Lp Ckd Hd Overload.docx

  • Uploaded by: Dinda Firdaniah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Ckd Hd Overload.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,802
  • Pages: 22
LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE DENGAN OVERLOAD, DENGAN TINDAKAN HEMODIALISA

A. KONSEP CHRONIC KIDNEY DISEASE 1. PENGERTIAN Gagal ginjal yaitu kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible), gagal ginjal akut sering kali berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang cepat dalam hitungan beberapa hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien dapat bertahan dengan penyakit kritisnya(Amin, 2015). Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asm basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang unun dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Rendy, M.Clevo, 2012). Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea dan smapah nitrogen lain dalam darah) (Rendy, M.Clevo, 2012).

2.

ETIOLOGI Penyebab dari gagal ginjal kronik adalah : 1. Infeksi saluran kemih/ pieloneratif kronis 2. Penyakit peradangan glumerulonefritis 3. Penyakit vaskuler hipertensi (nefrosklerosis, stenosis arteri renal) 4. Ganngguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa, sklerosis sistemik) 5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal ) 6. Penyakit metabolik (DM, gonic, hiperparatiroirisme) 7. Netropati toksik 8. Nefrotik obstruksi

3.

MANIFESTASI KLINIS Karena pada gagal hginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien. a. Sistem integument Gejala pada kulit sering menyebabkan gangguan fisik dan psikologis, seperti kulit menjadi pucat dan adanya pigmentasi urokrom. Kulit yang kering dan bersisik terjadi akibat atropinya kelenjar minyak, menyebabkan gangguan penguapa sehingga terjadi penumpukan kristal urea di kulit. Akibatnya kulit menjadi terasa gatal (pruritus). kuku dan rambut juga menjadi kering dan pecah-pecah sehungga mudah rusak dan patah. Perubahan pada kuku tersebut merupakan ciri khas kehilangan protein kronik. b. Sistem kardiovaskuler Hipertensi bisa terjadi akibat retensi cairan dan sodium. Hal ersebut terjadi akibat gagal ginjal kronik menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun, sehingga mengaktivasi apparatus juxtaglomerular untuk memproduksi enzim rennin yang menstimulasi angiotensin I dan II serta menyebabkan vasokonstriksi perifer. Angiotensin II merangsang produksi aldosteron dan korteks adreanl, meningkatkan reabsorbsi sodium dan ginjal sehingga akhirnya meningkatkan cairan intersitiil dan sodium dalam ginjal sehingga akhirnya meningkatkan cairan intersitiil dan sodium dalam darah. Manifestasi lain yang dapat ditemukan adalah gagal jantung kongestif dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik). c. Sistem respirasi Gejala yang sering dtemukan adalah edem apulmoner dan pneumonia yang sering menyertai gagal jantung akibat retensi cairan yang berlebihan. Gejala lainnya adalah pernafasan kussmaul dan nafas berbau uremik. d. Sistem gastrointestinal Gejala yang sering terjadi adalah anoreksia, mual, muntah, kelaianan periodontal dan ulserasi pada saluran gastrointestinal. Perdarahan saluran cerna juga bisa terjadi dan akan menjadi berbahaya pada pasien dengan kelainan pembekuan darah. e. Sistem sirkulasi dan imun Pasien gagal ginjal kronis sering mengalami anemia dengan kadar Hb <6 g/dL atau hematokrit <25-30%. Bagi pasien yang menjalani hemodialisis, hematokrit berkisar antara 39-45%. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah mera, defisiensi nutrisi (seperti zat besi, asam folat dan vitamin B12) atau kehilangan nutrisi selama hemodialisa dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Selain sering mengalami anemia, pasien gagal ginjal tahap akhir juga renan terhadap infeksi akibat adanya defisiensi immunoglobulin. f. Sistem saraf Retensi produk sampah dalam darah dan ketidakseimbangan elektrolit menurunkan kemampuan neurotransmisi dalam berbagai oragan yang bisa berlanjut kepada gangguan sistem saraf perifer yang menyebabkan burning pain, restless leg syndrome, spasme otot dan kram.

