Lp Ckd Gadar.docx

  • Uploaded by: Intania Fransiska
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Ckd Gadar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,374
  • Pages: 25
LAPORAN PENDAHULUAN Chronic Kidney Disease

DISUSUN OLEH : INTANIA FRANSISKA SHOLIHAH P 27220015202

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA 2018

LAPORAN PENDAHULUAN 1.

Pengertian Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sis metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun),sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup.Kerusakan pada kedua ginjal ini ireversibel.Eksaserbasi nefritis, obstrusi saluran kemih, kerusakan vaskuler akibat diabetes mellitus, dan hipertensi

yang

berlangsung

terus-menerus

dapat

mengakibatkan

pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progresif. Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. Penyakit ginjal kronis di definisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan GlomerularFiltration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan (Depkes RI, 2013). Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit tahap akhir dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit serta mengarah pada kematian (padila, 2012) Jadi dapat disimpulkan bahwa Chronic Kidney Disease adalah adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif sehingga tubuh akanmengalami gangguan karena ginjal tidak mampu mempertahankan substansi tubuh dalam keadaan normal. 2. Etiologi Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan chronic kidney disease bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal.

a.

b.

Penyakit dari ginjal 1.

Penyakit pada saringan (glomerulus) :glomerulonefritis

2.

Infeksi kuman : pyelonephritis, ureteritis

3.

Batu ginjal : nefrolitiasis

4.

Kista dan ginjal : polcystis kidney

5.

Trauma langsung pada ginjal

6.

Keganasan pada ginjal

7.

Sumbatan : batu, tumor, penyempitan/striktur

Penyakit umum di luar ginjal 1.

Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2.

Dyslipidemia.

3.

SLE.

4.

Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.

5.

Preeklamsi.

6.

Obat-obatan

7.

Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

3. Klasifikasi Gagal ginjal selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadiumstadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal- hal berikut: a.

Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal

b.

Insufisiensi ginjal,yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20- 35% dari normal. Nefron –nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang merekan terima.

c.

Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak nefron yang mati.

d.

Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

4. Patofisiologi dan Pathway Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorbsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastic dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh. Dampak dari gagal ginjal kronis memberikan berbagai masalah keperawatan. Mekanisme dari munculnya masalah keperawatan dapat dilihat pada Pathway di bawah ini.

Pathway Chronik Kidney Disease

5. Manifestasi Klinis Menurut padila (2012), manifestasi klinis gagal ginjal kronik yaitu sebagai berikut: a.

Kardiovaskuler 1) Hipertensi 2) Pitting oedema 3) Oedema periorbital 4) Pembesaran vena leher

b.

Pulmoner 1) Krekels 2) Nafas dangkal 3) Kusmaul 4) Sputum kental

c.

Gastrointestinal 1) Anoreksia, mual dan muntah 2) Perdarahan saluran gastrointestinal 3) Ulserasi dan perdarahan pada mulut 4) Kontsipasi/diare 5) Nafas berbau ammonia

d.

Musculoskeletal 1) Kram oto 2) Kehilangan kekuatan otot 3) Fraktur tulang 4) Foot drop

e.

Integumen 1) Warna kulit abu-abu 2) Kulit kering, bersisik 3) Pruritus 4) Ekimosis

f.

Reproduksi 1) Amenore 2) Atrofi testis

6. Komplikasi Menurut suwitra (2009) antara lain adalah : a.

Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolic, kata bolisme

b.

Prikarditis, efusi pericardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

c.

Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosterone

d.

Anemia akibat penurunan eritropoitin

e.

Penyakit tulang serta klasifikasi metabolic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin DS yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik

f.

Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh

g.

Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan

h.

Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah

i.

Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiper fosfatemia

7. Pemeriksaan Penunjang Menurut : a. Pemeriksaan Laboratorium b. Pemeriksaan CCT ( Creatinine Clearence test) Untuk mengetahui fungsi faal ginjal, yaitu fungsi ekskresi glomerulus ginjal (musliha, 2010). CCT :(140-umur) X berat badan 72 X kreatinin serum c. Pemeriksaan EKG Untuk

melihat

kemungkinan

hipertrofi

ventrikel

kiri,

tanda-tanda

pericarditis, aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia,hipokalsemia)

d. Pemeriksaan USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,kandung kemih serta prostat. Bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah berkelanjut. e. Pielografi Intravena (PIV) Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya :usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat f. Foto polos abdomen Untuk menilai bentuk dan besar ginjal adanya batu atau adanya suatu obstruksi. Dehidrasi akan memperbururk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa 8. Penatalaksanaan a. Terapi Konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memeburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolism secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (sukandar, 2009): 1) Peranan Diet Terapi diet rendah protein (DRP) menuntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksik azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan Jumlah Kalori Kebutuhan jumlah kalori (suumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahan kan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

3)

Kebutuhan Cairan Bila ureum serum lebih dari 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya diuresis mencapai 2 L perhari

4)

Kebutuhan Elektrolit dan Mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi Simtomatik 1) Asidosis Metabolik Harus dikoreksi karena meningkat serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolic dapat diberikan suplemen alkali.

Terapi

alkali

(sodium

bicarbonate)

harus

segera

diberikanintravena bila Ph < 7,35 atau serum bikarbonat < 20 mEq/L. 2) Anemia Tranfusi darah misalnya Packed Real Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternative, murah, dan efektif.Terapi pemberian tranfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3) Keluhan Gastrointestinal Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada gagal ginjal kronik.Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari gagal ginjal kronik.Keluhan gastrointestinal adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan sistomatik. 4) Kelainan Kulit Tindakan yang diberikan harus bergantung dengan jenis kulit 5) Kelainan Neuromuscular Beberapa terrapin pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisa regular adekuat, medika mentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi 6) Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi

7) Kelainan Sistem Kardiovaskuler Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskuler yang diderita. c. Terapi Pengganti Ginjal Menurut sukandar (2009), terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15mI/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialysis, dialisis 1) Hemodialisis Menurut Sukandar (2009), tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegahan gejala toksi azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis,

yaitu

indikasi

absolut,

yaitu

pericarditis,

ensefalopatik/neuropati azzotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) lebih dari 120mg% dan kreatinin lebih dari 10 mg%. Indikasi elektif yaitu LFG (laju filtrasi ginjal) antara 5 dan 8 mL/menit/1,73𝑚2 , mual,anoreksia, muntah dan asthenia berat. d. Terapi farmakologi Menurut suwitra (2009), terapi farmakologi gagal ginjal adalah sebagai berikut : penanganan dan pengobatan nya tergantung penyebab terjadinya kegagalan fungsi ginjal itu sendiri. Pada intinya, tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan gejala, menimalkan komplikasi dan memperlambat perkembangan penyakit, meningkatkan kualitas hidup, penatalaksanaan gagal ginjal secara farmakologi adalah sebagai berikut: 1) Hiperkalemia diatasi dengan pemberian glukosa dan insulin, calcium glukosa 10% melalui intravena. 2) Hiperfospatemia dan Hipokalsemia diberikan kalsiumkarbonat dan kalsium asetat

3) Hipertensi diberikan badrenergik bloker (metropol), ca channel bloker (nifedipin), acc inhibitor (captropil, enapril) 4) CHF dan oedema pulmo diatasi dengan pemberian diuretik (furosemid), dan intropik (digitalis, dobutamin) 5) Anti konvulsan diberikan diazepam dan Dilantin 6) Epogen

(rekombinaan

eritropoietin)

untuk

yang

anemia

dan

menurunkan tekanan darah. A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a.

Primary Survey 1) Airway (jalan nafas) Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah memepertahankan kepatenan jalan nafas. Dalam hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen yang dapat menyebabkan trauma serebral yang akan berkembang menjadi kematian otak. Airway harus bersih dari berbagai secret, dengan menggunakan suction atau secara manual jika perlu untuk membersihkan (krisanty, 2009) 2) Breathing (pernafasan) Setelah jalan nafas aman, breathing menjadi prioritas berikutnya dalam primary survey.Pengkajian ini untuk mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau tidak hanya pada saat klien bernafas.fokusnya adalah pada auskultasi bunyi nafas dan evaluasi ekspansi dada dan usaha respirasi. Pada klien apnea dan ekspansi dada dan kurang usa ventilasi untuk menukung sampai intubasi indotrakeal dilakukan dan ventilasi mekanik dilakukan.(krisanty, 2009). 3) Circulation Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi

mengenai

keadaan

hemodinamik

ini

yakni

kesadaran,warna kulit, nadi dan tekanan darah. Tanda gejala pada gagal ginjal kronik dalam sirkulasi yang dapat dilihat: hipertensi,

nadi kuat,edema jaringan umum, dan pitting edema pada kaki,telapak tangan, pucat (Musliha, 2010). 4) Disability (ketidakmampuan) Memberikan pengkajian dasar cepat ststus neurologis. Metode yang mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran adalah dengan AVPU A :alert (waspada) V :responsive to voice (berespon terhadap suara) P :responsive to pain (berespon terhadap nyeri) U :unresponsive (tidak ada respon) Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang mengukur secara objektif dan diterima luas adalah gaslow coma scale (GCS) yang menilai buka mata, respon verbal, dan respon motorik.(krisanty, 2009) 5) Exposure (paparan) Komponen akhir pada primary survey adalah exposure. Seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan pengkajian menyeluruh hal yang diperiksa adanya kemungkinan cidera, perdarahan, edema.( Krisanty, 2009) b. Secondary Survey 1) Menurut Krisanty (2009) jika pasien tidak dapat memberikan informasi, keluaraga atau teman bias menjadi sumber data sekunder SAMPLE neumonic dapat digunakan sebagai pengingat informasi komponen penting yang harus didata : a) S :Sign and Symptoms : Tanda dan gejala yang di rasakan pasien b) A : Allergics (alergi) c) M : Medication (pengobatan termasuk frekuensi, dosis dan rute) d) P : Past medical history (riwayat medis lalu seperti diabetes, hipertensi atau pernafasan dan obat yang dikonsumsi)

e) L : last oral intake (makanan terakhir yang dikonsumsi) f)

E : Events (kejadian-kejadian) keluhan utama,deskripsi gejala dan mekanisme trauma.

c. Identitas Pasien Identitas pasien meliputi : nama,umur,jenis kelamin, alamat, no RM, dan diagnosa medis d. Riwayat Penyakit Riwayat penyakit yang perlu dikaji pada pasien dengan chronic kidney disease menurut (muttaqin, 2010). Adalah sebagai berikut: 1) Keluhan utama Keluhan utama yang menjadi alasan klien saat masuk rumah sakit 2) Riwayat penyakit sekarang Adanya riwayat perlu ditanyakan pada klien atau keluaraga (bila klien tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan menggunakan alcohol 3) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian

yang

perlu

ditanyakan

meliputi

riwayat

hipertensi,diabetes mellitus,penyakit jantung, penggunaan obatobatan koagulan danyang lainnya 4) Riwayat penyakit keluarga Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi,diabetes mellitus, dan penyakit menururn lainnya. e. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik menurut (Musliha, 2012) : 1) Keadaan umum dan TTV 2) Pemeriksaan Pola Fungsi a. Kulit kepala Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya

pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004). b. Wajah Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS. 1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana

reflex

cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia 2) Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan

penciuman,

apabila

ada

deformitas

(pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur. 3) Telinga : periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum 4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas 5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur 6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati

adanya tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri c. Vertebra servikalis dan leher Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian

otot

tambahan.

Palpasi

akan

adanya

nyeri,

deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. oksigenasi.

Kontrol

Jaga airway, pernafasan, dan

perdarahan,

cegah

kerusakan

otak

sekunder.. d. Toraks Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi

dan irama denyut jantung,

(lombardo, 2005) Palpasi

:

seluruh

dinding

dada

untuk

adanya

trauma

tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. Perkusi

: untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan

keredupan Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub) e. Abdomen Cedera

intra-abdomen

kadang-kadang

luput

terdiagnosis,

misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan

kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, lecet,

memar,

ruam,

massa,

denyutan,

asites, luka,

benda

tertusuk,

ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic

peritoneal

lavage,

ataupun

USG

(Ultra

Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010). f. Pelvis (perineum/rectum/vagina) Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010). Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya

luka, laserasi ,

ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah

dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). g. Ektremitas Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa

denyut

nadi

distal

dari

fraktur

pada

saat

menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, diperhatikan,

paralisis,

gerakan, dan sensasi harus

atropi/hipertropi

otot,

kontraktur,

sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah 1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi syok yang dpat berakibat fatal 2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan ini dikenali. 3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). h. Bagian punggung Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).

