BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seluruh umat Islam harus memegang teguh Al-Quran dan sunnah. Rukun Islam dan Rukun Iman merupakan salah satu pilar dalam agama Islam yang wajib diamalkan oleh seluruh umat Islam. Rukun Islam wajib dikerjakan apabila dikerjakan dengan hati yang ikhlas akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Jika rukun Islamditinggalkan akan mendapatkan balasan, yaitu dosa yang setimpal.Dalam rukun islam yang terakhir, yaitu pergi haji bila mampu. Bagi orang yang mampu diwajibkan untuk pergi haji karena Allah telah memberikan rezeki dan rahmat-Nya untuk menjalankan ibadah haji. Ibadah haji diwajibkan oleh Allah SWT. sekali seumur hidup. Ibadah haji memiliki manfaat yang tak terhingga baik di dunia maupun di akhirat. Umrah dan haji merupakan sama-sama mengunjungi Baitullah. Umrah hukumnya fardhu ‘ain bagi umat muslim. Umrah dan haji memiliki perbedaan, yaitu waktu dilaksanakannya. Umrah dapat dilaksanakan sepanjang tahun, selain hari Arafah dan ‘Idul Adha dan tiga hari tasyrik.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari haji? 2. Apa syarat dan rukun untuk menunaikan ibadah haji? 3. Apa yang dapat membatalkan ibadah haji? 4. Apa hal-hal yang dimakruhkan dalam ibadah haji? 5. Apa hal-hal yang diwajibkan dalam ibadah haji? 6. Apa pengertian dari umroh? 7. Apa syarat dan rukun untuk menunaikan ibadah umroh? 8. Apa hal-hal yang dapat membatalkan umroh?
1
BAB II KASUS 1. Seorang wanita ingin menunaikan ibadah haji. Namun, tidak didampingi oleh suaminya. Tetapi, suaminya telah memberi izin istrinya untuk pergi haji. Bolehkah istri tersebut pergi untuk menunaikan haji? Jawab: Syarat wajib bagi kaum wanita, hendaklah wanita tersebut berpergian dengan bersama seorang muhrimnya, suaminya, atau bersama-sama dengan perempuan yang dapat dipercaya. Wanita tersebut diperbolehkan pergi menunaikan haji, namun harus bersama seseorang yang memiliki hubungan nasab, radla’ atau mushaharah.
2. Seseorang melakukan suatu larangan dan tidak sempat membayar dam di Tanah Haram. Apakah diperbolehkan membayar dam di Indonesia? Jawab: Dam (Denda Pelanggaran dalam ibadah haji) yang bersifat harta benda ( menyembelih kambing atau shadaqah pada 6 fakir miskin 3 Sho’/7.50 kg ) hanya boleh diberikan pada fakir miskinnya tanah haram dan tidak boleh di pindah kedaerah lain (indonesia misalnya). Keterangan dari : ويجوز أن يدفع لكل منهم مدا أو أكثر أو أقل إال دم نحو الحلق فيتعين لكل واحد من ستة مساكين نصف صاع كما مر فإن عدموا من الحرم أخر الواجب المالي حتى يجدهم وال يجوز نقله بخالف الزكاة إذ ليس فيها نص صريح بتخصيص البلد بخالف هذا
Bagi setiap mereka boleh diberikan satu mud, lebih banyak atau lebih sedikit kecuali dam akibat mencukur rambut maka bagi setiap seorang dari enam miskin tersebut wajib diberikan separoh sho’ (1,25 Kg) seperti pada keterangan yang telah lewat. Bila mereka (fakir miskin) tidak diketemukan di tanah haram maka kewajiban yang bersifat harta benda tersebut wajib diundur hingga mereka diketemukan dan tidak diperkenankan memindahkan dam kedarah lain berbeda dengan masalah zakat karena dalam zakat tidak diketemukan dalil nash yang jelas dalam ketertentuan daerah
2
dikeluarkannya harta benda berbeda dengan masalah DAM ini. Al-Minhaj al-Qawiim I/625 * )فرع( قال القاصي حسين في الفتاوي لو لم يجد في الحرم مسكينا لم يجز نقل الدم إلى موضع آخر سواء جوزنا نقل الزكاة أم ال الن ه وجب لمساكين الحرم كمن نذر الصدقة على مساكين بلد فلم يجد فيه مساكين يصبر حتى يجدهم وال يجوز نقله بخالف الزكاة على أحد القولين النه ليس فيها نص صريح بتخصيص البلد بها بخالف الهدى Cabang: Berkata alQaadhi al-Husaain dalam Kitab Fataawanya “Bila ditanah haram tidak diketemukan orang miskin tidak diperkenankan memindahkan dam (denda pelanggaran dalam haji) ke tempat lain baik menurut pendapat ulama yang memperbolehkan memindahkan zakat atau tidak, karena dam hanya wajib diberikan pada fakir miskinnya tanah haram seperti halnya saat seseorang bernadzar bersedekah pada fakir miskinnya suatu daerah (yang telah ia tentukan) kemudian ia tidak menemukan fakir miskin di daerah tersebut maka ia wajib bersabar dan menunggu hingga menjumpai mereka. Dan tidak boleh dipindahkan ke daerah lain, berbeda dengan masalah zakat yang ada pendapat ulama yang membolehkan memindahnya karena dalam zakat tidak diketemukan dalil nash yang jelas dalam ketertentuan daerah dikeluarkannya harta benda berbeda dengan masalah dam ini. Al-Majmuu’ alaa Syarh al-Muhaddzab VII/500 (Ust. Masaji Antoro)
BAB III PEMBAHASAN 3
2.1 Pengertian Haji Haji adalah rukun Islam yang kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu baik secara material, fisik, maupun keilmuan dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada Bulan Zulhijah. Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut etimologi bahasa arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud,
dan
menyengaja.
