Mafia Sepilis Dan Manipulasi Kalimat Haq

  • Uploaded by: Muhammad Abu Yusuf
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mafia Sepilis Dan Manipulasi Kalimat Haq as PDF for free.

More details

  • Words: 2,341
  • Pages: 4
Mafia Sepilis dan Manipulasi Kalimat Haq Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab, Lc. MA Ketua Umum Front Pembela Islam Ketua Rabithoh 'Alawiyah Anggota Majelis A'la Dewan Imamah Nusantara Kandidat Doktor bidang Syariah di Universiti Malaya. Tulisan ini pernah dimuat di Tabloid SUARA ISLAM Edisi 63 tgl. 23 Rabi�ul Awwal 1430 H / 20 Maret 2009 � 3 April 2009 dalam kolom SUARA BUI. Mengingat pentingnya materi yang diuraikan dalam tulisan tersebut, maka kami turunkan dalam website ini. Kaum Khawarij tatkala menolak taat kepada Khalifah Ali krw membawakan firman Allah SWT dalam Surat AlAn'aam ayat 57 dan Surat Yusuf ayat 40 dan 67, yang berbunyi : "Inil hukmu illaa lillaah" artinya "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah". Lalu dengan spontan Khalifah Ali krw mengomentarinya dengan pernyataan yang sangat populer hingga kini, yaitu : "Kalimatu Haqqin Yuroodu Bihaa Baathil" artinya �Kalimat Haq yang disalahmaksudkan untuk Kebathilan�. Pernyataan Khalifah Ali krw sangat cerdas dan mendalam. Apa yang dibacakan kaum Khawarij adalah Kalimat Haq karena diambil dari ayat suci Al-Qur'an, namun sayang maksud mereka adalah kebathilan, yaitu mereka tidak mau tunduk kepada putusan Khalifah dengan dalih hanya akan tunduk kepada hukum Allah SWT, sehingga ayat tersebut dijadikan sebagai "dalil pembenaran" bagi pembangkangan mereka terhadap Khalifah yang sah. Padahal, maksud ayat tersebut tidak demikian. Justru ayat tersebut merupakan dalil tentang kewajiban mematuhi Hukum Allah SWT yang mencakup kewajiban mematuhi Khalifah selama sang Khalifah tunduk kepada Hukum Allah SWT. Di zaman sekarang, kaum Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) adalah golongan yang sangat sering dan paling suka memakai Pola Khawarij dalam memanipulasi nash, baik ayat Al-Qur'an mau pun Hadits Nabi SAW, untuk mencari pembenaran bagi pandangan sesat mereka. Bahkan Gaya Khawarij ini menjadi "ngetrend" di lingkungan Sepilis, sehingga tidak heran jika kader-kader muda mereka sejak dini sudah dicekoki dengan Doktrin "Manipulasi Kalimat Haq". Kaum Sepilis layak disebut Khawarij Modern, karena di era modern ini merekalah yang sering menggunakan ungkapan Khawarij tersebut di atas untuk menolak Fatwa Ulama yang mereka tidak suka. Dalih Khawarij : "Innil hukmu illaa lillaah" yang artinya "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah", oleh kaum Sepilis juga dijadikan dalih bahwa hanya Allah SWT yang berhak membuat hukum, dan menetapkan Halal Haram, serta menentukan sesat atau tidak sesat suatu aliran, sedang selain Allah SWT, termasuk para Nabi dan Rasul sekali pun tidak berhak. Ini Kalimat Haq, tapi sayang disalah-gunakan untuk merendahkan sekaligus menolak ketetapan hukum dalam Hadits Nabi dan Fatwa Ulama. Padahal, memang Pembuat Hukum yang sebenarnya adalah Allah SWT yang tertuang dalam Al-Qur'an, namun dalam proses memahami hukum-hukum Al-Qur'an, maka wajib berpegang kepada Sunnah Nabi SAW, karena Rasulullah SAW adalah orang yang paling mengerti tentang Al-Qur'an, dan misi beliau adalah untuk menjelaskan isi kandungan Al-Qur'an, sehingga penetapan Nabi pun menjadi Hukum yang mesti dipegang. Begitu pula para Ulama, berhak ijtihad dan berfatwa tentang berbagai persoalan-persoalan hukum yang baru muncul di zamannya, selama tetap menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dasarnya. Selain itu, berikut ini beberapa contoh kasus lainnya daripada praktek Manipulasi Kalimat Haq untuk pembenaran pandangan-pandangan sesat dan bathil, mulai dari kasus keseharian hingga kasus akademis, sekaligus tanggapan singkatnya :

