Asbabun Nuzul Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Studi Al-Quran Dosen Pembimbing: Faridatus Sa’adah, S.Th.I
Di susun oleh: Achmad Syarifuddin
(21801012067)
Muhammad Badrun Tamam Mageskar
(21801012068)
Meylinda Rosyidah
(21801012070)
FAKULTAS AGAMA ISLAM AHWAL SYAKHSIYAH UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2018
i
KATA PENGANTAR Bismillahir-Rahmanir-Rahim Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah memberi rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat mempersembahkan sebuah makalah Studi Al-Quran dengan judul “Asbabun Nuzul”. Ucapan terimakasih kami yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah bersedia dalam pembuatan makalah kami ini: 1.
Dosen mata pelajaran Pancasila yaitu: Faridatus Sa’adah, S.Th.I
2
Teman-teman sekelompok yang telah bekerja dengan sebaik-baiknya dalam pembuatan makalah ini. Kami berharap, semoga makalah ini dapat menjadi bahan ajar yang baik, berguna, dan bermanfaat untuk kita semua yang mempelajarinya. Dan juga kritik dan saran kalian atas kekurangan makalah ini sangat-sangat kami harapkan dalam penyempurnaan pembuatan makalah kami yang selanjutnya.
Malang, 29 Oktober 2018
Penyusun
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari segala permasalahan itu pastinya mempunyai beberapa sebab dan musababnya. Di karenakan adanya suatu masalah itu pada
mulanya
menjadi
adalah
pendorong
terjadinya
munculnya
suatu
peristiwa-peristiwa
masalah
tersebut.
Tidak
yang dapat
dipungkiri bahwa munculnya kejadian-kejadian itu, tentu adanya faktor-faktor yang menjadi sebab musababnya. Seperti
halnya
dengan
Al-Qur’an,
bagaimana
sejarah
munculnya, proses turunnya Al-Qur’an hingga membahas sebabsebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an atau disebut dengan Asbabun Nuzul. Maka dari itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui latar belakang atau asbabun nuzul dari ayat-ayat yang ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an, agar kita tidak salah dalam menafsirkan. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian asbabun nuzul? 2. Bagagaimana pandangan ulama terhadap asbabun nuzul? 3. Bagaimana redaksi dan cara mengetahui asbabun nuzul? 4. Bagaimana fenomena seputar Asbabun Nuzul? 5. Asbabun Nuzul Surat Al-Insyrah? 6. Apa manfaat mengetahui asbabun nuzul? C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian asbabun nuzul. 2. Menjelaskan beberapa pandangan ulama terhadap asbab an-nuzul. 3. Menjelaskan redaksi dan cara mengetahui asbabun nuzul. 4. Untuk mengetahui riwayat mengenai asbab an-nuzul, banyak ayat satu sebab,yang dianggap/diakui adalah lafadz yang umum bukan sebab yang khusus,ayat lebih dahulu turun daripada hukumnya. 5. Menjelaskan
1
6. Untuk mengetahui manfaat asbabun nuzul.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Asbabun Nuzul 1. Secara Bahasa Ungkapan Asbabun Nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “ ”اسببdan“ ” نزل. Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu.1 2. Secara Istilah Pengertian Asbabun Nuzul secara istilah, menurut para ulama mempunyai pendapat yang hampir sama bahwa Asbabun Nuzul adalah faktor-faktor yang melatar belakangi diturunkannya ayat Al Qur’an dan menerangkan tentang kejadian-kejadian yang terjadi pada masa itu. Untuk lebih jelasnya, disini akan diterangkan pengertian Asbabun Nuzul menurut definisi dari beberapa ulama diantaranya :
1) Menurut Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy “Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya peristiwa itu”.2
2) Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan
ٌ ماَنُ ِز َل قُ ْر س َؤا ٍل َ آن بِشَأْنِ ِه َو ْق ُ ت ُوقُ ْو ِع ِه َكحا َ ِدث َ ٍة ا َ ْو “Asbabun
Nuzul
adalah
peristiwa-peristiwa
yang
menyebabkan turunya Al-Qur’an berkenaan dengannya
1 2
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, cet.II (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 60 Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an cet. III(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010) hlm. 18
2
waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”. 3) Menurut Ash-Shabuni “Asbab Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”.3 B. Pandangan Ulama Terhadap Asbabun Nuzul Para ulama tidak sepakat mengenai kedudukan Asbab al-Nuzul. Mayoritas ulama tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai riwayat Asbab al-Nuzul, karena yang terpenting bagi mereka adalah apa yang tertera di dalam redaksi ayat. Jumhur ulama kemudian menetapkan suatu kaidah yaitu: “Yang dijadikan pegangan ialah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab”. Sedangkan minoritas ulama memandang penting keberadaan riwayat-riwayat Asbab al-Nuzul di dalam memahami ayat. Golongan ini juga menetapkan suatu kaidah yaitu: “Yang dijadikan pegangan adalah kekhususan sebab, bukan keumuman lafal”. Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan berdasarkan sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafal umum, maka yang dijadikan pegangan adalah lafal umum. Az-Zarkasyi dalam menghubungkan kekhususan sebab turunnya suatu ayat dengan keumuman bentuk dan rumus kalimatnya. Dia mengatakan “adakalanya sebab turunnya ayat bersifat umum”. Ini untuk mengingatkan bahwa didalam lafaz yang bersifat umum terdapat hal yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh, turunnya QS.Al-Maidah (5):38.
