Makalah I_kelompok 2_infeksi Saluran Kemih.docx

  • Uploaded by: Nindy Nandya
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah I_kelompok 2_infeksi Saluran Kemih.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,807
  • Pages: 16
TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN MAKALAH I INFEKSI SALURAN KEMIH

OLEH : KELOMPOK 2 Diah Dwi Wahyuni

(1808612002)

Martina Sumalu

(1808612006)

Komang Ana Pratiwi

(1808612010)

Ni Nyoman Abigail Triastuti

(1808612014)

I Wayan Oka Sugarda

(1808612018)

I Wayan Suwartawan

(1808612022)

Ni Luh Candra Kalpika Swari

(1808612028)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2019

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Daftar Isi ............................................................................................

ii

I.

Epidemiologi dan Etiologi .......................................................

1

II.

Gejala dan Tanda.......................................................................

2

III.

Data Laboratorium ....................................................................

3

IV.

Klasifikasi Penyakit Infeksi Saluran Kemih

..........................

5

V.

Panduan Terapi .........................................................................

7

VI.

Luaran Terapi ...........................................................................

12

VII. Pertanyaan Khusus ...................................................................

12

Daftar Pustaka ....................................................................................

13

ii

I.

Epidemiologi dan Etiologi Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang sering menyerang pria maupun wanita

dari berbagai usia dengan berbagai tampilan klinis. ISK sering menyebabkan morbiditas dan dapat secara signifikan menjadi mortalitas. Walaupun saluran kemih normalnya bebas dari pertumbuhan bakteri, bakteri yang umumnya naik dari rektum dapat menyebabkan terjadinya ISK. Ketika virulensi meningkat atau pertahanan inang menurun, adanya inokulasi bakteri dan kolonisasi, maka infeksi pada saluran kemih dapat terjadi. ISK tergantung banyak faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (Stamm, 2001). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi (Edriani, 2010). Tabel 1. Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin menurut Nguyen (2008) Umur (tahun)

Insidens (%) Faktor risiko Perempuan

Lelaki

<1

0,7

2,7

Foreskin, kelainan anatomi gastrourinary

1-5

4,5

0,5

Kelainan anatomi gastrourinary

6-15

4,5

0.5

Kelainan fungsional gastrourinary

16-35

20

0,5

Hubungan seksual, penggunaan diaphragm

36-65

35

20

>65

40

35

Pembedahan, obstruksi prostat, pemasangan kateter Inkontinensia, pemasangan kateter, obstruksi prostat

Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di2,7% laki-laki dan 0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, & Jonasson, 2007). Insiden ISK pada laki-laki yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan laki-laki yang disunat (1,12% 1

berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama (Wiswell & Roscelli, 2006). Pada anak yang berusia 1-5 tahun, insiden bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang di laki-laki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi dengan kelainan kongenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau obstruction. Insiden bakteriuria menjadi relatif konstan pada anak usia 6-15 tahun. Namun infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insiden ISK bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada laki-laki muda (Nguyen, 2008). Sebanyak sekitar 7 juta kasus sistitis akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko utama yaitu, usia 16-35 tahun adalah yang berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia lanjut, insiden ISK bertambah secara signifikan pada wanita dan laki-laki. Morbiditas dan mortalitas ISK paling tinggi pada usia yang 65 tahun (Nguyen, 2004). Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Tabel 2.2: Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO) yang Paling Sering Sebagai Penyebeb ISK (Sukandar, E., 2004) Organisme gram positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas (Lumbanbatu, S.M., 2003).

II.