g. Sistem reproduksi Perubahan esterogen, progesteron dan testosteron menyebabkan tidak teraturnya atau berhentinya menstruasi. Pada kaum pria bisa terjadi impotensi akibat perubahan psikologis dan fisik yangmenyebabkan atropi organ reproduksi dan kehilangan hasrat seksual. h. Sistem muskuloskeletal Kelainan yang terjadi berupa penyakit tulang uremik yang sering disebut osteodistrofi renal, disebabkan karena perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. i. Penglihatan Pasien gagal ginjal kronik bisa mengalami iritasi mata atau sindrom mata merah akibat terjadinya deposit kalsium dalam konjunctiva. Konjunctiva juga bisa mengalami edema akibat rendahnya kadar albumin. j. Gangguan tidur Pasien gagal ginjal tahap akhir sering mengalami uremia akibat penimbunan sampah metabolisme. Uremia mengakibatkan gangguan fungsi sistem saraf dan menyebabkan restless leg syndrome. Restless leg syndrome merupakan salah satu bentuk gangguan tidur dan penyebab insomnia pada pasien hemodialisis. Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis sering mengalami gangguan tidur berupa kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur dan bangun terlalu dini.

4. WOC Glumerolunefritis kronis

Diabetes Millitus

Reaksi Antigen anti bodi

Gula Darahh

Terbentuk agregat molekul

Ginjal Tidak dapat menyerap

Beberapa Terperangkap

zat-zat Toksik

Diglomerolus Fungsi Nefron

Tertimbun diginjal Respon Inflamasai

Kerusakan Nefron

Fungsi Filtrasi Jaringan Perut merusak sisa korteks Kerusakan Nefron Glomeruli & tubulus menjadi jaringan perut

Kerusakan Glomerolus parah

GFR

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Fungsi eritropoetin

sekresi protein terganggu

Eritrosit

Syndrome uremia Gangguan Keseimbangan

Produksi Hb

Oksihemoglobin

Asam Basa

Perpostamia

Produksi Asam Lambung

Penurunan Suplai O2 keperifer

Timbul Rasa Gatal pada Kulit

Memicu Saraf Motorik

Pasien Mual, Nafsu makan

Untuk Menggaru

Sianosis Perifer, perubahan karakteristik kulit

BB >20%

Kerusakan Kulit (Erosi, Ekskoriasi)

CRT > 2 Detik

MK : Ketidakefektifan Perfusi jaringan Perifer

MK : Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

MK :Kerusakan Integritas Kulit

MK : Gangguan Rasa Nyaman

Kerusakan ginjal

Sekresi eriprotein

kerusakan glomerulus Filtrasi glomerulus

BUN, kreatinin

protein/ albumin dapat melewati Membran glomerulus

produksi sampah di aliran

darah Produksi SDM GFR Protein uria oksihemoglobin

retensi Na H2O

Pruritus

dalam salura GI

oliguri, anuria hipoalbumin sel kekurangan protein

lesi pada kulit

mual, muntah

edema Kelebihan volume cairan

suplai O2 ke jaringan

system imun

beban jantung Gangguan perfusi jaringan

malaise

Risiko infeksi

katabolisme dalam protein hipertrofi ventrikel kiri

Intoleransi aktivitas

ureum

produksi asam

Penurunan curah jantung masuk kulit

kulit kering

Kerusakan integritas kulit

asidosis metabolik

kompensasi respiratorik hiperventilasi

Ketidakefektifan pola napas

asam lambung

mual, muntah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubun

Kerusakan integritas kulit

Ketidakseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

5.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Urin - Volume : biasanya kurang dari 400 ml/jam atau tak ada (anuria) - Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, myoglobin, porfirin. - Berat Jenis : kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat - Osmolaritas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/ serum sering 1:1 - Klirens Kreatinin : mungkin agak menurun - Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium - Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan Glomerulus bila SDM dan fragmenjuga ada. 2. Darah - BUN/ Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir - Ht : menurun pada anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl - SDM : menurun, defisiensi eritropoitin - GDA : asidosis metabolic, ph kurang dari 7,2 - Natrium serum : rendah - Kalium : meningkat - Magnesium : meningkat - Kalsium : Meningkat - Protein (Albumin) : Menurun 3. Osmolaritas serum : Lebih dari 285 mOsm/kg 4. Pelogram retrograde : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter 5. Ultrasono Ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas 6. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif 7. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa 8. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

6.

PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan pada penyakit gagal ginjal kronis adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin (Smeltzer & Barre, 2008). Penatalaksanaan gagal ginjal kronis dapat digolongkan menjadi dua yaitu: 1.

Terapi konservatif Pengobatan konservatif bertujuan untuk memanfaatkan faal ginjal yang masih ada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan memperlambat progresivitas gagal ginjal sedini mungkin. Selain itu, pengobatan konservatif bertujuan untuk menghilangkan gejala yang mengganggu penderita, sehingga penderita dapat hidup secara normal. Yang termasuk pengobatan konservatif gagal ginjal kronis adalah:

a. Pembatasan protein Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat serta mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari protein. Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari, apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur. b. Diet rendah kalium Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEg/hari. c. Diet rendah natrium Diet rendah natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif. d. Pengaturan cairan Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL). Tanda seperti ini akan muncul bila kenaikan berat badan pasien lebih dari 2 kg. Akumulasi cairan yang dapat ditoleransi adalah 1-2 kg selama periode intradialitik. 2.

Terapi penggantian ginjal atau Renal Replacement Teraphy (RRT) Terapi penggantian ginjal dilakukan pada seseorang yang mengidap penyakit gagal ginjal kronik atau ginjal tahap akhir, yang bertujuan untuk menghindari komplikasi dan memperpanjang umur pasien. Terapi pengganti ginjal dibagi menjadi dua, antara lain dialisis dan transplantasi ginjal (Shahgholian et.al, 2008). a. Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). b. Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati

diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). c. Transplantasi ginjal Penatalaksanaan transplantasi atau cangkok ginjal sebenarnya adalah suatu terapi definitif yang paling tepat dan ideal untuk penatalaksanaan suatu keadaan gagal ginjal yang sangat berat. Prinsip dari pelaksanaan terapi cangkok ginjal ini adalah pencangkokan ginjal sehat ke dalam tubuh pasien. Permasalahan yang paling sering dihadapi dalam cangkok ginjal adalah adanya reaksi penolakan dari tubuh pasien sebagai resepien terhadap ginjal baru yang dicangkokkan ke dalam tubuhnya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya harus dipilih ginjal yang paling cocok sehingga memberikan reaksi penolakan yang paling minimal. Setelah pelaksanaan transplantasipun, resepien juga masih harus minum obat imunosupresan seumur hidupnya untuk menekan reaksi penolakan oleh tubuhnya terhadap ginjal baru dalam tubuhnya (Aziz, 2008).

B.