Menurut
istilah
syara',
haji
ialah
menuju
ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan tempat-tempat tertentu dalam menunaikan haji, selain Ka'bah dan Mas'a (tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama Bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
2.2 Syarat dan Rukun Haji Melakukan ibadah haji diwajibkan sekali seumur hidup bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang sudah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Islam 2. Berakal 3. Baligh/dewasa 4. Merdeka 5. Mampu
4
6. Apabila belum memenuhi syarat-syarat seperti di atas, maka belum ada kewajiban melaksanakan haji, dalam arti tidak ada kewajiban melaksanakan haji bagi anak-anak, orang gila, orang bodoh atau orang yang tidak mampu. Yang dimaksud dengan mampu (istitha’ah) disini adalah: 1. Berbadan sehat, tidak mempunyai cacat tubuh, sehingga tidak memungkinkan seseorang untuk melakukan perjalanan jauh, sehingga tidak mampu mengerjakan haji sendirian. 2. Aman perjalanan pulang dan pergi, artinya orang-orang yang akan melalui jalan tersebut akan selamat dan aman. 3. Ada bekal yang cukup untuk ongkos perjalanan pulang pergi dan belanja selama di Mekkah serta untuk belanja keluarga yang ditinggalkan sampai kembali dari tanah suci. 4. Syarat wajib haji bagi perempuan, hendaknya ia berpergian bersama salah seorang muhrimnya, atau suaminya atau bersama-sama dengan perempuan yang dapat dipercaya. Sabda Rasulullah yang artinya : “Dari Ibnu Abbas, Berkata Nabi SAW: Janganlah berpergian seorang perempuan kecuali bersama muhrimnya, dan tidak pula boleh bagi laki-laki mendatangi perempuan itu selain apabila ia bersama muhrimnya. “Berkata seorang lakilaki: “Ya Rasulullah sesungguhnya saya bermaksud akan pergi perang, sedangkan istriku bermaksud akan pergi haji”. Jawab Rasulullah SAW: “Pergilah bersama-sama dengan istrimu (naik haji)” (HR. Bukhari) Selain syarat wajib haji, ada pula syarat sah haji yaitu: 1. Dilaksanakan sesuai dengan batas waktunya (miqot zamani) 2. Dilaksanakan di tempat yang sudah ditentukan (miqot makani) 3. Melaksanakan haji secara berurutan, yakni sesuai dengan ketentuan syariat dalam ibadah haji 4. Memenuhi syarat-syaratnya (misalnya:syarat wukuf, tawaf dan lainnya)
5
Adapun rukun-rukun haji , yaitu 1. Ihram (berniat menunaikan haji) Niat memasuki pekerjaan ibadah haji atau umrah atau keduanya inilah yang dinamakan dengan ihram. Ihram hendaklah dari miqat yang telah ditentukan, dan disunatkan untuk mandi atau berwudhu kemudian salat dua rakaat terlebih dahulu, setelah itu barulah niat ihram dilakukan, dan kemudian dilanjutkan membaca talbiyah
Artinya : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah dan tiada sekutu apapun bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat, dan kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu”
2. Wuquf, yaitu hadir di Padang Arafah mulai dari tergelincir matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Jumhur ulama berpendapat wuquf itu dimulai setelah matahari condong ke barat pada tanggal 9 Dzulhijjah, sampai terbit fajar malam tanggal 10 Dzulhijjah. Wuquf itu cukup dilakukan pada dari sebagian waktu tersebut dan dilakukan di tanah lapang dekat Arafah, dan disunnatkan mandi sebelumnya. Bagi jamaah haji tidak disunnatkan puasa pada hari Arafah, sedangkan pada kaum muslimin yang tidak sedangmelaksanakan ibadah haji disunnatkan untuk puasa di hari Arafah.