َ ارقَةُ فَا ْق ٌ ع ِز َّ َّللاِ ۗ َو َّ َسبَا نَ َك ًاًل ِمن يز َح ِكي ٌم َّ ار ُق َوال َّ َوال َ َُّللا َ طعُوا أ َ ْي ِديَ ُه َما َجزَ ا ًء بِ َما َك ِ س ِ س
3
Dikutip oleh Rosihon Anwar dari kitab Studi Ilmu Al-Qur’an, Muhammad Ali Ash-Shabunny, hlm.22
3
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan seseorang pada masa nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafal am. Yaitu isim mufrad yang dita’rifkan dengan alif lam (al) jinsiyyah. Mayoritas ulama memahami ayat tersebut berlaku umum, tidak hanya kepada yang menjadi sebab turunnya ayat. Sebaliknya, minoritas mempunyai sisi pandangan lain. Mereka berpegang kepada kaidah kedua dengan alasan bahwa kalau yang dimaksud Tuhan adalah kaidah lafal umum, bukan untuk menjelasakan suatu peristiwa atau serba khusus, mengapa Tuhan menunda penjelasanpenjelasan hukum-nya hingga terjadinya peristiwa tersebut. Berbeda dengan pendapat mayoritas ulama yang menolak pendapat kedua dengan alasan bahwa lafal umum ialah kalimat baru, dan hukum yang terkandung didalamnya bukan merupakan hubungan kausal dengan peristiwa yang melatarbelakanginya. Bagi kelompok ulama ini kedudukan Asbab al-Nuzul tidak terlalu penting. Sebaliknya minoritas ulama menekankan pentingnya riwayat Asbab al-Nuzul dengan memberikan contoh tentang Al-Baqarah (2):115, yaitu:
َّ َّللاِ ۚ إِ َّن َّ ُب ۚ فَأ َ ْينَ َما ت ُ َولُّوا فَث َ َّم َوجْ ه ع ِلي ٌم ُ َو ِ َّّلِلِ ْال َم ْش ِر ُق َو ْال َم ْغ ِر َ َّللاَ َوا ِس ٌع “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Jika hanya berpegang pada redaksi ayat, maka hukum yang dipahami dari ayat tersebut adalah tidak wajib menghadap kiblat pada waktu shalat, baik dalam keadaan musafir aatu tidak. Pemahaman seperti ini jelas keliru karena bertentangan dengan dalil lain dan ijma’ para ulama Akan tettapi dengan memperhatikan Asbab al-Nuzul ayat tersebut, maka dipahami bahwa ayat itu bukan ditujukan kepada orang-orang yang berada 4
pada kondisi biasa atau bebas, tetapi kepada orang-orang yang karena sebab tertentu tidak dapat menentukan arah kiblat. Kaidah kedua lebih kontestual, tetapi persoalannya ialah tidak semua ayatayat alquran mempunyai Asbab al-Nuzul jumlahnya sangat terbatas. Sebagian diantaranya tidak shahih, ditambah lagi satu ayat kadang-kadang mempunyai dua atau lebih riwayat Asbab al-Nuzul.4
C. Redaksi dan Cara Mengetahui Asbabun Nuzul Ditinjau dari segi bentuk redaksi yang digunakan par perawi dalam meriwayatkan asbab al-Nuzul ayat Al-Qur’an, ada 2 macam bentuk redaksi sebagaimana deskripsi berikut.5 Pertama, shighat sharih (bentuk konkrit/jelas). Redaksi sharih adalah riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab al-Nuzul suatu ayat dan tidak mungkin menunjukkan sebab yang lain. Bentuk redaksi ini bisa dikatakan sharih jika perawi misalnya menggunakan redaksi berikut ini. 1.