Gejala dan Tanda Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti demam, susah

buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering buang air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik (Permenkes, 2011). Namun, gejala-gejala klinis tersebut tidak selalu diketahui atau ditemukan pada penderita ISK. Untuk menegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, ureum dan kreatinin, kadar gula darah, urinalisasi rutin, kultur urin, dan dip-stick urine test. (Stamm, 2001). Dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL. Ditemukannya positif (dipstick) leukosit esterase adalah 64 - 90%. Positif nitrit pada dipstick urin, 2

menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit oleh bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif), sangat spesifik sekitar 50% untuk infeksi saluran kemih. Temuan sel darah putih (leukosit) dalam urin (piuria) adalah indikator yang paling dapat diandalkan infeksi (> 10 WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah 95% sensitif tapi jauh kurang spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur urin dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015).

III. Data Laboratorium Kunci untuk diagnosis ISK adalah kemampuan untuk menunjukkan jumlah bakteri yang signifikan pada spesimen urin yang tepat (Dipiro,2008). Cara Pengambilan Sampel Urin: 1.

Urin Porsi Tengah (mid stream) Setelah membersihkan area uretra pada pria dan wanita, 20 sampai 30 ml urin dibuang. Kemudian urin selanjutnya dikumpulkan dan harus di proses segera. Sampel yang dibiarkan pada suhu kamar selama beberapa jam dapat menyebabkan peningkatan jumlah bakteri (Dipiro,2008).

2.

Katerisasi Penggunaan kateter pada pria maupun wanita hanya diindikasikan pada pasien retensi urin atau pada wanita dengan ditemukannya kontaminasi berupa epitel vagina atau laktobasillus pada spesimen. Kateterisasi dan spesimen mid kateterisasi lebih akurat dibandingkan dengan urin yang dikemihkan tetapi dapat menyebabkan terjadinya infeksi iatrogenik (Seputra dkk., 2015)

3.

Aspirasi Suprapubik Memasukkan jarum langsung ke dalam kandung kemih dan aspirasi urin. Aspirasi suprapubik aman dan tidak menyakitkan, prosedur yang paling berguna pada bayi baru lahir, bayi lumpuh,pasien sakit parah (Dipiro,2008).

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan. 1.

Pemeriksaan Mikroskopik Urin Pemeriksaan mikroskopis dari sampel urin adalah metode yang mudah dilakukan dan dapat diandalkan untuk diagnosis bakteriuria. Pemeriksaan dilakukan dengan menyiapkan pewarnaan gram dari urin yang belum disentrifugasi. Bakteriuria pada individu tanpa 3

gejala saluran kemih menunjukkan pertumbuhan bakteri ≥ 105 CFU/ mL,dalam dua sampel berturut-turut pada wanita dan dalam sampel tunggal pada pria. Kriteria untuk mendefinisikan bakteriuria menurut Wells (2015)  ≥ 102 CFU coliforms / mL [>105 CFU / L] atau ≥105 CFU [>108 CFU / L] tidak berwarna / mL dalam pasien wanita simptomatik  ≥103 bakteri CFU / mL [>106 CFU / L] pada pasien pria bergejala  ≥105 CFU bakteri / mL [>108 CFU / L] pada individu tanpa gejala pada dua spasmen berturut-turut  Setiap pertumbuhan bakteri pada kateterisasi suprapubik pada pasien bergejala ≥102 Bakteri CFU / mL [>105 CFU / L] pada pasien kateter. 2.

Pemeriksaan Dipstik Pemeriksaan

dengan

dipstik

merupakan

salah

satu

alternatif

pemeriksaan

bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada bakteri) (Seputra dkk., 2015). Penentuan nitrit memberikan hasil positif palsu jarang terjadi namun sering memberikan hasil negatif palsu disebabkan oleh adanya organisme gram positif atau P. aeruginosa yang tidak mengurangi nitrat dan tidak semua bakeri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat dalam urin. Penyebab lain dari hasil palsu termasuk pH urin yang rendah, sering berkemih, dan urin encer (Dipiro,2008). Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil) (Seputra dkk., 2015). Pemeriksaan dipstick leukosit esterase adalah tes skrining cepat untuk mendeteksi piuria (Dipiro,2008). 3.