3. Thawaf Thawaf Ifadha yaitu berkeliling Kakbah, sebanyak tujuh kali. Para ulama jumhur sepakat bahwa Thawaf Ifadhah termasuk rukun haji, jika Thawaf Ifadhah tidak dilaksanakan maka hajinya tidak sah.
6
Syarat-syarat Thawaf: a) Suci dari hadas dan najis, baik badan maupun pakaian b) Menutup aurat c) Kakbah berada di sebelah kiri orang yang melakukan Thawaf d) Thawaf dimulai dari arah Hajar Aswad, dengan cara berdiri lurus ke arah Hajar Aswad kemudian ciumlah dia atau cukup dengan isyarat saja dengan mengangkat tangan yang mana saja, kemudian mulailah berkeliling Kakbah. e) Thawaf hendaklah di dalam masjid, sebagaimana yang dilakukan Rasulllah. Doa yang dibaca waktu Thawaf Ada beberapa doa yang dibaca waktu melakukan Thawaf, sebagimana yang dikemukakan oleh Ibrahim Muhammad (1986:324-327) sebagai berikut: a) Membaca doa ketika menghadap ke Hajar Aswad:
Artinya: “Ya Allah, aku berthawaf karena iman kepada-Mu, percaya akan Kitab-Mu, menunaikan janji-Mu dan mengikuti Sunah nabi-Mu. Dengan menyebut Asma Allah dan Allah Maha Besar” b) Ketika mulai berjalan mengelilingi Ka’bah dibaca:
Artinya: “Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, dan tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tak ada daya dan kekuatan selain dengan pertolongan Allah jua”. (Demikian menurut riwayat Ibnu Majah)
7
c) Ketika sampai disudut Rukun Yamani
Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan, dan juga di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka”. (Riwayat Abu Daud dn Asy-Syafe’i dari Nabi SAW) d) Menurut Syafe’i, setiap dia sampai setentang dengan Hajar Aswad, saya lebih suka membaca Takbir, sedang ketika berlari mengelilingi Kabah saya membaca:
س ْعيًا َم ْش ُك ْو ًرا َ اَللّٰ ُهم اجْ عَ ْلهُ َح ًّجا َمب ُْر ْو ًرا فُ ْو ًرا َم ْغ َوذَ ْنبًا َو Artinya:”Ya Allah, jadikanlah haji ini haji yang bersih, mendapat ampunan dosa dan usaha diterima denganbaik” Dan setiap selesai satu kali putaran thawaf, membaca:
Artinya: “Ampunilah aku ya Tuhan, dan kasihanilah aku, dan maafkanlah dosaku yang Engkau ketahui. Engkaulah yang Maha Perkasa dan Maha Mulia. Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka”. e) Apabila telah keliling sampai tujuh kali putaran, maka shalatlah dua rakaat di depan makam Ibrahim. Waktu untuk melakukan Thawaf Ifadhah dimulai sejak tengah malam Nahar (tanggal 10 Dzulhijjah), demikian menurut Imam Syafe’i. Sedang yang terbaik dilakukan pada waktu dhuha di hari Nahar, dan boleh juga dilakukan
8
dilain waktu itu, karena waktu thawaf ifadhah itu panjang, yaitu sampai akhir bulan Zulhijjah. Bila thawaf itu dilakukan lewat dari bulan Zulhijjah, maka hajinya tetap sah tetapi ia harus membayar dam (Ibrahim Muhammad AlJamal) Berkaitan dengan tawaf bagi wanita menurut Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunnah mengatakan bahwa dibolehkan perempuan untuk segera melakukan thawaf ifadhah pada hari Nahar kalau mereka khawatir haidnya datang. Kaum perempuan juga dibolehkan menggunakan obat, agar haidnya terhenti hingga thawaf selesai dilakukan. Macam-macam thawaf a) Thawaf Qudum, yaitu thawaf yang dilakukan ketika baru sampai di Mekkah b) Tawaf Ifadhah, yaitu thawaf yang menjadirukun haji c) Thawaf Wada, yaitu tawaf yang dilakukan ketika akan meninggalkan Mekkah d) Thawaf Tahalul, yaitu thawaf untuk menghalalkan barang yang haram karena ihram e) Thawaf sunnag, thawaf yang dilakukan semata-mata untuk mencari keridhaan Allah f) Thawaf Nazar, thawaf yang dilakukan untuk memenuhi nazar 4. Sa’i yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Syarat-syarat mengerjakan sa’i: 1. Sa’i hendaklah dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah. 2. Dilakukan sebanyak tujuh kali bolak balik. 3. Sa’i hendaklah dilakukan setelah thawaf, baik thawaf rukun maupun thawaf qudum.