...(سبب نزل هذه اآلية كذاsebab turunnya ayat ini adalah begini…)
2.
...فنزلت الآلية...(حدث هذاtelah terjadi peristiwa ini…, maka turunlah ayat…)
3.
...فنزلت اآلية...(سئل رسول هللا عن كذاRasulullah ditanya tentang ini… maka turunlah ayat…) Kedua, shighat muhtamilah (bentuk abstrak/kemungkinan/asumsi).
Redaksi muhtamilah adalah riwayat yang belum jelas menunjukkan asbab al-Nuzul suatu ayat dan ada kemungkinan menunjukkan sebab yang lain. Bentuk redaksi bisa dikatakan muhtamilah, jika perawi misalnya menggunakan redaksi berikut ini. 1.
...(نزلت هذه اآلية في كذاayat ini turun dalam masalah ini…)
2.
...(أحسب هذه اآلية نزلت في كذاaku menduga ayat ini turun dalam masalah ini…)
4
Muhammad al-Aruzi Abd Qadir, Masalah Takhsish al-‘Am bi al-Sabab, (t.p.; Jamiah Umm AlQur’an, 1983). 5 Al-Qaththan, Mabahist, 85
5
3.
...(ماأحسب نزول هذه اآلية إًل في كذاaku tidak menduga turunnya ayat ini kecuali dalam masalah ini…) Dengan demikian, maka redaksi yang dapat dijadikan pedoman
dalam menetapkan sebab turunnya ayat al-Qur’an adalah redaksi sharih. Karena redaksi ini sudah jelas-jelas menunjukkan turunnya suatu ayat alQur’an, sehingga lebih unggul dari pada redaksi muhtamilah. Contoh dari redaksi sharih ialah apa yang diriwayatkan dari ibnu umar, yang mengatakan: .أنزلت {نساءكم حرث لكم}اآلية في إتيان النساء في أدبارهن “Ayat istri-istri kamu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam (QS. Al-Baqarah:223) turun berhubungan dengan masalah menggauli istri dari belakang.”6 Contoh dari redaksi muhtamilah ialah apa yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zubair, bahwa Zubair mengajukan gugatan kepada seorang laki-laki dari kaum Anshar yang pernah ikut dalam perang Badar bersama Nabi, dihadapan Rasulullah tentang saluran air yang mengalir dari tempat yang tinggi; keduanya mengairi kebun kurma masing-masing dari situ. Orang Anshar berkata: “Biarkan airnya mengalir”. Tetapi Zubair menolak. Maka kata Rasulullah: Airi kebunmu itu Zubair, kemudian biarkan air itu mengalir ke kebun tetanggamu”. Orang Anshar itu marah, katanya: “Rasulullah, apa sudah waktunya anak bibimu itu berbuat demikian?” Wajah Rasulullah menjadi merah. Kemudian ia berkata: “Airi kebunmu itu Zubair, kemudian tahanlah air itu hingga memenuhi pematang, lalu biarkan ia mengalir ke kebun tetanggamu.” Rasulullah dengan keputusan ini telah memenuhi hak Zubair, padahal sebelum itu ia mengisyaratkan keputusan yang memberikan kelonggaran kepadanya dan kepada kaum Anshar itu. Ketika Rasulullah marah kepada orang Anshar, ia memenuhi hak Zubair secara nyata. Maka kata Zubair: “Aku tidak mengira ayat 6
Hadist riwayat Bukhori
6
berikut ini turun kecuali mengenai urusan tersebut. Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka persilisihkan.” (QS. An-Nisa’:65).7
D. Asbabun Nuzul Surah Al-Insyirah A. QS. Al-Insyirah: 1-8
يم ْ ِب س ِم ه ِ ٱلر ِح ٱلرحْ َٰم ِن ه ٱَّللِ ه ﴾ ورف ْعنا3﴿ِى أنقض ظهْرك ٓ ﴾ ٱلهذ2﴿ ﴾ ووض ْعنا عنك ِو ْزرك1﴿ أل ْم نشْرحْ لك صدْرك ﴾7﴿﴾ ف ِإذا فر ْغت فٱنص ْب6﴿س ًرا ْ ُس ِر ي ْ ُ﴾ إِنه مع ٱ ْلع5﴿س ًرا ْ ُس ِر ي ْ ُ﴾ ف ِإنه مع ٱ ْلع4﴿لك ِذكْرك ﴾8﴿ٱرغب ْ وإِل َٰى ربِك ف 1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? 2. Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu. 3. Yang memberatkan punggungmu? 4. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu. 5. Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. 7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. 8. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. B.
