LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
DISUSUN OLEH :
NAMA
:NI PUTU HERA WAHYU ASTIANI
NIM
: P07120015104
KELAS : 2.3
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII 2017
A. Pengertian 1. Definisi Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9o−40,0oC). Kejang demam berlangsung kurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada anak-anak tanpa kecacatan neurologik. (Muscari, 2005) Kejang demam juga dapat diartikan sebagai suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas. (Meadow, 2005) Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6 bulan 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. (Hidayat, 2008) Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh sebagai akibat proses ekstrakranium (pajanan dari suatu penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi dimana suhunya berkisar antara 38,9o − 40,0oC) namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas. Kejang demam ini lebih sering terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun, dengan lama kejang kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam 2. Etiologi Penyebab kejang demam sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Kejang demam biasanya dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan atas, infeksi saluran kemih dan roseola. Kejang ini merupakan kejang umum dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit. SSP normal dan tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar sepertiga akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang setelah usia 6 tahun. Kejang yang lama, fokal, atau berulang, atau gambaran EEG yang abnormal 2 minggu setelah kejang, menunjukkan diagnosis epilepsi (kejang nondemam berulang). (Meadow, 2005)
Menurut Lumban Tobing & Mansjoer (2005), faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam antara lain : a. Demam itu sendiri b. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak). c. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi. d. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit. e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas. f. Gabungan semua faktor tersebut di atas. Menurut Amin dan Hardhi (2013) penyebab kejang demam dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial. a. Intrakranial meliputi : 1) Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler. 2) Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis. 3) Congenital : disgesenis, kelainan serebri b. Ekstrakranial meliputi: 1) Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya. 2) Toksik : intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat. 3) Congenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan kekurangan piridoksin.
Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu : 1) Riwayat kejang dalam keluarga 2) Usia kurang dari 18 bulan 3) Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang. 4) Lamanya demam sebelum kejang. Semakin pendek jarak mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang demam berulang.
3. Klasfikasi Adapun klaisifikasi dari kejang demam adalah sebagai berikut : a.
Kejang Parsial (Fokal, Lokal) 1) Kejang Parsial Sederhana Kesadaran tidak terganggu, dapat meliputi satu atau kombinasi dari hal-hal berikut : a) Tanda motorik – kedutan pada wajah, tangan, atau suatu bagian tubuh, biasanya gerakan yang sama terjadi pada setiap kejang, dan dapat menjadi merata. b) Tanda dan gejala otomatis – muntah, berkeringat, wajah merah, dilatasi pupil. c) Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus – mendengar suara musaik, merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia. d) Gejala-gejala fisik – déjă vu (sepertiga siaga), ketakutan, penglihatan panoramik. (Betz, 2009) 2) Kejang Parsial Kompleks a) Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai suatu kejang parsial sederhana. b) Dapat melibatkan gerakan otomatisme atau otomatis – bibir mengecap, mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan lainnya. c) Dapat tanpa otomatisme – tatapan terpaku. (Betz, 2009)
b.
Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif) 1) Kejang Lena a) Gangguan kesadaran dan keresponsifan. b) Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang dari 15 detik. c) Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan mempunyai perhatian penuh. d) Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan sering hilang pada usia 18 tahun. (Betz, 2009)
2) Kejang Mioklonik a) Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan involunter. b) Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila patologis melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan tungkai secara sinkron. c) Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok. d) Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat kesadaran singkat. (Betz, 2009) 3) Kejang Tonik-klonik (grand mal) a) Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku otot ekstremitas, tubuh, dan wajah secara keseluruhan yang berakhir kurang dari satu meit, sering didahuluioleh suatu aura. b) Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus. c) Tidak ada respirasi dan sianosis. d) Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas atas dan bawah. e) Letargi, konfusi, dan tidur pada fase postictal. (Betz, 2009) 4) Kejang Atonik a) Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya kelopak mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke tanah. b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Betz, 2009) 5) Status Epileptikus a) Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang. b) Kesadaran antara kejang tidak didapat. c) Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia. d) Memerlukan penanganan medis darurat segera. (Betz, 2009)
B. Tanda dan Gejala Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu : 1. Sebagian besar aktivitas kejang berhenti pada saat anak mendapatkan pertolongan medis, tetapi anak mungkin dalam keadaan tidak sadar. (Muscari, 2005) 2. Orang tua atau pemberi asuhan akan menggambarkan manifestasi kejang tonik-tonik (yi., tonik−kontraksi otot, ekstensi ekstremitas, kehilangan kontrol defekasi dan kandung kemih, sianosis, dan kehilangan kesadaran; klonik−kontraksi dan relaksasi ekstremitas yang teratur (ritmik); fase postiktal dikarakteristikkan dengan ketidaksadaran persisten). (Muscari, 2005) 3. Sering ditemukan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam. (Muscari, 2005) 4. Suhu tubuh mencapai 39oC. (Dewanto, 2009) 5. Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang, gejala kejang bergantung pada jenis kejang. (Dewanto, 2009) 6. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru. (Dewanto, 2009)
