ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN KETIDAKBERDAYAAN
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9 1. CHAFI DHOTUNNISA 2. WENNY AGRIANTI 3. MELIYA PUSPITA RINI
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO TAHUN 2018
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Keadaan krisis Ekonomi, telah menyebabkan meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa. Masalah gangguan jiwa terjadi hampir diseluruh negara di dunia. Hasil survey World Healt Organization (WHO), menyatakan tingkat gangguan jiwa di Indonesia cukup tinggi dan diatas rata-rata gangguan kesehatan jiwa di Dunia. Dari data yang di keluarkan Departement Kesehatan Republik Indonesia, rata-rata 40 dari 100.000 orang di
Indonesia,
melakukan
bunuh
diri,
sementara
rata-rata
Dunia
menunjukkan 15,1 dari 100.000 orang dan satu dari empat orang di Indonesia mengalami gangguan jiwa, namun hanya 0,5% saja yang di rawat di Rumah sakit jiwa (Azwar, 2005). Menurut Sekretaris Jenderal Departement Kesehatan, Safi’i Ahmad. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan cukup serius disetiap negara, termasuk di Indonesia. Proses Globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi, menyebabkan dampak pergeseran terhadap nilai sosial dan budaya di masyarakat (DepKes, 2007). Terjadinya gangguan jiwa merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. Ada korelasi erat antara timbulnya gangguan jiwa dengan kondisi sosial dan lingkungan dimasyarakat sebagai suatu “sressor psikososial”. Kini masalah kesehatan tidak lagi hanya
menyangkut soal angka kematian atau kesakitan, melainkan juga berbagai kondisi psikososial yang berdampak juga pada kualitas kesehatan jiwa di masyarakat (Herman, 2011). Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran, perasaan atau tingkah laku, sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi seharihari. Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikan selsel saraf di otak dan dapat juga berupa kekurangan maupun kelebihan neutrotransmiter atau substansi tertentu. Gangguan jiwa meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung tetapi menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu serta beban berat bagi keluarga (Fitria, 2009). Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresive verbal disuatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) disisi yang lain (Yosep, 2007). Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain model teori importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau mengadopsi nilai-nilai tertentu, teori situasionism respon terhadap keunikan dan kekuatan yang terbatas, serta teori interaksi yaitu proses interaksi yang terjadi antara klien dan orang lain yang dapat memicu terjadinya tingkah laku amuk. Amuk merupakan respon marah terhadap adanya stress, cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa dan ketidakberdayaan. Respon ini dapat diekspresikan secara internal
maupun eksternal. Secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif aggressive. Adapun respon marah diungkapkana melalui 3 cara yaitu secara verbal, menekan dan menantang (keliat, 2006).
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011). Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Sedangkan menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu. 2.2 Penyebab Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, ketidak adekuatan koping sebelumnya (seperti : depresi), serta kurangnya kesempatan untuk membuat keputusan (Carpenito, 2009). Faktor terkait ketidakberdayaan menurut Doenges, Townsend, M, (2008) yaitu: 1) Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan control terhadap terapi.
2) Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan, hubungan yang kasar. 3)Penyakit yang berhubungan dengan rejimen:penyakit kronis atau yang melemahkan kondisi. 4) Gaya hidupketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan. 2.3 Batasan Karakteristik Klien Dengan Ketidakberdayaan Menurut NANDA (2011) dan Wilkinson (2007) ketidakberdayaan yang dialami klien dapat terdiri dari tiga tingkatan antara lain: Ø Rendah : Klien mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi dan bersikap pasif. Ø Sedang : Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.Klien tidak melakukan praktik perawatan diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan pengobatan. Klien
menunjukkan
ekspresi
ketidakpuasan
terhadap
ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Ø Berat
Klien menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran. : Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan dan menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan hasil). Pada klien NAPZA
biasanya
klien
cenderung
jatuh
pada
kondisi
ketidakberdayaan berat karena tidak memiliki kendali atas
situasi yang memepengaruhinya untuk menggunakan NAPZA atau ketidakmampuan mempertahankan situasi bebas NAPZA. 2.4 Proses Terjadinya Masalah Kebanyakan
individu
secara
subyektif
mengalami
perasaan
ketidakberdayaan dalam berbagai tingkat dalam bermacam-macam situasi. Individu sering menunjukkan respon apatis, marah atau depresi terhadap kehilangan kontrol (Carpenito-Moyet, 2007). Pada ketidakberdayaan, klien mungkin mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut di luar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut. Jika ketidakberdayaan berlangsung lama, dapat mengarah ke keputusasaan. Perawat harus hati-hati untuk mendiagnosis ketidakberdayaan yang berasal dari perspektif pasien bukan dari asumsi. Perbedaan budaya dan individu terlihat pada kebutuhan pribadi untuk merasa mempunyai kendali terhadap situasi (misalnya untuk diberitahukan bahwa orang tersebut mempunyai penyakit yang fatal (Wilkinson, 2007). Faktor predisposisi a. Biologis 1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita gangguan jiwa) 2) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman penggunaan zat terlarang 3) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chekup, tanggal terakhir periksa)
4) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu pelaksana aktivitas harian pasien 5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic. 6)Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS b. Psikologis 1) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal 2)Ketidaknmampuan
mengambil
keputusan
dan
mempunyai
kemampuan komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya 3) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif
menimbulkan
ketidakmampuan,
misalnya:
sklerosis
multipel, kanker terminal atau AIDS 4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai) 5) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang sekarang 6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi
7) Motivasi : penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari 8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai saksi 9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya 10) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup. c. Sosial budaya 1) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan 2)Jenis
kelamin
laki-laki
ataupun
perempuan
mempunyai
kecenderungan yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang dijalankan dalam kehidupannya 3) Pendidikan rendah 4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan) 5) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol (misalnya kontrol lokus internal) Faktor Presipitasi Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi ketidakberdayaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima perubahan fisik dan
psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi
ketidakberdayaan
bahkan
memperberat
kondisi
ketidakberdayaan yang dialami oleh klien. Faktor penilaian terhadap stressor (Wilkinson, 2007) a. Kognitif : 1) Mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi. 2)Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustrasi terhadap kemampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya. 3) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran. 4)Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kendali atau pengaruh terhadap situasi, perawatan diri atau hasil. 5) Mengungkapkan ketidakpuasan karena ketergantungan dengan orang lain. 6) Kurang dapat berkonsentrasi. b. Afektif 1) Merasa tertekan atau depresi terhadap penurunan fisik yang terjadi dengan mengabaikan kepatuhan klien terhadap program pengobatan 2) Marah