Kultur Kuantitatif Metode yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis ISK adalah dengan kultur kuantitatif

urin. Urin dalam kandung kemih biasanya steril, sehingga secara statistik memungkinkan untuk membedakan kontaminasi urin dari infeksi dengan menghitung jumlah bakteri yang ada dalam sampel urin. Kriteria ini didasarkan pada midstream yang dikumpulkan dengan benar. Penderita infeksi biasanya sudah lebih besar dari 105 bakteri / mL urin (Dipiro,2008). Piuria, Hematuria, dan Proteinuria (Dipiro,2008) a.

Piuria Pemeriksaan mikroskopis urin untuk leukosit juga digunakan untuk menentukan adanya piuria. Piuria didefinisikan sebagai jumlah sel darah putih (WBC) lebih besar dari 4

10WBC / mm3 . Harus ditekankan bahwa piuria itu tidak spesifik dan hanya menandakan adanya peradangan dan belum tentu infeksi. b.

Hematuria Hematuria sering ditemukan pada pasien dengan ISK tetapi tidak spesifik. Hematuria dapat mengindikasikan adanya gangguan lain, seperti batu ginjal, tumor, atau glomerulonefritis.

c.

Proteinuria Proteinuria ditemukan secara umum di pada infeksi.

IV. Klasifikasi Penyakit Infeksi Saluran Kemih Pembagian secara tradisional, klasifikasi ISK berdasarkan gejala klinis, hasil pemerikasaan laboratorium, dan penemuan mikrobiologis. Secara praktis, ISK dibagi menjadi ISK

dengan

ISK

tanpa

komplikata/komplikasi

(ISK

bagian

bawah)

dan

komplikata/komplikasi (ISK bagian atas). Panduan yang ada saat ini, merangkum klasifikasi ISK berdasarkan: 

Infeksi sesuai dengan level anatomis



Tingkat keparahan infeksi



Faktor risiko yang mendasari



Temuan mikrobiologi (seputra kurnia penta. Tarmono dkk,2015)

1. ISK tanpa komplikata/komplikasi (ISK bagian bawah) ISK tanpa komplikai umumnya radang kandung kemih pada pasien dengan saluran kemih normal. (tjay tan hoan dan kirana rahardja,2015) ISK non komplikata (komplikasi) adalah ISK yang terjadi pada orang dewasa, termasuk episode sporadik, episode sporadik yang didapat dari komunitas, dalam hal ini sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu yang sehat. Faktor resiko yang mendasari ISK jenis ini adalah faktor resiko yang tidak diketahui, infeksi berulang dan faktor resiko diluar traktus urogenitalis. ISK ini banyak diderita oleh wanita tanpa adanya kelainan struktural dan fungsional di dalam saluran kemih, maupun penyakit ginjal atau faktor lain yang dapat memperberat penyakit. Pada pria ISK non komplikata hanya terdapat pada sedikit kasus. (seputra kurnia penta. Tarmono dkk,2015).

5

2. ISK dengan komplikata/komplikasi (ISK bagian atas) ISK komplikata terdapat pada pasien dengan saluran kemih abnormal, misalnya ada batu, penyumbat atau diabetes. Contoh dari ISK ini adalah radang paru-ginjal (pyelitis), pyelonephritis dan prostatitis, pada mana jaringan organ terinfeksi. (tjay tan hoan dan kirana rahardja,2015) ISK komplikata adalah sebuah infeksi yang diasosiasikan dengan suatu kondisi, misalnya abnormalitas struktural atau fungsional saluran genitourinari atau adanya penyakit dasar yang mengganggu dengan mekanisme pertahanan diri individu, yang meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi atau kegagalan terapi. ISK komplikata disebabkan oleh bakteria dengan spectrum yang lebih luas dibandingkan ISK non komplikata dan lebih sering resisten terhadap antimikroba. Infeksi saluran kemih komplikata disebabkan oleh bakteria dengan spectrum yang lebih luas dibandingkan infeksi saluran kemih non komplikata dan lebih sering resisten terhadap antimikroba. Penyebab tersering adalah E. Coli, Proteus, Klebsiella, Pseudomonas, Serratia, dan Enterococci. Berkenaan dengan prognosis dan studi klinis, pasien ISK komplikata dikelompokkan menjadi dua: a.

