Lp Dm Tipe 2.docx

  • Uploaded by: ISLAMIAH
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Dm Tipe 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,806
  • Pages: 22
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)

Oleh : NURMA 70300116061

Preseptor lahan

Preseptor institusi

(.................................)

(..................................)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018/2019

1

2

BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Melitus dari bahasa Latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urin yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relatif insentivitas sel terhadap insulin (Marya, 2013). Dokumen

konsensus

tahun

1997

oleh

American

Diabetes

Associatoin’s Expert Committee on the Diagnosis an Classification Of Diabetes Mellitus menjabarkan 4 kategori utama diabetes yaitu: (Corwin, 2009) 1. Diabetes Melitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM, Diabetes Melitus Tergantung Insulin/DMTI) DM tipe 1 merupakan DM yang diperantarai oleh imunitas. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Destruksi sel beta pankreas tersebut menyebabkan kadar insulin menjadi sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, oleh karena itu penderita DM tipe I bergantung pada insuli dari luar untuk bisa bertahan. Biasanya dijumpai pada individu yang tidak gemuk dan berusia kurang dari 30 tahun. 2. Diabetes

Melitus

Tipe

II

(Non

Insulin

Dependent

Diabetes

Mellitus/NIDDM, Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin/DMTTI) DM tipe II merupakan DM yang tidak diperantarai oleh imunitas. Kondisi ini diakibatkan karena penurunan sensitivitas terhadap insulin

(resistensi

insulin)

atau

terjadi

defek

sekresi

insulin

karena

ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal.Pada penderita DM tipe II, insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas tidak dapat memenuhi jumlah yang dibutuhkan hal ini menimbulkan hiperglikemia (tingginya kadar gula di dalam darah) karena jumlah insulin yang dihasilkan kurang dari jumlah yang dibutuhkan. 3. Diabetes Melitus Tipe Lain Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin. 4. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Kehamilan) DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi B. Etiologi Penyebab secara pasti dari DM tipe II ini belum diketahui, akan tetapi untuk kebanyakan individu tampaknya berkaitan dengan kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh genetik yang menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik yang belum teridentifikasi yang menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin yang berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara

kedua

tidak

dapat

berespons

secara

adekuat

terhadap

insulin.Adapun faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II diantaranya yaitu faktor usia (resistensi insulin cenderung meningkat

3

4

pada usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga, kelompok etnik dan pola hidup. C. Patofisiologi Pada DM tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Corwin, 2009) Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang diekskresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe II. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai aikibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

5

D. Tanda dan Gejala 1. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) karena air mengikuti glukosa yang keluar melalui urin. 2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik

(konsentrasi

tinggi).

Dehidrasi

intrasel

menstimulasi

pemgeluaran hormon anti-diuretik (ADH; Vasopresin) dan menimbulkan rasa haus. 3. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronis, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel. 4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Aliran darah yang buruk pada pasien diabetes kronik juga berperan menyebabkan kelelahan. 5. Luka yang sulit sembuh karena terjadi penyumbatan pembuluh darah dan kerusakan saraf akibat kadar gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol. E. Pemeriksaan Diagnostik Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. 1. Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl. 2. Aseton plasma (keton): Positif secara mencolok.

6

3. Asam lemak bebas: Kadar lipid dan kolesterol meningkat 4. Osmolalitas serum: Meningkat, tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l. 5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler) selanjutnya akan menurun, F: Lebih sering menurun. 6. Insulin darah: Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada DM tipe I) atau normal sampai tinggi (pada DM tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunannya (endogen/eksogen). Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi (autoantibodi). 7. Pemeriksaan fungsi tiroid: Peningkatan aktifitas hormon tiroid yang dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. 8. Urin: Gula dan aseton positif; Berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. 9. Kultur dan sensitivitas: Kemungkinan adanya ISK, infeksi pernapasan, dan infeksi luka. F. Komplikasi 1. Kerusakan Saraf (Neuropati) Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka

7

akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari

berat

ringannya

kerusakan

saraf

dan

saraf

mana

yang

terkena.Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 1 pada populasi klinik berkisar 3% s/d 65.8% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 12.8% s/d 54%. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi neuropati pada populasi klinik berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 13.1% s/d 45.0%. 2. Kerusakan Ginjal (Nefropati) Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf. Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 0.7% s/d 27% pada populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi overt nephropathy pada populasi klinik berkisar

8

5.4% s/d 20.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 9.2% s/d 32.9%. 3. Kerusakan Mata (Retinopati) Penyakit

diabetes

bisa

merusak

mata

penderitanya

dan

menjadipenyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: 1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan 3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata.Prevalensi retinopati dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 10.8% s/d 60.0% pada polpulasi klinik dan 14.5% s/d 79.0% dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada populasi klinik berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1% s/d 55.0%. 4. Penyakit Jantung Koroner (PJK) Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi. Prevalensi Penyakit jantung koroner dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi penyakit

9

jantung koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 9.8% s/d 22.3% dengan Diabetes tipe 2. 5. Stroke Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d 11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2. 6. Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi. 7. Penyakit Pembuluh Darah Perifer Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.