1. Pelaku ma'siat tatkala diajak menghentikan ma'siatnya, dengan santai menjawab dengan Firman Allah SWT yang berbunyi : "Innallaaha ghofuurur rohiim" artinya "Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Itu Kalimat Haq, tapi sayang digunakan untuk menunda-nunda taubat dan berlarut-larut dalam ma'siat. Padahal, ayat itu semestinya digunakan untuk memotivasi pelaku taubat agar tidak putus asa terhadap pengampunan Allah SWT.

2. Ada lagi pelaku ma'siat yang membenarkan kema'siatannya dengan alasan "asal niatnya baik". Mereka pun berdalih dengan Hadits Rasulullah SAW tentang Niat yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yaitu : "Innamaa Al-A'maalu Bi An-Niyyaati, Wa innamaa Li Kulli imri-in Maa Nawaa" artinya "Sesungguhnya amal perbuatan itu harus dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan". Itu Kalimat Haq, tapi sayang diselewengkan maksudnya untuk pembenaran ma'siat berdalih asal niatnya baik. Padahal, dalam lanjutan hadits tadi secara jelas Rasulullah SAW memberi contoh tentang "Hijrah" dengan niat yang ikhlas dan "Hijrah" dengan niat yang tidak ikhlas. Hijrah adalah "amal baik" bukan "amal ma'siat", jika niatnya baik maka diterima Allah SWT, jika niatnya tidak baik maka ditolak Allah SWT. Ada pun "amal ma'siat" apa pun niatnya tetap ditolak Allah SWT. Disini bisa kita buat rumusan sebagai berikut : 1.Amal Baik + Niat Baik. = BAIK. 2.Amal Baik + Niat Buruk = BURUK. 3.Amal Buruk + Niat Baik = BURUK. 4.Amal Buruk + Niat Buruk = BEJAT. Jadi, hanya amal baik dengan niat baik yang diterima Allah SWT, selain itu tidak.