Penafsiran QS. Al-Insyirah: 1-8 Yang dimaksud dengan beban di sini ialah kesusahankesusahan
yang
diderita
Nabi
Muhammad
s.a.w.
dalam
menyampaikan risalah. Meninggikan nama Nabi Muhammad s.a.w di sini Maksudnya ialah meninggikan derajat dan mengikutkan namanya dengan nama Allah dalam kalimat syahadat, menjadikan taat kepada Nabi Termasuk taat kepada Allah dan lain-lain.
7
Hadist riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah dan yang lain.
7
Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah.8 C. Asbabun Nuzul QS. Al-Insyirah: 1-8
Menurut as-suyuthi ‘ayat ini turun ketika kaum musyrikin memperolo olokan kaum muslimin Karena kekafirannya’ ’Dari al hasan, berkata: ketika turun ayat 6 Rasulullah SAWbersabda:bergembiralah kalian karena akan dating kemudaan bagi
kalian,kesusahan
tidak
aan
mengalahkan
2
kemudahan”(HR.Ibnu Jarir) E. Fenomena Seputar Asbabun Nuzul 1. Riwayat Mengenai Asbabun Nuzul
2. Banyak Ayat Satu Sebab Terkadang banyak ayat yang turun, sedangsebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surat berkenaan dengan suatu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-Thabrani dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata: “Wahai Rasulullah. Aku tidak mendengar Allah menyebut kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan: “Maka Tuhan mereka Memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, 8
Juz Amma Terjemah Perkata ,Jabal:Bandung
8
(karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain…….” (Ali Imran: 195) Juga hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah katanya, “Aku telah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalamAl-Qur’an seperti kaum laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau membacakan: “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, lakilaki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35) Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, “Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Di samping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian disbanding laki-laki? Maka Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah Dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32) Dan ayat: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuanyang muslim……..” ketiga ayat di atas turun karena satu sebab.
9
3. Lafadz Yang Umum Bukan Sebab Yang Khusus
4. Ayat Lebih Dahulu Turun Daripada Hukumnya Az-zarkasyi mengemukakan satu macam pembahasan yang berhubungan dengan sebab nuzul yang dinamakan “Penurunan Ayat lebih dahulu daripada hukum”. Contoh yang di berikannya dalam hal ini tidaklah menunjukkan bahwa ayat itu turun mengenai hukum tertentu, kemudian pengamalannya datang sesudahnya. Tetapi hal tersebut menunjukkan bahwa ayat itu di turunkan dengan lafazd mujmal, yang mengandung arti lebih dari satu kemudian penafsirannya di hubungkan dengan salah satu arti- arti tersebut, sehingga ayat tadi mengacu kepada hukum yang datang kemudian.9 Di dalam al- Burhan di sebutkan” ketahuilah bahwa nuzul atau penurunan sesuatu ayat itu terkadang mendahului hukumnya. Misalnya firman Allah dalam surah al- A’la: 14 yang berbunyi:
ق ْد أ ْفلح م ْن تزك َٰهى artinya: sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Mereka menjadikan ayat tersebut untuk wajibnya zakat fitrah, padahal ayat ini turun di Mekkah atau makkiyah dan zakat fitrah diwajibkan dalam bulan Ramadhan. Pada waktu itu tidak ada “idul fitri dan tidak ada zakat.10
F. Manfaat Mengetahui Asbabun Nuzul Ketika seseorang mengalami kesukaran memahami makna sesuatu ayat al-Quran, ke manakah mereka akan merujuk? Berdasarkan pendapat Ibnu Taimiyah, beliau “mengetahui sebab turunnya ayat-ayat al-Quran akan membantu seseorang itu memahami kandungan makna dan kejelasan 9
Manna Al- Qathan, Mabahis fil “ulumul Qur’an, Terj, Mudzakir,( Bogor: Pustaka litera,2004) Hal.133-144 10 Kahar Mansyhur, Pokok-pokok Ilmu Qur’an,(Jakarta: PT Rineka Cipta,1992) Hal.105
10
maksud ayat-ayat tersebut. Mengetahui asbabun nuzul sangat besar pengaruhnya dalam memahami makna ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sangat berhati-hati dalam memahami asbabun nuzul, sehingga banyak ulama yang menulis tentang itu. Diantara kitab termasyhur yang membahas tentang asbabun nuzul adalah; Asbabun Nuzul, karya Imam Al-Wahidi, Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul karya Imam Suyuthi. Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul antara lain: 1. Dapat mengetahui hikmah disyari’atkannya hukum. Imam Al-Wahidi mengatakan,”Tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya lebih dahulu”. 2. Kekhususan hukum disebabkan oleh sebab tertentu. Ibnu Taimiyyah mengatakan,”Mengetahui memahami
ayat.