9
Untuk kegiatan sa’i tidak disaratkan mendekati ke atas bukit Shafa dan Marwah, hanya disyaratkan bolak balik sampai kaki menginjak dari bagian Shafa dan Marwah 4. Tahalul, artinya mengakhiri ihram dengan menggunting rambut minimal tiga helai rambut. 5. Tertib, artinya berurutan dalam menunaikan rukun-rukun tersebut.
2.3 Hal yang Membatalkan Haji Suatu ibadah dapat batal atau tidak sah jika melakukan sesuatu hal yang membuat ibadahnya batal. Ibadah haji dapat batal jika melaksanakan salah satu dari dua hal, yaitu Jima’ dan meninggalkan salah satu di antara rukun-rukun haji. Jima’atau bersenggama antara suami dan istri yang dilakukan sebelum melempar jumrah ‘Aqabah. Namun, jika dilakukan sesudah melempar jumrah ‘Aqabah dan sebelum melaksanakan thawaf Ifadhah, maka hal itu tidak membatalkan hajinya tetapi pelakunya tetap berdosa. Meninggalkan salah satu di antara rukun-rukun haji dapat membatalkan ibadah haji. Hal ini disebabkan karena rukun haji merupakan ketentuan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan ibadah haji. Apabila rukun haji tidak dapat dipenuhi maka ibadah hajinya batal. 2.4 Hal-Hal yang Dimakruhkan Dalam Haji Dalam beberapa rukun haji terdapat hal-hal yang makruh jika dilakukan, seperti : A. Hal - Hal Yang Makruh Dalam Thawaf 1. Meletakkan tangan di punggung belakang. 2. Meletakkan tangan di mulut kecuali dalam keadaan menguap. 3. Menggenggam kedua tangan (seperti cara Jahiliyyah). 4. Makan dan minum, berbicara yang tidak perlu, tertawa. 5. Menahan kencing, buang air besar dan kentut.
10
B. Hal-Hal yang Makruh Dalam Sa'i 1. Berhenti di tengah Sa’I tanpa ‘udzur. 2. Duduk di Shafa atau Marwah saat Sa’i C. Hal-Hal yang Makruh Dalam Wukuf Saat wukuf terdapat mazhab yang mengatakan bahwa makruh hukumnya berpuasa ketika sedang berwukuf, yaitu: 1. Hanafiyah: makruh bagi jamaah haji berpuasa `Arafah jika membuat lemah, begitu juga puasa tarwiyah (8 Dzulhijjah). 2. Syafi`iyah: jika jamaah haji mukim di Mekkah, lalu pergi ke `Arafah siang hari maka puasanya itu menyelisihi hal yang lebih utama, jika pergi ke `Arafah malam hari maka boleh berpuasa. Jika jamaah haji adalah musafir, maka secara mutlak disunahkan untuk berbuka. 3. Hanabilah: Disunahkan bagi para jamaah haji berpuasa pada hari `Arafah jika wuqufnya malam, bukan wuquf pada siang hari, jika wuqufnya siang maka makruh berpuasa. 2.5 Hal-Hal yang Diwajibkan Dalam Haji 1. Ihram dari miqatnya ( tempat dan masa yang ditentukkan) Ihram untuk haji dan umrah wajib dilakukan dari miqatnya. Miqat adalah batas-batas waktu dan dan tempat. Miqat terbagi dua, yaitu Miqat Zamani dan Miqat Makani. A. Miqat Zamani Miqat zamani adalah batas waktu dimulainya ihram haji. Ihram untuk haji dimulai dari bulan Syawal sampai tanggal 10 bulan Dzulhijah. Selain pada waktu tersebut, ihram untuk haji tidak dapat dilakukan sehingga pelaksanaan
11
ibadah haji hanya sekali dalam setahun. Berbeda dengan ihram haji, ihram untuk umrah tidak ada batas waktunya, sehingga ibadah umrah dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun.
