Lp Gadar Stroke.docx

  • Uploaded by: Moza Roah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Gadar Stroke.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,733
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 tahun. (Goldstein, dkk 2006; Kollen, dkk 2006; Lyoyd-Jones dkk, 2009). Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun. Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab kecatatan. Sehingga keadaan tersebut menempatkan stroke sebagai masalah kesehatan yang serius. Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke, belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008). B. Tujuan Penulisan 1. Mampu memahami pengertian dan klasifikasi Stroke 2. Mampu memahami penyebab Stroke 3. Mampu memahami tanda dan gejala dari Stroke 4. Mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan Stroke 5. Mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan kepada klien dengan Stroke

1

BAB II KONSEP TEORI

A. Pengertian Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002). B. Anatomi Fisiologi 1. Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

2

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995) 2. Sirkulasi darah otak Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willis. (Satyanegara, 1998) Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kirakira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini 3

bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabangcabang sistem vertebrobasilaris. Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000) Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254) C. Klasifikasi Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis : 1. Stroke Haemorhagi Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu: a) Perdarahan Intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena 4

herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19). b) Perdarahan Subarachnoid Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000). Pecahnya

arteri

dan

keluarnya

darah

keruang

subarakhnoid

mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 35 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan 5

menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. Tabel 2.1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA) Gejala PIS Timbulnya Dalam 1 jam Nyeri Kepala Hebat Kesadaran Menurun Kejang Umum Tanda rangsangan +/Meningeal. Hemiparese ++ Gangguan saraf otak + Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB

PSA 1-2 menit Sangat hebat Menurun sementara Sering fokal +++ +/+++ di Ruang Syaraf RSUD Dr.

Soetomo Surabaya. 2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark) Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik. Tabel 2.2 : Perbedaan CVA infark dan haemoragie Gejala (anamnesa) Permulaan (awitan) Waktu (saat “serangan”) Peringatan Nyeri Kepala Kejang Muntah Kesadaran menurun Koma/kesadaran menurun Kaku kuduk Kernig pupil edema Perdarahan Retina Bradikardia Penyakit lain

Infark Sub akut/kurang mendadak Bangun pagi/istirahat + 50% TIA +/Kadang sedikit +/hari ke-4 Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising karotis 6

Perdarahan Sangat akut/mendadak Sedang aktifitas +++ + + +++ +++ ++ + + + sejak awal Hampir selalu hypertensi, aterosklerosis, HHD

Pemeriksaan: Darah pada LP X foto Skedel

+

Angiografi

Oklusi, stenosis

CT Scan

Densitas berkurang (lesi hypodensi)

Opthalmoscope

Crossing phenomena Silver wire art

+

Lumbal pungsi : · Tekanan Normal · Warna Jernih · Eritrosit < 250/mm3 Arteriografi oklusi EEG di tengah Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:

Kemungkinan pergeseran glandula pineal Aneurisma. AVM. massa intra hemisfer/ vaso-spasme. Massa intrakranial densitas bertambah. (lesi hyperdensi) Perdarahan retina atau corpus vitreum Meningkat Merah >1000/mm3 ada shift shift midline echo

1. TIA (Trans Iskemik Attack) Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2. Stroke involusi Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 3. Stroke komplit Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang D. Etiologi Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008): 1. Thrombosis Cerebral Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan

7

penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak: a. Aterosklerosis Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: 1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. 2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis. 3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus). 4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b. Hyperkoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral c. Arteritis ( radang pada arteri ) d. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli: 1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD). 2) Myokard infark 3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. 4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium. 8

2. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan

perembesan

darah

kedalam

parenkim

otak

yang

dapat

mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. 3. Hipoksia Umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah: a. Hipertensi yang parah. b. Cardiac Pulmonary Arrest c. Cardiac output turun akibat aritmia 4. Hipoksia Setempat Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah: a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid. b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain. E. Patofisiologi Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada 9

pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

10

F. Pathway

Gambar 2.1 : Pathway stroke G. Manifestasi Klinis Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu: 1. Lobus Frontal a. Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak. b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan). c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi. 2. Lobus Parietal a. Dominan : 1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh). 11

2) Defisit bahasa/komunikasi -

Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi polapola bicara yang dapat dipahami)