asbabun
Sesungguhnya
nuzul dengan
sangat
membantu
mengetahui
sebab
untuk akan
mendapatkan ilmu musabbab”. 3. Mengetahui nama orang, dimana ayat diturunkan berkaitan dengannya, dan pemahaman ayat menjadi lebih jelas. 4. Menghindarkan anggapan menyempitkan dalam memandang hukum yang nampak lahirnya menyempitkan. Ibnu Jarîr meriwayatkan dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya(3/94): “Abu Kuraib telah bercerita kepada kami(Ibnu Jarîr), katanya(Abu Kuraib): “Abû Dâwud telah bercerita kepada kami((Abu Kuraib) dari Sufyan dari Ja’far bin Iyas dari Sa’îd bin Jubair dari Ibnu ‘Abbâs, katanya(Ibnu ‘Abbâs): “dahulu mereka tidak mau memberi sebagian kecil hartanya kepada kerabat mereka dari kalangan Musyrikin, lalu turunlah:
َّ ع َليْكَ ُهدَا ُه ْم َولَ ِك َّن َّللاَ يَ ْهدِي َم ْن يَشَا ُء َو َما ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن َخي ٍْر فَأل ْنفُ ِس ُك ْم َو َما ت ُ ْن ِفقُونَ إًِل ا ْبتِغَا َء َ ْس َ َلي ْ ُ ف ِإ َل ْي ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم ًل ت َّ َوجْ ِه َظ َل ُمون َّ َّللاِ َو َما ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن َخي ٍْري َُو Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendakiNya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
11
pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (Surat al-Baqarah, ayat: 272) Keterangan: Kata Ibnu Jarîr: “Hadis di atas para rawinya adalah rawi shahih”. Pendapat Ibnu Jarîr juga dikuatkan kerajihannya dengan Hadis yang dinisbahkan Ibnu Katsîr dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzîmnya(1/323) kepada: “an-Nasâ’î”. Imâm Jalâludin ash-Suyûthî juga menisbahkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya (Bab I, Surat ke-2: al-Baqarah) kepada: “an-Nasâ’î, al-Hakim, alBazzâr, ath-Thabrânî dan Ibnu Abî Hâtim”, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbâs. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga menisbahkan dalam ash-Shahîh alMusnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat al-Baqarah, ayat: 272) kepada: “atTirmidzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî dan al-Hâkim”.
12
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Asbabun nuzul adalah sebab turunnya al-Qur’an (berupa peristiwa/pertanyaan) yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalahmasalah yang timbul dari kejadian tersebut. Sebagian
besar
ulama
berpendapat
tidak
memberikan
keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai riwayat asbabun nuzul. Karena yang terpenting bagi mereka adalah apa yang tertera didalam redaksi ayat. Sedangkan minoritas ulama memandang yang dijadikan pegangan adalah ke umuman lafadzh bukan ke khususan sebab.
Cara
mengetahui
riwayat
asbabun
nuzul
melalui
periwayatan yang benar dari orang-orang yang melihat dan melihat langsung turunnya ayat. Surah Al-Insyirah turun ketika kaum musyrikin mencela (memperolokan) kaum muslimin karena ke kafirannya. B. SARAN Dengan disusunnya makalah tentang asbabun Nuzul ini, kami mengharapkan pembaca dapat mengetahui lebih jauh, lebih banyak, dan lebih lengkap tentang pembahasan asbabun nuzul, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku dari berbagai pengarang, karena penulis hanya membahas garis besar saja membahas lebih dalam tentang asbabun nuzul. Disini kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun untuk penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat diharapkan.
13