C. Pohon Masalah Terlampir
D. Pemeriksaan Diagnostik 1.
Elektroensefalografi (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus kejang. (Betz, 2009)
2.
CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. (Betz, 2009)
3.
Magneti Resonance Imaging (MRI): menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT. (Betz, 2009)
4.
Pemindaian Positron Emission Tomography(PET) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak. (Betz, 2009)
5.
Uji laboratorium a.
Pungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler – terutama dipakai untuk menyingkirkan infeksi.
b.
Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c.
Panel elektrolit
d.
Skrining toksik dari serum dan urin
e.
GDA
f.
Kadar kalsium darah
g.
Kadar natrium darah
h.
Kadar magnesium darah. (Betz, 2009)
E. Penatalaksanaan Medis Dalam penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu: 1. Pengobatan Fase Akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1
mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 48mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. 2. Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama. 3. Pengobatan profilaksis Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping
diazepam
adalah
ataksia,
mengantuk
dan
hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 45mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu : a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal) b. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap. c. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung. d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multiple
dalam
satu
episode
demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
F. Pengkajian Keperawatan 1. Data subyektif a. Badan terasa panas b. Adanya mual dan muntah c. Merasa haus d. Adanya kesulitan saat bernafas e. Adanya aktivitas kejang berulang, pergerakan otot tidak terkoordinasi, kelemahan f. Merasa tidak nyaman, gerah. g. Adanya kekhawatiran orang tua. 2. Data obyektif a. Suhu meningkat / tinggi b. Badan teraba panas c. Membran mukosa / kulit kering d. Perubahan tonus/kekuatan otot, gerakan involunter/ kontraksi sekelompok otot. e. Penurunan kesadaran, pernafasan stridor. f. Tingkah laku distraksi/gelisah g. Tampak kecemasan, kebingungan. h. Saliva keluar berlebih.
G. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan termoregulasi b.d metabolism meningkat ditandai dengan suhu tubuh makin meningkat 2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke otak akibat kerusakan sel neuron otak,hipoksia dan edema cerebral ditandai dengan TIK meningkat, sakit kepala, kejang 3. Risiko cedera b.d ketidakefektifan orientasi, kejang 4. Risiko aspirasi b.d penurunan tingak kesadaran,penurunan reflek menelan 5. Risiko keterlambatan perkembangan b.d gangguan pertumbuhan
H. Rencana Keperawatan NO
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Intervensi (NIC)
Rasional
(NOC) 1.
Ketidakefektifa
NOC
NIC
n termoregulasi Hidration
Temperaturure
b.d metabolism Adherence behavior meningkat
Immune status
tubuh Risk detection
makin
Setelah
meningkat
tindakan selama
pengaturan suhu)
suhu)
Monitor suhu tiap 2 jam
secara kontinu
keperawatan Monitor warna dan suhu kulit …x24
termoregulasi
jam Monitor
perubahan suhu, suhu 38oC
menunjukkan proses inflamasi
tanda-tanda 2. Untuk
hipertermi dan hipotermi pasien Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
1. Mengerahui
diatas
dilakukan Monitor TD,nadi dan RR
diharapkan
membaik.
