FARMAKOTERAPI TERAPAN MAKALAH II INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
OLEH : KELOMPOK 2 Diah Dwi Wahyuni
(1808612002)
Martina Sumalu
(1808612006)
Komang Ana Pratiwi
(1808612010)
Ni Nyoman Abigail Triastuti
(1808612014)
I Wayan Oka Sugarda
(1808612018)
I Wayan Suwartawan
(1808612022)
Ni Luh Candra Kalpika Swari
(1808612028)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2019
1
I.
PEMAPARAN KASUS IU, 42 tahun, wanita, datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri pada saat
berkemih, tidak dapat mengontrol BAK, pasien merasa selalu ingin BAK sepanjang waktu (anyang – anyangan), namun tidak merasa tuntas saat BAK. Kondisi seperti ini sudah yang ketiga kalinya dialami selama 6 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat hipertensi selama 15 tahun dan memperoleh obat hidroklorotiazid 25 mg, po, sekali sehari pada siang hari. Data Klinik : TD HR RR T BB TB
135/84 mmHg 90 16 0
37,5 C 69 kg 158 cm.
Riwayat pengobatan Amoksisilin DS, Parasetamol, Prednison Laboratorium :
Na K Cl CO2 BUN SCr GDS Hgb Hct Plt WBC
145 mEq/L 4.2 mEq/L 105 mEq/L 28 mEq/L 15 mg/dL 1.0 mg/dL 100 mg/dL 12 g/dL 37% 400 × 103/mm3 5.0 × 103/mm3
Leukosit Eritrosit Hasil Kultur
10-25/lbp 1-4/lbp (+)
Urin :
2
Diagnosa : ISK kambuhan Terapi : Levofloxacin 1 x 500 mg …… X Ibuprofen 3 x 500 mg …. XXX Vitamin C 3 x 50 mg …. XXX
II.
PEMBAHASAN KASUS
1.1. Identitas Pasien Nama Pasien
: IU
Ruang
: -
Umur
: 42 tahun
Jenis
: Perempuan
Kelamin Diagnosa
: ISK Kambuhan
1.2. Subyektif Keluhan
: nyeri pada saat berkemih, tidak dapat mengontrol BAK pasien merasa selalu ingin BAK sepanjang waktu (anyang – anyangan), namun tidak merasa tuntas saat BAK. Sudah yang ketiga kalinya dialami selama 6 bulan terakhir.
1.3. Obyektif Riwayat penyakit terdahulu
: hipertensi (+) sejak 15 tahun yang lalu, Gejala ISK sebanyak 3 kali selama 6 bulan
Riwayat pengobatan
: hidroklorotiazid 25 mg sekali sehari pada siang hari. Amoxicillin DS, Paracetamol dan Prednison
Hasil kultur darah
: (+)
3
Hasil Pemeriksaan Data Klinik
TD HR RR T
135/84 mmHg 90 16 37,50C 69 kg 158 cm.
BB TB
Hasil Pemeriksaan Data Laboratorium Parameter
Nilai Normal
Hasil Uji
Keterangan
Na
135-145mEq/l
145 mEq/L
Normal
Cl
95-105mEq/l
105 mEq/L
Normal
CO2 BUN
28 mEq/L 10-26mg/dl
15 mg/dL
sCr
1.0 mg/dL
GDS
100mg/dL
Hct
Pria: 40%-50%
Normal
37%
Normal
Wanita: 35%-45% Plt
150-450X103/µl
400 x 103/mm3
WBC
5.0 x 103/mm3
Urin : Leukosit
3200-10.000/mm3
10-25/lbp
Eritrosit
1-4/lbp
Hasil
+ (positif)
kultur
- (negatif)
+
Positif
1.4. Assesment 1.4.1. Terapi Pasien
Nama Obat Levofloxacin Ibuprofen Vitamin C
Kandungan Zat Aktif Levofloxacin Ibuprofen Vitamin C
Dosis Obat 1 x 500 mg 3 x 500 mg 3 x 50 mg
4
Jumlah Obat Diberikan 10 tablet 30 tablet 30 tablet
yang
1.4.2. Problem Medik dan DRP Pasien PROBLEM
SUBYEKTIF dan
MEDIK
OBYEKTIF
TERAPI
Hipertensi
Subjektif :
Hidroklorotiazid
ISK
Subjektif :
Riwayat
DRP
- Interksi obat : Penggunaan Menderita hipertensi 25mg 1x sehari p.o hidroklorotiazid dan ibuprofen selama 15 tahun pada siang hari dapat menurunan efek antihipertensi, Objektif : meningkatkan TD :135/84 mmHg resiko nefrotoksik (Tatro,DS. 2009)
Nyeri
saat
dan
tidak
berkemih Pengobatan: dapat Amoxicillin DS
mengontrol
BAK.