Konsep Overload Berdasarkan jurnal yang berjudul “Volume

Overload

in

CKD: Pathophysiology,

Assessment Techniques, Consequences and Treatment” yang disusun oleh Mihaela Dora Donciu , Luminita Voroneanu , and Adrian Covic pada September 2015, menjelaskan tentang peran penting interstitial dalam mekanisme mendasar yang terlibat dalam homeostasis cairan telah diakui. Tekanan cairan interstisial ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara masuknya cairan (filtrasi kapiler darah), aliran keluar cairan (aliran getah bening), dan kemampuan kompartemen untuk memperluas (kepatuhan jaringan). Tekanan cairan interstisial negatif pada subyek sehat dan positif pada pasien CKD, namun tidak ada hubungan antara volume cairan tubuh dan tekanan darah. Terlebih lagi, nampaknya peningkatan tekanan cairan interstisial yang diamati pada pasien CKD dapat dikaitkan dengan perubahan kompensasi pada mikrosirkulasi lokal dan ini selanjutnya dapat menyebabkan penyaringan transkapsil yang berkurang di interstitial, atau aliran limph yang meningkat. Volume Overload (VO) interstisial akut dikaitkan dengan peningkatan tekanan cairan interstisial yang relatif cepat, sementara kelebihan cairan interstisial pada keadaan edematosa kronis hanya menyebabkan peningkatan tekanan interstisial moderat, menunjukkan bahwa kepatuhan ruang interstisial merupakan penentu pentingnya untuk homeostasis tekanan cairan interstisial. Perubahan cairan relatif dari interstisial ke ruang intravaskular disebabkan oleh asupan sodium yang tinggi. Dalam penelitian Heer dkk, manusia normalnya membutuhkan 50-550 mmol Na untuk mengevaluasi keseimbangan natrium. Dalam penelitian Volume plasma meningkat sekitar 330 ml bila asupan Na 550 mmol / hari, namun kenyataannya setiap harinya manusia mengkonsumsi Na mencapai 1.700 mmol apabila tidak melakukan diet. Dalam jurnal juga menjelaskan tentang Protein Energy Malnutrition (PEM) berkembang saat diet yang tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan protein dan atau energy yaitu status yang sering terjadi pada pasien dialysis. PEM bertanggung jawab untuk kualitas hidup yang buruk dan meningkatkan semua penyebab kematian di Indonesia pada pasien ESRD (End Stage Renal Disease ). Pada pasien ginjal, terdapat hal yang penting yaitu status pro-inflamasi. Sehingga pada penelitian ditemukan bahwa kedua kondisi tersebut berdampingan dan saling terkait pada pasien

ESRD. Peradangan yang sering terjadi pada pasien ginjal adalah aterosklerosis sehingga muncul istilah 'malnutrisi-radang-aterosklerosis' (MIA) atau 'malnutrition - inflammation complex syndrome' (MICS) yang dianggap sebagai salah satu penyebab utama kematian pada pasien ERSD karena sangat sulit untuk dimodifikasi, seperti yang ditunjukkan oleh banyak penelitian yang juga gagal menunjukkan perbaikan pada tingkat kelangsungan hidup saat dosis dialisis atau permeabilitas membrane. Penyebab utama PEM dan peradangan dalam dialysis pasien sangat rinci dalam beberapa ulasan, salah satunya penelitian tentang tingkat kekurangan gizi yang lebih tinggi dan peradangan dengan Volume Overload (VO). Pada 95 pasien, VO telah secara signifikan terkait dengan malnutrisi, radang dan penanda aterosklerosis. Hung dkk. ditemukan di 338 pra-pasien dialisis CKD yang overload volume positif berkorelasi dengan IL-6 dan TNFα dan satu-satunya parameter itu sangat terkait dengan semua komponen MICS. Pada saat yang sama, kehadiran MICS memiliki efek merugikan pada VO. Pasien ginjal menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk perkembangan dan perkembangan penyakit kardiovaskular (CVD) akibat peningkatan prevalensi faktor risiko langsung yaitu usia lebih tua, jenis kelamin laki-laki, hipertensi, dislipidemia, DM, LVH) tetapi juga karena faktor tidak langsung yaitu

albuminuria, anemia, hiperparatiroidisme, kelebihan

muatan ECV, stres oksidatif, pembengkakan dan kekurangan gizi. Tingkat keparahan dan kejadian CAD adalah lebih tinggi dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan CV morbiditas dan mortalitas meningkat dengan gangguan fungsi ginjal (terutama bila GFR <15 ml /min / 1,73 m 2). Demikian pula, risiko CHF berlipat ganda pasien dengan GFR <60 ml / menit / 1,73 m2). Dua penelitian yaitu dari Kanada dan Taiwan meneliti pada skala besar risiko CV yang terkait dengan CKD yaitu kelebihan cairan /Volume Overload yang merupakan faktor risiko penting bagi CVD pada pasien CKD. Baru-baru ini, Hung et al. dilaporkan pada 338 pasien dengan stadium 3-5 CKD, kelebihan volume tersebut sangat terkait dengan faktor risiko langsung untuk penyakit kardiovaskular dalam analisis multivariat yaitu jenis kelamin laki-laki, diabetes, penyakit kardiovaskular yang sudah ada sebelumnya, tekanan darah sistolik, albumin serum, TNF-α, dan proteinuria.