B. Miqat Makani Miqat Makani adalah batas tempat dimulainya ihram haji maupun umrah. Terdapat banyak batas tempat untuk memulai ihram, berbeda wilayah berbeda pula tempat untuk memulai ihramnya. Berikut ini adalah batasan-batasan tempat untuk jemaah dari berbagai wilayah : a) Mekkah, adalah miqat dari jemaah haji yang tinggal ditanah Haram (Mekkah). sedang untuk orang-orang yang berada di luar tanah Haram bila mau umrah, maka hendaklah ia keluar dulu dari tanah Haram untuk memulai ihram, tempat yang bisa digunakan untuk memulai umrah adalah Ji’ranah dan Tan’im b) Dzulhulaifah (Bir ‘Ali), adalah tempat ihram untuk jemaah haji yang datang dari jurusan Madinah. c) Juhfah (dekat Rabi’ sekarang), adalah miqat (tempat mulai ihram) bagi jemaah haji yang datang dari Syam, Mesir, Maghribi. d) Qarnul Manazi, yaitu miqat bagi jemaah haji yang datang dari arah Nejed dan yang sejajar dengan itu. e) Zatul ‘Irqin, adalah miqat bagi jemaah haji yang datang dari arah Irak, dan yang sejajar dengan itu. f) Yalamlam, adalah miqat bagi jemaah haji yang datang dari Yaman, India, Indonesia dan daerah yang sejajar dengan itu.
12
Khusus untuk jemaah Indonesia, apabila jemaah haji mendahulukan ziarah ke Madinah, kemudian baru melakukan ihram, maka bisa mengambil tempat di Bir ‘Ali, yaitu tempat ihramnya orang-orang dari Madinah, dan mereka tidak wajib membayat denda (dam). dan bagi jemaah haji yang menggunakan pesawat udara ataupun laut, seharusnya tempat mulai ihramnya adalah Yalamlam, tetapi karena tidak jelas dimana tempat yang setentang Yalamlam, dan bagi mereka yang ingin langsung ke Mekkah, maka memulai ihramnya dari Jeddah atau airport tetapi mereka harus membayar dam. 2. Berhenti di Muzdalifah, sesudah tengah malam, dimalam hari raya haji setelah hadir di arafah Bemalam di Muzdalifah dilakukan setelah melaksanakan wukuf di Arafah.
Dalam
perjalanan
menuju
Muzdalifah,
disunnahkan
untuk
memperbanyak membaca talbiyah dan takbir. Ketika bermalam di Muzdalifah, para jemaah haji menyempatkan mencari dan mengumpulkan batu kerikil sebanyak 49 atau 70 butir untuk melontar jumrah di Mina. Terdapat banyak pendapat para ulama mengenai waktu bermalam di Muzdalifah ini. Menurut Ahmad bin Hambal, pengertian bermalam di Muzdalifah adalah tidur sampai shubuh, sedangkan menurut ulama yang lain, kegiatan itu cukup berhenti sebentar di Muzdalifah pada malam itu. 3. Bermalam dimina selama dua atau tiga hari Dalam proses ibadah haji, Rasulullah Saw bermalam di Mina sebanyak dua kali, pertama tatkala perjalanan menuju Arafah dan kedua tatkala melempar jumrah. Para ulama sependapat tentang diperbolehkannya seseorang yang berhalangan untuk tidak bermalam di Mina. Salah satu kegiatan jemaah haji di Mina adalah menyembelih binatang kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
13
4. Melempar jumrah ‘aqabah pada hari raya haji Hadits Nabi : صلى النبِى َجابِ ٍرراَيْتُ َع ْن ِ فَ ِانِّ ْى َمنَا ِس َك ُك ْم َعنّ ِى ِلت َأ ْ ُخذ ُ ْوا َو َيقُ ْو ُل النحْ ِر يَ ْو َم َر َ احلَتِ ِه َعلَى ْال َج ْم َرةَ يَ ْر ِمى َو َ ُسل َم ع َل ْي ِه للا ى ْ َهذَا َحجتِ ْى بَ ْعدَ َالا َ ُحج لَعَ ِّل َالاَد ِْر Artinya : Dari Jabir, dia berkata : “ Saya melihat Nabi Saw melontar jumrah diatas kendaraannya pada hari raya, lalu beliau berkata: Hendaklah kamu turut cara beribadah seperti yang aku kerjakan ini, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui apakah aku akan dapat mengerjakan haji lagi sesudah ini. (HR. Ahmad dan Muslim) Seperti dipraktikkan oleh Rasulullah, pada hari nahar (hari raya haji) yaitu pada tanggal 10 Dzulhijah, hanya satu jumrah yang dilempar yaitu jumratul ‘Aqabah. Waktu yang tepat untuk melempar jumrah ini adalah setelah matahari terbit. Akan tetapi, melempar jumrah ini dapat dilakukan pada sore dan malam hari. Menurut Imam Malik, mereka yang melempar jumratul ‘Aqabah pada malam 11 Dzulhijah dikenakan dam. Beberapa imam Mahzab, seperti Malik bin Anas, Abu Hanifah, Sufyan ats-Tsauri, dan Ahmad bin Hambal tidak membenarkan melempar jumrah sebelum matahari terbit pada hari nahar, tetapi imam syafi’I membolehkan hal ini. 5. Melontar tiga jumrah (jumrah ‘ula, jumrah wustha dan jumrah ‘Aqabah) Melempar tiga jumrah ini dilasanakan pada tanggal 11,12, dan 13 bulan haji. Tiap-tiap jumrah dilempar 17 kali dengan batu kecil dan dilakukan setelah tergelincir matahari setiap hari. Melempar tiga jumrha ini harus berurutan, tanggal 11 Dzulhijah melempar jumrah ‘Ula, tanggal 12 Dzulhijah melempat jumrah wustha dan tanggal 13 Dzulhijah melempar jumrah aqabah.