Sudah yang 3 kalinya dialami selama 6 bulan
- Improper drug selection Amoxicilin tidak direkomendasikan karena meningkatnya resisten E.coli (Dipiro, 2008)
terakhir - Need For Additional Drug Therapy Untuk ISK kambuhan digunakan obat yang lebih efektif seperti Levolfoxacin
Objektif : Hasil kultur : +
ISK
Vitamin C
Subjektif : Nyeri
saat
dan
tidak
berkemih dapat
mengontrol BAK.
5
Dosage too low : Untuk pengasaman urin diperlukan 412 g / hari dalam 34 dosis terbagi (Lacy et al., 2008).
1.4.3. Pertimbangan pengatasan DRP a.
DRP no. 1 yaitu adanya interaksi obat hidroklorotiazid dan obat golongan NSAIDs
(Ibuprofen)
yang
dapat
menurunkan
efek
antihipertensi
dan
meningkatkan resiko nefrotoksik. Jadi dapat diatasi dengan mengganti obat Ibuprofen menjadi Fenozipiridin yang diindikasikan untuk analgesik pada nyeri Infeksi Saluran Kemih dengan dosis 100 mg 3x sehari sesudah makan (Tatro, 2009; IONI, 2015) b.
DRP no 2. yaitu riwayat pengobatan pada ISK dengan amoxicilin rentan mengalami resistensi E.coli sehingga diperlukan obat yang lebih efektif untuk mengatasi ISK agar tidak terjadi ISK kambuhan atau keterulangan. (Dipiro et al., 2009)
1.5. PLAN 1.5.1. Care plan a.
DRP 1 diatasi dengan intervensi pada
1.
Penulis resep : Apoteker berkonsultasi dengan dokter penulis resep mengenai pengantian obat Ibuprofen dengan fenozipiridin karena adanya interaksi dengan hidroklorotiazid
2.
Obat : Fenozipiridin merupaka obat dengan indikasi analgesik pada Infeksi Saluran Kemih
3.
Pasien/caregiver : Caregiver diinformasikan agar pasien meminum obat terhadap anjuran pemakaian obat yang diberikan yaitu 2x sehari
b.
DRP 2 diatasi dengan intervensi pada
1.
Obat : Pada kasus ini riwayat pengobatan pasien amoxixilin diduga mengalami reistensi pada E. Coli dan terjadi keterulangan ISK sehingga diberikan obat levofloxacin.
2.
Pasien/caregiver : Caregiver apoteker menginformasikan agar pasien setelah penggunaan obat Levolfoxacin untuk kembali kepada dokter agar dilakukan pemeriksaan laboratorium kultur untuk mengetahui bakteri yang ada pada urin karena pasien mengalami ISK keterulangan.
c.
DRP 3 diatasi dengan intervensi pada
1.
Penulisan resep : Apoteker berkonsultasi dengan dokter penulis resep mengenai penggunaan obat vitamin C untuk pengasaman urin pada pasien infeksi saluran kemih keterulangan 6
2.
Obat : Untuk pengasaman urin maka diperlukan 4-12 g / hari dalam 3-4 dosis terbagi
3.
Pasien : diinformasikan mengenai perubahan resep serta informasi mengenai obatobatan yang diresepkan
1.6. Implementasi care plan a.
Terapi Farmakologi 1.
Berdasarkan Care plan DRP 1, apoteker berkonsultasi dengan dokter mengenai pengantian obat ibuprofen yang memiliki interaksi dengan hidroklorotiazid, sehingga disarankan menganti dengan fenozipiridin 100 mg 2x sehari
2.
Berdasarkan Care plan DRP 2, apoteker menginformasikan agar pasien setelah penggunaan obat Levolfoxacin untuk kembali kepada dokter agar dilakukan pemeriksaan laboratorium kultur untuk mengetahui bakteri yang ada pada urin karena pasien mengalami ISK keterulangan
3.
Berdasarkan Care plan DRP 3, apoteker berkonsultasi dengan dokter mengenai peningkatan dosis obat vitamin C untuk pengasaman urin pada pasien infeksi saluran kemih keterulangan.
b.
Terapi Non Farmakologi 1.
Memperbanyak minum air, minimal 2 liter sehari, dengan tujuan menstimulasi diuresis seehingga kuman tidak berkesempatan memperbanyak diri dalam kandung kemih..
2.
Buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra.
3.
Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kencing agar bakteri tidak mudah berkembang biak..
4.
Tidak menahan bila ingin berkemih.