3. Kaum yang tak peduli dengan iman dan kufur berpandangan bahwa iman dan kufur adalah Hak Asasi Manusia, sehingga semua orang bebas untuk beriman atau kafir, lalu mereka berdalih dengan "potongan" Firman Allah SWT dalam Surat Al-Kahfi ayat 29 yang berbunyi : "Faman Syaa-a Falyu'min Waman Syaaa Falyakfur" artinya "Maka Barangsiapa yang mau (beriman) berimanlah dan barangsiapa yang mau (kafir) kafirlah". Itu pun Kalimat Haq, tapi sayang terjadi korupsi dalil dengan memotong awal ayat dan akhirnya, lalu dimanipulasi sebagai dalil "pembolehan" memilih kekafiran. Padahal, di awal ayat tersebut ditegaskan bahwa yang Haq datang dari Allah SWT, dan lanjutan potongan ayat tersebut menegaskan bahwa Allah telah menyiapkan Neraka bagi yang Zholim yaitu mereka yang memilih kekafiran. Jadi, potongan ayat tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan KEADILAN Allah SWT yang tidak "memaksa" siapa pun untuk beriman, bukan membebaskan orang untuk memilih kekafiran. Lagipula tentang "kewajiban" beriman telah dijelaskan dalam banyak ayat lainnya. 4. Kaum yang menolak kewajiban Sholat berpendapat bahwa Sholat hanya merupakan salah satu sarana untuk mendekatkan diri dan ingat kepada Allah SWT, sehingga jika seseorang bisa dekat dan ingat Allah SWT melalui sarana selain Sholat maka ia tidak mesti Sholat. Dalihnya adalah Firman Allah SWT dalam Surat Thaahaa ayat 20 yang berbunyi : "Wa Aqimish Sholaata Li Dzikrii" maknanya "Dirikanlah Sholat untuk mengingat-Ku". Ini juga Kalimat Haq, tapi sayang disalah-gunakan sebagai Dalil Pembenaran untuk meninggalkan Shalat. Padahal, kewajiban mendirikan Shalat adalah bagian dari Rukun Islam yang tidak boleh ditinggalkan, sebagaimana diamanatkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ada pun ayat di atas merupakan petunjuk tentang salah satu alasan kewajiban Shalat yaitu untuk mendekatkan diri dan ingat kepada Allah SWT, jadi bukan sekedar sarana yang boleh diguna dan boleh dilepas. 5. Kaum yang menolak kewajiban Sholat juga berpendapat bahwa Sholat hanya merupakan pengantar keyakinan tentang Allah SWT, sehingga jika seseorang sudah mencapai keyakinan tentang Allah SWT, maka gugurlah kewajiban Shalat atasnya. Mereka berdalih dengan Firman Allah SWT dalam Surat Al-Hijr ayat 99 yang berbunyi : "Wa'bud Robbaka Hattaa Ya'tiyaka Al-Yaqiin" maknanya "Sembahlah Tuhanmu hingga datang kepadamu "Al-Yaqin". Kata "Al-Yaqin" dalam ayat tersebut mereka artikan secara harfiah yaitu "keyakinan". Padahal, semua Ahli Tafsir telah sepakat (Ijma') bahwa yang dimaksud dengan "AlYaqin" dalam ayat tersebut adalah "Al-Maut" yang artinya kematian. Jadi, arti ayat tersebut adalah "Sembahlah Tuhanmu hingga datang kepadamu kematian". Penamaan kematian dengan "Al-Yaqin" karena kematian adalah penyingkap tabir keraguan yang merubahnya menjadi keyakinan. Artinya, siapa pun yang selama hidup "tidak yakin" dengan pahala dan dosa, nikmat dan siksa, sorga dan neraka, serta persoalan gaib lainnya, maka begitu ia mati niscaya sirna keraguannya dan berubah menjadi "keyakinan". Namun sayang, keyakinan yang datang setelah kematian tidak ada gunanya.