14
Hadits Rasulullah Saw: َ صلى الن ِبى َمك شةَ َع ْن َ َِث َعائ ِ َس اِذَازَ ال َ َى َو َ ِب َ ُسل ْم َعلَ ْي ِه للا َ سبْعِ َج ْم َر ٍة ُكل الش ْم ِ ت ال َج ْم َرة َ يَ ْر ِمى تَ ْش ِر ْي َ ق اَي َ ام ِب ِمن ٍ ص َيا ت َ َح Artinya : “ Dari ‘Aisyah, Nabi Saw telah tinggal di Mina selama hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 bulan Haji). beliau melontar jumrah apabila matahari sudah condoh kesebelah barat, tiap-tiap jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil”. (HR. Ahmad dan Abu Daud) Bagi orang-orang yang melontar jumrah pada hari pertama dan kedua, kalau dia ingin pulang tidak ada halangan. Kewajiban melontar dan bermalam pada hari ketiga hilang darinya. Allah Swt berfirman: َعلَ ْي ِه ِإثْ َم فَ َال َي ْو َمي ِْن فِ ْي ت َ َعج َل فَ َم ْن Artinya :” barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak ada dosa baginya. (surat Al-Baqarah: 203) Syarat-syarat melontar jumrah : a) Melempar dengan tujuh batu. b) Menertibkan tiga jumrah, dimulai jumrah yang pertama, kemudian jumrah wustha, kemudian yang terakhir jumrah ‘Aqabah. c) Alat yang digunakan untuk melontar adalah batu kecil dan tidak sah melempar selain dengan batu. Bagi orang yang berhalangan melontar jumrah, sedangkan halangan itu tidak ada harapan akan hilang, dia dapat digantikan oleh orang lain sebagai wakilnya
15
6. Thawaf Wadha’ yaitu thawaf yang dilakukan sewaktu akan meninggalkan Mekkah. Hadits Nabi Saw :
ع ْن ِ ف اِالاَنهُ بِ ْالبَ ْي ٍ عب ُ ع ْه ِد ِه ْم ا َ ِخ ُر َيقُ ْونَ ا َ ْن ا ُ ِم َرالن َ اس اب ِْن َ اس َ ت َ َ ّع ِن ُخ ِف Artinya :Dari Abbas, “ Manusia diperintahkan supaya mengakhiri pekerjaan haji mereka di Mekkah ialah thawaf, kecuali perempuan yang sedang haid, tidak diberati dengan thawaf. (HR. Bukhari Muslim) Apabila seseorang tidak berkesempatan untuk melakukan thawaf wadha’ ini, maka ia dapat diganti dengan thawaf ifadhah. 7. Menjauhi dari segala larangan atau yang diharamkan dalam ihram. 2.6 Pengertian Umrah Umrah disebut juga haji kecil (haji asghar). Secara etimologis, Umroh ()العمرة memiliki makna ziarah atau berkunjung sedangkan secara terminologis, umrah adalah berkunjung ke Ka’bah untuk melakukan rangkaian ibadah tertentu dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan untuk mengharapkan ridha Allah Swt. 2.7 Syarat dan Hukum Umrah 1. Syarat Umrah Syarat umrah adalah: a) Islam b) Berakal c) Baligh d) Merdeka e) Mampu 2. Rukun Umrah Rukun umrah adalah: a) Ihram disertai niat
16
b) Thawaf (mengelilingi ka’bah) c) Sa’I, lari-lari kecil bolak balik tujuh kali dintara bukit Shafa dan Marwah d) Bercukur atau memotong rambut e) Menertibkan keempat rukun diatas 3. Wajib umrah Wajib umrah terdiri dari: a) Ihram dan miqatnya. Yang telah ditentukan bagi orang yang datang dari luar Mekkah. Sedang bagi orang yang berada di Mekkah, maka dia ihram dari tanah halal. b) Menjaga diri dari larangan ihram sebagaimana larangan pada haji. 2.8 Yang Membatalkan Umrah Ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan ketia haji maupun umroh. Larangan tersebut bisa ditujukan kepada perempuan dan ada pula yang ditujukan kepada laki-laki. Larangan untuk laki-laki, yaitu : 1. Dilarang memakai pakaian yang berjahit atau diikatkan kedua ujungnya 2. Dilarang menutup kepala Sabda Rasulullah SAW: Artinya: Dari Ibnu Umar, “Rasulullah SAW telah ditanya: apakah pakaian yang harus dipakai oleh orang-orang yang sedng ihram haji? Jawab beliau: Orang ihram tidak boleh memakai baju, ikat kepala, topi, celana, kain yang dicelup dengan sesuatu yang harum, tidak boleh memakai za’faron dan sepatau, kecuali kalau ia tidak mempunyai terompah, maka ia boleh memakai sepatu, dan hendaklah sepatutnya itu dipotong sapai dibawah dua mata kaki. (HR. Bukhari dan Muslim)