BALANCE CAIRAN : Balance cairan atau keseimbangan cairan adalah keseimbangan antara pemasukan cairan (intake) dan pengeluaran cairan (output). Masukan cairan orang dewasa normalnya adalah 1500 ml sampai 3500 ml. Pengeluaran cairan orang dewasa normalnya adalah 1500 ml. Rumus Balance Cairan Intake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL (Insensible Water Loss) Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll. Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam, jika pasien dipasang kateter maka hitung dalam ukuran di urobag, jka tidak terpasang maka pasien harus menampung urinenya sendiri, biasanya ditampung di botol air mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses. IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit diitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafa.

Cara Menghitung Balance Cairan: Input Cairan : Air (makan+minum) = ................................. cc Cairan infus = ................................. cc Terapi injeksi = ................................. cc Air Metabolisme = ................................. cc (hitung AM = 5 cc/kgBB/hari) Output Cairan : Urin = .......................... cc Feses = .......................... cc Muntah/perdarahan/cairan drainage luka/cairan NGT terbuka = ....................... cc Insensible Water Loss (IWL) = ....................... cc (hitung IWL = 15 cc/kgBB/hari) Jika ada kenaikan suhu, maka untuk menghitung output dari IWL menggunakan rumus: IWL peningkatan suhu = IWL normal + 200 (suhu tinggi-36,8 C) = ............... c

C. Konsep Hemodialisa 1.

PENGERTIAN Hemodialisi berasal dari bahasa yunani yaitu Hemo artinya darah, sedangkan Dialisis adalah proses dimana molekul pada larutan A (darah) berdifusi melewati membrane semipermeable menuju larutan B (dialisat). Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012). Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).

2.

TUJUAN HEMODIALISIS Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialis sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

3.

INDIKASI HEMODIALISIS Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi hemodialisis segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007): 1.

Kegawatan ginjal

2.

Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi

3.

Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)

4.

Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

5.

Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )

6.

Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)

7.

Uremia ( BUN >150 mg/dL)

8.

Ensefalopati uremikum

9.

Neuropati/miopati uremikum

10. Perikarditis uremikum 11. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L 12. Hipertermia 13. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis. 14. Indikasi Hemodialisis Kronik Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):

4.

1.

GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

2.

Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.

3.

adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.

4.

Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.

5.

Komplikasi metabolik yang refrakter.

KONTRA INDIKASI Kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003). Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang tinggi.Cairan dialysis pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemodialysis sel-sel darah merah sehingga kemungkinan penderita akan meninggal.

5.

PRINSIP HEMODIALISIS Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. 1. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat. 2. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat. 3. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat. 4. Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah) perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin & Sari, 2011)

6.

KOMPONEN HEMODIALISA 1. Dialyzer / Ginjal Buatan Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal. Macam-macam ginjal buatan : a. Paraller-Plate Diyalizer Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam ginjal ini sangat banyak sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama. b. Coil Dialyzer Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena volume darah dalam ginjal buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran pada ginjal buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini juga memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan waktu yang lama. c. Hollow Fibre Dialyzer Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal buatan sangat sedikit sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat. 2. Dialisat Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah. Fungsi Dialisat pada dialisit: a. Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme b. Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Tabel perbandingan darah dan dialisat : Komponen elektrolit

Darah

Dialisat

Natrium/sodium

136mEq/L

134mEq/L

Kalium/potassium

4,6mEq/L

2,6mEq/L

Kalsium

4,5mEq/L

2,5mEq/L

Chloride

106mEq/L

106mEq/L

Magnesium

1,6mEq/L

1,5mEq/L

Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat : a. Batch Recirculating Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit. b. Batch Recirculating/single pas Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang. c. Proportioning Single pas Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.

7.