Pasien dengan faktor komplikasi dapat dihilangkan oleh terapi, misal. ekstraksi batu, melepas kateter;

b.

Pasien dimana faktor komplikasi tidak bisa atau tidak dapat dihilangkan dengan terapi, misal., penggunaan kateter menetap, sisa batu setelah tindakan atau neurogenic bladder. Faktor risiko terjadinya ISK komplikata antara lain 

Penggunaan kateter, splint, stent, atau kateterisasi kandung kemih berkala



Residual urin >100ml



Obstruksi saluran kemih atas maupun bawah



Refluks vesikoureteral



Diversi saluran kemih



Kerusakan urotelium karena kimia ataupun radiasi



ISK yang terjadi saat peri-/post- tindakan, contoh transplantasi ginjal (seputra kurnia penta. Tarmono dkk,2015)

Klasifikasi ISK berdasarkan anatomi atau bagian tubuh yang terinfeksi, antara lain (Ferdhyanty A. Ulfa,2019) :

6

1. Cystitis Cystitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra kedalam kadung kemih (refluks utrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaiaan kateter atau sistoskop. Cystitis paling sering diseebabkan oleh bakteri E. coli. 2. Urethritis Urethritis (uretritis) suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkasebagai gomoreal atau non gonoreal. Urethritis gonoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Utetritis non gonoreal adalah urethritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamida frakomatik atau urea plasma urelytikum 3. Pileonefritis (ginjal) Pileonefritis tinfeksi traktus urinarius atas merupaka infeksi bakteri piala ginjak, tubulus dan jaringan intertisial dari salah satu ataau kedua ginjal

V.

Panduan Terapi a. Terapi Non Farmakologi  Minum air putih dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar juga meningkat (merangsang diutesis)  Buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra.  Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kencing agar bakteri tidak mudah berkembang biak.  Diet rendah garam untuk membantu menurunkan tekanan darah.  Mengkonsumsi jus anggur untuk mencegah infeksi saluran kemih berulang.  Mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi.  Tidak menahan bila ingin berkemih b. Terapi Farmakologi Tujuan penatalaksanaan infeksi saluran kemih adalah mencegah dan menghilangkan

gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan. Oleh karenan itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta l a i n n y a . Prinsip penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih meliputi intake cairan yang banyak, eradikasi bakteri penyebab dengan 7

menggunakan antibiotik yang sesuai dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin (Sukandar, 2006) Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadaryang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005) Berikut adalah beberapa antibiotika yang biasa digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih : a. Kotrimoksazol (Trimetropim-Sulfametoksazol) Trimetropim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama kotrimoxazol yang sangat berguna untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Trimetoprim pada umumnya 20-100 kali lebih poten daripada

sulfametoksazol

sehingga

sediaan

kombinasi

diformulasikan

untuk

mendapatkan sulfametoksazol in vivo 20 kali lebih besar daripada trimetoprim (Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007). b. Fluoroquinolon Fluoroquinolon efektif untuk infeksi saluran kemih dengan atau tanpa penyulit termasuk yang disebabkan oleh kuman-kuman yang multiresisten dan P. aeruginosa (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007). Fluoroquinolon merupakan agen yang efektif untuk infeksi saluran kemih walaupun infeksi-infeksi itu disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap banyak obat seperti pseudomonas (Katzung., 2004). Ciprofloxacin, levofloxacin, norfloxacin dan ofloxacin merupakan kelompok fluoroquinolon lama yang mempunyai daya antibakteri jauh lebih kuat dibandingkan kelompok quinolon lama. Kelompok fluoroquinolon lama ini mempunyai daya antibakteri yang sangat kuat terhadap E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H. influenzae. Providencia, Serratia, Salmonella, N. meningitidis, N. gonorrhoeae, B. catarrhalis dan Yersinia enterocolitica (Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007).