5.
Diet rendah garam untuk membantu menurunkan tekanan darah
6.
Menghindari mandi busa dan sabun berparfum karena dapat menyebabkan iritasi pada uretra
7.
Membersihkan organ genital yang benar dengan cara membersihkan genital dari depan ke belakang setelah BAK/BAB
8.
Menggunakan celana dalam dengan bahan katun karena dapat mengurangi pertumbuhan bakteri pada daerah uretra dibandingkan nilon atau bahan
7
a.
Monitoring
a.
Efektivitas Terapi Efektivitas terapi antibiotika pada infeksi saluran kemih dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki
spektrum
terbatas
untuk
mikroba
yang diketahui
atau
dicurigai.
Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien (Coyle et al., 2005). b.
Efek samping -
Levofloxacin : Diare, mual, vaginitis, kembung, pruritus, ruam, sakit perut, moniliasis kelamin, pusing, dispepsia, insomnia, penyimpangan rasa, muntah, anoreksia, gelisah, sembelit, edema, kelelahan, sakit kepala, peningkatan keringat, leukorrhea, malaise, gugup, gangguan tidur, tremor, urtikaria.
-
Ibuprofen :
Sakit perut, maag, diare, sembelit, Kembung, Pusing, sakit kepala,
gugup, Gatal atau ruam kulit, Telinga berdenging. -
Vitamin C :
Diare, Muntah, Mual, Nyeri ulu hati, Kram dan sakit perut, Insomnia,
Batu ginjal, Sakit kepala.
III. PEMBAHASAN Penyakit Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak, remaja, dewasa maupun umur lanjut (Tessy dkk., 2004). ISK diklasifikasikan sebagai ISK tanpa komplikasi dan ISK komplikasi (Alldredge et al., 2013). ISK berulang adalah kekambuhan ISK tanpa komplikasi atau komplikasi, dengan frekuensi pada setidaknya tiga kali infeksi saluran kemih per tahun atau dua kali infeksi saluran kemih dalam enam bulan terakhir (Bonkat et a., 2017). Kasus ini memaparkan pasien seorang wanita, usia 42 tahun, dengan berat badan 69 kg yang datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri pada saat berkemih, tidak dapat mengontrol BAK, pasien merasa selalu ingin BAK sepanjang waktu (anyang – anyangan), namun tidak merasa tuntas saat BAK. Kondisi seperti ini sudah yang ketiga kalinya dialami selama 6 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat hipertensi selama 15 tahun dan memperoleh
8
obat hidroklorotiazid 25 mg, po, sekali sehari pada siang hari. Hasil pemeriksaan pasien diperoleh data klinik suhu 37,50C dan tekanan darah 135/84 mmHg. Hasil pemeriksaan data laboratorium diperoleh WBC 5.0 × 103/mm3 dan hasil pemeriksaan urin diperoleh leukosit 10-25/lbp, eritrosit 1-4/lbp dan hasil kultur menunjukkan positif. Berdasarkan kondisi pasien, dokter menemukan bahwa kondisi seperti ini pada pasien sudah yang ke tiga kalinya dialamai selama 6 bulan terakhir yang menunjukkan terjadi ISK kambuhan. Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien, terapi yang diberikan pada pasien bertujuan untuk mencegah atau mengobati konsekuensi infeksi sistemik, membasmi organisme penyerang, dan mencegah terulangnya infeksi (Dipiro et al.,2005). Sebelumnya pasien diresepkan amoxicillin DS. Namun pemberian amoxixilin pada pasien infeksi saluran kemih sititis tanpa komplikasi tidak direkomendasikan karena resisten E.coli, sehingga setelah pemeriksaan selanjutnya pasien diberikan obat golongan quinolon yaitu levofloxasin. Terapi antibiotik yang diterima pasien adalah levofloxacin dengan dosis 500 mg satu kali sehari. Pemberian levofloxacin ditujukan untuk pengobatan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh organisme yang rentan (Lacy et al., 2008). Infeksi saluran kemih yang ditandai dari hasil pemeriksaan urin dan gejala lainnya seperti kadar WBC, kadar leukosit dan eritrosit yang tidak normal. Berdasarkan penyakit dan terapi yang diperoleh pasien, terdapat beberapa permasalahan (DRP) yang timbul. Permasalahan pertama yaitu interaksi obat Hidroklorotiazid
dan
penggunaan
obat
ibuprofen.