PEDOMAN PENGKAJIAN PRAPROSEDUR HEMODIALISIS Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan hemodialisis yang komprehensif, berikut adalah pedoman dalam melakukan pengkajian keperawatan praprosedur hemodialisa. 1. Pengkajian Anamnesis a. Kaji identitas klien b. Kaji adanya progam dokter tentang pelaksanaan hemodilasis c. Kaji kondisi psikologis, mekanisme koping, dan adanya kecemasan praprosedur d. Kaji pengetahuan pasien tentang prosedur hemodialisis e. Beri penjelasan prosedur pemasangan dan lakukan penandatangan informed consent f. Kaji adanya riwayat dilakukan hemodialisis sebelumnya. g. Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya 2. Pemeriksaan Fisik a. Timbang berat badan pasien b. Periksa Tanda-tanda vital c. Kaji adanya akses vakuler d. Subklavia dan femoralis e. Fistula arteri vena f. Shunt/ Tandur

3. Pengkajian Penunjang a. Kaji pemeriksaan laboratorium b. Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV c. Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT

8.

KOMPLIKASI Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik (PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani H reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan Light, 2010). Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik (Daurgirdas et al., 2007). a.

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).

b.

komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat di bawah ini: (Bieber dan Himmelfarb, 2013). 1) Penyakit jantung 2) Malnutrisi 3) Hipertensi / volume excess 4) Anemia 5) Renal osteodystrophy 6) Neurophaty 7) Disfungsi reproduksi 8) Komplikasi pada akses 9) Gangguan perdarahan 10) Infeksi 11) Amiloidosis 12) Acquired cystic kidney disease

D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Biodata Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria. b. Keluhan utama Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit. c. Riwayat penyakit 1). Sekarang Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik. 2). Dahulu Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi. 3). Keluarga Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM). d. Pemeriksaan Fisik : 1. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang. 2. Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma. 3. Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun. 4. Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur. 5. Kepala a.Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema periorbital. b.Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar. c.Hidung : pernapasan cuping hidung d.Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual dan muntah. 6. Leher Inspeksi adanya pembesaran vena jugularis. 7. Dada Inspeksi adanya retraksi dada atau tidak saat bernafas Auskultasi adanya kelainan pada bunyi paru saat bernafas biasa ronchi atau wheezing 8. Jantung Auskultasi adanya murmur atau tidak dan denyut jantung 9. Abdomen Klien posisi terlentang. Catat ukuran,kesimetrisan,adanya massa atau pembengkakan, kulit mengkilat atau tegang. 10. Meatus urinary Laki-laki : posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary. Wanita : posisi dorsal rekumben, klitotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan. 11. Ginjal

Ginjal kiri teraba, meskipun demikian uahakan untuk mempalpasi ginjaluntuk mengetahui ukuran dan sensasi. Angan lakukan palpasi bila ragu karena akan merusak jaringan. 1). Posisi klien supinasi,palpasi dilakukan daria sebelah kanan 2).Letakkan tangan kiri dibawah abdomen antara tulang iga dan spina iliaka. Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilat dan tegang, indikasi cairanatau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila kemerahan.ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasmaatau patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal indikasi polistik ginjal . tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi,gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis. 3). Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan kiri keatas. 4). Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya. 5). Perkusi dengan mengatur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa 6).Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kosta vertebral (CVA), melakukan perkusi diatas telapak tangan dengan menggukan kepelan tangan dominan. 7). Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya.tenderness dan nyeri pada perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerunefrosis. 12). Kandung kamih Secara normal, kandung kemih tidak bisa dapat di palpasi kecuali ditensi urine. Palpasi dilakukan di daerah simpisis pubis dan umbilikus. Jika kandung kemih penuh maka akan terasa lembut, bulat, tegas dan sensitif. Perkusi kandung kemih secara normal, kandung kemih tidak dapat di perkusi kecuali volume urine di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilikus. 13). Ekstremitas atas dan bawah Inspeksi adanya odema dan warna kulit atau ruam,lesi

Diagnosa Keperawatan Pre Hemodialisa 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat 2. Resiko ketidak efektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penyakit ginjal (CKD) 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alrveolar kapiler (edema paru) 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi (peningkatan usaha nafas) 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan 6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium. 7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

8. Mual berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia) 9. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis (pembengkakan renal) 10. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang/lebih dari kebutuhan tubuh behubungan dengan prognosis penyakit dan gangguan metabolik serta kadar asam basa dalam tubuh.