Periksa`adanya perdarahan, lecet,

luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya deformitas. i. Neurologis Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal

dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis

atau saraf perifer.

Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Pada

pemeriksaan

neurologis,

inspeksi

adanya

kejang,

twitching, parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon sensori f. Pemeriksaan Laboratorium 1) Lakukan pemeriksaan : darah lengkap 2) Pemeriksaan EKG Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis,

aritmia

dan

gangguan

elektrolit

(hiperkalemia,hipokalsemia) 3) Pemeriksaan USG Bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah berkelanjut.

4) Pemeriksaan CCT Untuk menilai fungsi faal ginjal, yaitu fungsi ekskresi glomerulus ginjal 5) Endoskopi ginjal nefrokopi Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal : keluar batu, hematuria dan pengakatan tumor efektif. 6) Pemeriksaan foto dada Terlihat bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overloud), efusi pleura,kardiomegali dan efusi pericardial. 2. Diagnose Keperawtan a.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung dibuktikan dengan edema, tekanan darah meningkat

b.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-kapiler dibuktikan dengan cemas, nafas cuping hidung.

c.

Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan dengan keluarga menanyakan masalah yang dihadapi pasien.

d.

Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan penyakit ginjal dan kelenjar

e.

Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan penurunan kinerja ventrikel kiri

f.

Resiko Syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan

3. Intervensi Intervensi merupakan rencana tindakan keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Menurut standar diagnosis keperawatan Indonesia (2014) a.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung dibuktikan dengan edema, tekanan darah meningkat Tujuan

: meningkatkan kemampuan pompa jantung sehingga penurunan curah jantung tidak terjadi.

Kriteria hasil

:mempertahankan

curah

jantung dengan

bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal ,nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisisan kapiler. Intervensi : 1) Observasi tanda- tanda vital Rasional : untuk mengetahui tanda –tanda vital 2) Auskultasi bunyi jantung Rasional :adanya takikardi frekuensi jantung tidak teratur 3) Selidiki keluhan nyeri dada,perhatikan lokasi, rentang beratnya (skala 0-10) Rasional : Hipertensi dan gagal ginjal kronik dapat menyebabkan nyeri 4) kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas Rasional : Kelelahan dapat menyertai gagal ginjal kronik dan juga anemia 5) kolaborasi dengan pemeriksaan laborat contohnya: elektrolit, BUN Rasional : ketidakseimbangan dapat menggangu konduksi elektrikal dan fungsi jantung b.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-kapiler dibuktikan dengan cemas, nafas cuping hidung Tujuan

: diharapkan pertukaran gas adekuat

Kriteria hasil

: pasien tidak sianosis, CRT <2 detik, tidak mengalami apnea, SpO2 90-100% dan AGD dalam batas normal, pasien tidak menggukan alat bantu pernafasan, RR normal 16-20x/menit

Intervensi : 1) Observasi suara nafas, kecepatan, irama dan kedalaman serta usaha nafas

Rasional :penurunan nafas. Menandakan penurunan fungsi paru. Bunyi ronkhi dan mengi mengidentifikasi akumulasi secret/jalan nafas tidak bersih 2) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan pemberian posisi semi fowler dan penggunaan alat bantu nafas Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi dan mengganggu pertukaran gas posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi paru 3) Beri oksigen tambahan sesuai indikasi Rasional : untuk memaksimalkan sedian oksigen dan mengoreksi hipoksemia 4) Lakukan fisioterapi dada bila perlu ajari batuk efektif Rasional :untuk membatu mengeluarkan secret jika ada 5) Berikan bronkodilator Rasional : untuk melancarkan sekres di jalan nafas c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan dengan keluarga menanyakan masalah yang dihadapi pasien Tujuan