6. Ada lagi kalangan yang meninggalkan Shalat berdalih bahwasanya percuma mereka Shalat kalau mereka belum bisa ikhlas alias riya', mereka menyatakan baru akan Shalat jika sudah bisa ikhlas. Mereka berdalih dengan firman Allah SWT dalam Surat Al-Bayyinah ayat 5 : "Wa Maa Umiruu illaa liya'budullaaha Mukhlishiina lahu Ad-Diina Hunafaa'" artinya "Tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan (lkhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus". Sungguh Kalimat Haq, tapi sayang disalah-artikan sebagai dalih untuk meninggalkan Shalat selama belum bisa ikhlas. Padahal, Shalat itu kewajiban yang mesti dilaksanakan. Ikhlas atau pun riya', suka atau pun terpaksa, ringan atau pun berat, senang atau pun malang, Shalat tetap wajib dikerjakan. Memang, tanpa ikhlas maka Shalat tidak akan diterima oleh Allah SWT, tapi bukan berarti percuma, setidaknya gugur kewajiban, sekaligus menjadi obat hati dari segala penyakit batin, termasuk penyakit riya'. Nah, riya' adalah penyakit hati, dan obat hati adalah Dzikir ( Ar-Ra'd : 28 ), sedang Dzikir yang paling besar adalah Shalat ( Al-'Ankabut : 48 ). Nah, jika karena riya' lalu Shalat ditinggalkan, maka kapan akan sembuh penyakit tersebut. Justru karena ada penyakit riya', mestinya semakin tekun Shalat untuk menyembuhkannya, bukan malah dijadikan dalih untuk meninggalkan Shalat. 7. Para Penolak Syariat dengan simpatik memuji keunggulan Syariat Islam, dan memuji generasi Shahabat yang berhasil menerapkan Syariat Islam. Lalu mereka membawakan dalil tentang keunggulan generasi Shahabat yaitu Surat Aali 'Imraan ayat 110 yang berbunyi : "Kuntum Khoiro Ummatin Ukhrijat Lin Naas" maksudnya "Engkau sekalian adalah Ummat yang terbaik yang dikeluarkan (diciptakan) untuk umat manusia". Selanjutnya mereka mengingatkan berkurangnya keunggulan generasi-generasi setelah generasi Shahabat sambil membawakan Hadits Nabi SAW yang berbunyi : "Khoirul Quruuni Qornii Hadzaa, Tsumma alladzii Yaliihi, Tsumma alladzii Yaliihi" artinya "Sebaik-baiknya Abad adalah Abadku ini, kemudian Abad berikutnya, lalu Abad berikutnya". Selanjutnya, baru mereka masukkan "racun pemikirannya" dengan ungkapan : "Syariat Islam baik, dan berjalan baik di tengah generasi Shahabat yang baik. Sedang zaman sekarang generasi umat tidak baik, dan memang tidak akan bisa sebaik generasi Shahabat, sehingga Syariat Islam yang baik tidak akan pernah bisa berjalan baik di tengah umat yang tidak baik, bahkan mustahil. Karenanya, di zaman sekarang fokuskan perjuangan kepada perbaikan umat saja, bukan kepada penerapan Syariat Islam". Luar Biasa, ungkapan manis berbisa ! Memuji Syariat dan Shahabat, tapi menjauhkan umat dari perjuangan penegakan Syariat. Padahal, memang Syariat Islam baik, berjalan baik di tengah generasi Shahabat yang baik. Dan memang generasi umat sekarang kurang baik dan tidak akan sebaik generasi Shahabat. Tapi kenapa generasi Shahabat bisa baik ? Dan kenapa generasi sekarang kurang baik ? Jawabnya, karena generasi Shahabat menjalankan Syariat Islam, sedang generasi sekarang meninggalkan Syariat Islam. Jadi, Syariat Islam baik bukan karena keberadaan generasi Shahabat yang baik, tapi sebaliknya generasi Shahabat menjadi baik karena adanya penerapan Syariat Islam yang baik. Sehingga, jika generasi sekarang ingin baik seperti generasi Shahabat atau setidaknya mendekati maka terapkan Syariat Islam dengan baik, bukan malah meninggalkannya.

8. Kaum yang ingin memisahkan agama dari politik menyatakan dengan penuh pesona bahwa agama itu suci dan ulama itu mulia, sedang politik itu kotor, licik dan penuh intrik, karenanya jangan nodai agama dengan membawanya ke kancah politik, dan jangan nistakan ulama dengan menjerumuskannya ke pergulatan politik. Biarlah agama tetap dengan kesuciannya dan ulama tetap dengan kemuliaannya dalam lingkungan yang bersih dari permainan kotor politik seperti di Masjid, Musholla, Pesantren, Madrasah, Majelis Ta'lim, Halaqoh Dzikir, dan sebagainya. Lalu mereka menyitir beberapa ayat dan hadits tentang kesucian agama dan kemuliaan ulama, seperti Aali 'Imraan ayat 19, Al-Maaidah ayat 3, Faathir ayat 28 dan Al-Mujaadilah ayat 11. Semuanya Kalimat Haq, tapi sayang disalah-gunakan untuk memisahkan agama dari politik dan menjauhkan ulama dari peran politiknya. Padahal Islam itu agama yang Syamil (Lengkap) dan Kamil (Sempurna), yang telah meletakkan "dasar-dasar" ilmu hukum, sosial, politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Justru kotornya politik karena dijauhkan dari agama dan dimainkan oleh manusia-manusia busuk yang jauh dari agama, bahkan anti agama. Karenanya, untuk menciptakan politik yang bersih, maka menjadi keniscayaan harus didirikan atas dasar kesucian agama dan dijalankan oleh kemuliaan ulama. Licik betul cara mereka, politik atas dasar agama mau dilenyapkan dan peran ulama mau disingkirkan, agar politik kotor dan politisi busuk mendapat keleluasaan dalam meraih kekuasaan, sehingga mereka bisa sewenang-wenang membuat aturan dan undang-undang sesuai hawa nafsu mereka.