Intra Hemodialisa 1. Nyeri akut behubungan dengan aktivasi receptor nyeri di area insersi saat dan setelah pemasangan AV shunt 2. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan proses hemodialisa yang mengerluarkan cairan dari dalam tubuh 3. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemasangan AV shunt 4. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan & pemeliharaan akses vaskuler. Post Hemodialisa 1. Resiko infeksi berhubungan dengan area insersi AV Shunt 2. Resiko perdarahan berhubungan dengan pemberia heparin 3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan sindrom ketidak seimbangan dialisa

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan Perifer Definisi : penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan Batasan Karakteristik : a. Bruit femoral b. Edema c. Indeks ankle-brakhial <0,90 d. Kelambatan penyembuhan luka perifer e. Nyeri ekstremitas f. Parestesia g. Penurunan nadi perifer h. Perubahan fungsi motoric i. Tidak ada nadi perifer j. Warna kulit pucat saat elevasi Faktor yang berhubungan a. Diabetes mellitus b. Gaya hidup kurang gerak c. Kurang pengetahuan tentang factor pemberat d. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit e. Merokok 2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Definisi : asupan nutrisi tidak cukup memenuhi kenbutuhan metabolic Batasan karakterisktik : a. BB 20 % atau lebih dibawah rentang BB ideal

b. Bising usus hiperaktif c. Cepat kenyang setelah makan d. Diare e. Gangguan sensasi rasa f. Kehilangan rambut berlebih g. Kelemahan oto pengunyah h. Kelemahan otot menelan sariawan rongga mulut i. Tonus otot menurun Faktor yang berhubungan: a. Factor biologis b. Factor ekonomi c. Gangguan psikososial d. Ketidakmamp[uan makan e. Ketidak mampuan mencerna makanan f. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient g. Kurang asupan makanan

3. Kerusakan Integritas Kulit Definisi : kerusakan pada epidermis dan / atau dermis Batasan karakteristik : a. Benda asing menusuk permukaa kulit b. Kerusakan integritas kulit Faktor yang berhubungan : Eksternal a. Agens farmaseutikal b. Cidera kimiawi c. Factor mekanik d. Hipertensi e. Hipotermia f. Kelenbapan g. Terapi radiasi h. Usia ekstrem Internal a. Gangguan metabolisme b. Gangguan pigmentasi c. Gangguan sensasi d. Gangguan sirkulasi e. Gangguan turgor kulit f. Gangguan volume cairan g. Imunodefisiensi h. Nutrisi tidak adekuat i. Perubahan hormonal j. Tekanan pada tonjolan tulang

4. Gangguan Rasa Nyaman Definisi : merasa kurang nyaman, lega, dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya, dan/ atau social. Batasan Karakteristik : a.

Ansietas

b.

Berkeluh kesah

c.

Gangguan pola tidur

d.

Gatal

f.

Gejala distress

g.

Gelisah

h.

Iritabilitas

i.

Ketidakmampuan untuk rileks

j.

Kurang puas dengan keadaan

k.

Menangis

l.

Meras dingin

m. Merasa kurang senang dengan situasi n.

Merasa hangat

o.

Merasa lapar

p.

Merasa tidak nyaman

q.

Merintih

r.

Takut

Faktor yang berhubungan a.

Gejala terkait penyakit

b.

Kurang control situasi

c.

Kurang pengendalian lingkungan

d.

Kurang privasi

e.

Program pengobatan

f.

Stimulasi lingkungan yang mengganggu

g.