8

c. Ciprofloxacin Ciprofloxacin aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif.bCiprofloxacin terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk Salmonella, Shigella, Campilobakter, Neisseria, dan Pseudomonas. Penggunaan ciprofloxacin termasuk untuk infeksi saluran napas, saluran kemih, sistem pencernaan, dan gonore serta septikemia oleh organisme yang sensitif (BPOM., 2008). d. Ofloxacin Ofloxacin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bagian bawah, gonoroe, uretritis, dan serfisitis non gonokokkus (BPOM., 2008). e. Levofloxacin Levofloxacin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif. Memiliki aktifitas yang lebih besar terhadap Pneumokokkus dibandingkan ciprofloxacin (BPOM., 2008). f. Norfloxacin Nofloxacin adalah kelompok fluoroquinolon yang paling tidak efektif terhadap organisme Gram negatif maupun Gram positif dengan MIC yang empat kali sampai delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang dimiliki oleh ciprofloxacin yang merupakan prototipe obat tersebut (Katzung., 2004). g. Sefalosporin Spektrum kerja sefalosporin luas dan meliputi banyak kuman Gram positif dan Gram negatif termasuk E. coli, Klebsiella, dan Proteus. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan kuman berdasarkan penghambat sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. Kepekaannya terhadap beta-laktamase lebih rendah daripada penisilin (Tjay dan Rahardja.,2007). Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktifitas antimikrobanya. Sefalosporin aktif terhadap kuman Gram positif maupun Gram negatif tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi. Sefalosporin generasi ketiga dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Provedencia, Serratia dan Haemophillusspesies (Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007). h. Aminoglikosida Aminoglikosida merupakan antibiotik dengan spektrum luas tetapi tidak boleh digunakan pada setiap jenis infeksi oleh kuman yang sensitif karena resistensi terhadap aminoglikosida relatif cepat berkembang, toksisitasnya relatif tinggi, dan 9

tersedianya

berbagai antibiotik lain yang cukup efektif

rendah. Gentamisin

yang sudah cukup luas digunakan

dan toksisitasnya

lebih

dibeberapa tempat sudah

menunjukkan resistensi yang cukup tinggi (Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007). Penggunaan antibiotik untuk pengobatan infeksi saluran kemih pada pasien dewasa menurut Guidelines on Urological Infections tahun 2010 dan Obstetrics, Gynaecology, Paediatrics and Dental Drug Guidelines tahun 2007 dapat dilihat ditabel 1. Tabel 2. Terapi empirik untuk pengobatan cystitis dan prostatitis pada pasien dewasa (Grabe, dkk., 2010 & Kiribati Ministry of Health, 2007) Jenis ISK

Cystitis

Obat Lini Pertama Antibiotik Dosis

Durasi (hari) Cotrimoxazole 2x160/800mg/ 3 hari Trimetoprim 2x200mg 5

Prostatitis 2x2 tab/hari (Kiribati Cotrimoxazole Ministry of Trimetoprim 1x300mg/hari Health)

Antibiotik

Obat Alternatif Dosis

Durasi (hari)

Ciprofloxacin

2x 250mg/hari

3

Levofloxacin Norfloxacin Ofloxacin

1x250mg/hari 2x400mg/hari 2x200mg/hari

3 3 3

84

Tabel 3. Terapi empirik untuk pengobatan pyelonefritis pada kasus ringan sampai sedang pada pasien dewasa (Grabe dkk., 2010) Jenis ISK

Pyelonefriti s

Obat Lini Pertama Antibiotik Dosis

Durasi (hari)