9. Kaum "super toleran" dengan sangat bersemangat membuka pintu kepada orang-orang kafir untuk berkompetisi dalam merebut kekuasaan di dalam negeri-negeri Islam. Menurut mereka orang-orang kafir yang tidak memerangi Islam boleh bahkan berhak menjadi pemimpin (Presiden) bagi umat Islam. Mereka berdalih dengan firman Allah SWT dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 8 yang intinya menjelaskan bahwasanya Allah SWT tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik dan bersikap adil kepada orangorang kafir yang tidak memerangi umat Islam. Ini Kalimat Haq, tapi sayang diselewengkan maksudnya. Padahal, ayat tersebut konteksnya sudah jelas, yaitu dalam hubungan sosial kemasyarakatan, bukan dalam konteks kepemimpinan. Ada pun dalam soal kepemimpinan, Allah SWT dengan tegas melarang umat Islam mengangkat orang kafir sebagai pemimpinnya, sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Maaidah ayat 51 dan 57. 10. Lebih dari itu, kaum "Super Toleran", berpandangan bahwa semua agama sama dan semua agama adalah benar, dengan dalih firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 61 yang berbunyi : "Innalladziina Aamanuu walladziina Haaduu wan Nashooroo wash Shoobi-iina man Aamana billaahi wal Yaumil Aakhiri wa 'Amila Shoolihan fa Lahum Ajruhum 'inda Robbihim wa Laa Khoufun 'Alaihim wa Laa Hum Yahzanuun" artinya "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan kaum Yahudi dan kaum Nashrani dan kaum Shobi-in, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta beramal soleh, maka bagi mereka ganjaran di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada rasa takut atas mereka serta mereka tidak bersedih". Ini Kalimat Haq, tapi sayang diselewengkan sebagai dalih pembenaran kekafiran dan penyamaan semua agama. Padahal, dalam ayat tersebut jelas dinyatakan "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta beramal soleh", jadi syarat Yahudi, Nashrani dan Shobi-in selamat dan diridhoi Allah SWT adalah "beriman kepada Allah SWT". Tentu saja orang kafir seperti Yahudi dan Nashrani serta Shobi-in, jika sudah beriman kepada Allah SWT secara otomatis mereka tidak kafir lagi, tapi sudah masuk dalam Iman dan Islam. Jadi, jika ayat tersebut dijadikan dalih untuk membenarkan kekafiran, maka merupakan kebodohan besar dan kesesatan nyata. Ada pun tentang kebenaran Islam dan kebathilan agama selain Islam sudah sangat jelas dalam Al-Qur'an, sebagaimana Allah SWT firmankan dalam Surat Aali 'Imraan ayat 19 dan 85. Contoh-contoh kasus di atas kiranya cukup menjadi bukti bahwa Manipulasi Kalimat Haq merupakan salah satu cara yang sangat berbahaya dalam menyesatkan umat Islam, apalagi jika si pelaku manipulasi dari kalangan intelektual yang punya segudang gelar. Kaum Sepilis memang sangat berbahaya. Jika Allah SWT dan Rasulullah SAW saja mereka berani nistakan, apalagi selainnya. Jika Al-Qur'an dan As-Sunnah saja berani mereka manipulasi, apalagi selain itu. Karenanya, saya kembali mengingatkan : "Waspadalah terhadap MAFIA SEPILIS yang menipu umat dengan segudang Gelar Akademis, memakai Jas Cendikiawan, dan Dasi Ilmuwan, melalui Performa Modernis serta Diplomasi Intelektual, untuk melakukan MANIPULASI HUJJAH dan KORUPSI DALIL, atas nama maslahat, pembaharuan, persamaan, persatuan, kemanusiaan, kebebasan, keadialan dan HAM ! Mereka adalah Perusak Aqidah, Penghancur Akhlaq, Pemerkosa Syariat dan Penoda Agama." Habib Muhammad Rizieq Syihab Ayo..., Ganyang Sepilis ! Allahu Akbar !

Related Documents


More Documents from "Putu"