Menurut
pada penggunaan Tatro,
DS.,
(2009)
Hidroklorotiazid terdapat interaksi dengan obat golongan AINS. Apoteker berkonsultasi mengenai penggantian ibuprofen dengan menggunakan fenazipiridin. Penggantian ini bertujuan untuk mengurangi efek interaksi antara penggunaan hidroklorotiazid dan ibuprofen yang dapat menurunan efek antihipertensi dan meningkatkan resiko nefrotoksik. Menurut Martindale., (2009) fenazipiridin memberikan efek analgesik mukosa saluran kemih dan digunakan untuk meredakan gejala nyeri dan iritabilitas dalam kondisi seperti sistitis dan prostatitis. Rentang dosis fenazipiridin yaitu 100-200 mg 3 kali / hari setelah makan selama 2 hari (Lacy et al., 2008). Permasalahan kedua yaitu pemilihan obat yang tidak tepat pada riwayat terapi pasien. Riwayat terapi pasien mendapatkan obat Amoxicilin. Amoxixilin tidak direkomendasikan karena meningkatnya resisten E.coli. Pasien mengalami ISK keterulangan/ kambuhan. ISK berulang dapat disebabkan karena kegagalan pengobatan. Untuk pengobatan ISK berulang maka diberikan obat levofloxacin 500 mg setiap hari.
9
Permasalah ketiga yaitu dosis vitamin C yang terlalu rendah untuk pasien isfeksi saluran kemih. Dalam urin terdapat asam hipurat dan asam betahidroxibuturic yang bersifat bakteriostatik sehingga untuk membunug bakteri tersebut diperlukan pH yang rendah (Castello et al., 1996). Menurut Lacy et al (2008) Untuk pengasaman urin diperlukan 4-12 gr/ hari dalam 3-4 dosis terbagi. . Selain terapi farmakologi apoteker juga bisa menganjurkan terapi non farmakologi kepada pasien seperti menghindari mandi busa dan sabun berparfum karena dapat menyebabkan iritasi pada uretra, membersihkan organ genital yang benar dengan cara membersihkan genital dari depan ke belakang setelah BAK/BAB akan mengurangi pajanan uretra terhadap ISK yang disebabkan oleh bakteri dari feses, menggunakan celana dalam dengan bahan katun karena dapat mengurangi pertumbuhan bakteri pada daerah uretra dibandingkan nilon atau bahan lainnya, buang air kecil teratur untuk membantu mengeluarkan bakteri dari saluran kemih (Ahmed and Swedlund, 1995).
IV. KESIMPULAN Resep yang diberikan oleh dokter untuk pasien dengan diagnosa Infeksi Saluran Kemih (ISK) berulang dengan pemberian antibiotik golongan Levlofoxacin sudah tepat.. Pemberian ibuprofen pada kasus ini juga dirasa kurang tepat, melihat pasien tersebut memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan mengkonsumsi hidroklorotiazid. Interaksi yang terjadi adalah penurunan efek pada hidroklorotiazid sebagai antihipertensi. Selain itu dosis vitamin C yang terlalu rendah untuk pasien infeksi saluran kemih. Dalam urin terdapat asam hipurat dan asam betahidroxibuturic yang bersifat bakteriostatik sehingga untuk membunug bakteri tersebut diperlukan pH yang rendah (Castello et al., 1996). Menurut Lacy et al (2008) Untuk pengasaman urin diperlukan 4-12 gr/ hari dalam 3-4 dosis terbagi.
10
DAFTAR PUSTAKA Ahmed, S.M., Swedlund, S.K., 1995. Evaluation and Treatment of Urinary Tract Infections in Children. American Academy of Family Physicians Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W. A., Williams, B.R., 2013. Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs 10th Edition.. USA : Lippincott Williams & Wilkins Bonkat, G., Pickard, R., Bartoletti, R., Bruyere, F., Geerlings, S.e., Wagenlehner, F., Wullt, B. 2017. Urological Infections. European Association of Urology Coyle, E. A., Prince, R. A., 2005. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 6th Edition, Appleton&Lange, Stamford Denstedt, J., Knoury, S. 2008. Stone Disease. 2nd. Paris France: Intrnational Consultation on Stone Desease. Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, dan L. M. Posey. 2005. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 6th Edition. New York: Mc-Graw Hill. Lacy, F.,C., Amstrong L.,L., Goldman,P.,M., Lance, L., L., 2008, Drug Information Handbook 17th Edition, USA: Lexi-Comp Martindale, W. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th edition. London :The Pharmaceutical Press. Tessy A, Ardayo, Suwanto.,2001. Infeksi salauran kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Wells, B. G., J. T. DiPiro, T. L. Schwinghammer, and C. V. DiPiro. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York: McGraw Hill Medical. Tatro, D.S., 2009. Drug Interaction Facts. California: Wolters Kluwer Health, Inc.
11