3) Iritabilitas, ketidaksukaan 4) Perasaan bersalah 5) Takut terhadap pengasingan oleh pemberian perawatan 6) Perasaan cemas atau ansietas c. Fisiologis 1) Perubahan tekanan darah 2) Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan 3) Muka tegang 4) Dada berdebar-debar dan keluar keringat dingin 5) Gangguan tidur, terutama kalau disertai dengan ansietas d. Perilaku 1) Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas 2) Tidak ada pertahanan pada praktik perawatan diri ketika ditantang 3) Tidak memantau kemajuan pengobatan 4)Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau mengambil keputusan pada saat diberikan kesempatan 5) Kepasifan hingga apatis 6) Perilaku menyerang 7) Menarik diri 8) Perilaku mencari perhatian 9) Gelisah atau tidak bisa tenang
e. Sosial 1) Enggan untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya 2) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan 3) Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain 2.5 Analisa Data Data Subyektif : 1. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi. 2. Mengungkapakan tidak dapat menghasilkan sesuatu 3. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan
untuk
melakukan
tugas
atau
aktivitas
sebelumnya. 4. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran 5. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri Data Obyektif : 1. Ketidak mampuan untuk mencari informasi tentang perawatan 2. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan 3. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya 4. Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas, ketidaksukaan,marah, dan rasa bersalah 5. Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika mendapat perlawanan 6. Apatis dan pasif 7. Ekspresi muka murung 8. Bicara dengan gerakan lambat 9. Tidur berlebihan 10. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan 11. Menghindari orang lain 2.6 Diagnosa Keperawatan KETIDAKBERDAYAAN 2.7 Intervensi Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan :
Intervensi Keperawat (NIC) 1. Bina hubungan saling percaya Dalam membina hubungan saling
- Klien mampu mengatasi rasa ketidakberdayaan
yang
dialaminya Kriteria Hasil : - Membina hubungan saling percaya emosi pola
kognitif
yang negative - Berpartisipasi
dalam
pengambilan keputusan yang berkenan
dengan
perawatanya sendiri
realistis
dipertimbangkan
klien merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi a) Mengucapkan salam terapeutik b) Berjabat tangan c) Menjelaskan tujuan interaksi d) Membuat kontrak topik, waktu,
tujuan
dengan klien. 2. Bantu klien mengenali
dan
mengekspresikan emosinya a)Lakukan pendekatan
yang
hangat,
bersifat
empati,
tunjukan respons emosional dan menerima klien apa adanya. b) Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan
- Klien termotivasi untuk aktif mencapai
agar
perlu
dan tempat setiap kali bertemu
- Mengenali, mengeksperikan - Modifikasi
percaya
yang
reaksi
diri
perawat
sendiri
(misalnya rasa marah, frustasi, dan simpati). c)Sediahkan waktu
untuk
berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnyaa suportif, beri waktu klien untuk berespon. d) Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi, dan klarifikasi. e)Bantu klien mengekspresikan perasaannya
dan
identifikasi
area-area situasi kehidupannya yang
tidak
berada
dalam
kemampuannya. f) Bantu klien mengidentifikasi factor-faktor berpengaruh
yang
dapat terhadap
ketidakberdayaan. g) Diskusi tentang masalah yang dihadapi klien tanpa meminta untuk menyimpulkan. 3. Bantu klien memodifikasi pola kognitif yang negative a) Identifikasi pemikiran negative
dan
bantu
yang untuk
menurunkan melalui interupsi atau substitusi b) Bantu klien
untuk
meningkatkan pemikiran yang positif c) Efaluasi
ketepatan
persepsi,
logika, dan kesimpulan yang dibuat klien d) Identifikasi persepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan pendapatannya
yang
tidak
rasional e) Kurang penilaian klien yang negative terhadap dirinya f) Bantu klien untuk menyadari nilai yang dimilikinya batu perilakunya
atau
perubahan
yang terjadi. 4. Bantu klien berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan
yang
berkenaan dengan keperawatanya sendiri a) Libatkan menetapkan
klien
dalam
tujuan-tujuan
perawatan yang ingin dicapai. Motivasi klien untuk membuat
jadwal
aktifitas
perawatan
dirinya b) Berikan klien prifasi sesuai yang dibutuhkan c) Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat dan
jika
klien
melakukan
berhasil
kegiatan
penampilan
atau
yang
bagus.
Motivasi
untuk
mempertahankan
penampilan/
kegiatan tersebut. 5. Memotivasi klien untuk
aktif
mencapai tujuan yang realistis a) Diskusikan dengan klien pilihan yang realistis dalam perawatan, berikan
penjelasan
untuk
pilihan ini. Bantu klien untuk menetapkan realistic. pada
tujuan
Fokuskan
saat
ini
yang kegiatan
bukan
pada
kegiatan masa lalu. b) Bantu klien mengidentifikasi area-area yang
situasi dapat
kehidupan dikontrolnya.
Dukung kekuatan-kekuatan diri yang dapat diidentifikasi klien c) Identifikasi cara-cara yang dapat dicapaai oleh klien. Dorong untuk
berpartisipasi
dalam
aktivitas-aktivitas tersebut dan berikan penguatan positif untuk partisipasi dan pencapainnya.
d) Dorong kemandiria, tetapi bantu klien jika tidak melakukan. Libaatkan
klien
daalaam
membuatan keputusan tentang rutinitas keperawatan. Jelaskan alasan
setiap
perubahan
perencanaan perawatan kepada klien. e) Adakan suatu konferensi multi disiplin untuk mendiskusikan dan mengembangkan perawatan rutin klien.
