LAPORAN PENDAHULUAN ............................................................................
Disusun Oleh: INDRI WIDYA ANDRIANI KRISTIN NIM. 201810461011014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018
Chronic Kidney Disease (CKD)
A. Definisi Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
B. Klasifikasi Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut : Derajat
Penjelasan
LFG (ml/mn/1.73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
≥ 90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan
60-89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang
30-59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat
15-29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
C. Etiologi Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus
dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
D. Patofisiologi Terlampirkan
E. Manifestasi Klinis Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut : a. Manifestasi kardiovaskuler Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher. b. Manifestasi dermatologi Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar. c. Manifestasi Pulmoner Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul d. Manifestasi Gastrointestinal Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal e. Manifestasi Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku f. Manifestasi Muskuloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop g. Manifestasi Reproduktif Amenore dan atrofi testikuler
F. Komplikasi Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah : 1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit berlebih. 2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron. 4. Anemia akibat penurunan eritropoitin. 5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik. 6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh. 7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan. 8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah. 9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologi Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal. 1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas. 2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis. 3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal. 4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. b. Foto Polos Abdomen Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain. c. Pielografi Intravena Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat. e. Renogram Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal f. Pemeriksaan Radiologi Jantung Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis g. Pemeriksaan radiologi Tulang Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik h. Pemeriksaan radiologi Paru Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan. i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible j. EKG Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia) k. Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya. l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal 1) Laju endap darah 2) Urin Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria). Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin. Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1. 3) Ureum dan Kreatinin Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5). 4) Hiponatremia 5) Hiperkalemia 6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia 7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia 8) Gula darah tinggi 9) Hipertrigliserida 10) Asidosis metabolik
H. Penatalaksanaan Medis Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal. Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi : 1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein seharihari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme) 2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler; 3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet; 4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black & Hawks, 2005) Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Overload cairan (edema paru)
Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
Efusi perikardial
Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:
I. Pengkajian Fokus Keperawatan Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut : 1. Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat. 2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun. 4. Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu. 5. Pengkajian fisik a. Penampilan / keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma. b. Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler. c. Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan. d. Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor. e. Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher. f. Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung. g. Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit. h. Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik. j. Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
J.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan dan natrium. 2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru. 3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah. 4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis. 6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner. 7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
K. Rencana Asuhan Keperawatan NO Diagnosa Keperawatan 1.
Tujuan & KH
Kode NIC Intervensi Keperawatan
Kelebihan volume cairan Tujuan:
4130
b.d penurunan haluaran urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan dan
retensi
natrium.
cairan
Fluid Management : 1.
dan selama 3x24 jam volume cairan
Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
seimbang.
2.
Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil:
3.
Identifikasi sumber potensial cairan
NOC : Fluid Balance
4.
Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Terbebas
dari
edema,
cairan
efusi, 5.
anasarka
Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Bunyi nafas bersih,tidak adanya 2100
dipsnea Memilihara tekanan vena sentral, tekanan
kapiler
paru,
output
jantung dan vital sign normal.
Hemodialysis therapy 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon thdp terapi. 2. Rekam
tanda
vital:
berat
badan,
denyut
nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi. 3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja
secara
menyesuaikan
kolaboratif panjang
dengan
dialisis,
pasien
untuk
peraturan
diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan 2
Gangguan
nutrisi
kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100
Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan
1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah.
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
adekuat. Kriteria Hasil:
status nutrisi. 3. Monitor
NOC : Nutritional Status
albumin,
total
protein,
hemoglobin,
dan
Nafsu makan meningkat
hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
Tidak terjadi penurunan BB
untuk perencanaan treatment selanjutnya.
Masukan nutrisi adekuat
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
Menghabiskan porsi makan
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
Hasil lab normal (albumin, kalium)
6. Berikan perawatan mulut sering 7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi
3
Perubahan
pola
berhubungan hiperventilasi paru
napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. Kriteria Hasil:
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
NOC : Respiratory Status Peningkatan
Respiratory Monitoring
ventilasi
dan
tambahan,
intercostal
retraksi
otot
supraclavicular
dan
oksigenasi yang adekuat
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
Bebas dari tanda tanda distress
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
pernafasan Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan
dyspneu
mengeluarkan
sputum,
(mampu 3320 mampu
adanya ventilasi dan suara tambahan Oxygen Therapy 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
bernafas dengan mudah, tidak ada
2. Ajarkan pasien nafas dalam
pursed lips)
3. Atur posisi senyaman mungkin
Tanda tanda vital dalam rentang normal 4
hiperventilasi, cheyne stokes
4. Batasi untuk beraktivitas 5. Kolaborasi pemberian oksigen
Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066
Circulatory Care
berhubungan
1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan
penurunan suplai O2 dan adekuat.
periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil:
ekstremitas).
NOC: Circulation Status
2. Kaji nyeri
Membran mukosa merah muda
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
Conjunctiva tidak anemis
4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
Akral hangat
memperbaiki sirkulasi.
TTV dalam batas normal.
5. Monitor status cairan intake dan output
Tidak ada edema
6. Evaluasi nadi, oedema 7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisispada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014 Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23 Februari 2014 Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 1999 Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005 Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008. Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012. Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008. Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010 Price, Sylvia A. &
Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002 Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001 Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006