17
Larangan bagi perempuan, yaitu : 1. Memakai wangi-wangian, baik pada badan maupun pakaian 2. Menghilangkan rambut atau bulu badan yang lain 3. Memotong kuku 4. Mengakadkan nikah 5. Bersetubuh dan pendahuluannya 6. Berburu dan membunuh binatang yang liar dan halal dimakan
A. Beberapa Jenis Denda (Dam) Dam adalah denda yang harus dibayar karena melakukan laranganlarangan dalam ihram. Denda (dam) disebut juga fidiyah (tebusan), atau disebut juga dengan kifarat (penghapus atau penutup). Denda tersebut berbeda-beda tingkatannya tergantung kepada larangan-larangan yang dilakukannya, ada yang dibayarkan di Tanah Haram ada pula yang dibayarkan di luar Tanah Haram. 1. Denda untuk orang yang mengerjakan haji dengan cara tamattu’ dan qiran, wajib membayar dam (denda), yang diatur sebagai berikut: a. Menyembelih seekor kambing yang sah untuk kurban b. Jika tidak sanggup memotong kambing, ia wajib puasa sepuluh hari. Tiga hari dilakukan waktu haji, dan tujuh hari dikerjakan sesudah kembali ke negerinya. Sebagaimana Firman Allah:
Artinya: Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (dibulan haji), wajiblah ia
18
menyembelih kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajiblah ia berpuas tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. (Al-Baqarah: 196)
Dan apabila seseorang meninggalkan melontar jumrah, bermalam di Muzdalifah atau Mina, Thawaf Wada’ dan ketinggalan hadir di Padang Arafah, maka denda untuk semua yang ketinggalan itu, diqiaskan sama dengan denda tamattu’. Hanya saja puasa tiga hari sewaktu ihram itu tidak mungkin dilakukan selain tamattu’ dan meninggalkan ihram dari tempatnya. Melakukan
puasa untuk
denda
selain tamattu’ dan
meninggalkan ihram dari tempatnya, dalam dilakukan sesudah hari Tasyriq (tanggal 11, 12, 13 bulan haji). Berarti puasa tiga hari dilaksanakan setelah tanggal 11, 12, 13 bulan haji. 2. Dam (denda) karena mengerjakan salah atu dari beberapa larangan berikut ini: a. Memotong kuku b. Memakai minyak rambut atau memakai wangi-wangian baik badan atau pakaian c. Mencukur rambut d. Memakai pakaian yang berjahit e. Pendahuluan bersetubuh ata bersetubuh seudah tahalul pertama. Dendanya yaitu memilih salah satu diantara lain: a) Menyembelih seeor kambing yang memenuhi syarat untu kurban b) Puasa tiga hari c) Bersedekah tiga sha’ (9,3 liter) makanan epada enam orang fakir miskin. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Seseorang mengadu bahwa kepalanya sakit. Rasulullah SAW bersabda: “Cukurlah rambutmu itu,
19
dan sebelihlah seeor kambing, kalau tidak mampu puasalah tiga hari atau bersedekah tiga sha’ kepada enam orang miskin”. (HR. Bukhari Muslim) 3. Dam (denda) karena bersetubuh yang dilakukan sebelum tahalul pertama (dapat membatalkan haji dan umrah), dendanya adalah sebagai berikut: Menyembelih seekor unta, kalau tidak dapat, dia wajib memotong sapi, kalau tidak dapat sapi, memotong tujuh ekor kambing. Seandainya tujuh ekor kambing tidak dapat, maka hendaklah diitung harga unta dan dibelikan makanan kemudian