SP 1 Ketidakberdayaan FASE ORIENTASI 1. Salam : “Selamat pagi ibu! Perkenalkan nama saya..panggil saja saya…saya suster yang akan merawat ibu hari ini. Nama ibu siapa? Senangnya dipanggil apa”. 2. Evaluasi / validasi : “Bagaimana perasaan ibu pagi ini? Apa semalam tidurnya pulas?” 3. Kontrak : Topik : “Ibu bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan ibu saat ini”. Waktu : “Berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?” Tempat :“Ibu mau berbincang dimana? Bagaimana kalau disini saja?” FASE KERJA “Apa yang membuat ibu memiliki perasaan seperti itu?” “Sejak kapan muncul perasaan seperti itu ibu?” “Apa saja yang telah ibu lakukan untuk mengatasi perasaan tersebut?” “Coba ibu ceritakan kegiatan apa saja yang biasanya ibu lakukan dirumah?”
“Apa ibu memiliki banyak teman?” “Apa ibu pernah merasakan kehilangan yang teramat sangat?” “Kehilangan apa ibu?” “Sejak kapan ibu merasakan hal itu?” “Apa sampai saat ini ibu merasakan hal yang sama?” “Nah menurut ibu apakah baik jika perasaan kehilangan yang ibu rasakan terus ibu alami sampai saat ini?” “Menurut ibu apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan perasaan tersebut?” “Apa ibu pernah memiliki perasaan tidak puas dengan apa yang ibu miliki saat ini?” “Apa kira-kira alasan ibu merasa tidak puas?” “Apa harapan terbesar ibu dalam hidup ini?” “Menurut ibu apa yang seharusnya dilakukan jika ada harapan dalam hidup yang belum dapat terwujud?” “Lalu menurut ibu apakah dengan merasa tidak puas dan mengalami kehilangan yang teramat sangat sehingga ibu terus-menerus merasa tidak berdaya dalam hidup ibu?” “Apa ibu tidak pernah berpikir bahwa ibu sedang menyia-nyiakan waktu hidup ibu yang hanya sebentar?” “Suster lihat ibu masih sangat mampu untuk dapat lepas dari perasaan ibu itu, coba ibu lebih berpikir positif tentang diri ibu sendiri.. “Bagus ibu karena ibu telah berani mengungkapkan perasaan ibu kepada suster….” TERMINASI 1. Evaluasi : “Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang tadi?” 2. Tindak Lanjut Klien : “Nah, nanti Ibu dapat mempraktekkan kembali kemampuan positif yang sudah ibu tuis. Bagaimana kalau kita memasukkan dalam jadwal kegiatan harian ya bu?” 3. Kontrak yang akan datang : Topik : “Baiklah ibu, sekarang sudah 20 menit. Saya rasa pertemuan kita kali ini cukup sampai disini. Bagaimana kalau nanti kita berjumpa lagi untuk membahas tentang hal-hal lain yang membuat ibu merasa lemah dan tidak berdaya saat ini?”.
Waktu : “Jam berapa kita berbincang nanti? Bagaimana kalau pukul 10.00 wib bu? Ibu mau berapa lama?”. Tempat:“Ibu mau berbincang dimana? Bagaimana kalau disini? Baiklah bu, sekarang silahkan ibu beristirahat. Saya permisi ya Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat. 2014. Asuhan Keperawatan Psikososial Ketidakberdayaan. Jakarta :EGC M.Nancy,
Panderiot.
2009.
Modul
Pembelajaran Asuhan
Keperawatan
Psikososial. Surabaya: Akademi Keperawatan William Booth Townsend, M.C. 2010. Diagnosis Keperawatan psikiatrik rencana asuhan dan medikal edisi 5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC