar dan ciri-ciri yang tidak normal, periksa saluran telinga luar terhadap hygiene, rabas dan pengelupasan. Lakukan penarikan aurikel apakah ada nyeri atau tidak lakukan palpasi pada tulang yang menonjol di belakang telinga untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau tidak - Leher Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang
penuh,
pembengkakan
periksa kelenjar
leher getah
terhadap bening,
lakukan palpasi pada trakea dan kelenjar tiroid - Dada Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau tarikan dinding dada kedalam, amati jenis pernafasan, amati gerakan pernafasan dan lama inspirasi serta ekspirasi, lakukan perkusi diatas sela iga, bergerak secara simentris atau tidak dan lakukan auskultasi lapang paru - Abdomen Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring terlentang, periksa warna dan keadaan kulit abdomen, amati turgor kulit. Lakukan auskultasi terhadap bising usus serta perkusi pada semua area abdomen
34
- Ekstremitas Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan jari, apakah terdapat sianosis pada ujung jari, adanya oedema, kaji adanya nyeri pada ekstremitas - Genetalia dan anus Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi ukuran genetalia, posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-tanda pembangkakan, periksa anus adanya robekan, hemoroid, polip 7.
Data psikososial anak Data
psikososial
menilai
dampak-dampak
hospitalisasi, termasuk prosedur pada bayi dan keluarga. Pada pasien bayi lebih mudah cemas karena tindakan yang dilakukan, kemungkinan pada bayi kehilangan kontrol terhadap dirinya. Serta ketakutan bayi terhadap perlukaan muncul karena bayi
menganggap
tindakan
dan
prosedurnya
mengancap intregritas tubuhnya.Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak,
menangis
dengan
kencang
sambil
berontak/berguling-guling dan selalu ingin tetap di pangkuan ibunya 8.
Data perkembangan keluarga Dikaji sejauh mana perkembangan keluarga ketika klien sakit
9.
Data penunjang a. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan sputum
35
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal
charcot
leyden
yang
merupakan
degranulasi
dari
kristal
eosinophil Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug - Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH Hiponatremia dan kadar leukosit kadangkadang
di
atas
15.000/mm3
dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pencetusnya emosi
allergen,
(imun
respon
olahraga,
cuaca,
menjadi
aktif,
Pelepasan mediator humoral), histamine, SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema
mukosa,
sekresi
meningkat,
inflamasi (penghambat kortikosteroid) Pada
pemeriksaan
faktor-faktor
alergi
terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
36
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. - Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercakbercak di hilus akan bertambah Bila
terdapat
komplikasi
empisema
(COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru Dapat
pula
menimbulkan
gambaran
atelektasis lokal. Bila
terjadi
pneumotoraks, maka
dapat
pneumonia
mediastinum,
dan pneumoperikardium, dilihat
bentuk
gambaran
radiolusen pada paru-paru - Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma -
Elektrokardiografi Gambaran
elektrokardiografi
yang terjadi
selama serangan dapat dibagi menjadi 3 37
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu: Perubahan
aksis
jantung,
yakni
pada
umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block) Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative -
Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paruparu
-
Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan
dengan
bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan
spirometri
tidak
saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
38
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. (Dudut Tanjung., Skp, 2007) 10. Pengobatan/terapy a. Pengobatan non farmakologik: - Memberikan penyuluhan - Menghindari faktor pencetus - Pemberian cairan - Fisiotherapy - Beri O2 bila perlu b. Pengobatan farmakologik: 1. Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan: - Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat : Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), Terbutalin (bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator
(Alupent,
Berotec,
brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup 2. Santin (teofilin) Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin
(Euphilin
Retard),
Teofilin
(Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat
39
golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga
bila
kedua
obat
ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara
pemakaian:
Bentuk
suntikan
teofillin/aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). 3. Kromalin Kromalin
bukan
bronkodilator
tetapi
merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain
dan
efeknya
baru
terlihat
setelah
pemakaian satu bulan. 4. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral. (Dudut Tanjung., Skp, 2007)
40
b. Analisa Data Analisa data adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep, teori, prinsip, asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi pasien. Analisa data dilakukan melalui
pengesahan
data,
pengelompokkan
data,
membandingkan data, menentukan ketimpangan atau kesenjanganserta
membuat
kesimpulan
tentang
kesenjangan atau masalah yang ada. (Gaffar, 1999) 2. Diagnosa keperawatan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar c. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.. d. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit. e. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi. f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan g. Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
faktor-faktor
pencetus asma. h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. j. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .
41
3. Perencanaan Tindakan Keperawatan NO 1
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA
KEPERAWATAN
HASIL (NOC)
Bersihan jalan nafas Setelah tidak
dilakukan
INTERVENSI (NIC)
tindakan NIC :
efektif keperawatan selama 3 x 24 jam,
Airway Management
berhubungan dengan pasien mampu : Buka jalan nafas, guanakan teknik
tachipnea,
Respiratory
peningkatan produksi kekentalan
status
:
chin lift atau jaw thrust bila perlu
Ventilation mukus, sekresi
dan bronchospasme.
Posisikan Respiratory status : Airway
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
patency Identifikasi Aspiration Control,
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan
pasien
Pasang mayo bila perlu batuk
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu mengeluarkan atau suction sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan
jalan
nafas
Auskultasi
suara
nafas,
catat
adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo
yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam
rentang
Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa
normal, tidak ada suara nafas basah NaCl Lembab abnormal)
Atur
intake
untuk
cairan
Mampu mengidentifikasikan mengoptimalkan keseimbangan. dan mencegah factor yang dapat
Monitor respirasi dan status O2
menghambat jalan nafas
42
2
Gangguan pertukaran
Setelah
dilakukan
tindakan NIC :
gas keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
berhubungan dengan pasien mampu : perubahan membran kapiler – alveolar
Respiratory
Status
:
Gas
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
exchange Respiratory
Status
:
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
ventilation
Identifikasi
Vital Sign Status
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Dengan kriteria hasil :
Pasang mayo bila perlu
Mendemonstrasikan peningkatan
pasien
ventilasi
dan
oksigenasi yang adekuat
Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk
Memelihara kebersihan paru atau suction paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Auskultasi
suara
nafas,
catat
adanya suara tambahan
Mendemonstrasikan
batuk
Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
Berika bronkodilator bial perlu
dyspneu (mampu mengeluarkan
Barikan pelembab udara
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda
tanda
rentang normal
vital
dalam
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Respiratory Monitoring Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
43
Catat
pergerakan
kesimetrisan, tambahan,
dada,amati
penggunaan
otot
retraksi
otot
supraclavicular dan intercostal Monitor
suara
nafas,
seperti
dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Catat lokasi trakea Monitor
kelelahan
otot
diagfragma (gerakan paradoksis) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Tentukan
kebutuhan
suction
dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama Auskultasi
suara
paru
setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya 3
Pola
Nafas
tidak Setelah
dilakukan
tindakan NIC :
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, dengan penyempitan pasien mampu : bronkus
Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway
Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan
pasien
44
untuk
patency
memaksimalkan ventilasi
Vital sign Status
Identifikasi
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Dengan Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan
pasien
batuk
efektif dan suara nafas yang
Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika
bersih, tidak ada sianosis dan perlu dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mudah, tidak ada pursed lips) Auskultasi Menunjukkan jalan nafas
suara
nafas,
catat
adanya suara tambahan
yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
Lakukan suction pada mayo
pernafasan
Berikan bronkodilator bila perlu
dalam
rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Terapi Oksigen Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen
45
Pertahankan posisi pasien Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor
adanya
kecemasan
pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor
pola
pernapasan
abnormal Monitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad
46
(tekanan
nadi
yang
melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign 4
Nyeri akut; ulu hati Setelah
dilakukan
tindakan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, proses penyakit.
Pain Management
pasien mampu :
Lakukan pengkajian nyeri secara
Pain Level, Pain control, Comfort level
komprehensif
termasuk
karakteristik,
durasi,
lokasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Dengan Kriteria Hasil :
Observasi reaksi nonverbal dari
Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan nonfarmakologi mengurangi
nyeri,
Gunakan
teknik
komunikasi
tehnik terapeutik untuk mengetahui untuk pengalaman nyeri pasien mencari
bantuan)
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain
tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Tanda vital dalam rentang Kontrol lingkungan yang dapat
47
normal
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor
penerimaan
pasien
tentang manajemen nyeri Analgesic Administration Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
48
Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping) 5
Cemas berhubungan Setelah dengan bernafas
dilakukan
tindakan NIC :
kesulitan keperawatan selama 3 x 24 jam, dan
takut sufokasi.
rasa pasien mampu : Anxiety control Coping Impulse control Dengan Kriteria Hasil :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan
pendekatan
yang
menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan
49
Klien mampu
apa yang dirasakan selama prosedur
mengidentifikasi dan
Pahami
mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi,
prespektif
terhadap situasi stres Temani
mengungkapkan dan
pasien
memberikan
menunjukkan tehnik untuk
pasien
untuk
keamanan
dan
mengurangi takut
mengontol cemas Berikan Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
mengenai
informasi diagnosis,
faktual tindakan
prognosis Dorong
keluarga
untuk
menemani anak
berkurangnya kecemasan Lakukan back / neck rub Dengarkan
dengan
penuh
perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi Instruksikan
pasien
menggunakan teknik relaksasi Barikan obat untuk mengurangi kecemasan 6
Ketidakseimbangan
Setelah
dilakukan
tindakan NIC :
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 jam,
50
kebutuhan
tubuh pasien mampu :
berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis
Nutritional Status : food and Fluid Intake
yang
mengurangi pemasukan makanan
Nutritional Status : nutrient Intake Weight control Dengan Kriteria Hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidk ada tanda tanda malnutrisi
Nutrition Management Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Anjurkan
pasien
untuk
meningkatkan intake Fe Anjurkan
pasien
untuk
meningkatkan protein dan vitamin C Berikan substansi gula Yakinkan mengandung
diet
yang
tinggi
dimakan
serat
untuk
mencegah konstipasi Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat catatan makanan harian. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Monitor
jumlah
nutrisi
dan
kandungan kalori Berikan
informasi
tentang
kebutuhan nutrisi Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi
dibutuhkan
51
yang
Nutrition Monitoring BB pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan berat badan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan Monitor
interaksi
anak
atau
orangtua selama makan Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan
pengobatan
dan
tindakan tidak selama jam makan Monitor
kulit
kering
dan
perubahan pigmentasi Monitor turgor kulit Monitor
kekeringan,
rambut
kusam, dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor
kadar
albumin,
total
protein, Hb, dan kadar Ht Monitor makanan kesukaan Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
52
Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 7
Kurang pengetahuan Setelah
dilakukan
tindakan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, faktor-faktor pencetus asma.