-

Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)

-

Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)

-

Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)

-

Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).

b. Non Dominan Defisit

perseptual

(gangguan

dalam

merasakan

dengan

tepat

dan

menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain: -

Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)

-

Disorientasi (waktu, tempat dan orang)

-

Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)

-

Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)

-

Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan

-

Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat

-

Disorientasi kanan kiri

3. Lobus Occipital Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia (penglihatan ganda), buta. 4. Lobus Temporal Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh H. Pemeriksaan Penunjang 1. Angiografi serebral Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. 2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT). 3. CT scan 12

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. 4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. 5. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak. 6. Pemeriksaan laboratorium a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin) c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia. d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsurrangsur turun kembali. e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. I. Penatalaksanaan Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut: 1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan. 2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. 3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung. 4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. 5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan. Pengobatan Konservatif 1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. 13

2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. 3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. 4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral : 1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. 2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. 3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut 4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma. J. Komplikasi Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan: 1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis. 2. Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh 3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala. 4. Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

14

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Pengkajian Primer a. Airway Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun sebagai akibat strokenya sendiri. b. Breathing Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas c. Circulation Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. 2. Pengkajian Sekunder a. Wawancara 1) Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis 2) Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi 3) Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas, Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis, Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang dari 24 jam kemungkinan 15

TIA, Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual. 4) Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif 5) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. 6) Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya

untuk

pemeriksaan,

pengobatan

dan

perawatan

dapat

mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. 7) Pola-pola fungsi kesehatan: a) Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol. b) Pola nutrisi dan metabolisme, adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah. e) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot. f) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. 16

i) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamine. j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah

karena

tingkah

laku

yang

tidak

stabil,

kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. b. Pemeriksaan fisik (Brunner dan Suddarth) 1) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi 2) Pemeriksaan integument: Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu. 3) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis. 4) Rambut : umumnya tidak ada kelainan. 5) Pemeriksaan leher dan kepala: 6) Kepala: bentuk normocephalik 7) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi. 8) Leher: kaku kuduk jarang terjadi 9) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. 10) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. 11) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine. 12) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 13) Pemeriksaan neurologi: 17

-

Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.

-

Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh.

-

Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.

-

Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.

B. Diagnosa Keperawaatan 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat. 2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak 3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan neurovaskuler. 4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh derhubungan dengan kerusakan menelan. 5. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas. 6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik. 7. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori. 8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran. C. Intervensi Keperawatan Tabel 3.1 : Intervensi keperawatan pada stroke No 1.

Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak terhambat.

Tujuan (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai aliran darah ke otak lancar NOC : Circulation status Tissue Prefusion : cerebral Kriteria Hasil : - Tekanan systole dan diastole dalam rentang normal - HR : 60 – 100 x /menit 18

Intervensi (NIC) NIC : Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial) 1. Berikan informasi kepada keluarga 2. Monitor tekanan perfusi serebral 3. Catat respon pasien terhadap stimuli 4. Monitor tekanan intrakranial pasien dan

-

RR : 15-22 x/menit t : 36 – 37,5ºC Pupil seimbang dan reaktif. Diameter kanan/kiri2/2, reaksi +/+ - Kesadaran meningkat

2

Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi Kriteria Hasil: - Dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat - Dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar - Dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal

3

Defisit perawatan diri; mandi,berpakaian, makan, toileting b.d kerusakan neurovaskuler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi NOC : Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Kriteria Hasil : - Klien terbebas dari bau badan - Menyatakan kenyamanan terhadap 19

respon neurology terhadap aktivitas 5. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal 6. Monitor intake dan output cairan 7. Restrain pasien jika perlu 8. Monitor suhu dan angka WBC 9. Kolaborasi pemberian neuroprotektor 10. Posisikan pasien pada posisi semifowler 11. Pertahankan oksigenasi. NIC : 1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami / memahamkan informasi dari / ke klien 2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian 3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan klien 4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata 5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien 6. Programkan speechlanguage teraphy 7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien NIC : Self Care assistance : ADLs 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.

kemampuan untuk melakukan ADLs - Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas seharihari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. 8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien dapat melakukan pergerakan fisik NOC : Adequacy of nutrient. Kriteria Hasil : - Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat. - Identifikasi kebutuhan nutrisi. - Bebas dari tanda malnutrisi

NIC : Managemen nutrisi 1. Kaji pola makan klien 2. Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya 3. Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan 4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan 5. Tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c 6. Monitor intake nutrisi dan kalori 7. Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.