10

8. Gangguan Pada Hati Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya. 9. Penyakit Paru Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa darah. 10. Gangguan Saluran Cerna Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak

11

rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat- obatan yang diminum. 11. Infeksi Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi. G. Penatalaksanaan 1. Edukasi Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya

edukasi

dilakukan

secara

komphrehensif

dan

berupaya

meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.

12

2. Terapi Gizi Medis Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari. 3. Latihan Jasmani Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin. 4. Intervensi Farmakologis a. Antidiabetik Oral Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan

gejala,optimalisasi

parameter

metabolik,

dan

mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olahraga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olahraga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang

13

tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing. b. Insulin Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total

menjadi

kebutuhan.

Insulin

merupakan

hormon

yang

mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.

14

H. Prognosis Prognosis DM usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Pasien DM usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen. Karena hiperosmolas adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.

15

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas pasien 2. Keluhan utama 3. Riwayat keluhan utama Riwayat keperawatan yang perlu dikaji yaitu: (Doenges, 2002) 1. Aktivitas/istirahat a. Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, keram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat. b. Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, disorientasi, penurunan kekuatan otot. 2. Sirkulasi a. Gejala : Adanya riwayat hipertensi, kebas, rasa kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan luka yang lama. b. Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah psotural;hipertensi, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan 3. Integritas Ego a. Gejala: Stres; tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi b. Tanda : Ansietas, peka rangsang 4. Eliminasi a. Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), rasa nyeri terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, diare b. Tanda : Urin encer, pucat, kuning. Bising usus lemah dan menurun;hiperaktif (diare)

16

5. Makanan/Cairan a. Gejala : Hilang nafsu makan, haus, mual, muntah, tidak mengikuti diet;peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, penggunaan diuretik b. Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau napas aseton. 6. Neurosensori a. Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan otot, parastesia, gangguan penglihatan b. Tanda : Disorientasi;mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori;kacau mental 7. Nyeri a. Gejala : Abdomen tegang/nyeri (sedang/berat) b. Tanda : Wajah meringis dan palpitasi;tampak sangat berhati-hati 8. Keamanan a. Gejala : Kulit kering, gatal;ulkus kulit b. Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesi/paralisis otot termasuk otot pernapasan 9. Seksualitas a. Gejala : Rebas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria;kesulitan orgasme pada wanita B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut 2. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh 3. Resiko infeksi

17

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer 5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan 6. Hambatan mobilitas fisik C. Intervensi Keperawatan No

Diagnosa

NOC

NIC

Rasional

Keperawatan 1.

Nyeri akut

a. Kontrol nyeri b. Tingkat nyeri c. Tingkat kenyamanan Kriteria Evaluasi: 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

1. Lakukan pengkajia komprehensif 2. 3.

4.

5.

6.

nnyeri

yang 1. Untuk mengetahui lokasi, karakteristik, kualitas nyeri, frekuensi dan faktor pencetus Observasi isyarat nonverbal 2. Untuk lebih mengetahui keadaan ketidaknyamanan umum klien Berikan tindakan nyaman misalnya 3. Untuk meningkatkan relaksasi ubah posisi yang membuat klien merasa nyaman Berikan informasi tentang nyeri 4. Agar klien mampu mengontrol nyeri seperti penyebab nyeri dan berapa lama akan berlangsung Ajarkan penggunaan teknik 5. Untuk memberikan pengetahuan nonfarmakologi manajemen nyeri kepada pasien dan keluarga pasien (misalnya imajinasi terbimbing, apabila nyeri datang distraksi, kompres hangat atau dingin, dan masase) Kolaborasi pemberianan algetik 6. Untuk mengurangi rasa nyeri

18

2.

3.

Ketidakseimbangan a. Nutritional status : Food and nutrisi, kurang dari fluid intake kebutuhan tubuh b. Nutritional status : Nutrient intake c. Weight control KriteriaEvaluasi: 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Resiko infeksi a. Immune status b. Knowledge : Infection control c. Risk control Kriteria Hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor

1. Lakukan pengkajian pola pasien 2. Lakukan kebersihan oral

nutrisi 1. Untuk mengetahui pola nutrisi klien serta intake makanan 2. Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan 3. Ajarkan kepada keluarga pasien 3. Makan sedikit demi sedikit dapat untuk memberi makan tapi sedikit meningkatkan intake nutrisi demi sedikit 4. Kaji tingkat nyeri, mual dan muntah 4. Mengidentifikasi penyebab anoreksia Memenuhi kebutuhan nutrisi klien 5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet dan pola makan

1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan 2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagisemua orang yang berhubungan dengan pasien 3. Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif 4. Bantu pasien melakukan oral hygiene