regulation( regulation( pengaturan
Rencanakan monitoring suhu
ditandai dengan Risk Control suhu
Temperaturure
suhu
memantau tetap
dalam
batas normal 3. Untuk
mengetahui
Selimuti
Kriteria Hasil Keseimbangan antara
pasien
mencegah
produksi
untuk hilangnya
kehangatan tubuh
keadaan umum pasien akibat demam 4. Warna
kulit
pucat
panas, panas yang Ajarkan kepada pasien cara
menunjukkan adanya
diterima,
mencegah keletihan akibat
sianosis,
panas
menunjukkan adanya
dan
kehilangan panas Seimbang
anatra Diskusikan
produksi
panas,
tentang
kemerahan
inflamasi dan suhu
pentingnya pengaturan suhu
yang
panas yang diterima
dan
menunjukkan adanya
dan
negative dari kedinginan
kehilangan
panas
28 Beritahu
selama
hari
kemungkinan
pertama
kehidupan
terjadinya
indikasi 5. Untuk
keletihan
dan
dipelukan
asam bayi baru lahir Ajarkan Temperature stabil : 36,5-370C Tidak ada kejang Tidak da perubahn warna kulit
terjadinya
darah
dan hipertermi
dari
keseimbangan cairan,
hipotermi dan penangan yang
deman/
diperlukan
tinggi
Berikan antipiretik jika perlu
: Hipertermia
suhu
yang dapat
menyebabkan kehilangan
7. Untuk
cairan
mencegah
tubuh 8. Kelelah
Pengendalian risiko : hportermia
karena
disebabkan kehilanga
garam dan air melalui
Pengendalian risiko
keringat
: Proses menular
berlebih
Pengendalian risiko
matahari
menjaga
hilangnya kehangatan
Pengendalian risiko
paparan
hipotermi
dalam tubuh
stabil
:
mencegah
6. Untuk indikasi
dapat
infeksi
penangan emergency yang
Keseimbangan
Glukosa
tentang
efek
tinggi
sinar
9. Untuk terjadinya
secara
mencegah hipotermi
dan hipertermi
10. Untuk
tentang
indikasi
terjadinya
keletihan 11. Untuk
memahami
penanganan
dari
hipotermi 12. Obat
antipiretik
bekerja
sebagai
pengatur
kembali
pusat pengatur panas 2.
Risiko
NOC
ketidakefektifan
Circulation status
perfusi
jaringan
otak
b.d
NIC
Tissue
Peripheral
prefusion
cerebral
Manajemen
dilakukan otak Setelah akibat kerusakan tindakan keperawatan jam sel neuron selama…x24 diharapkan pasien tidak
edema lagi berisiko mengalami serebral ditandai ketidakefektifan perfusi dengan TIK jaringan otak dan
Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
panas/dingin/tajam/tump
rentang
yang
diharapkan
mengetahui
adanya takikardi keluarga
klien
sehingga
tujuan
perawatan
dapat
untuk
mengobservasi
tercapai dengan baik
Gunakan sarung tangan Batasi
dalam
status sirkulasi
perawatan
keluarga
laserasi
diastole
mengetahui
Instrusikan
Mendemostrasikan
Tekanan systole dan
1. Untuk
mempermudah
kepala, kejang
ditandai dengan
sensasi
Monitor adanya paretese
kulit jika ada isi atau yang
Manajemen
3. Koaborasi
ul
Kriteria Hasil:
sirkulasi
Management(
2. Untuk
terhadap
meningkat,sakit
status
Sensation
perifer)
sensasi perifer)
ke
otak,hipoksia
Sensation
: Management(
gangguan aliran darah
Peripheral
gerakan
pada
gerakan kepala,leher dan
BAB
memproteksi
diri 5. Untuk meminimalkan rasa nyeri
punggung Monitor
4. Untuk
kemampuan
6. Menilai elektrolit
status
Tidak ada ortostatik
Kolaborasi
hipertensi
analgetik
Tidak ada tandatanda
Monitor
peningkatan
tekanan intrakanial( tidak
pemberian 7. Untuk
lebih
reseptor adanya
tromboplebitis Diskusikan
dari
penyebab
15mmHg)
sensasi
Mendemostrasikan
sehingga nyeri tidak dapat dipersepsikan
mengenai 8. Untuk perubahan
9. Memantau
klien yang
Berkomunikasi jelas
sesuai
dan
dengan
kemampuan Menunjukan perhatian,konsentra si dan orientasi Memproses informasi Membuat keputusan dengan benar Menunjukan fungsi sensori
motori
cranial yang utuh : Tingkat
kesadaran
membaik, tidak ada gerakan-geraan involunter 3.