Sumber daya tidak adekuat

INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan Perifer b.dPenurunan Fungsi eritropoetin Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..x5 jam masalah Ketidakefektifan Perfusi jaringan Perifer dapat teratasi/ teratasi sebagian

Kriteria Hasil : 1.pengisian kapiler jari (5) 2.pengisian kapiler jari kaki (5) 3. suhu kulit ujung kaki dan tangan (5) 4. kekuatan denyut nadi karotis (5) 5. tekanan darah sistolik (5) 6. tekanan darah diastolic (5)

Rencana Intervensi: RENCANA INTERVENSI Pengaturan Hemodinamik a. Arahkan pasien dan keuarga mengenai pemantauan hemodinamik b. Kurangi kecemasan dengan mremberikan informasi yang akurat dan perbaiki seiap kesalahpahaman c. Berikan pemeriksaan fisik berkala pada populasi berisiko d. Monitor apa ada edema perifer e. Berikan obat vasodilator dan vasokontriktor

RASIONAL Pengaturan Hemodinamik a. Pemahaman keluarga dan pasien akan sangat membantu dalam proses pengobatan b. Informasi yang diterima keluarga dan pasien akan sangat membantu untuk mengurangi rasa cemas c. Pemantauan pemeriksaan berkala dapat mengetahui kondisi pasien d. Mengetahui apakah ada edema e. Obat sesuai advis dokter akan membantu dalam menyembuhkan keluhan pasien

2.Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 4 jam nutrisi pasien teratasi / teratasi sebagian

Kriteria Hasil : 1. Asupan gizi (5) 2. Asupan makanan (5) 3. Asupan cairan (5) 4. Energy (5) 5. Rasio berat badan/tinggi badan (5) 6. Hidrasi (5)

Rencana Intervensi: RENCANA INTERVENSI RASIONAL 1. Manajemen Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi a. Anjurkan pasien terkait dengan a. Diet yang dianjurkan oleh ahli gizi kebutuhan diet untuk kondisi sakit sangat dibutuhkan untuk menunjang b. Beri pilihan makanan sambil proses penyembuhan menawarkan bimbingan terhadap b. Pemilihan serta arahan terkait dengan pilihan (makanan) yang lebih sehat, konsumsi makanan sangat jika diperlukan dibutuhkan untuk menjaga diet c. Monitor kalori dan asupan makanan pasien d. Beri obat-obatan sebelum makan c. Mengetahui intake kalori dan makanan d. Obat-obatan sebelum makan akan membantu klien dalam mengabsorbsi makanan.

3. Kerusakan Integritas Kulit b.d Gangguan metabolisme Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x5 jam kerusakan integritas kulit pasien teratasi / teratasi sebagian

Kriteria Hasil : 1. Suhu kulit (5) 2. Sensasi (5) 3. Elastisitas (5) 4. Hidrasi (5) 5. Keringat (5) 6. Tekstur (5) 7. Kelembapan (5) 8. Integritas kulit (5)

Rencana Intervensi: RENCANA INTERVENSI Pemberian Obat : Kulit a. Ikuti prinsip pemberian lima benar obat b. Catat riwayat kesehatan dan alergi pasien c. Tentukan pengetahuan pasien terkait pengobatan dan pemahaman mengenai metode pemberian obat d. Berikan agen topical sesuai yang diresepkan e. Ajarkan dan monitor teknik pemberian mandiri, sesuai kebutuhan

RASIONAL Pemberian Obat : Kulit a. Prinsip pemberian lima benar obat digunakan untuk ketepatan dalam melakukan tindakan b. Pastikan pasien tidak alergi terhadap obat yang akan diberikan c. Pola kognisi pasien terkait pemberian obat diutuhkan untuk memperlancar dalam melakukan tindakan d. Pemberian obat menyesuaikan dengan advis dokter e. Pemberian teknik mandiri membantu pasien dalam menjaga atau mengobati dirinya.

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V. Jakarta: Interna Publishing Tambayong. 2013. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Brunner & Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Smeltzer C, Suzanne, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth, (Edisi 8 vol 2). Alih Bahasa Agung Waluyo. Jakarta: EGC

Related Documents

Lp Ckd Hd Overload.docx
December 2019 31
Lp Ckd - Copy.docx
May 2020 16
Lp Ckd Gadar.docx
December 2019 30
Lp Ckd-ggk
August 2019 41
Ckd Lp Adnan
October 2019 32

More Documents from "Endang Lestari"

Lp Tumor Otak.docx
December 2019 23
Bab I Pak Yuni.docx
December 2019 24
Isi.docx
December 2019 20
Contoh Makalah.docx
December 2019 22
Isi Fix.docx
December 2019 20