dibagi-bagikan kepada fakir mikin. Kalau tidak dapat makanan hendaklah dia puasa tiap-tiap seperempat sha’ dari harga sapi tadi, dia berpuasa satu hari diamana saja, tidak harus di Tanah Haram, sedang menyembelih unta atau kambing dan memberi makan fakir miskin wajib dilaukan di Tanah Haram. Ini menurut fatwa Umar. Sedangkan menurut yang lain berpendapat hanya wajib menyebelih seekor kambing saja. 4. Dam (denda) karena membunuh buruan (binatang) liar. Kalau binatang yang terbunuh itu punya bandingan yang mirip dengan binatang jinak, dendanya adalah menyembelih binatang jinak yang sebanding dengan yang terbunuh dan dihitung harganya, dan sebanyak harga itu dibelikan makanan dan dibagikan kepda fakir miskin di Tanah Haram. Atau puasa sebanyak harga binatang tadi. Tiap-tiap seperempat sha’ makanan, berpuasa satu hari. Puasa bisa dimana saja dilakukan, dan apabila binatang ternak yang sebanding dengan binatang liar yang terbunuh tidak ada, maka dendanya bersedekah kepada fair mikin di Taah Haram sebanyak harga binantang yang terbunuh. Jika tidak mampu hendaklah puasa, setiap seperempat sha’, puasa satu hari (terdapat dalam surat Al-Maidah: 95) 5. Dam (denda) karena terkepung atau terhambat Bagi orang-orag yang terhalang atau terhambat, sehingga mereka tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umrah, sedangkan jalan yang lain tidak ada. Maka hendaklah dia tahalul dengan menyembelih seekor kambing ditempat
20
dia terhambat itu dan mencukur rambut kepalanya. Menyembelih dan mencukur itu disertai dengan niat tahalul. Firmah Allah SWT:
Artinya: “Jika kamu terkepung (terhalang usuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang muda didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum (binatang) korban sampai ditempat penyembelihannya”. (Al-Baqarah: 196) B. Tempat Dan Pembayaran Denda Pelaksanaan pembayaran biasanya melalui syaikh atau panitia yang sengaja diadakan. Tempat dan pembayaran denda diatur sebagai berikut: 1. Untuk denda yang dibayar dengan binatang dan memberi makanan kepada fakir miskin dilakukan di Tanah Haram 2. Denda yang berupa puasa dapat dibayar dimana saja, kecuali yang sudah ditentukan dibayar pada waktu haji 3. Denda menyembelih binatang karena terhalang, dibayarkan di tempat terhalang
21
KESIMPULAN
Pengertian haji adalah menyengaja mengunjungi Baitullah untuk beribadah kepada Allah dengan syarat atau rukun tertentu, serta pada waktu tertentu. Dimana rukun dari haji adalah ihram, wukuf, tawaf, sa'i, tahallul, dan tertib sedangkan pengertian umrah adalah mengunjungi Baitullah dengan maksud beribadah kepada Allah dengan cara-cara tertentu sesuai syarat. Terdapat 2 macam ibadah umrah yaitu, ibadah umrah yang dilakukan sewaktu-waktu dan ibadah umrah yang dilakukan termasuk dalam rangkaian ibadah haji. Rukun dari umrah itu sendiri adalah ihram, tawaf, sa'i, tahallul, dan tertib.
22
DAFTAR PUSTAKA
Imadudin, Dede. 2012. Mengenal Haji. Jakarta: PT Mitra Aksara Panaitan Putuhena, M., Shaleh. 2007. Historioragrafi Haji Indonesia. Yogyakarta: LKIS Z, Zurinal dan Aminudin. 2008. Fiqih Ibadah. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Usman, Deden Hafid, dkk. 2014. Panduan Doa Dzikir Haji & Umrah. Bandung: Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka Mughniyah, Muhammad Jawad. 2011. Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah. Jakarta: Lentera
23