Obat Alternatif Antibiotik Dosis

Durasi (hari)

Ciprofloxacin

2x500-750 mg 10-Jul p.o

Cefpodoxil proxetil

2x 200 mg p.o

10

Levofloxacin

1x250-500 mg 10-Jul p.o

Ceftibuten

1x400 mg

10

10

Tabel 4. Terapi empirik untuk pengobatan pyelonefritis pada kasus berat pada pasien dewasa (Grabe dkk., 2010) Jenis ISK

Obat Lini Pertama Antibiotik Dosis Ciprofloxacin 2x400 mg i.v

Pyelonefriti s

Levofloxacin

1x250-500 mg i.v

Durasi (hari) -

Obat Alternatif Antibiotik Dosis

Durasi (hari)

Cefotaxim

3x2g i.v

-

Cefrtiaxon

1x1-2g i.v

-

Ceftazidime

3x1-2g i.v

-

Cefepime

2x1-2g iv

-

Co-Amoxiclav

3x1,5g i.v

-

-

Piperacilin/Tazobactam 3x2,5-4,5g i.v

-

Menurut Drug Information Handbook 14th edition tahun 2006 dosis cefixime untuk dewasa dosisnya 400mg/hari 12xsehari (Lacy dkk, 2006). Durasi penggunaan cefixime adalah 5-10 hari (American society of health system pharmacists, 2005). Dosis ampicillin untuk dosis dewasa 250-500mg tiap 6 jam (Lacy dkk, 2006). Sedangkan durasi penggunaan ampicillin 2-3 hari (American society of health system pharmacists, 2005). Dosis ceftriaxon untuk dosis dewasa 1-2g 1-2xsehari selama 7-14 hari (Lacy dkk, 2006). Dosis amoxicillin untuk dosis dewasa 500mg tiap 12 jam atau 250mg tiap 8 jam (Lacy dkk, 2006). Sedangkan durasi penggunaannya adalah 2-3 hari (American society of health system pharmacists, 2005). Dosis ciprofloxacin untuk dosis dewasa untuk indikasi pyelonefritis 1g tiap 24 jam per oral selama 3 hari dan untuk indikasi cystitis 500mg per oral tiap 24 jam selama 3 hari, sedangkan untuk intravena dosisnya 200mg 2xsehari selama 7-14 hari (Lacy dkk, 2006). Dosis levofloxacin untuk infeksi saluran kemih tanpa komplikasi adalah 250mg 1xsehari selama 3 hari dan untuk infeksi saluran kemih dengan komplikasi termasuk pyelonefritis dosisnya adalah 250mg 1xsehari selama 10 hari (Lacy dkk, 2006). Dosis cefazolin untuk dewasa 250mg-2g 3xsehari maksimal 12g/hari dengan durasi penggunaan 1 hari. Dosis cefotaxime untuk dewasa 1g 2xsehari selama 2-3 hari (Lacy dkk., 2006). 11

VI. Luaran Terapi Beberapa hal yang perlu dimonitoring dalam penanganan ISK adalah efektivitas penggunaan obat, gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium dan perkembangan penyakit. Secara umum, luaran terapi yang harus dicapai dalam penanganan ISK adalah perbaikan mengurangi rasa sakit, perubahan warna urine, mencegah perkembangan penyakit, dan pola berkemih yang berubah. Respon positif pengobatan ISK dengan antibiotik adalah membasmi infeksi bakteri yang dapat mempersingkat durasi penyakit. Selain itu penggunaan antibiotik ini juga diperlukan untuk mencegah perkembangan penyakit akut menjadi kronik.

VII. Pertanyaan Khusus 1. Apakah Ibu memiliki riwayat alergi antibiotik ? 2. Apakah akhir-akhir ini Ibu kurang mengkonsumsi air putih? 3. Apakah Ibu merasakan sakit ketika berkemih ? 4. Apakah Ibu sudah melakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut?