: Pasien dan keluarga paham tentang penyakit yang diderita pasien

Kriteria hasil : Pasien dan kelurga dapat menjelaskan kembali apa yang dijelaskan pasien, pasien dan kelurga menyatakan paham

tentang

penyakit,

kondisi

dan

program

pengobatan Intervensi 1) Berikan penjelasan tentang proses penyakit Rasional : memberikan penjelasan tentang penyakit pasien 2) Jelaskan tanda dan gejala penyakit Rasional : untuk mengetahui penyebab penyakit 3) Diskusikan perubahan gaya hidup untukmencegah komplikasi Rasional : untuk mencegah terjadinya komplikasi

4) Diskusikan pilihan terapi dan penanganan Rasional : untuk memberikan penjelasan tindakan apa yang tepat untuk dilakukan pada pasien. d. Risiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan penyakit ginjal dan kelenjar . Tujuan

: kelebihan volume cairan dapat berkurang dengan mempertahankan berat tubuh ideal

Kriteria hasil

: edema dapat berkurang bahkan tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output, kreatinin dalam batas normal.

Intervensi : 1) Monitor vital sign Rasional : untuk mengetahui keadaan umum 2) Monitor output dan input Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan pasien 3) Timbang BB perhari Rasional : berat badan berlebihan dapat menunjukan adanya kelebihan volume cairan 4) Batasi intake cairan Rasional : intake yang berlebihan menambah kerja jantung makin berat. 5) Lakukan dialysis Rasional : mengelurakan racun dalam darah 6) Kolaborasi pemberian cairan IV Rasional :untuk memenuhi kebutuhan cairan e. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan penurunan kinerja ventrikel kiri Tujuan

: perfusi jaringan kembali norma dan keadekuatan volume darah

Kriteria hasil

: keadekuatan volume darah, tanda-tanda vital normal,pertukaran gas normal.

1) Monitor adanya tromboplebitis Rasional : untuk mengetahui adanya pembengkakan di vena 2) Observasi EKG Rasional : untuk mengetahui kelainan dijantung 3) Instrusikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada laserasi Rasional : untuk mengetahui adanya luka 4) Kolaborasi pemberian analgetik Rasional :untuk mempercepat penyembuhan f. Resiko Syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan Tujuan

: Tidak terjadi kekurangan volume cairan dan tidak tidak terjadi syok

Kriteria hasil : nadi dalam batas normal, irama jantung dalam batas normal, dan irama pernafasan normal 1) Monitor tanda-tanda vital Rasional : untuk mengeteahui keadaan umum 2) Monitor input dan output Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan 3) Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala syok Rasional : untuk mengetahui cara penanganan pasien bila terjadi syok 4) Kolaborasi pemberian cairan iv Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien 4. Implementasi Keperawatan Melakukan apa yang sudah direncanakan di intervensi. 5. Evaluasi Keperawatan Setelah asuhan keperawatan diberikan pengkajian yang berkelanjutan respon terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil yang diharapkan. Evaluasi keperawatan adalah penentuan dari respon pasien terhadap intervensi keperawatan dan sejauh mana tujuan sudah dicapai (Musliha,2010).

DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,2013).TersediadiDepkes.go.id/resources/download/HasilRiskesdas 2013.pdf, diunduh tanggal 8 Mei 2017. Krisanty, paula (2009) Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta; CV. Trans Info Media Muttaqin, A., & Sari, K. (2014).Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Musliha.(2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika. Nuratif, A.M., & Kusuma H. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jkarta: Salemba Medika Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medikal. Sukandar, E., (2009). Neurologi Klinik Edisi Ketiga. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Falkutas Kedokteran UNPAD. Suwitra K. (2009). Penyakit Ginjal Kronik ,Buku Ajar Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Related Documents

Lp Ckd - Copy.docx
May 2020 16
Lp Ckd Gadar.docx
December 2019 30
Lp Ckd-ggk
August 2019 41
Ckd Lp Adnan
October 2019 32
Lp Ckd Hd Overload.docx
December 2019 31

More Documents from "Endang Lestari"

14. Sle.docx
December 2019 37
Askep Seminar Gout.docx
December 2019 23
Lp Ckd Gadar.docx
December 2019 30