Risiko
cedera NOC
mengetahui
adanya tanda infeksi
ditandai dengan
dengan
nyeri
kondisi/
keluhan yang dialami
kemampuan kognitif
memblok
NIC
NIC
b.d
Risk Control
ketidakefektifan
Setelah
Environtment dilakukan Management(Manajemen
orientasi(kesada
tindakan keperawatan Lingkungan)
ran
selama
kejang
umum),
…x24
diharapkan tidak
Environtment
jam pasien
lagi
berisiko
cedera.
Management(Manajem en Lingkungan)
Sediakan lingkungan yang 1. Untuk menjaga pasien aman untuk pasien Identifikasi keamanan
safety
kebutuhan 2. Untuk pasien
sesuai
memenuhi
kebutuhan
Kriteria Hasil:
dengan kondisi fisik dan
Klien terbebas dari
fungsi kognitif pasien dan 3. Untuk mencegah hal
cedera
riwayat terdahulu pasien
Klien
mampu
menjelaskan untuk
injury/cedera Klien
berbahaya(misalnya
memindahkan perabotan) Memasang side rail tempat
mencegah
tidur
mampu
menjelaskan faktor risiko
dari
Menempatkan saklar lampu
saklar
Menggunakan fasilitas
kesehatan
Menganjurkan
status
tetap
memudahkan menjangkau
mudah 7. Agar waktu
mendapatkan yang
cukup
untuk beristirahat
keluarga 8. Untuk mempermudah
untuk menemani pasien
perawatan
klien
Mengontrol lingkungan dari
sehingga
tujuan
perawatan
dapat
Memindahkan barang
Mampu mengenali
kesehatan
yang
kebisingan
yang ada
perubahan
tempat
Membatasi pengunjung
mencegah injury
pasien
nyaman walau dalam
pasien
dijangkau pasien
untuk
5. Agar
yang nyaman dan bersih
personal
hidup
risiko jatuh/ cedera
Menyediakan tempat tidur 6. Untuk
di
memodifikasi gaya
menurunkan
kondisi sakit
lingkungan/perilaku Mampu
yang tidak diinginkan
Menghindarkan lingkungan 4. Untuk yang
cara/metode
keselamatan pasien
barang-
yang
dapat 9. Agar
membahayakan Berikan
penjelasan
pasien
tidak
merasa terganggu pada 10. Untuk
pasien dan keluarga atau pengunjung
tercapai dengan baik
mencegah
terjadinya cedera
adanya 11. Agar pasien, keluarga
perubahan status kesehatan
maupun
pengenjung
dan penyebab penyakit
ngetahui
mengenai
perubahan
status
kesehatan
dan
penyebab penyakit 4.
Risiko
aspirasi
Respiratory Status : NIC
Aspiration precaution
Ventilation
Aspiration precaution
1. Meningkatkan
tingkat
Aspiration Control
Monitor tingkat kesadaran,
kesadaran,
Swallowing Status
reflek batuk dan kemampuan
maksimal
penurunan reflek
Kriteria Hasil:
menelan
pembersihan
b.d
penurunan
menelan
Klien dapat bernafas dengan mudah,tidak irama, frekuensi pernafasan normal Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampu
Monitor status paru pelihara jalan nafas suction
jika
diperlukan
mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal
dan
nasogastrik
jalan
napas
mempertahankan
sebelum 3. Untuk mengeluarkan
makan
secret
Hindari makan kalau residu masih banyak Haluskan
alat
jalan napas
yang
mengganggu pernapasan
melakukan oral hygine Potong makanan kecil-kecil Jalan nafas paten,
paru
2. Untuk
Lakukan Cek
ekspansi
obat
sebelum
pemberian
4. Untuk
memastikan
ketepatan
posisi
nasogastric
Posisi tegak 90 derajat atau 5. Residu > 50 cc, tunda sejauh mungkin Jauhkan
pemberian
manset
trakea
meningkat
NGT
atau
memudahkan
pemberian
Periksa tabung NGT atau sisa
memudahkan
pemberian
gastrostomy 7. Untuk
sebelum menyusui
gastrostomy
sampai 1 jam 6. Untuk
Periksa penempatan tabung
makan
melalui
nasogastric
sebelum 8. Untuk
memberikan
makan
posisi yang nyaman
Hindari makan jika residu
bagi pasien
tinggi tempat, pewarna dalam 9. Klien tabung pengisi NGT Hindari
menelan
cairan
atau
menggunakan zat pengental Penawaran
mampu
makanan
yang
makanan
lunak/
cair/
kental
atau 10. Menetralkan
cairan yang data dibentuk
hiperekstensi,
menjadi
membantu mencegah
menjadi
bolus
sebelum menelan Potong
makanan
aspirasi menjadi
potongang-potongan kecil Istirahat atau menghancurkan pil sebelum pemberian Sarankan
pidato/berbicara
patologi, berkonsultasi
dan
meningkatkan kemampuan
dalam
menelan 11. Untuk
proses
oencernaan makanan pada tubuh pasien 12. Menurunkan
risiko
terjadinya spirasi 13. Untuk
memudahkan
pencernaan 14. Untuk
memudahkan
pemberian 15. Untuk
memberikan
waktu tubuh dalam memcerna
makanan
terlebih
dahulu
sebelum
pemberian
pil 16. Untuk mengevaluasi kepatenan jalan napas
5.