12

DAFTAR PUSTAKA

American Society of Health System Pharmacists. 2005. AHFS Drug Information. United States of America. Vol 1 hal 1-1206. BPOM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Coyle, E. A. and Prince, R. A., 2005, Urinary Tract Infection and Prostatitis 7th Edition. USA : McGraw Hill Comparies, Inc Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Edisi Kelima, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Dipiro, Joseph. T; Robert L. Talbert; Gary C. Yee; Gary R. Matzke; Barbara G. Wells; L. Michael Posey. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. USA : McGraw-Hill. DiPiro, J.T. 2008. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach 7th edition, New York: McGraw Hills Edriani, R.A. 2010. Pola Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih Terhadap Antibakteri di Pekanbaru. Jurnal Natur Indonesia. 12(2): 130-5. Ferdhyanty, A. dan Ulfa. 2019. Teknik Hitung Leukosit dan Eritrosit Urine. Cetakan pertama. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia. Hal: 5-6 Grabe, M., Bjerklund, J.T.E., Botto, H., Wullt, B., Cek, M., Naber, K.G., Pickard, R.S., Tenke, P & Wagenlehner, F., 2010, Uncomplicated Urinary Tract Infections in Adult, in : Guidelines on Urological Infections, European Association of Urology, Netherlands. Grabe, M., R. Bartoletti, T.E.B. Johansen, T. Cai, M. Cek, B. Koves, K.G. Nabe, R.S. Pickard, P. Tenke, F. Wagenlehner, and B.Wult. 2015. Guideline on urological infection. Europian Association of Urology. Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 8, diterjemahkan oleh bagian farmakologi fakultas kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Empat, Jakarta. Kiribati Ministry of Health, 2007, Obstetrics, Gynaecology, Paediatrics and Dental Drug Guidelines, Kiribati. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P. and Lane, L.L. 2006. Drug Informatorium Handbook 14th Edition. USA : Lexa Comp.

13

Lumbanbatu, S.M. 2003. Bakteriuria Asimptomatik pada Anak Sekolah Dasar Usia 9-12 tahun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sumatra Utara. Tesis. Nguyen, H.T. 2004. Bacterial Infection of The Genitourinary Tract. Smith’s General Urology 16th ed. USA: The McGraw Hill Companies. 203-27. Nguyen, H.T. 2008. Bacterial of The Genitourinary Tract. Smith’s General Urology 17th ed. Newyork: McGraw Hill Companies. 193-5 Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesi. 2011. Nomer 2406/MENKES/PER/XII/2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Seputra, K.T., Tarmono., Noegroho, B.S., Mochtar, C.A., Wahyudi, I., Renaldo, J., Hamid, A.R.A.H., Yudiana,I.W., Ghinorawa, T. 2015. Penetalaksanaan Infeksi Sakuran Kemih dan Genitalia Pria. Surabaya : Ikatan Ahli Urologi Indonesi Stamm, W. and R. Norrby, 2001. Urinary Tract Infections: Disease Panorama and Challenges. J. Infect. Dis.183. Stamm, W.E. 2001. An Epidemic of Urinary Tract Infections N Engl J Med. 345:1055- 57 Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2015. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi 7. Jakarta: Gramedia. Hal: 137 Tjay, T.H. dan K. Rahardja.. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan EfekEfek Sampingnya. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Wells, B. G., J. T. DiPiro, T. L. Schwinghammer, and C. V. DiPiro. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York: McGraw Hill Medical. Wettergen, B., U. Jodal, and G. Jonasson. 2007. Epidemiology of Bacteriuria During the 1st Year of Life. Acta Pediatric Scand. 74:925 Wiswell, T.E., J.D. Roscelli. 2006. Corroborative Evidence of the Decreased Incidence of Urinary Tract Infections Incircumcised Male Infants. Pediatrics. 78:96.

14

Related Documents


More Documents from "dwi elma safitri"