-

4

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh derhubungan dengan kerusakan menelan.

Nutritional terapi 1. Kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT 2. Berikan makanan melalui NGT k/p 3. Atur posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan setela makan 20

5

6

4. Monitor penurunan dan peningkatan BB Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan NIC : tidak efektif perawatan selama 3x24 jam, Airway Management berhubungan dengan diharapkan pola nafas 1. Buka jalan nafas, guanakan obstruksi jalan napas pasien efektif teknik chin lift atau jaw NOC : thrust bila perlu Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk Ventilation memaksimalkan ventilasi Respiratory status : Airway 3. Identifikasi pasien perlunya patency pemasangan alat jalan nafas Vital sign Status buatan Kriteria Hasil : 4. Pasang mayo bila perlu - Menujukkan jalan nafas 5. Lakukan fisioterapi dada paten (tidak merasa jika perlu tercekik, irama nafas 6. Keluarkan sekret dengan normal, frekuensi nafas batuk atau suction normal, tidak ada suara 7. Auskultasi suara nafas, nafas tambahan) catat adanya suara - Tanda Tanda vital dalam tambahan rentang normal (tekanan 8. Lakukan suction pada mayo darah, nadi, pernafasan) 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 12. Monitor respirasi dan status O2

Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien mampu mengetahui dan mengontrol resiko

21

Oxygen Therapy 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi NIC : Pressure Management 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar 2. Hindari kerutan padaa tempat tidur

7

Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan neurologis

8

Resiko Injury berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Kriteria Hasil : - Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) - Tidak ada luka/lesi pada kulit - Perfusi jaringan baik - Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang - Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan perubahan persepsi sensori teratasi NOC : Perubahan persepsi sensori teratasi Kriteria Hasil: - Mempertahankan tingkat kesadaran dan mengakui perubahan dalam kemampuan Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi trauma pada pasien dengan NOC : Risk Kontrol Kriteria Hasil : - Klien terbebas dari cedera - Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera - Klien mampu menjelaskan factor resiko dari

22

3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 8. Monitor status nutrisi pasien 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

NIC: 1. Kaji kesadaran sensorik. 2. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan. 3. Ciptakan lingkungan yang sederhana dengan memindahkan perabot yang membahayakan. 4. Menghilangkan kebisingan eksternal yang berlebihan sesuai indikasi. NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan) 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 4. Memasang side rail tempat tidur

lingkungan/perilaku personal - Mampu memodifikasi gaya hidup untukmencegah injury - Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada - Mampu mengenali perubahan status kesehatan

5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. 7. Membatasi pengunjung 8. Memberikan penerangan yang cukup 9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. 10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan 11. Memindahkan barangbarang yang dapat membahayakan 12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

D. Implementasi Adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaanya pengawasan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat. E. Evaluasi Adalah suatu penilaian terhadap pelaksanaan rencana keperawatan dan juga dilakukan guna mengetahui tingkat kompetensi yang telah dicapai selama proses implementasi.

23

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian Secara garis besar, stroke dibagi menjadi 2 yaitu Stroke karena pendarahan (Haemorragic) dan stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/ Iskemik) Penyebab utama dari stroke adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular.

B. Saran Penulis mengharapkan saran dari pembaca agar dapat member kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah Stroke. Kami dari kelompok juga menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak hanya mengambil satu referensi dari makalah ini saja dikarenakan kami dari penulis menyadari bahwa makalah ini hanya mengambil reperensi dari beberapa sumber saja.

24

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC. Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo

25

Related Documents

Lp Gadar Gea.docx
November 2019 32
Cover Lp Gadar Ska.docx
April 2020 22
Lp Gadar Stroke.docx
June 2020 19
Lp Gadar-2.docx
November 2019 22
Gadar Rpl.ppsx
October 2019 33
Dok. Gadar
June 2020 27

More Documents from "erwynda prasetya"