Risiko
NOC
NIC
Pendidikan orang tua :
keterlambatan
Growth and
Pendidikan orang tua : massa
massa bayi
perkembangan
development delayed
bayi
1. Agar
b.d
Family Coping
gangguanguan
Breaastfeeding
tentang penanda
apa
pertumbuhan
ineffective
perkembangan normal
yang normal
Nutritional Status:
Ajarkan kepada orang tua
Demonstrasikan aktivitas
orang
mengetahui
seperti
perkembangan
2. Untuk
memudahkan
nutrient intake
yang menunjang
penyampaian
Parenting
perkembangan
informasi
performance
Tekankan pentingnya
Kriteria Hasil:
perawatan prenatal sejak
Recovery adanya
dini
3. Agar
orangtua
memahami mengenai
Ajarkan ibu mengenai
perawatan
Recovery
pentingnya perawatan
sejak dini
kekerasan
prenatal sejak dini
emosional
Ajarkan ibu mengenai
dapat
Recorvery neglect
pentingnya berhenti
secara
Performance orang
mengonsumsi
mengenai
tua: pola asuh
alkohol,merokok dan obat-
prenatal
prenatal
obatan selama kehamilan Ajarkan cara-cara
kepada
orangtua
kekerasan
Pengetahuan orang
tua
4. Agar
prenatal
nantinya
ibu
menerapkan mandiri perawatan
5. Untuk menginformasikan
tua terhadap
memberikan rangsan yang
kepada ibu mengenai
perkembangan
berarti untuk ibu dan bayi
bahaya dan efeknya
anak meningkat Berat badan= index masa tubuh Perkembangan
Ajarkan tentang perilaku yang sesuai dengan usia anak Ajarkan tentang mainan dan
yang ditimbulkan 6. Untuk memandirikan
anak 1 bulan :
benda-benda yang sesuai
sehingga
penanda
dengan anak
menerapkannya
perkembangan fisik, kognitif dan
Berikan model atau peran intervensi perawatan
akan
dapat ibu dapat
sendiri dirumah 7. Agar ibu memahami
psikosial pada usia
perkembangan untuk bayi
mengenai
1 bulan
premature
yang sesuai dengan
Perkembangan
Diskusikan hal-hal yang
perilaku
tahapan
anak 2 bulan
terkait kerjasama antara
perkembangan
penanda
orang tua dan anak
naka
perkembangan
usia
8. Agar ibu mengetahui
fisik,kognitif,dan
mainan yang sesuai
psikosial 2 bulan
dengan anak sesuai
Perkembangan anak 4 bulan
dengan usianya 9. Agar
ibu
memiliki
:peananda
gambaran
perkembangan
intervensi perawatan
fisik, kognitif dan
perkembangan untuk
psikososial usia 4
bayi premature
bulan Penuan fisik :
10. Untuk
mengenai
menambah
informasi
kepada
perubahan normal
ortangtua
terkait
fisik yang biasanya
pentingnya kerjasama
sering terjadi
orangtua dan anak
seiring penuaan usia Kematangan fisik wanita dan pria : perunahan fisik normal pada wanita yang terjadi dengan transisi dari masa kanakkanak ke dewasa Fungsi GI anak adekuat
Makanan dan asupan cairan bergizi Kondisi Adekuat
DAFTAR PUSTAKA Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Ed. 5. Jakarta : EGC
Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : salemba Medika
Meadow, Sir Roy. 2005. Lecture Notes Pediatrika Ed. 7. Jakarta : Erlangga
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta : EGC