Teaching : disease Process
pasien mampu : Berikan penilaian tentang tingkat Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
Dengan Kriteria Hasil : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
Jelaskan
patofisiologi
dari
penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan
proses
penyakit,
dengan cara yang tepat Identifikasi
kemungkinan
dijelaskan perawat/tim kesehatan penyebab, dengan cara yang tepat lainnya
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Hindari harapan yang kosong
53
Sediakan
bagi
keluarga
atau
pasien informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan
datang
dan
atau
proses
pengontrolan penyakit Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung
pasien
untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat Instruksikan
pasien
mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat 8
Intoleransi aktivitas Setelah
dilakukan
tindakan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
Activity Therapy
batuk persisten dan pasien mampu : ketidakseimbangan
Kolaborasikan dengan Tenaga
54
antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
Energy conservation Activity tolerance
tubuh.
Rehabilitasi
Medik
dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
Self Care : ADLs Bantu Dengan Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
mengidentifikasi
klien aktivitas
untuk yang
mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang
sesuai
dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan diperlukan
sumber
untuk
aktivitas
yang yang
diinginkan Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas Bantu
pasien
55
untuk
mengembangkan motivasi diri dan penguatan Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual 9
Defisit diri dengan fisik
perawatan Setelah
dilakukan
tindakan NIC :
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam,
Self Care assistane : ADLs
kelemahan pasien mampu : Monitor kemempuan klien untuk Self care : Activity of Daily
perawatan diri yang mandiri.
Living (ADLs) Monitor kebutuhan klien untuk Dengan Kriteria Hasil :
alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
Klien terbebas dari bau badan berpakaian, berhias, toileting dan Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
makan. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian,
memberikan bantuan pasien
tidak
hanya
mampu
untuk jika untuk
melakukannya. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
56
sesuai kemampuan. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari. 10
Resiko
infeksi Setelah
dilakukan
tindakan NIC :
dengan faktor resiko keperawatan selama 3 x 24 jam, prosedur invasif
Infection Control (Kontrol infeksi)
pasien mampu : Bersihkan Immune Status
setelah
dipakai pasien lain
Risk control
Pertahankan teknik isolasi
Dengan Kriteria Hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
lingkungan
Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci
tangan
saat
Menunjukkan kemampuan berkunjung dan setelah berkunjung untuk infeksi
mencegah
timbulnya meninggalkan pasien Gunakan
sabun
antimikrobia
Jumlah leukosit dalam batas untuk cuci tangan normal
Cuci tangan setiap sebelum dan
Menunjukkan perilaku hidup sesudah tindakan kperawtan sehat
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
57
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi
kandung
kencing Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection
Protection
(proteksi
terhadap infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor
kerentanan
terhadap
infeksi Batasi pengunjung Saring
pengunjung
terhadap
penyakit menular Partahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kulit pada area epidema Inspeksi
kulit
dan
membran
mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Inspeksi kondisi luka / insisi
58
bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif
4. Implementasi Pelaksanaan
keperawatan
adalah
pemberian
keperawatan yang dilakukan secara langsung
asuhan
kepada pasien.
Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,
kemampuan
kemampuan
advokasi
memberikan dan
evaluasi.
pendidikan Tahap
kesehatan, pelaksanaan
keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi.
59
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dengan bayi maupun dengan orang tua sangat diperlukan. Disamping itu harus memperhatikan dampak hospitalisasi bagi bayi dan orang tua. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan keperawatan
adalah tahap akhir dari proses
yang merupakan perbandingan sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu: 1. Evaluasi Formatif Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil pemeriksaan), Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning (perencanaan). 2. Evaluasi Sumatif Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan
menilai
dan
memonitor
kualitas
asuhan
keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga
60
terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.
61
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
62
DAFTAR PUSTAKA
Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Brunner and Suddarth’s. 2000. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia : JB Lippincott Company Clark, Margareth Varnell. 2013. Asma panduan penatalaksanaan klinis. Penerjemah : Diani, Aryani. Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey : Upper Saddle River Lewis. 2000. Medical Surgical Nursing. Volume II Edisi 5. Mosby Philadelphia, Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey : Upper Saddle River Nurs, Nursalam , dkk. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Edisi 1.Jakarta : Salemba medika Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika Susan Martin Tucker, et all. 1998. Standar perawatan pasien : proses keperawatan, diagnosis dan evaluasi, alih bahasa Yasmin Asih. Edisi 5. Volume 1. Jakarta : EGC
63