1. Untuk mengetahui adanya tandatanda infeksi dan peradangan 2. Mencegah timbulnya infeksi nasokomial

3. Agar tidak menjadi media pertumbuhan bagi kuman 4. Menurunkan resiko terjadinya

19

4.

yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 4. Jumlah leukosit dalam batas normal 5. Menunjukkan perilaku hidup sehat Ketidakefektifan a. Circulation status perfusi jaringan b. Tisue perfusion : Cerebral perifer Kriteria Hasil : 1. Menunjukkan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh indikator : Tekanan darah, nadi perifer, dan turgor kulit 2. Menunjukkan integritas jaringan kulit dan membran mukosa yang dibuktikan oleh indikator : Suhu, sensasi, elastisitas, hidrasi, dan ketebalan kulit 3. Menunjukkan perfusi jaringan perifer yang dibuktikan oleh indikator: Pengisian ulang kapiler

penyakit mulut 5. Anjurkan untuk makan dan minum 5. Menurunkan kemungkinan terjadinya secara adekuat infeksi 6. Kolaborasi dalam pemberian 6. Penanganan awal dapat membantu antibiotik yang sesuai mencegah timbulnya sepsis

1. Kaji pucat, sianosis, kulit 1. Vasokontriksi sistemik diakibatkan dingin/lembab dan catat kekuatan oleh penurunan curah jantung yang nadi perifer mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi 2. Kaji tanda human (nyeri pada betis 2. Indikator thrombosis vena dalam dengan posisi dorsi fleksi), eritema, edema 3. Pantau pemasukan dan catat 3. Penurunan pemasukan/mual terus perubahan haluaran urin menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ 4. Ajarkan cara melakukan perawatan 4. Agar sirkulasi darah ke kaki lebih kaki yang benar efektif 5. Aktifitas kolaboratif : Pantau data 5. Indikator perfusi/fungsi organ laboratorium (GDA, BUN, Kreatinin, Elektrolit)

20

(jari tangan dan jari kaki), warna kulit, sensasi, integritas kulit 5.

6.

Resiko a. Keseimbangancairan ketidakseimbangan b. Hidrasi volume cairan KriteriaEvaluasi : 1. Mempertahankanurin output sesuaidenganusia, BB, dan BJ urin normal 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi 4. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak rasa haus yang berlebihan

1. Pantau status hidrasi (misalnya kelembapan membran mukosa, kekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik) 2. Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa 3. Timbang berat badan setiap hari jika memungkinkan 4. Anjurkan pasien dan keluarga pasien untuk menginformasikan perawat bila haus 5. Aktifitas kolaboratif : Laporkan abnormalitas elektrolit dan pemberian terapi IV sesuai indikasi

1. Untuk mengetahui status hidrasi pasien

Hambatan mobilitas a. Ambulasi fisik b. Pergerakan KriteriaEvaluasi: 1. Klien meningkat dalam aktifitas fisik 2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan

1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pemenuhan aktifitas 2. Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang aman 3. Ajarkan pasien dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif 4. Berikan penguatan positif selama aktifitas

1. Untuk mengidentifikasi masalah

2. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi 3. Indikator cairan dan status nutrisi 4. Untuk mengetahui dehidrasi pasien

5. Diperlukan untuk mempertahankan perfusi jaringan adekuat/fungsi organ

2. Agar keluarga pasien mampu melakukan secara mandiri 3. Untuk mempertahankan atau meningkatkan ketahahan otot 4. Agar klien bersemangat dalam pemenuhan aktifitas

21

perasaan dalam 5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik 5. Untuk mengatur program latihan meningkatkan kekuatan dan untuk program latihan aktifitas pada klien kemampuan berpindah

22

DAFTAR PUSTAKA Bulechek, Gloria M., dkk.,Nursing Intervention Classification (NIC). Yogyakarta: Mocomedia. 2013. Corwin, Elizabeth J.,BukuSakuPatofisiologiEdisi 3, Jakarta: EGC. 2009. Marya,

BukuAjarPatofisiologiMekanismeTerjadinyaPenyakit. BinarupaAksara Publisher. 2013.

Tengerang:

Moorhead, Sue, dkk.,Nursing Outcomes Classification (NOC). Yogyakarta: Mocomedia. 2013. PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. 2016. Wilkinson, Judith M., BukuSaku Diagnosis KeperawatanEdisi 9. Jakarta: EGC. 2011

Related Documents

Lp Dm Tipe 2.docx
April 2020 12
Lp Dm Tipe 2.docx
April 2020 10
Lp Dm Tipe Ii-1.docx
May 2020 15
Dm Tipe 1. Febi.docx
May 2020 21
Sk1 Dm Tipe 2.docx
November 2019 30
Askep Dm Tipe 1 Fix.docx
October 2019 26

More Documents from "ADE NOVIRA"